Vianca perlahan memejamkan mata, efek obat dari dokter yang barusan dia minum, membuat dirinya cepat mengantuk.
Zeva masih ada di situ, menatap lekat pada Vianca. Dia mengabaikan dering telepon yang berbunyi berkali-kali dari Savana. Karena dia khawatir, Savana bertanya keberadaan dirinya saat ini. Namun akhirnya, tak terdengar lagi dering telepon itu, mungkin Savana sudah menyerah untuk menghubungi Zeva.
Zeva terperanjat, saat mendengar suara rintihan dari Vianca. Ketika dilihat mata Vianca masih terpejam. "Vi, kamu mengigau? Bikin orang kaget saja."
Zeva yang sebelumnya menyangka suara tadi adalah suara rintihan dari kuntilanak, akhirnya mendekat pada Vianca. Dia melihat wanita itu keringat dingin, mungkin saja sedang bermimpi buruk. Zeva meraih tisu di nakas, lantas mengusap peluh di dahi Vianca.
Zeva tersenyum, mengamati bentuk wajah Vianca yang indah. Dia mengecup dahi Vianca dengan lembut.
Wanita itu nampak lebih baik hanya dengan belaian dari Zeva. Zeva menyadari hal tersebut, maka dia berinisiatif mendekap Vianca dari belakang, sambil mengelus bagian perut yang diperkirakan sakit. Zeva berdoa pada Tuhan, supaya Vianca cepat sembuh.
Hingga akhirnya, dia pun ikut tertidur, dengan posisi tangan yang tidak berpindah dari perut Vianca.
***Vianca masih ingin tidur. Namun telinganya mendengar ada suara ribut di luar. Matanya yang masih rapat bergerak-gerak dan perlahan terbuka menyesuaikan dengan cahaya lampu. Dia terperanjat, saat sadar tubuhnya berada di dalam dekapan Zeva.
"Vianca! Buka pintunya! Kamu lagi sama siapa di dalam? Jangan macam-macam kamu." teriak Melvin. Dia melihat mobil pria terparkir di halaman kontrakan.
Vianca tahu, Melvin bukan orang yang biasa bangun pagi. Palingan, Melvin belum tidur sama sekali. Namun dia tidak menyangka kakak tirinya datang di saat yang tidak tepat. Saat dirinya bersama Zeva.
"Mas Zev, bangun! Ada kakakku di luar."
Vianca berusaha menyingkirkan tangan kokoh Zeva yang memeluknya. Akan tetapi terlambat, karena Melvin berhasil mendobrak pintu kontrakan yang memang sudah jelek dari sananya. Bahkan, dia langsung mengambil foto Zeva dan Vianca.
Zeva membuka mata. Kesadaran belum sepenuhnya terkumpul, tapi kerah bajunya sudah ditarik oleh Melvin. Melvin menyeret Zeva agar bangun dari kasur. "Sini lo bajingan!"
"Lo siapa? Berani-beraninya ganggu istirahat gua, hah? Cari mati!"
"Hey, Bro. Harusnya gua yang tanya lo siapa. Ngapain lo ada di kamar adik kesayangan gua? Kurang ajar!"
Melvin langsung meninju Zeva. Zeva meringis dan tidak melawan, karena tahu dia sedang berhadapan dengan kakaknya Vianca.
Vianca memekik, menarik baju Melvin hingga kainnya melar. Dia tidak percaya kakaknya ingin melindunginya. Karena sebenarnya, Vianca bisa terjerumus ke dalam dunia malam akibat Melvin. Paling juga, Melvin nantinya hanya ingin memeras Zeva.
"Kak Melvin, cepat kamu pergi dari sini!" bentak Vianca, lalu memukul lengan Melvin.
"Adik tidak tahu malu, sudah ketahuan berbuat zinah malah usir kakak sendiri. Kamu itu tanggung jawab kakak, gimana kalau sampai ibu tahu?"
"Halah, tanggung jawab tai kucing. Bahkan kamu yang jual aku ke___"
Ucapan Vianca terhenti karena mulutnya dibekap oleh Melvin. Mulut Vianca sampai kesakitan karena tangan Melvin begitu kuat untuk membuatnya bungkam. Padahal, Vianca ingin menjelaskan bahwa dirinya pertama kali terjerat dunia malam karena Melvin mengancam dan menjualnya.
Sementara Zeva berdiri mematung dengan ekspresi so ganteng dan tidak merasa bersalah. "Kakak salah paham, Vianca lagi sakit makannya gua ada di sini untuk menjaganya."
"Diam lo! Lo bukan team medis kenapa juga harus jagain orang sakit sampai pagi, hah? Ikut gua ke ruang tengah! Kita bicara empat mata." Melvin merubah tatapannya ke arah Vianca. "Vianca, kamu diam di sini! Biarkan kakak bicara sama dia. Ini urusan sesama lelaki."
Melvin mendorong Vianca ke kasur. Sementara Zeva mengikuti langkah Melvin menuju ruang tengah. Mereka berdua duduk di sofa.
"Jadi gini, Bro. Kelakuan kalian itu bikin malu banget. Masih untung bukan warga setempat yang mergok kalian lagi gitu-gitu di kamar. Bayangkan kalau warga tahu, dan kalian diarak keliling kampung sambil gak pakai baju, gara-gara perbuatan nista kalian."
"Sorry ralat dikit, Kak. Gua emang bengal. Tapi kebetulan tadi gua sama Vianca gak lagi berbuat yang tidak-tidak. Dia lagi sakit."
"Halah, gua gak percaya. Jangan ngelak lo."
"Gua serius."
"Sekarang gini aja, karena semuanya udah terjadi. Mau gak mau lo harus tanggungjawab! nikahi adik gua!"
Zeva mengerutkan dahi, karena dia sudah mempunyai tunangan. "Maaf gak bisa. Gua belum ada rencana nikah dalam waktu dekat, sama siapa pun."
"Yah, gak bisa gitu, dong!" Melvin menggebrak meja, lalu meneruskan ucapannya, sambil menunjuk-nunjuk wajah Zeva. "Gua pernah lihat muka lo di hape adik gua. Pasti kalian sering banget ketemu dan melakukan dosa. Astagfirullah hal azim, benar-benar gak tahu malu. Lo gak kasian sama ibu Vianca kalau tahu hal ini?"
Melvin mengeluarkan ponsel, dan menunjukan sesuatu pada Zeva. Zeva kaget, sempat-sempatnya Melvin mengambil foto dirinya dan Vianca sedang berada di atas kasur. "Orang tua lo harus lihat ini, nih. Apa gua kirim via email aja gitu 'ya, ke perusahan lo? Lo anak Pak Aris, pemilik Tri Golden 'kan? Gua tahu alamat email perusahaan tercantum di kop surat kontrak Vianca. Tapi kalau foto mesum lo nyasar ke HRD terus tersebar ke karyawan lain gimana dong?"
Zeva mendengkus, niat hati menjebak Vianca supaya bersedia jadi selingkuhan, malah dirinya yang terjebak. "Ya, sudah. Kakak gak usah banyak omong. Gua mau nikahin adik kakak, tapi cuma bisa nikah siri aja. Karena orang tua gua gak bakal setuju sama Vianca."
"Gak masalah, yang penting uang maharnya besar 'kan?"
Zeva terbelalak, diluar dugaan dia, pria di hadapannya ini begitu blak-blakan masalah uang. Sangat berbeda jauh dengan Vianca yang selalu bersikap manis. Bahkan pria ini lebih matre dari emak-emak rempong.
"Ya, uang mahar ada, lumayan lah jumlahnya. Tenang saja."
"Gua gak percaya sama lo. Sebelum lo pulang, lo kasih dulu uang minimal 20 juta sebagai jaminan. Sisanya nanti gak masalah."
Sumpah demi apa pun, Zeva Marasa dirinya dirampok pagi-pagi. Bahkan, Melvin tidak membahas tanggal pernikahannya kapan. Malahan membahas uang dari tadi.
Melvin menengadahkan tangan karena Zeva hanya diam saja. "Mana duitnya, Bro? Duit segitu kecil 'kan buat lo?"
"Gua gak bawa uang kes segitu, nomer rekening Kak Mel ... Mel ...."
"Nama gua Melvin, Bodoh!"
"Ya, berapa nomer rekening Kak Melvin? Tapi setelah gua kirim! Segera hapus foto gua di galeri hape lo."
"Oke, gampang."
Zeva mencatat nomer rekening dan mentransfer sebanyak 20 juta. "Sudah gua transfer, Kak."
"Eh, tapi gua juga butuh uang kes, lo kasih gua berapa aja, deh."
"Butuh berapa emang?"
"Semua isi di dompet lo, keluarin aja semua buat gua."
Zeva mendengkus, dia ingin sekali meninju wajah Melvin jika saja Melvin bukan kakaknya Vianca. Zeva membuka dompet sambil bergumam. "Nih orang, bakat banget jadi tukang begal, gila!"
Melvin mendekatkan telinganya ke arah Zeva. "Ngomong apa lo tadi, begal? Siapa yang begal?"
Zeva memijat alis merasa jengkel atas reaksi Melvin. Saat dirinya membuka dompet. Dompetnya ditarik dan diambil sendiri oleh Melvin. Melvin melempar dompet Zeva setelah berhasil mengambil semuanya.
Zeva bengong, sambil menatap ke arah Melvin yang sibuk menghitung uang dua juta sambil menyeringai.
"Thanks banget ya, adik ipar. Uang ini akan gua alokasikan ke uang dapur dan kasih ke mamahnya Vianca."
Zeva bukannya tidak sadar dirinya diperas. Dia hanya tidak ingin ribut-ribut hanya karena uang 20 juta rupiah. Zeva harus memiliki harga diri di depan Melvin. Setidaknya, mulut Melvin bisa disumpal dengan uang segitu.
Zeva menyilang tangan di depan dada. "Serius itu uang gak bakal lo pake sendiri? Dari tampang lo, kok gua ragu?"
"Ya iyalah, lo kan bakal nikah sama Vianca bukan sama gua? Ya, udah! Sekarang lo boleh pulang, sana! Kembali lagi besok hari Minggu buat ijab qobul."
"Gua mau ketemu dulu sama Vianca bentar, gua mau ngajak dia sarapan. Vianca gak boleh sampai telat sarapan."
"Besok aja, besok! Bandel banget lo jadi orang. Masalah sarapan gampang bisa sama gua."
Melvin sengaja melarang Zeva menemui Vianca. Karena khawatir, Vianca menggagalkan rencananya. Wanita itu bisa saja menolak ide ini, dan memaksa untuk mengembalikan uang dari Zeva.
Vianca mendengar suara mesin mobil dari dalam kamar. Dia terperanjat, saat sadar bahwa Zeva sudah pulang tanpa pamit terlebih dulu padanya. Dia menghampiri Melvin yang masih berada di ruang tengah. Wanita itu terkejut, lantaran Melvin sedang asik menghitung uang ratusan ribu yang cukup banyak."Kak, Mas Zeva udah pulang?""Iya! Kakak suruh pria itu pulang.""Kakak minta uang sama dia? Kakak meras Mas Zeva?""Iya." Melvin menjawab sambil mengipasi dirinya dengan uang pemberian Zeva.Vianca geram, dia menyiram wajah Melvin dengan satu gelas air yang berada di atas meja."Hey, sialan! Uang gua jadi basah gara-gara lo.""Malu-maluin, tahu, gak! Cepat balikin! Ada berapa semua?""Cuma dua juta, kok. Tenang aja!Katanya ini buat sarapan kita berdua."Melvin tidak cerita bahwa Zeva sudah mentransfer juga ke rekeningnya dengan jumlah yang lebih banyak. Adiknya terlalu rese untuk diajak kerja sama."Sini uangnya! Vianca aka
Zeva berjalan di tengah ramainya orang hilir mudik di pusat perbelanjaan, dengan penuh kebimbangan. Dia takut keputusannya ini salah. Zeva menghentikan langkah di toko perhiasan untuk membeli cincin pernikahan, dia ingin memilih sendiri tanpa campur tangan orang lain, karena pernikahannya hanyalah sebuah rahasia.Bahkan, saat memilih salah satu dari cincin berlian, pikirannya tak fokus. Dirinya tak mengerti mengapa ingin melindungi Vianca dari gangguan Melvin. Apakah pernikahannya nanti akan berjalan lancar jika hanya berlandaskan rasa kasihan?Dia merasa bukan dirinya, yang biasa selalu masa bodoh dan tak pernah memikirkan hal-hal rumit, semua berjalan apa adanya tapi saat ini tidak demikian.Zeva pulang, dia membawa paper bag yang di dalamnya ada kotak perhiasan termasuk cincin pernikahan. Semuanya, nampak terburu-buru baginya. Tak ada persiapan sepesial karena pernikahan siri yang dia jalani tanpa resepsi. Tapi dia bisa menjamin hidup Vianca lebih
Mata Zeva dan Vianca beradu. Keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan. Hingga akhirnya, Zeva mendaratkan satu kecupan di dahi Vianca. Membuat Vianca merasa lebih tenang dan damai.Namun, Vianca akhirnya menghindar. Membuat Zeva kesal atas penolakan wanita itu.Zeva menahan kesal yang bersarang di dalam dada." Kamu kenapa?""Kamu sudah punya tunangan, Mas. Mbak Savana.""Bukan! Kami hanya berencana tunangan. Tidak ada perjanjian yang mengikat antara aku dan dia.""Tapi tetap saja dia kekasihmu. Apa kamu berencana membuat aku jadi gundikmu?"Zeva terdiam, dia bahkan belum memikirkan akan seperti apa dirinya dengan Savana, karena sudah terlanjur janji. "Aku akan bicara padanya pelan-pelan. Aku akan meninggalkannya! Percayalah! Sebenarnya, kami banyak sekali ketidak cocokan."Vianca masih mematung sambil memasang wajah resah. Semua alasan yang dikemukakan Zeva, tidak membuat suasana hatinya membaik.Zeva mendekapnya. "Semuanya a
Vianca mencium punggung tangan ibunya, Sania. Kemudian memberi salam. Melihat mata Sania yang berbinar saat beradu tatap, membuat Vianca tak tega. Ibunya tak pernah tahu hubungan macam apa yang dijalani antara dirinya dengan Zeva. Yang dia tahu, menantunya ini sungguh tampan.Vianca sempat membuat ibunya menangis saat ketahuan menjadi simpanan pria kaya dua tahun lalu. Apa jadinya, jika ibunya ini tahu Zeva adalah mantan pelanggannya. Mungkin, ibunya akan terluka kembali karena anaknya lagi-lagi terjerumus dalam dunia malam belum lama ini.Zeva menempelkan keningnya pada wanita paruh baya itu, bergantian dengan Vianca. Zeva mendapat pelukan dari ibu mertuanya. Pelukan paling hangat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya."Terimakasih, karena kamu sudah menjaga anakku! Vianca tak pernah cerita dia memiliki pacar setampan dan sebaik dirimu. Tahu-tahu malah menikah."Vianca menginjak kaki Zeva, sebagai isyarat bahwa Zeva dilarang buka suara bahwa mereka ta
Zeva menatap Vianca yang sedang tertegun. Seolah, istrinya itu memiliki setumpuk beban yang dia pendam sendiri. Zeva hanya akan dapat satu jawaban dari wanita itu ketika bertanya masalah Vianca. Vianca hanya akan tersenyum dan berkata tidak ada masalah apa-apa. Zeva tak percaya sepenuhnya atas jawaban itu."Gimana sakit asam lambung kamu, apa hari ini kambuh lagi?" tanya Zeva, tangannya masih mengelus dahi menuju puncak kepala Vianca."Enggak kambuh, kok. Semenjak minum ramuan rempah yang Mas Zeva buatkan, aku udah mendingan.""Mau dibikinin lagi? Bahannya hanya rempah, gak ada efek samping apa pun walau diminum tiap hari.""Kasih aja aku resepnya, biar nanti aku yang buat sendiri." Vianca tersenyum pada Zeva.Senyum Vianca sudah membuat hati Zeva kacau. Wanita ini sudah merobohkan sebagian dinding keangkuhan Zeva. Zeva bahkan hampir lupa, bahwa dirinya anti menikahi wanita kalangan rakyat jelata. Dan pada kenyataanya dia termakan ucapannya sendiri
Zeva merebahkan badan seorang diri di sofa rumah barunya. Vianca membuatnya terlihat sangat bodoh, karena membiarkan Zeva cuti nikahan hanya sendirian. Bahakan bisa jadi, nanti Zeva pergi berbulan madu sendiri juga tanpa istrinya itu. Celingukan seperti orang linglung dan kesasar. Membayangkan hal itu terjadi, Zeva mengacak rambutnya.Zeva merasa dirinya harus memberi pelajaran pada wanita keras kepala itu. Pelajaran yang membuat rasa kesal Zeva hilang. Nanti malam, dia tidak akan membiarkan Vianca menolak keinginannya.Zeva meraih ponsel, melakukan panggilan pada Leon hanya untuk minta tolong dibelikan lingerie dan G-string yang sesuai imajinasinya. Sebelum melakukan panggilan, Zeva mengirim foto referensi baju tersebut."Hallo Leon.""Hallo, Bang Zev. Lo kenapa kirim foto cewek pakai baju sexy, Bang? Kumat lagi, ya?""Itu buat Vianca, tolong Carikan yang model seperti itu.""Em, pakai aplikasi belanja apa beli langsung, Bang?"
Vianca membersihkan bekas makan malam dia dan suaminya. Tidak ada asisten rumah tangga yang berjaga sampai malam di rumah mereka, dan Vianca juga tak pernah menunda mencuci piring ke waktu pagi. Kalau sudah seperti ini, Zeva akan mengikutinya sampai dapur. Bukan untuk membantu, tapi hanya mengajak ngobrol atau bahkan mencipratkan air dari kran ke wajah Vianca sehingga wanita itu terganggu."Diam, Mas!" Vianca mendengkus, saat terciprat air dari tangan Zeva. lagi-lagi Zeva mengganggunya."Via, weekend kali ini aku harus berhasil mengajakmu bulan madu, jangan sampai menolak.""Aku disuruh lembur, maaf." Vianca menyembunyikan wajahnya yang menahan tawa. Dia tidak serius dengan ucapannya."Nanti aku dianggap gila kalau bulan madu sendiri. Orang-orang pasti bertanya, mana pasangannya. Dan tidak mungkin juga aku jawab, pasanganku adalah bayanganku sendiri."Vianca tertawa, dia sudah mulai berani menjahili Zeva. Salah sendiri, Zeva sering menjahili
Zeva memberi pencerahan dan nasihat semalaman tentang akibatnya kalau mereka memiliki anak sekarang-sekarang. Nasihat yang bagi Vianca tidak lebih hanya sebatas bualan dan rayuan buaya darat.Dengan sisa tangis yang sempat tumpah, akhirnya Vianca menelan pil KB yang disodorkan Zeva. Kemudian, tangis itu kembali pecah saat pil sudah masuk ke mulut. Masih ada cara lain bagi Vianca, dia memuntahkannya ke sisi ranjang, saat Zeva lengah.Vianca tahu, nantinya Zeva akan marah. Tapi dia harap, Zeva akan lebih memikirkan status pernikahan mereka jika di dalam rahim Vianca tumbuh janin buah cinta Zeva dan dirinya.***Bagi Vianca, hidup jauh dari jangkauan Melvin cukup membuat harinya tenang. Melvin tak berkutik ketika Zeva membatasi akses untuk bertemu dengan Vianca.Namun, tetap saja Vianca memiliki keresahan dalam hal lain, salah satunya dia tak bisa berangkat kerja bareng suaminya. Mereka nampak asing jika di tempat kerja."Saranku, kam
Savana baru pulang dari luar negeri. Dia kembali ke rumah orang tuanya dengan hati bahagia. Bahagia saat melihat di internet orang-orang ramai-ramai menghujat Vianca. Pasti saat ini Vianca stres berat, suruh siapa merebut Zeva dari dirinya. Sungguh sangat beruntung, dia adalah seorang selebgram berwajah cantik yang disayangi para netizen. Selama penampilan good looking, jika berkeluh kesah di sosial media akan cepat mendapatkan simpati orang lain.High heels Savana berbunyi saat melangkahkan kaki menuju rumah. Dia saat ini menggunakan mini dress warna maroon sebagai lambang keberanian. Selain itu, kakinya sudah sembuh total membuat dia bebas bergerak. Mungkin, nanti malam dia harus mengadakan pesta, pesta atas penderitaan Vianca.Langkah Savana terhenti. Rupanya, di depan orang tuanya yang megah bernuansa art Deco itu ada seorang pria tinggi bertubuh atletis sedang berdiri menantinya.Mata tajam Zeva tersebut terus menatap ke arah wanita yang pernah singga
Sudah sekian lama Zeva tidak menginjakan kaki di rumah ibunya ini. Sejak memilih hidup bersama Vianca, sejak saat itu pula Zeva tidak pernah ke rumah orang tuanya. Namun, semuanya tidak berubah orang tua Zeva tidak pernah bisa sedikit saja mengerti dirinya.Semilir angin malam bertiup halus di depan wajah Zeva. Dia berjalan dari area parkir, menuju ke dalam rumah dengan langkah yang hampa. Dia mengingat video itu kembali, alasan istrinya memilih pergi jauh dari hidupnya."Bi, di mana mamah?" tanya Zeva pada asisten rumah tangga."Beliau sedang ada di kamar."Zeva tak berkata apa-apa lagi, dia menuju kamar ibunya yang berada di lantai dua dengan langkah yang terburu-buru. Sementara itu, dia juga tahu saat ini ayahnya sedang berada di luar kota.Zeva mengetuk pintu. "Mah, ini Zeva!"Lama Zeva menunggu, hingga akhirnya ibunya yang berada di dalam kamar menyahut panggilannya. "Zeva, masuk saja."Zeva membuka pintu, dia melihat sang ibu se
Keadaan rumah dikunci dari luar. Zeva membuka gerbang dengan kunci cadangan yang dia bawa. Rumahnya sepi, asisten rumah tangga sudah jelas sedang mudik. Namun, istrinya juga tidak ada di rumah. Zeva hanya berpikiran bahwa Vianca sedang pergi ke mini market membeli sesuatu.Namun, sang rumah menampakan kesunyian pula. Seolah dia pun merasakan sedih ditinggal sang nyonya rumah. Sementara itu, tuan rumah tak memiliki prasangka apapun karena merasa baik-baik saja dengan istrinya.Vianca baik, menerima semua kekurangan Zeva, tak mungkin Vianca pergi sembarangan. Kecuali wanita itu sudah berada di puncak kelelahan. Zeva membersihkan badan, mandi di bawah guyuran shower dan merasakan setiap rintik air yang menetes ke tubuhnya dalam kegalauan. Dia terbayang wajah Vianca.Vianca selalu ada di rumah ketika Zeva pulang. Zeva tak menuntut Vianca selalu menyambutnya. Namun, rasanya berbeda saat wanita itu sudah tak melakukan ritual sederhana. Yaitu, hanya sekadar senyum meny
Savana mendapat pesan 'WA dari ibunya. Dia merasa terharu ternyata ibu dan ibu mertuanya sangat sayang padanya. Hingga rela melabrak wanita yang sudah dia ketahui bernama Vianca itu.Awalnya, dia posting di sosial media untuk mencari perhatian orang lain. Setelah berhasil menjadi selebgram dengan kisah cinta yang rumit, rupanya dia mendapatkan kenyamanan. Hal itu dikarenakan, apapun yang dia posting selalu mendapat dukungan.Terbersit dalam hatinya untuk mengunggah video ini. Apalagi jika dia menambahkan soundtrack lagu yang menyayat hati. Pasti setiap orang yang melihat akan iba akan kisah cintanya.Savana tanpa ragu melakukan hal itu. Toh, apapun yang dia lakukan tidak akan membuat Zeva kembali padanya. Dia kini benar-benar menyerah, dan hanya ingin balas dendam pada Vianca. Jika dirinya tak bahagia, maka Vianca juga harus mendapatkan luka yang sama.Akhirnya, video itu berhasil terkirim ke publik dengan judul. "Penggerebegan pelakor mantan suamik
"Kamu wanita playing victim. Yang sebenarnya korban adalah anak saya, Savana." Ibunya Savana mulai berkata-kata lagi, tapi saat ini dengan intonasi yang pelan. Dia pun takut anaknya Vianca menangis lagi."Saya tahu, tapi Savana korban dari kelakuan Zeva. Saya tidak tahu menahu kisah Zeva dan Savana seperti apa. Yang saya tahu, Mas Zeva sudah putus dari Savana sebelum menikah dengan saya.""Berarti Zeva dan Savana putus gara-gara kamu, kamu biang kerok semua masalah.""Mas Zeva bilang, saat itu Savana dan Adam kakaknya Zeva ada hubungan, maka dari itu Zeva kesal.""Jangan so tahu kamu. Malah fitnah anak saya."Ibunya Vianca berkata kembali. "Kamu, wanita murahan! Jangan pernah sekali-kali mencoba memfitnah menantu kesayangan saya. Kamu mau melahirkan berapa belas anak pun dari Zeva, tetap saja kamu wanita murahan yang tidak akan mendapat tempat di kehidupan saya."Ibunya Zeva emosi saat melihat teman akrabnya sekaligus besannya sakit hati ole
Di rumah baru ini, Vianca melewati berbagai hal. Terutama menyaksikan tumbuh kembang anaknya yang sudah mau satu tahun. Anak nya sudah bisa jalan, sering menggapai benda-benda bahaya disekitar. Vianca kewalahan dan kecapean akan hal itu, tapi itu adalah hal yang menyenangkan dalam hidupnya. Saat melihat canda tawa Rafael, Vianca merasa hidupnya sempurna.Rafael pun tak pernah kekurangan kasih sayang ayahnya. Zeva saat pulang bekerja selalu mengajak anak itu bermain baik di rumah maupun di taman dekat rumah. Mengajak Rafael mandi bola dan yang lainnya.Vianca selalu sibuk di sore hari menyiapkan hidangan kesukaan Zeva. Namun memang, hasil masakan Vianca tidak mengecewakan. Zeva selalu lahap bahkan sampai nambah dua kali sangking bersemangatnya menyantap hidangan dari istrinya itu.Yang kurang dari hidup mereka adalah. Tidak adanya restu dari orang tua mereka. Terlebih Savana pergi ke luar negeri dengan alasan berobat, dia
Savana meletakan ujung pena untuk menandatangani surat gugatan cerai dari Zeva. Tangannya bergetar, air matanya berderai. Dia tak pernah mengira nasibnya akan menjadi janda di usianya yang sangat muda. Apa kata orang nanti?Apalagi, saat ini dirinya masih di atas kursi roda. Ingin mendapat perhatian malah dapat celaka yang berkali lipat.Keluarga Savana begitu terpandang dan disegani. Hal itu semakin membebani batin Savana. Dia kembali terisak mengingat bagaimana nanti reaksi ibunya yang mengetahui kejadian ini.Savana tak sanggup menandatangani kertas itu. Surat tersebut malah dibanjiri air mata dan Savana segera meletakan kembali surat itu ke nakas.Dia menelepon Adam, pria yang pernah menenangkan jiwanya walaupun statusnya adalah suami orang.Adam mengangkat telepon. Dan sepertinya mendengar rintihan Savana. "Hallo, Savana! Kamu menangis?"
Vianca melihat istri Melvin membawa kado yang besar. Tadinya dia tidak fokus pada kado yang keluarga itu bawa. Vianca menjadi lega, sepertinya kedatangan Melvin bukan untuk hal yang jahat, tapi untuk berkunjung layaknya saudara."Vianca, ini untuk anak kamu!""Makasih banyak, kak!"Siapa namanya anakmu itu.""Namanya Rafael Nichole. Panggilannya Rafael atau Rafa, tapi kadang aku panggil aja Dek Fael."Lucu banget panggilannya."Cindy masuk ruangan tamu sambil membawa Rafael. "Wah, ada Kak Melvin di sini. Ya, ampun, kak Melvin kemana aja, gak pernah mudik. Ibu sama aku hampir lupa punya kakak cowok.""Iya, maafin Kaka Cindy. Sini bawa dedeknya, kakak mau lihat wajahnya mirip Vianca atau Zeva.""Wajahnya mirip tantenya, dong hahaha." Cindy mendekat ke arah Melvin.Melvin menatap Rafael dengan lekat. "Ganteng banget, mirip gua ternyata.""Huhuuuuu ...." Cindy bersorak meledek Melvin."Saat lahiran berapa kilo?
Vianca sudah menunggu Cindy di depan pintu. Saat Cindy tiba dengan menggunakan mobil Edrick, Vianca sangat heran karena wajah adiknya itu murung sambil buru-buru masuk kamar tanpa ucap salam."Edrick, katanya kamu mau pulang sore, tapi malah pulang semalam ini.""Sorry, Vi. Aku keterusan mainnya.""Lain kali jangan gitu, lalu kenapa Cindy kelihatan kesal? Apa yang kamu perbuat padanya.""Aku tidak melakukan apa-apa. Mungkin dia lelah.""Oh, gitu.""Ya." Edrick tertunduk, takut ketahuan bohong. "Ya, sudah, aku pulang dulu, Vi.""Hati-hati di jalan.""Oke."Vianca berjalan menuju kamar Cindy. Dia melihat Cindy berbaring di kasur dengan selimut menutupi perut."Udah mau tidur? Udah cuci kaki dan cuci muka belum? Atau kamu mau mandi air hangat?""Aku lagi bete, mau tidur aja.""Jangan gitu, dong jorok, tahu.""Bodo amat, lagi bete.""Emang kesal sama siapa, sama Edrick!""Ya sama sia