"Bagaimana Bu Siska dan pak Reza Aditya? Apa bapak setuju dengan penawaran yang diberikan oleh perusahaan kami?" Tanya Gery meyakinkan kedua orang tua Dimas akan nasib perusahaannya kedepannya.Sejenak Papanya Dimas berpikir jauh kedepan. Jika ia menyetujui penawaran yang diberikan oleh Gery, itu berarti dia harus merelakan posisi CEO diberikan kepada bosnya Gery, dan Dimas harus berpuas hati hanya sebagai manager pemasaran di perusahaan Bright Group.Namun jika ia menolak, maka kebangkrutan yang sudah didepan mata tidak dapat lagi untuk dihindari. Mengingat sudah tidak ada investor lain yang berniat untuk menanamkan modal sebanyak yang ditawarkan oleh perusahaan Gery."Udah pa. Terima aja. Jangan terlalu banyak berpikir gitu pa? Masih untung perusahaan mereka mau nanamin modal pa? Kalau nggak kita benar-benar bangkrut pa. Mau dikemanain muka mama dari temen-temen sosialita mama?" Ujar Siska meyakinkan suaminya itu untuk menerima kerjasama kedua perusahaan itu."Kamu tolong diam dulu.
"Mama, om ganteng kok belum Dateng juga sih ma? Rindu bisa telat nih berangkat ke sekolahnya" Rindu sudah terlihat gusar dari tadi mondar-mandir terus mengecek ke teras melihat apa mobil William dsduah datang atau belum ke rumah kami.'Seandainya kamu tahu mas Dimas, putri kamu begitu menginginkan sosok ayah disisinya, apa kamu akan menyesali apa yang telah kamu buat di masa lalu.' tiba-tiba ingatanku flasback ke masa lalu, dimana kami berjuang kesana kemari untuk berobat demi mendapatkan keturunan." Mbak Seina. Coba pengobatan herbal ini dulu mbak. Adik aku ada yang berhasil Lo mbak. Nggak sampai satu bulan mengkonsumsi lansung isi" kata Bu Siti tetangga sebelah rumah kami yang sering aku mintai untuk bantu-bantu setrika di rumah kami. Bu Siti menyodorkan obat herbal madu. Dengan penuh semangat dan keyakinan di dada aku pun membeli madu itu yang katanya sangat manjur buat dapat keturunan. Tak lupa aku menyuruh mas Dimas untuk ikut mengkonsumsinya."Mas Dimas. Aku tadi beli obat ini,
"Maafin om ya gadis cantik. Om telat Dateng jemput kamu. Di jalan tadi om terjebak macet sayang. Rindu mau maafin om kan?" William berjongkok dihadapan Rindu. Ia juga menarik kedua kupingnya seperti seorang siswa yang sedang dihukum oleh guru dikelasnya."Nggak apa-apa kok om ganteng. Rindu nggak marah kok. Yang penting om sudah ada disini." Ujar Rindu dengan polosnya. Gaya bicaranya yang lucu membuatku sesekali tertawa tipis kala mendengar ocehannya itu."Kalau gitu kita berangkat sekarang yuk" William lansung menggendong Rindu dan menatap ke arahku sekilas."Ayo. Kenapa bengong. Nanti telat lagi" kali ini William berbicara kepadaku. Beda dengan berbicara dengan Rindu ia tampak begitu ramah dan baik didepan Rindu. Namun tidak denganku, dia begitu dingin seperti es batu.Aku pun lekas berdiri dan menjinjing tas sekolahnya Rindu dan juga tas bekal Rindu.***"Terima kasih om ganteng. Sudah mau jadi papanya Rindu. Rindu begitu ingin punya papa seperti teman-teman Rindu yang lain. Rindu p
"Gimana Dimas? Apa kamu setuju perusahaan Angkasa Group yang ingin membeli saham kita sebanyak lima puluh persen itu?"ucap papanya Dimas dalam rapat terbatas bersama anak putra diruangan pribadi milik Reza."Jujur dari dalam hati Dimas yang paling dalam pa, Dimas sama sekali tidak rela saham perusahaan kita jatuh ke tangan orang lain. Apa lagi yang tiga puluh persennya sudah milik Seina. Ya, memang Dimas akui itu akibat kebodohan dan kecerobohan Dimas sendiri. Namun sekarang kita tidak bisa berbuat banyak lagi pa. Hutang-hutang perusahaan kita semakin membesar, proyek-proyek kita banyak yang mangkrak. Belum lagi anak perusahaan di Surabaya yang karyawannya minta jatah pesangon. Mau tidak mau Dimas harus setuju dengan perusahaan Gery itu" Reza tampak memendam kekecewaan yang begitu mendalam. Sebagai ayah ia telah gagal mempertahankan satu-satunya warisan keluarga yang masih tersisa saat ini dan sebentar lagi akan segera jatuh ke tangan orang lain."Baiklah Dimas. Kalau begitu keputusa
"Lusi, tolong jawab mbak Lusi?" Lagi-lagi Lusi tidak menjawab pertanyaanku. Ia justru menangis sesenggukan. Aku merasa ada yang berat telah menimpa Lusi."Oke. Kalau kamu nggak mau jawab, mbak akan segera ke tempat kamu. Tunggu mbak di rumah ya?" Aku buru-buru menutup televon dari Lusi dan berpamitan kepada Ibu dan juga Rindu."Ibu, tolong jaga Rindu ya Bu. Seina ada keperluan mendadak sebentar" ujarku berpamitan sambil menyalami tangan Ibu. Dengan raut wajah yang keheranan ia menatap ke arahku yang dengan raut wajah cemas."Ada apa sayang? Kenapa kamu buru-buru begitu?" Tanya Ibu penuh ketakutan. Aku tidak mau Ibu tahu kalau aku ingin menemui Lusi yang mungkin saja ada yang telah menyakitinya. Aku juga gugup menjawab setiap kata yang keluar dari mulut Ibu."Hmm.. enggak ada apa-apa kok Bu. Aku hanya mau ke kantor ada klien yang mau bertemu denganku." Ujarku berbohong.'Maaf Bu. Aku telah membohongi Ibu. Nanti jika semuanya telah jelas aku pasti akan segera memberi tahu Ibu semuanya',
"Jadi bagaimana dokter keadaan adik saya?" Dokter bernama Suseno itu baru saja keluar dari ruang UGD. Aku ngegas menanyai dokter tampan itu perihal keadaan Lusi adikku."Syukur alhamdullilah Bu, Ibu dan janinnya selamat. Untung mbak Lusi punya kakak seperti mbaknya jadi nyawanya bisa tertolong. Seandainya tidak ada mbak tadi mungkin keduanya tidak ada lagi di dunia ini" ujar dokter Suseno dengan perasaan lega. Mendengar kata Ibu dan janinnya dari dokter Suseno membuatku terperanjat kaget. Apa Lusi sedang hamil sekarang? Tapi karena siapa? Sedangkan Lusi belum menikah. Bapak juga terus mewanti-wanui supaya dia bisa menjaga kesucian dirinya."Ibu dan janinnya dok? Apa adik saya sedang mengandung?" Tanyaku lemah kepada dokter Suseno. Rasa marah menggerogoti tubuhku. Bagaimana bisa adikku bisa sebodoh itu menyerahkan kesuciannya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya."Benar Bu. Kalau begitu saya permisi dulu Bu, mas" dokter itu pamit undur diri dari hadapan kami, sedangkan aku tertunduk m
"Kau puas kan melihat adikku dan calon anaknya sengsara. Dasar laki-laki busuk. Apa ubahnya kau dengan Dimas hah. Bajingan busuk" aku mencerca habis-habisan laki-laki berparas tampan namun berprilaku binal seperti hew*n ini. "Kamu sudah selesai Sein?" Kulihat Zein malah tersenyum kecut menatapku. Aku tak tahu apa maksud senyumannya itu kepadaku. 'Apa kali ini ia akan membalasku dengan tangan kekarnya itu.' Aku tak tahu.Zein mulai mengangkat tangan kanannya untuk memberi hadiah kesakitan di pipiku. Aku menutup mata begitu Zein hendak melayangkan telapak tangannya kepadaku.i'Hup' apa yang telah terjadi? Aku tidak mengerti mengapa Zein mengurungkan niatnya sampai aku membuka mataku kembali.Dua tangan telah mengahalangi tanganya Zein untuk menamparku."Mas Dimas? William?" Rupanya ada mereka berdua yang telah pasang badan untukku.Zein pun terkekeh menyaksikan dua laki-laki gagah ini siap siaga untuk melindungiku dari laki-laki pengecut seperti dirinya."Wow. Hebat kamu Seina. Bahkan
"Lusi, syukur Alhamdulillah Lusi. Akhirnya kamu sadar juga sayang" aku mengelus rambut di kening adik cantikku ini. Wajahnya yang putih sudah berubah pucat. Sorot matanya seakan layu seiring dengan harapannya untuk hidup yang sudah menipis. Entah hal apa yang telah menimpa adikku satu-satunya ini. Tak lupa aku sematkan satu kecupan dahinya agar ia semakin tenang dan nyaman berada dalam dekapanku."Mbak Sein dan mas?" Sepertinya Lusi lupa akan sosok William yang kini berada di sampingku."William. Apa kamu sudah lupa kepadaku anak manja?" Ujar William kembali mengingatkan dirinya kepada Lusi. Sejenak Lusi tampak berpikir dan selalu baru mengingat sosok William adalah pacarku ketika masih di SMA."Oh, mas William. Maaf mas Lusi tadi sempat lupa tentang mas" ujar Lusi lemah. Bibirnya yang pucat pasi membuatku semakin mencemaskan adikku ini."Lusi. Jawab jujur sama mbak. Siapa laki-laki yang telah menghamili kamu dan membuat kamu sampai nekad untuk mengakhiri hidup kamu" aku bertanya seol
"Zain. Sayang. Maaf Ibu mengganggu waktumu sebentar nak. Ibu mau bicara sama kamu" Ibunya Zein memanggil putra satu-satunya itu dalam sambungan telepon. Setidaknya Ibunya juga sedikit berpanas sekarang seiring pembebasannya Zein."Ya Buk. Maaf Buk. Zein lagi sibuk. Lagi bicara sama klien tentang proposal bisnisnya Zein. Nanti saja ibuk televonnya"Tuuut.Tuuut. Tuuut. Lansung saja panggilan itu diputus paksa oleh anaknya sendiri.'Zein. Padahal Ibu pengen ngomong kalau Ibu butuh sedikit uang untuk makan sehari-hari dari hasil penjualan sawah kemaren' gumam Bu Siti dalam tangis direlungnya."Oke. Kalau gitu gue setuju. Ini sepuluh juta buat depenya. Tapi Lo harus ingat. Jangan pernah bawa-bawa gue jika kalian gagal dalam tugas ini." Amplop besar dilempar begitu saja oleh Zein. Seperti tidak ada harganya ketimbang misinya saat ini."Lakukan sesuai perintah gue. Buat Lusi menderita dengan kehilangan bayinya. Dan juga pastikan pernikahannya gagal dengan laki-laki brengsek itu. Buang dia se
"Aku bahagia mas karena ada kamu disamping aku. Kamu datang disaat aku butuh sandaran mas. Kamu seperti air di gurun oase yang begitu terik. Kamu memberiku kesejukan akan dahagaku yang terhempas oleh bayang masa laluku. Dan aku juga sangat terharu akhirnya Lusi akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu semua juga berkat dirimu mas" aku menenggelamkan wajahku dalam pelukan laki-laki yang saat ini menjadi junjunganku.Tiada niat sedikitpun aku untuk berpaling darinya. Hati ini sepertinya juga sudah dipenjara dan diborgol erat oleh mas William."Seina. Sayang. Sudah. Kamu jangan mellow lagi. Hari ini adalah hari bahagia di keluarga kamu dan keluarga kita. Hari ini adalah pesta pernikahan adik kamu satu-satunya. Dan juga sekaligus perayaan tujih bulanan kamu bukan?. Hari ini tidak boleh air mata yang terbit dari sudut mata indah kamu ini. Jika pun masih terbit. Itu haruslah air mata kebahagiaan. Bukan duka sayang. Saya mencintai kamu. Mencintai ketulusan dan keikhlasan hatimu. Saya berj
"Nak Gery. Kenapa malam-malam datang ke sini? Apa Lusi yang menyuruhmu untuk buru-buru datang kesini?" Bu Ningsih tampak begitu khawatir mengetahui laki-laki yang sebentar lagi resmi mempersunting putrinya itu sedari tadi memencet bel tanpa ada seorang pun yang mendengar kecuali dirinya."I-Ibu. Maafkan saya Bu. Sudah datang selarut ini. I-Ini Bu." Gery menyodorkan kresek hitam ke hadapan Bu Ningsih yang membuat Bu Ningsih semakin bingung."Apa ini Gery?" Bu Ningsih mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang ada didalam kantong kresek itu.Perlahan tanganny mulai membuka buhul itu. Betapa kagetnya Bu Ningsih dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Emosinya pun memuncak seolah tidak tertahankan lagi."Mangga muda? Gery! Apa maksud semua ini? Kenapa kamu malam-malam mengantar mangga muda kesini? Apa ini untuk Lusi? Apa kamu juga sudah melakukan itu kepada Lusi. Kurang aj*r kamu!'Plaaaakk' Bu Ningsih menamoar punya Gery yang membuat laki-laki kekar itu
"Aku saja yang menyetir Mas. Aku takutnya dengan kondisi kamu yang seperti sekarang kita akan nabrak dan bisa berabe nantinya""Uuuweekk..uuweeekkk ." Mas William terus saja mual dan hendak muntah namun kembali sama kali tidak mengeluarkan apapun. Hanya beberapa air yang ia muntahkan." Iya Seina. Mas setuju kamu aja yang nyetir. Lagian mas sepertinya ingin muntah terus tidak tertahankan seperti ini. Mas takut tidak konsentrasi nanti kalau menyetir." Mau bagaimana lagi kalau melihat kondisi mas William saat ini memang sangat tidak memungkinkan kalau dia yang menyetir. Jadi terpaksa aku yang ambil alih kemudinya.**" Mas ingin sekali makan mangga muda, tolong belikan Mas sayang" " Yang benar saja kamu Mas, masa tengah malam kayak gini kamu minta mangga muda. Kemana aku harus carikan Mas?" lagi-lagi aku mengerutkan dahiku melihat tingkah aneh mas William saat ini.Masa jam 02.00 pagi kayak gini Mas William meminta aku untuk mencarikannya mangga muda. Bukannya mangga muda yang nanti ak
"Iya Bu Seina, ada dua embrio yang berhasil dibuahi. Itunya artinya Ibu Seina sekarang tengah hamil bayi kembar. Sekali lagi saya ucapkan selamat ya Bu Pak"Mendengar ucapan dokter barusan mendadak mataku berkaca-kaca. Sungguh indah rupanya rencana Tuhan untukku atas semua duka yang selama ini aku alami. Tuhan bahkan menitipkan dua calon bayi kembar di dalam rahimku sebagai teman dari anakku Rindu nantinya.'Alhamdulillahirobbilalamin" tiada henti-hentinya lidah ini mengucapkan syukur itu kepada Ilahi yang begitu adil terhadap hambanya.Aku masih ingat saat itu betapa putus asanya aku dalam berjuang untuk mendapatkan seorang anak dari pernikahanku sebelumnya. Namun kali ini setelah aku menikah dengan mas William tak butuh waktu lama untuk aku mendapatkan karunia itu.'Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?'2 bulan setelah menikah aku langsung dikaruniai buah cinta kami yang tiada bandingannya di dunia. Harta yang paling mahal telah engkau berikan kepadaku Tuhan. Mud
"Kamu tidak marah kan mas?" Ujarku kemudian yang dibalas oleh kekehan mas Wiliam."Ya. Saya marah. Dan akan lebih marah lagi jika sesuatu yang buruk menimpa calon anak kita" ujarnya kemudian yang membuatku sangat kaget mendengar jawabannya. Aku takut jika Mas William tidak setuju dan marah atas keinginanku itu.Rupanya mas William berpikir positif dan menghargai keputusanku. Iya kemudian memmemelukku dan memberikan kecupan di dahiku. Rasanya sangat nyaman dan tenang sekali mempunyai suami pengertian dan baik seperti Mas William." Terima kasih Mas kamu sudah mau mengerti sama keputusanku""Iya sayang tidak apa-apa. Besok kita ke dokter kandungan Ya. Kita akan cek kondisi janin kamu dan juga Mas mau lihat apakah janinnya sudah kelihatan apa belum" mendengar ucapannya yang sangat perhatian membuat hatiku nyaman. Rasanya hati ini banyak ditumbuhi bunga-bunga indah bermekaran.Aku masih ingat ketika aku hamil Rindu dulu. Aku bahkan memohon dan mengiba kepada mas Dimas supaya mau menemanik
Cepat kamu Jelaskan kepada saya Kenapa bocah tengil ini memanggil papa kepada Dimas?" Bu Siska kembali mendekati aku. Masih dengan tatapan penuh kebencian. Sampai bola matanya hendak keluar dari sarangnya.Aku memang tak pernah benar dihadapannya. Ia begitu membenciku mengingat status keluarga kami yang jauh berbeda dulu."Maaf Bu Siska. Kalau ibu bertanya pada orang, bisa nggak sih kalau bicara yang sopan. Nggak ngegas kayak gini!" Sejak tadi aku mendiami wanita ini. Namun rupanya Bu Siska malah semakin melunjak saja melihatku. Memang benar kata orang dulu. Musuh tidak dicari. Jika bertemu pantang dielakkan."Baik. Saya akan jawab pertanyaannya Siska. Jika ibu penasaran silahkan nanti bertanya kepada Dimas anak Ibu. Itupun jika Dimas maish diberi waktu oleh Tuhan untuk bertaubat dan memperbaiki dirinya. Rindu. Mas. Ayo kita segera pulang. Hawa disini mulai nggak enak." Aku sengaja tidak memberitahu Bu Siska yang sebenarnya. Biar saja wanita bermulut besar itu mati penasaran. Lagi p
"Anda sama sekali tidak mempunyai hak untuk melukai calon ibu dari anak saya. Dia adlah istri sekaligus belahan jiwa saya" mendengar ucapan William membuat Siska tertegun. Matanya masih melotot tajam. Aku masih memegangi pipiku yang memanas oleh gamparannya. Sedangkan tanganku yang lain memegangi perutku.Aku juga takut ini akan berefek pada calon anakku yang masih berbentuk gumpalan darah itu. Aku positif hamil dan usianya masih lima Minggu. Usia yang masih rentan akan segala sesuatunya."Mama. Mama. Mama nggak apa-apa kan ma?" Tanya Rindu yang lansung menempeliku."Kamu siapa mau jadi pahlawan kesiangan mantan menantu sial*n saya ini?bisanya cuma memeras dan meloroti uang suaminya." Bu Siska bertambah melunjak melihat aku diam. Ia pun hendak menarik jilbabku dan mungkin akan menghempas tubuhku ke lantai.Namun tidak. Kamu telah salah dalam bertingkah Bu Siska. Laki-laki dihadapan kamu ini adalah suamiku. Dia akan melindungiku dari makhluk astral yang brutal seperti kamu."Saya ucapk
Iya selamat siang saya dengan berbicara dengan siapa ini tanya wanita di dalam gawai itu dengan nada yang cukup Ketus membuat jantungku kembali deg-degan mendengar kosa kata yang baru keluar sedikit dari rongga mulutnya." Maaf mengganggu Bu saya Sena Saya ingin mengabarkan kalau...." ucapanku lalu ia potong dengan rancauan yang cukup menyakitkan dadaku." Hah? Apa saya tidak salah dengar? Seina? apa saya tidak salah dengar?. Kamu Seina si pencuri dan perampok itu? mau apa kamu sekarang? kamu mau merampok apalagi dari saya setelah kamu menguras habis semua harta anak saya!" kicauannya cukup membuat telingaku sakit namun aku harus bisa bertahan mendengar ocehannya yang menyakitiku sampai ke relung hati yang paling dalam ia menuduhku pencuri dan perampok Padahal aku hanya mengambil hakku dan juga hak anakku.Lagi pula Mas Dimas itu memang menceraikanku karena perselingkuhannya bukan karena kesalahanku. Ya sudahlah. Untuk apa membicarakan hal yang telah berlalu. Aku harus menyampaikan be