Share

91

Author: Alina Tan
last update Last Updated: 2025-04-20 15:14:58

“Ada apa, Mas?” tanya Davina saat keduanya berada di kamar mereka.

Acara ulang tahun Clay sudah selesai sejak dua jam yang lalu dan bocah ini kini tengah tertidur pulas di kamarnya. Kelelahan karena terlalu asyik bermain dengan teman-temannya.

“Tidak, tidak ada apa-apa.” Elak Edwin mencoba mengelabui Davina.

Namun Davina bukanlah seseorang yang mudah dikelabui. Berurusan dengan anak kecil di pekerjaannya dulu melatih Davina menjadi seorang yang observan. Ia selalu memperhatikan sekitarnya. Setiap orang hingga ke detail terkecil tingkah lakunya. Karena begitulah yang dilakukan seorang guru prasekolah. Memperhatikan setiap gerak-gerik muridnya untuk mengenali apakah salah seorang diantaranya tengah mengalami masalah yang tidak berani mereka ungkapkan.

“Jangan sembunyikan apapun padaku, Mas. Aku isterimu, aku ada untukmu. Mendengar semua keluh kesahmu. Walaupun mungkin aku tidak bisa membantu banyak, setidaknya kamu bisa merasa sedikit lega jika sudah bercerita denganku.” Bujuk Davina tu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   92

    Rasa panik bergumul di hati Edwin. Menelannya bulat-bulat hingga yang Edwin rasakan hanyalah takut. Ia begitu takut sesuatu yang buruk terjadi pada Davina. Dan Edwin tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk itu memang terjadi.Mata Edwin menangkap sosok paruh baya berjas putih yang berjalan mendekat ke arahnya. Tak perlu pengetahuan khusus untuk mengenali bahwa wanita itu adalah seorang dokter. Senyumnya ramah ke arah Edwin, padahal hati Edwin sendiri sudah terasa kacau sekali.“Selamat pagi, Pak.” Sapa dokter dengan ramah.Edwin mengangguk dan menyunggingkan senyum tipis, “Pagi, Dok.”Wanita itu memasang stetoskop di telinganya dan mulai memeriksa Davina. Mendengar detak jantungnya, memeriksa laju nafasnya, dan menghitung denyut nadinya. Semuanya dilakukan dengan saksama dan teliti.Edwin begitu gugup melihat sang dokter memeriksa dan memperhatikan ekspresi wanita itu tanpa melewatkannya sedikit pun. Edwin berusaha mengenali jikalau dokter itu menunjukkan ekspresi ane

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   93

    “A-apa, Mas? Istirahat total?”Davina tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin ia bisa beristirahat total selama sembilan bulan? Ia kan harus mengurus Clay! Bocah itu pasti akan protes kalau Davina tidak mau bermain dengannya lagi. Dan Davina paling tidak sanggup jika harus melihat wajah masam Clay bahkan kalau itu hanya sedetik saja.“Benar. Kata Dokter, kondisi tubuhmu sangat lemah dan dokter belum tahu komplikasi apa yang kamu alami, Sayang. Jadi kalau kamu memang ingin tetap mempertahankan bayi kita, kamu harus menuruti permintaanku untuk beristirahat total.”“T-tapi bagaimana dengan Clay, Mas? Aku tidak bisa beristirahat total. Aku harus mengurus Clay! Aku ibunya, Mas.” Protes Davina langsung.“Ada Mbak Murni, Sayang. Mbak Murni yang akan mengurus Clay selama kamu hamil.”“Clay tidak akan mau, Mas. Dia hanya akan mau bermain dan diurus olehku.”Edwin menghela nafas. Ia menghampiri Davina dan mencium lembut puncak kepala isterinya. Dan mendaratkan ciuma

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   94

    Sejak dua jam yang lalu, Clay masih saja terus asyik berlarian kesana kemari. Mengejar setiap perosotan seolah benda itu akan kabur ketika ia berkedip sedetik saja. Dan Davina mau tidak mau harus terus membersamai bocah itu. Mengikutinya kesana kemari. Mengekor ke setiap arena permainan tak peduli tubuhnya sudah terasa begitu letih.Mau bagaimana lagi? Davina khawatir. Davina begitu takut Clay mungkin terjatuh saat ia tidak bersamanya walau hanya sedetik. Atau mungkin Clay tersandung dan terguling dari atas papan loncat. Dan segala ketakutan irasional lainnya yang terkadang membuat Edwin merasa jengkel.Davina memang selalu egois. Tapi bukan untuk kepentingannya sendiri. Melainkan untuk Clay.Wanita itu bahkan tega mengesampingkan perasaannya. Mengubur lelahnya. Membuang jauh-jauh sakitnya. Hanya demi menemani Clay. Bermain bersama Clay yang sepertinya tidak pernah mengenal lelah.Awalnya Edwin terharu, bahkan merasa begitu berterimakasih pada Davina karenanya Clay tidak pernah merasa

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   95

    Brankar yang ditempati Davina didorong dengan begitu cepat oleh beberapa perawat. Dalam sekejap, lima orang itu melesat masuk ke dalam Instalasi Gawat Darurat. Edwin ikut di belakangnya sembari menggandeng Clay, namun langkahnya dihentikan oleh perawat yang bertugas untuk menjaga ruangan itu.“Bapak tunggu disini saja. Biarkan dokter memeriksa ibu Davina terlebih dahulu. Dan anak kecil tidak diperkenankan masuk ke dalam IGD, Pak.” Jelas gadis muda itu dengan sopan.Edwin mengangguk. Ia terkulai lemas di kursi tunggu sementara tangis puteranya juga tak kunjung reda. Kepalanya terasa mau pecah dengan semua hal yang terjadi berbarengan. Ia meraih ponselnya dan menghubungi supir pribadinya.“Tolong jemput Clay di rumah sakit Pondok Gede, Pak.” Titahnya singkat.Tak perlu waktu lama bagi orang kepercayaan Edwin untuk tiba disana. Dua puluh menit berselang, supir pribadinya tiba dan berlari begitu cepat menghampiri Edwin.“Ada apa, Pak? Dimana Ibu?” tanyanya bingung saat mendapati hanya ada

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   96

    Dokter Santi berkali-kali meyakinkan Davina bahwa operasi yang akan ia lalui hanyalah operasi kecil. Bedah dengan anastesi lokal yang paling lama hanya memakan waktu satu setengah jam. Namun Davina tidak merasa gentar sama sekali. Tidak terbersit sedikitpun ketakutan di kepalanya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia bisa menyelamatkan janinnya. Satu kali insiden sudah cukup menjadi alarm baginya. Dan Davina tidak yakin apakah ia akan seberuntung itu di kesempatan lainnya.Di lain sisi, Edwin lah yang merasa begitu khawatir. Ia sangat takut sesuatu terjadi pada istrinya. Bagaimanapun juga, Davina akan menjalani operasi. Tidak peduli sekecil apapun itu, rasa sakitnya pasti akan tetap ada. Membayangkan wanita kesayangannya harus melalui semua itu membuat Edwin benar-benar tidak sanggup. Hatinya memang selalu lemah jika itu bersangkutan dengan seseorang yang ia cintai. Edwin selalu mencintai seorang waniita dengan sepenuh hatinya. Memberikan semuanya tanpa terkecuali.Karena i

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   97

    Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tanpa terasa lima bulan telah berlalu dan usia kandungan Davina hampir mencapai tujuh bulan. Perutnya semakin membesar dan gejala mualnya sudah tidak separah di masa awal kehamilannya. Tapi tetap saja, tubuh Davina masih saja lemah dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.Selama hamil, Davina menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam rumah. Enam puluh persen berada di kamar dan empat puluh persen berada di area rumah lainnya. Rasanya bosan bukan kepalang terkungkung di rumah dengan tidak memiliki pekerjaan apapun. Ingin sekali Davina ikut mengunjungi sekolah Clay atau bahkan bermain dengannya. Namun membawa dirinya untuk berdiri lebih dari setengah jam pun Davina tidak mampu. Bagaimana mungkin ia bisa bermain dengan Clay?Edwin pun benar-benar menjaganya mati-matian. Sepulang kerja, suaminya akan terus bersamanya. Mengurusnya mulai dari hal terkecil seperti pergi ke kamar mandi, menyuapi Davina makan, hingga ke urusan paling be

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   98

    Entah kenapa, sejak tadi Davina merasa hatinya terus dipenuhi rasa gelisah. Jantungnya berdegup kencang seolah sebuah hal buruk akan terjadi. Davina merasakan sebuah firasat yang aneh dalam hatinya namun ia tidak bisa menebak itu apa.“Kamu sudah makan, Vin?” tanya Edwin saat ia pulang kerja dan menghampiri Davina yang tengah duduk dengan gelisah di ruang tamu.Suaminya itu menghampiri Davina dan mengecup bibir Davina lembut. Rutinitas yang selalu dilakukan Edwin sebelum dan sepulang kerja.Davina menggeleng. Rasa gelisah yang sejak siang tadi melandanya membuat Davina tidak bisa menelan bahkan sesuap nasi pun. Pikirannya terlalu sibuk berkutat dalam rasa khawatir tak berujung.“Kenapa belum? Aku suapi, ya?” Wanita itu kembali menggeleng, “Clay belum pulang, Mas. Kamu tidak menjemput Clay di sekolah, Mas?”Edwin menggeleng, “Bukannya Pak Teguh yang harusnya menjemput Clay hari ini? Aku sudah bilang kalau ada rapat sampai sore, kan?”Jantung Davina mencelos. Rasanya bak disambar petir

    Last Updated : 2025-04-20
  • Paket Cinta untuk Calon Mama   99

    “Clarissa?”Edwin tanpa sadar mencetuskan si empunya mobil saat sedan mewah itu berhenti tepat di depannya. Davina juga tahu benar siapa pemilik mobil itu karena bukan sekali atau dua kali Clarissa datang ke rumahnya. Dan wanita itu selalu datang dengan mobil yang sama, Mercedes Benz S-Class kebangaannya.Davina melepaskan genggaman tangan Edwin yang melingkar di pergelangan tangannya. Tanpa berpikir dua kali, Davina berlari menghampiri mobil itu. Menemui wanita yang duduk di balik kursi pengemudi.“Mbak Rissa!” seru Davina seraya menghampiri Clarissa yang melangkah keluar dari mobil.Wanita itu berdiri dengan begitu angkuh. Matanya menatap Davina dengan tatapan yang begitu meremehkan. Tatapan yang seolah mengatakan bahwa Davina tidak becus mengurus anaknya sendiri. “Aku kesini untuk mengantarkan Clay pulang.” Jawabnya datar.Ucapan Clarissa sudah cukup membuat Davina menghembuskan nafas lega. Bagaikan batu besar yang sejak tadi mengganjal hatinya telah terangkat, dan beban yang ia r

    Last Updated : 2025-04-20

Latest chapter

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   100 [END]

    Mobil Edwin melesat bagaikan peluru. Membelah jalanan Jakarta yang lengang di pukul satu malam. Erangan Davina yang tergolek lemah di jok belakang membuat Edwin tidak bisa berkonsentrasi sepenuhnya pada jalan di hadapannya. Sesekali ia menengok ke belakang melalui kaca mobil dan mendapati wajah Davina yang tampak sangat menderita. Ia merintih kesakitan sementara tangannya memegangi perutnya yang sudah membulat. Mata Edwin pun tak bisa lepas dari cairan merah kental yang membasahi kaki istrinya sejak tadi.Perkataan Mbak Murni yang tiba-tiba menyambar Edwin bak petir di siang bolong.“Pak, Nyonya Davina pendarahan!”Dan secepat itu pula, tanpa berpikir dua kali Edwin memacu mobilnya. Membawa Davina ke rumah sakit dengan harapan besar untuk menyelamatkan keduanya. Istri yang paling ia cintai dan calon bayi yang sangat ia tunggu kehadirannya.“Kumohon bertahanlah, Sayang. Sebentar lagi kita akan sampai.” Ucap Edwin bagaikan mantra seolah berusaha meredakan sakit yang dialami Davina.Wani

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   99

    “Clarissa?”Edwin tanpa sadar mencetuskan si empunya mobil saat sedan mewah itu berhenti tepat di depannya. Davina juga tahu benar siapa pemilik mobil itu karena bukan sekali atau dua kali Clarissa datang ke rumahnya. Dan wanita itu selalu datang dengan mobil yang sama, Mercedes Benz S-Class kebangaannya.Davina melepaskan genggaman tangan Edwin yang melingkar di pergelangan tangannya. Tanpa berpikir dua kali, Davina berlari menghampiri mobil itu. Menemui wanita yang duduk di balik kursi pengemudi.“Mbak Rissa!” seru Davina seraya menghampiri Clarissa yang melangkah keluar dari mobil.Wanita itu berdiri dengan begitu angkuh. Matanya menatap Davina dengan tatapan yang begitu meremehkan. Tatapan yang seolah mengatakan bahwa Davina tidak becus mengurus anaknya sendiri. “Aku kesini untuk mengantarkan Clay pulang.” Jawabnya datar.Ucapan Clarissa sudah cukup membuat Davina menghembuskan nafas lega. Bagaikan batu besar yang sejak tadi mengganjal hatinya telah terangkat, dan beban yang ia r

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   98

    Entah kenapa, sejak tadi Davina merasa hatinya terus dipenuhi rasa gelisah. Jantungnya berdegup kencang seolah sebuah hal buruk akan terjadi. Davina merasakan sebuah firasat yang aneh dalam hatinya namun ia tidak bisa menebak itu apa.“Kamu sudah makan, Vin?” tanya Edwin saat ia pulang kerja dan menghampiri Davina yang tengah duduk dengan gelisah di ruang tamu.Suaminya itu menghampiri Davina dan mengecup bibir Davina lembut. Rutinitas yang selalu dilakukan Edwin sebelum dan sepulang kerja.Davina menggeleng. Rasa gelisah yang sejak siang tadi melandanya membuat Davina tidak bisa menelan bahkan sesuap nasi pun. Pikirannya terlalu sibuk berkutat dalam rasa khawatir tak berujung.“Kenapa belum? Aku suapi, ya?” Wanita itu kembali menggeleng, “Clay belum pulang, Mas. Kamu tidak menjemput Clay di sekolah, Mas?”Edwin menggeleng, “Bukannya Pak Teguh yang harusnya menjemput Clay hari ini? Aku sudah bilang kalau ada rapat sampai sore, kan?”Jantung Davina mencelos. Rasanya bak disambar petir

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   97

    Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tanpa terasa lima bulan telah berlalu dan usia kandungan Davina hampir mencapai tujuh bulan. Perutnya semakin membesar dan gejala mualnya sudah tidak separah di masa awal kehamilannya. Tapi tetap saja, tubuh Davina masih saja lemah dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.Selama hamil, Davina menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam rumah. Enam puluh persen berada di kamar dan empat puluh persen berada di area rumah lainnya. Rasanya bosan bukan kepalang terkungkung di rumah dengan tidak memiliki pekerjaan apapun. Ingin sekali Davina ikut mengunjungi sekolah Clay atau bahkan bermain dengannya. Namun membawa dirinya untuk berdiri lebih dari setengah jam pun Davina tidak mampu. Bagaimana mungkin ia bisa bermain dengan Clay?Edwin pun benar-benar menjaganya mati-matian. Sepulang kerja, suaminya akan terus bersamanya. Mengurusnya mulai dari hal terkecil seperti pergi ke kamar mandi, menyuapi Davina makan, hingga ke urusan paling be

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   96

    Dokter Santi berkali-kali meyakinkan Davina bahwa operasi yang akan ia lalui hanyalah operasi kecil. Bedah dengan anastesi lokal yang paling lama hanya memakan waktu satu setengah jam. Namun Davina tidak merasa gentar sama sekali. Tidak terbersit sedikitpun ketakutan di kepalanya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia bisa menyelamatkan janinnya. Satu kali insiden sudah cukup menjadi alarm baginya. Dan Davina tidak yakin apakah ia akan seberuntung itu di kesempatan lainnya.Di lain sisi, Edwin lah yang merasa begitu khawatir. Ia sangat takut sesuatu terjadi pada istrinya. Bagaimanapun juga, Davina akan menjalani operasi. Tidak peduli sekecil apapun itu, rasa sakitnya pasti akan tetap ada. Membayangkan wanita kesayangannya harus melalui semua itu membuat Edwin benar-benar tidak sanggup. Hatinya memang selalu lemah jika itu bersangkutan dengan seseorang yang ia cintai. Edwin selalu mencintai seorang waniita dengan sepenuh hatinya. Memberikan semuanya tanpa terkecuali.Karena i

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   95

    Brankar yang ditempati Davina didorong dengan begitu cepat oleh beberapa perawat. Dalam sekejap, lima orang itu melesat masuk ke dalam Instalasi Gawat Darurat. Edwin ikut di belakangnya sembari menggandeng Clay, namun langkahnya dihentikan oleh perawat yang bertugas untuk menjaga ruangan itu.“Bapak tunggu disini saja. Biarkan dokter memeriksa ibu Davina terlebih dahulu. Dan anak kecil tidak diperkenankan masuk ke dalam IGD, Pak.” Jelas gadis muda itu dengan sopan.Edwin mengangguk. Ia terkulai lemas di kursi tunggu sementara tangis puteranya juga tak kunjung reda. Kepalanya terasa mau pecah dengan semua hal yang terjadi berbarengan. Ia meraih ponselnya dan menghubungi supir pribadinya.“Tolong jemput Clay di rumah sakit Pondok Gede, Pak.” Titahnya singkat.Tak perlu waktu lama bagi orang kepercayaan Edwin untuk tiba disana. Dua puluh menit berselang, supir pribadinya tiba dan berlari begitu cepat menghampiri Edwin.“Ada apa, Pak? Dimana Ibu?” tanyanya bingung saat mendapati hanya ada

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   94

    Sejak dua jam yang lalu, Clay masih saja terus asyik berlarian kesana kemari. Mengejar setiap perosotan seolah benda itu akan kabur ketika ia berkedip sedetik saja. Dan Davina mau tidak mau harus terus membersamai bocah itu. Mengikutinya kesana kemari. Mengekor ke setiap arena permainan tak peduli tubuhnya sudah terasa begitu letih.Mau bagaimana lagi? Davina khawatir. Davina begitu takut Clay mungkin terjatuh saat ia tidak bersamanya walau hanya sedetik. Atau mungkin Clay tersandung dan terguling dari atas papan loncat. Dan segala ketakutan irasional lainnya yang terkadang membuat Edwin merasa jengkel.Davina memang selalu egois. Tapi bukan untuk kepentingannya sendiri. Melainkan untuk Clay.Wanita itu bahkan tega mengesampingkan perasaannya. Mengubur lelahnya. Membuang jauh-jauh sakitnya. Hanya demi menemani Clay. Bermain bersama Clay yang sepertinya tidak pernah mengenal lelah.Awalnya Edwin terharu, bahkan merasa begitu berterimakasih pada Davina karenanya Clay tidak pernah merasa

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   93

    “A-apa, Mas? Istirahat total?”Davina tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin ia bisa beristirahat total selama sembilan bulan? Ia kan harus mengurus Clay! Bocah itu pasti akan protes kalau Davina tidak mau bermain dengannya lagi. Dan Davina paling tidak sanggup jika harus melihat wajah masam Clay bahkan kalau itu hanya sedetik saja.“Benar. Kata Dokter, kondisi tubuhmu sangat lemah dan dokter belum tahu komplikasi apa yang kamu alami, Sayang. Jadi kalau kamu memang ingin tetap mempertahankan bayi kita, kamu harus menuruti permintaanku untuk beristirahat total.”“T-tapi bagaimana dengan Clay, Mas? Aku tidak bisa beristirahat total. Aku harus mengurus Clay! Aku ibunya, Mas.” Protes Davina langsung.“Ada Mbak Murni, Sayang. Mbak Murni yang akan mengurus Clay selama kamu hamil.”“Clay tidak akan mau, Mas. Dia hanya akan mau bermain dan diurus olehku.”Edwin menghela nafas. Ia menghampiri Davina dan mencium lembut puncak kepala isterinya. Dan mendaratkan ciuma

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   92

    Rasa panik bergumul di hati Edwin. Menelannya bulat-bulat hingga yang Edwin rasakan hanyalah takut. Ia begitu takut sesuatu yang buruk terjadi pada Davina. Dan Edwin tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk itu memang terjadi.Mata Edwin menangkap sosok paruh baya berjas putih yang berjalan mendekat ke arahnya. Tak perlu pengetahuan khusus untuk mengenali bahwa wanita itu adalah seorang dokter. Senyumnya ramah ke arah Edwin, padahal hati Edwin sendiri sudah terasa kacau sekali.“Selamat pagi, Pak.” Sapa dokter dengan ramah.Edwin mengangguk dan menyunggingkan senyum tipis, “Pagi, Dok.”Wanita itu memasang stetoskop di telinganya dan mulai memeriksa Davina. Mendengar detak jantungnya, memeriksa laju nafasnya, dan menghitung denyut nadinya. Semuanya dilakukan dengan saksama dan teliti.Edwin begitu gugup melihat sang dokter memeriksa dan memperhatikan ekspresi wanita itu tanpa melewatkannya sedikit pun. Edwin berusaha mengenali jikalau dokter itu menunjukkan ekspresi ane

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status