"jadi Mas Yuji ini orang yang diminta buat jagain aku?" tanya Reya. "Iya Bu," jawab pria itu.Gadis itu kemudian menatap pada Yuji, kesal sekali karena pria di sampingnya itu tak banyak menjelaskan dan lebih banyak menganggukkan kepalanya. Ditambah lagi, ia memanggil Reya dengan sebutan ibu."Mas jangan panggil aku Bu dong. Kamu bilang kita ini pacaran kan? Mana ada orang pacaran manggil pacarnya Bu? Lagian emang aku keliatan kayak ibu-ibu di mata kamu?" Reya bertanya dengan kesal, ia melipat tangan di depan dada kemudian menyandarkan tubuhnya ke tempat duduk.Kedatangan Yuji tadi, jelas sebagai sebuah isyarat agar Reya pulang. Dan ia tak mau cari gara-gara dengan menolak permintaan Yuji. Apalagi ia sudah mengatakan kalau dirinya adalah kekasih Reya.Yuji melirik tak ada senyuman, sejak tadi wajahnya sudah terlihat seperti patung karena kaku dan tanpa ekspresi. Memang begitu sikapnya sejak dulu. "Jadi saya panggil ibu apa?" tanya Yuji. Reya kembali duduk dengar apa pertanyaan itu m
Pagi ini Jun sudah berada di kantor. Suntuk kita terus berada di rumah terlalu lama. Bahkan setelah pertikaian semalam ini tetap masih mementingkan kegiatan sosialnya. Pagi-pagi tadi ya berniat untuk berangkat ke Malang. Berniat untuk membagikan sembako dan bingkisan.Jun duduk di kursi kerjanya pria itu tengah mengobrol dengan Yuji untuk mencari tahu apa yang terjadi semalam. "Jadi kamu bilang pacarnya dia kan?" "Iya Pak, sayang ngaku pacarnya. Jadi semalam itu langsung pulang nggak kemana-mana lagi.""Bagus kalau begitu. Jadi saya nggak perlu terlalu cemas di dekat sama laki-laki lain. Nanti kamu balikin aja mobil pinjamannya, lebih baik kamu beli mobil sendiri nanti saya transfer uangnya. Sekalian kamu ajak Reya untuk milih mobil apa yang dia mau. Karena ini mobil untuk menunjang kegiatannya dia.""Baik pak," sahut Yuji. "Kalau begitu saya minta tolong. Tolong kamu jaga dia baik-baik. Dan antar jemput ke manapun dia mau pergi. Termasuk jadwal rutin untuk check up ibunya. Setiap
Kepergian Reya ke Surabaya, tentu sudah diketahui oleh Jun. Seminggu ini dengan sumringah ia menunggu kedatangan gadis kesayangannya. Berita yang jelas ia dapatkan dari Yuji. Sebenarnya, Reya enggan untk memberitahu. Jun senang sejak pertama kali diberitahu, itu yang membuat moodnya segera saja membaik. Kabar kedatangan Reya ke Surabaya mengikis jarak yang selama ini buat dirinya rindu. Angannya kini rasanya bisa tercapai, ingin bertemu dengan Reya. Memeluk, cium, dan melakukan segalanya dengan si gembil kesayangannya. Di sisi lain, Reya tak bisa merasakan kebahagiaan yang sama seperti Jun. Rasanya berat sekali untuk melakukan pekerjaan ini. Padahal, itu adalah kewajiban yang harus ia lakukan sebagai brand ambassador. Pagi tadi sudah bersiap-siap dan sang Ibu juga sudah menyiapkan sarapan."Nanti ibu nitip Reya, ya nak Yuji." Ratih berpesan kepada pria yang ia pikir adalah kekasih dari anaknya itu. "Iya Bu," ucap Yuji. Reya duduk di samping Yuji. Gadis itu menyajikan makanan ke p
Pagi ini Indi sudah sibuk dengan segala kegiatannya. Ia berada di Sidoarjo untuk melanjutkan road tour berbagi. Di dalam mobil ia melihat Instagram milik Reya. Di sana di beritahu kalau besok gadis itu akan berangkat ke Surabaya. Indi hela napas ada perasaan berat yang mendadak hadir. Ia melirik pada Rara, tangan kanannya. "Besok, saya ada acara Ra?" Gadis berambut pendek itu anggukan kepala. "Ada pertemuan di rumah Ibu Ela.""Batalin ya, besok saya mau ke kantor bapak."***Jun duduk di sofa menatap pada jendela hotel, sudah cukup lama menunggu. Sudah datang terlebih dahulu untuk menunggu kekasihnya. Ingin meluapkan semua kerinduan yang selama ini ia rasakan. Sudah tak sabar lagi memeluk dan mengecup bibir Reya. Sesekali ia hela napas, dan tak bisa menutupi senyuman yang sejak tadi sesekali terlihat di bibirnya.Jun kemudian mendengar pintu yang terbuka segera saja ia berjalan ke depan dan melihat kekasihnya berjalan masuk. "Rey," sapanya. Reya cukup terkejut karena ia tak mengira
Yuji berjalan ke kamar Reya, pria itu mencari Di mana keberadaan gadis yang harus ia jaga. Sejak tadi berdiri di depan kamar gadis itu, dan menekan bel namun sama sekali tak ada jawaban dari dalam. Hal itu jelas membuatnya merasa cemas, lalu dengan segera mengambil ponsel dari kantong kemejanya dan menghubungi Reya. "Iya mas?""Kamu ada di mana?""Aku ada di kolam renang lagi ngetik di sini.""Jangan ke mana-mana, aku ke sana." Pria berkulit putih itu segera berjalan cepat menuju tempat yang tadi dikatakan Reya. Dari tadi Yuji menunggu Jun pulang. sebelum akhirnya memutuskan untuk mengecek sendiri tuannya itu. Dan Jun memang sudah pulang sejak tadi, karena tak mungkin berada di sana terlalu lama. Meskipun Jun memastikan semua dalam mode rahasia, tetap saja, ini adalah daerah di mana banyak orang yang mengenalnya. Pria itu tak bisa terlalu ceroboh, kemudian akan ada yang mengetahui kalau ia pergi bersama gadis lain.Di bagian kolam renang Yuji melihat Reya yang kini tengah duduk sam
"Demi perempuan kayak gitu kamu mau cariin aku?! Aku nggak mau cerai dari kamu. Kamu nggak mikirin gimana perasaan anak kita nanti?" Indi menyauti perkataan sang suami yang memintanya untuk bercerai."Perempuan yang mana? Kamu itu selalu nuduh tanpa bukti." Jun mengatakan itu dengan tenang sambil menatap kepada ponselnya. Indi membuka tas kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat. Ia melemparkan kepada Jun. Tentu saja dalam diamnya Indi melakukan sesuatu untuk mencari bukti mengenai perselingkuhan suaminya hal itu yang membuat Indi semakin yakin mengenai perselingkuhan Jun dan juga gadis yang adalah teman dari putranya itu.Jun membuka amplop terlihat foto dari CCTV saat ia masuk ke dalam hotel bersama Reya. Dalam hatinya merasa jengkel, bukankah seharusnya informasi seperti ini menjadi rahasia hotel? Dalam hal ini adalah kesalahan terbesar yang dibuat oleh Jun. Seharusnya pria itu tak membawa selingkuhannya ke hotel di tempat di mana ia menginap dan diketahui oleh keluarganya. "
Pagi ini Lis terlihat tak bersemangat, ia menyiapkan sarapan dengan lesu. Lili menatap sang ibu yang terlihat tak bertenaga. "Sakit Bu?" Lili bertanya karena merasa cemas dengan kondisi sang ibu. Sejak tadi hanya merebahkan diri."Enggak, kita makan dulu yuk."Selama sarapan pagi itu Lis tak fokus, ia salah menuangkan air teh dan memberikan kepada Lili, padahal seharusnya atau sang suami. Juga beberapa kali dipanggil dan tak segera menyahut. Lili sebenarnya penasaran sekali dengan apa yang terjadi dengan ibunya. Hanya saja pagi ini ia memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan, sehingga memutuskan untuk bertanya nanti setelah pulang bekerja. Setelah semua anggota keluarganya pergi, Lis kemudian memutuskan untuk merapikan diri dan berjalan keluar rumah. Dengan langkah ragu wanita itu berjalan menuju rumah Reya. "Bu Ratih," sapanya dari luar. Tak lama terlihat sosok hati yang berjalan keluar dari dalam. Segera saja membukakan pagar untuk Lis. "Eh, Mbak Lis? Masuk, masuk sini. Ada apa
Pagi ini Indi beristirahat di rumah dan memutuskan untuk tidak ikut kegiatan seperti biasanya. Wanita itu kini tengah duduk di ruang tengah menonton televisi bersama dengan putra semata wayangnya. Kuki sesekali melirik ke arah sang ibu. "Mami kemarin berantem lagi kenapa sih?" Kuki bertanya. Indi menatap ke arah Kuki. "Papi mau minta cerai. Dia milih perempuan selingkuhannya dibanding bertahan sama keluarganya sendiri." Kuki menatap dengan heran, sejujurnya tak terlalu terkejut mengenai perceraian kedua orang tuanya. Karena memang keduanya terlihat sudah sangat berjarak. Tapi, mengetahui kalau sang ayah berselingkuh tentu saja itu hal yang berbeda. "Papi selingkuh? Sama siapa?"Indi memalingkan wajahnya kemudian memilih menatap ke arah televisi. Tengah menimbang apakah harus memberitahu atau tidak. "Kamu kenal perempuannya."Mendengar itu tentu saja membuatnya semakin penasaran. Kuki menatap sang mami, mencoba mencari tahu siapa orang yang ia kenal itu. "Siapa Mi?""Reya," jawab In
Reya pagi ini sarapan bersama ia duduk sambil menggendong Kira. Bayi cantik itu sedang demam, faktor perubahan cuaca sepertinya membuat ia terkena flu. Karena itu, Kira tak mau lepas dari gendongan sang ibu. Jun memerhatikan Reya yang tengah sarapan menurutnya tak nyaman jika makan sambil menggendong bayi mereka. "Kamu mau makan dulu? Biar saya gendong Kira?" Jun mencoba untuk menawarkan diri. "Enggak usah Om, biarin aku sambil gendong Kira." reya menolak menurtnya akan lebih baik jika ia menggendong putrinya sendiri. Indi melirik sang suami yang terlihat begitu perhatian. Katakan saja hari-hari yang ia lalui di Jakarta sebenarnya menyebalkan sekali. Hanya saja, ia harus bertahan dengan kondisi ini, karena ia tak ingin Reya kembali menggoda sang suami."Lagian ngapain kamu gendong Kira sambil sarapan sih?" tanya Indi ketus."Namanya anak lagi sakit," ucap Reya tak kalah ketusnya. Ia kesal dengan pertanyaan yang terlontar, tubuhnya juga sudah merasa kelelahan akibat menjaga putriny
Reya pagi ini duduk di balkon, dia menjemur Kira sebelum bayinya itu mandi. Kebahagiaan untuknya saat ini hanya bayi kecil itu saja. Tak ada yang benar-benar bisa dipercaya, bahkan Lili pun sudah membohonginya.Jun baru saja bangun tidur, berjalan keluar kamar melihat Reya di balkon. Senang pagi ini bisa melihat Reya yang tengah tersenyum mengobrol dengan Kira. Ia memutuskan berjalan mendekat, meski ada sedikit keraguan kalau akan ditolak, tapi dia tak peduli. Jun tetap berjalan mendekat, kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan Reya.Tidak ada penolakan dari Reya, ia malah menatap Jun kemudian tersenyum. "Kalau diperhatiin, Kira mirip banget sama Om. Dia cuma numpang di rahim aku aja selama 9 bulan."Jujur saja hal itu membuat Jun cukup terkejut. Namun, di sisi lain ia merasa bahagia mendapat perlakuan seperti ini. "Saya udah bilang ke kamu belum? Kalau dia mirip banget sama Kuki waktu masih bayi.""Om belum bilang, tapi Lili udah bilang ke aku." Reya terdiam ia menatap Jun yan
Lili berjalan masuk ke dalam kamar. Dia melihat Reya yang duduk di sofa, menatap ke luar jendela, sambil memangku Kira. Lili berjalan mendekat, kemudian duduk di sofa lain yang bersebrangan dengan Reya. Lili menatap ke arah sahabatnya itu yang kini menatap tanpa senyum. Lili terdiam, tatapannya berasdu dengan Reya. Kali ini ia merasa terintimidasi tanpa tau kesalahan apa yang ia perbuat. "Kenapa rey?" tanya Lili. "Gue mau tanya, lo harus jawab dengan jujur." Reya menekankan perkataannya dan ia jelas tak bermain-main dalam hal ini. "Lo mau tanya apa?" Reya terdiam sejenak, menatap putri kecilnya yang terlelap. Setelahnya ia menatap pada Lili. "Ibu Indi bilang kalau dia mau minta Kira. Dia mau rawat Kira sebagai anaknya. Menurutnya, gue itu masih muda, masih bisa melanjutkan hidup dan punya anak lagi. Menurut lo gimana?"Lili terkejut dengar apa yang dikatakan oleh Reya. Sama sekali tak menyangka kalau sang tante akan meminta hal semacam ini pada Reya. "Dia ngomong kayak gitu ke lo?
"Kenapa sih?" Lili bertanya saat ia dan Reya tengah menikmati santap malam yang tadi dipesan. Reya membangunkan Lili, jangan minta tolong pada sahabatnya itu untuk mengambilkan makanan ke depan. Semua itu karena dia takut bahwa masih ada Jun dan juga ini di depan sana. Dia benar-benar tak ingin merasakan terjebak seperti tadi."Tadi gue lagi minum, terus ada Om Jun. Dan tiba-tiba aja ada Bu Indi. Lo nggak denger? Tadi mereka berdua sama-sama saling berantem.""Enggak, gue tidur enak banget. Kenapa bisa tiba-tiba banget kayak gitu sih? Lagian, lo Kenapa nggak bangunin gue sih? Gue kan bisa ngambilin lo minum, Jadi lo nggak bisa ketemu sama Om Jun." "Gue nggak enak, lo tidur pulas banget. Jadi tadi gue ke belakang, dan ternyata air panasnya habis. jadi gue harus nunggu agak lama buat masak air panas dulu." Reya kini tengah menggendong putrinya titik tadi dia berusaha menyusui, dan sama sekali tak ada ASI yang keluar. Lalu pada akhirnya ia terpaksa membuatkan susu formula untuk putriny
Jun jelas merasa marah dan kesal dengan apa yang dikatakan oleh Indi tadi. Bagaimana bisa dia mempunyai ide untuk merebut Kira dari Reya? Padahal bayi kecil itu masih memiliki seorang ibu. Menurutnya Indi sangat egois dalam hal ini.Pria itu kemudian berjalan keluar, berniat untuk meneguk segelas air putih di dapur. Namun, dia bertemu dengan Reya yang sedang membuat mencari makanan karena dia merasa lapar. Waktu makan malam tadi, dia tak keluar kamar. Dan rasanya juga marah sekali untuk makan.Jun berjalan perlahan karena tak mau mengagetkan. Dia juga tahu kalau Reya, tak mau bertemu dengannya. jadi dia benar-benar berhati-hati kali ini. Jun tak mau membuat perasaan ibu yang sedang menyusui bayinya itu berantakan."Kamu nyari apa?" Jun bertanya.Sementara yang ditanya terkejut, dia menoleh ke belakang. kemudian ketika melihat Jun membuat Reya mundur beberapa langkah ke belakang. Dia benar-benar takut apalagi di sini saat ini ada Indi yang tengah menemani Jun. Saat ini tak mau mencari
Lili berjalan masuk kembali dengan cemas. Ia menghampiri Reya yang tengah menimang buah hatinya. Ia menatap Lili dengan tatapan bingung. "Kenapa Li?" tanga Reya tak kalah cemasnya. Lili duduk di samping Reya. "Kalau gue bilang ini, lo nggak boleh cemas atau panik ya," kata Lili. "Lo ngomong kayak gitu, gue malah jadi cemas dan makin panik." Reya berkata. Seperti biasa, apa yang dikatakan seseorang, malah biasanya akan menjadi hal yang dilakukan oleh orang yang mendengar. "Ya, pokoknya lo berpikir yang positif aja ya? Oke?" Lili mengatakan lagi. Ia berharap kalau sahabatnya itu, tidak terlalu cemas dan takut oleh kedatangan Indi.Reya anggukkan kepalanya. Jadi merasa cemas sebenarnya, ia bahkan sampai mendekap erat Kira dalam pelukannya. "Kenapa sih?""Ada Tante Indi di depan." Reya terkejut, terpaku beberapa saat. "Hah? Ibu Indi? Ngapain ke sini?" Reya semakin panik setelah mendengar nama yang disebut. Apalagi Reya merasa tidak melakukan kesalahan apapun. "Gue udah bilang sama Om
"Kenapa kamu larang saya Mas? Seolah-seolah saya ini mau mencelakai perempuan itu?" tanya Indi tak terima. Jun memang sangat takut jika Indi bertemu dengan Reya. Apalagi saat ini kondisi Reya tidak stabil secara fisik, dan juga emosi. Jun tak ingin kondisinya semakin parah jika Indi menemui Reya. "Iya, saya memang takut. Kamu kan tahu, kalau dia itu takut sama kamu. Dengan kamu datang dan jenguk dia, itu kan nambah beban pikirannya. Saat ini aja dia kesulitan menyusui. Jangan tambah beban pikirannya, kasihan anak saya." Jun mengatakan alasan mengapa ia tidak ingin Indi menemui Reya.""Memangnya saya mau ngapain sih Mas? Saya cuman mau lihat doang Kok. Saya juga penasaran gimana muka anak kamu." Indi mencoba menahan diri dan emosinya. Ia ingin bersikap lebih baik lagi agar ia bisa menemui Reya. "Sekarang tidak. Untuk sekarang, lebih baik Kalau kamu tidak bertemu Reya. Kalau kamu mau ketemu sama Kira ndak masalah. Saya bisa minta Lili untuk keluar dan bawa bayi itu supaya kamu bisa l
"Hai Mas," sapa Indi dengan senyuman manisnya. Jun jelas terkejut, amarahnya tiba-tiba saja membuncah. Pria itu mencengkram bahu Indi, membawa sang istri menjauh dari apartemennya. Mereka berjalan menuju pintu emergency. Jun membawa Indi ke sana. Menatap dengan penuh kekesalan."Kamu ngapain sih Mas!" teriak Indi kesal."Kamu ngapain ke sini? Enggak bilang saja juga, sejak kapan kamu jadi lancang begini?!" Jun naik pitam sejak awal melihat Indi, emosinya tak bisa dikendalikan.Indi semakin kesal dengan kelakuannya Jun, ia hanya mencoba menahan emosinya. Tak ingin terlihat kesal dan marah. Indi tak ingin presisi hati Jun semakin berpaling darinya. Bahkan keputusannya untuk datang ke Jakarta adalah dalam rangka mempertahankan rumah tangga yang sudah lama terjalin. "Mas, aku cuma mau lihat anak kamu. Salah memang? Aku juga bawa bingkisan untuk Kira. Aku bisa menerima anak itu, untuk kamu." Indi mengatakan itu berharap Jun akan lebih bisa menerimanya.Jun itu mengerti bagaimana Indi,
Lili dan Lis kini dalam perjalan pulang. Lili sejak tadi meminta sang ibu untuk guru-guru kembali ke apartemen. Pasalnya, dia khawatir dengan keadaan Reya. Ia bisa merasakan kalau sahabatnya itu sangat takut jika berada di dekat Jun."Kamu itu, padahal tadi saudara kita belum pada pulang loh nggak enak sama bulekmu." Lis protes. "Aku tuh nggak tega ninggalin Reya lama-lama sama Om Jun." Lis menoleh ke arah sang putri. "Kamu kenapa terlalu khawatir kayak gitu sih? Lagian, nggak mungkinlah kamu itu ngapa-ngapain. Dia kan udah janji kalau bakal berubah. Di sana juga ada mbak yang jagain. Jadi ada yang ngawasin dan nggak mungkin kamu itu berani macam-macam." Lis sangat mempercayai sang adik. dia percaya kalau Jun tak mungkin akan macam-macam Apalagi sudah berjanji tak akan mendekati gadis itu lagi. Lagi pula, selama dia menemani di apartemen juga selalu menjaga jarak dan hanya ingin dekat dengan putri kecilnya."Ya, anggap aja lah Om Jun memang nggak mau dekat sama Reya. Tapi Ibu kan