"Kalian rundingkan waktu terbaiknya, semakin cepat semakin baik, kalian juga perlu waktu untuk mempersiapkan banyak hal jika ingin membawa keluarga pindah," jelas Rama. Pasukan bayangan mengangguk setuju, kebanyakan dari mereka sudah menikah dan memiliki anak, bahkan mereka juga sudah membangun rumah. Namun itu bukan suatu masalah, karena menjalankan misi ini bukan untuk selamanya. Mereka bisa kembali kapanpun mereka mau, desa Mekarsari sangat maju, bahkan dijadikan sebagai desa percontohan oleh Raja Baskara. Beberapa pengajar mengirim murid mereka untuk mempelajari bagaimana desa Mekarsari bisa berkembang, para pejabat yang dulu sempat menantang Rama, kini membangun 3 sekolah gratis, salah satunya dibangun di desa Mekarsari. Alan memenangkan tantangan dari ketiga pejabat itu sehingga mereka mengaku kalah dan membangun 3 sekolah gratis. "Bang Rama, apa aku juga boleh ikut? Kebetulan paman Dharma mengundang ku untuk mengajarkan beberapa hal di kota Jawali." jelas Alan. Alan memakai
"Bang Rama, kami berangkat!!" kata Alan dan Pandu, mereka berdua membungkuk dan menangkupkan tangan, Rama, pak Bima, ibu Sri, Jaya, Chu Hua, Melisa dan pasukan bayangan mengantarkan kepergian Alan dan Pandu. Fatta, Jami dan Komang diberi perintah untuk menemani Alan dan Pandu menuju Jawali. Setelah mengantarkan kepergian Alan dan Pandu, Rama bergandengan tangan dengan Melisa, berjalan-jalan di sekitar desa. Pagi ini langit masih terlihat sangat cerah, beberapa pembangunan di desa Mekarsari mulai terlihat. Namun pertanian masih mendominasi desa ini. "Rama bagaimana kabarmu?" teriak paman Suli, ia sedang memantau beberapa pemuda yang menyiangi rumput liar di sekitar cabai. "Kabarku baik paman!!" sahut Rama, paman Suli hanya melambaikan tangannya. Mendengar nama Rama di sebut, pak Wijaya tergopoh-gopoh keluar dari rumah. "Rama!!" panggil pak Wijaya, tangannya terbentang untuk memeluk Rama. "Bagaimana kabar paman?" sapa Rama. "Kabarku baik, hanya saja tubuh tua ini suda
Yuemi sedang berpikir, gadis mana kali ini yang akan ia kirim ke rumah pejabat Huang, pejabat Huang itu tampan dan banyak uangnya, tentu banyak gadis yang mengantri untuk mendatangi rumahnya, namun pejabat Huang punya kriteria terhadap gadis yang ia inginkan. Ketika berpikir seperti itu, entah mengapa mata Yuemi menangkap kehadiran Rani. Rani ini sangat sesuai dengan kriteria yang pejabat Huang inginkan, pejabat Huang suka gadis yang masih perawan, dan pastinya masih muda. "Rani, sudah berapa lama kau jadi pelayan di sini?" tanya Yuemi, ia sedang berada di dalam bak mandi dan Rani membantunya mengusap bagian punggung. Rani yang tadi sedang fokus mengusap punggung Yuemi berhenti dan menatap Yuemi heran. Tak biasanya Yuemi mengajaknya bicara, gadis itu sangat terkenal di tempat hiburan malam. Banyak gadis muda ingin menjadi pelayannya termasuk Rani. Jadi mendengar Yuemi bertanya seperti itu membuat Rani heran. Apakah Yuemi akan mengangkatnya menjadi dayang? "Sebulan kak Yuemi," jawab
Rani sampai di rumah pejabat Huang, rumah pribadi miliknya ini agak jauh dari pusat kota, rumah ini dikelilingi pagar tinggi jauh dari rumah penduduk lainnya. Memiliki halaman luas dengan pemandangan malam yang sangat indah. Beberapa lampion bergantung menerangi setiap jalan di halaman rumah itu. Rumah pribadi milik pejabat Huang sangat besar, beberapa pelayan menatap Rani dengan tatapan tak biasa, seolah Rani bukanlah gadis pertama yang datang kerumah itu, ada banyak gadis yang memiliki usia seperti Rani, mereka tertawa dan terkikik ketika bertemu tatap dengan Rani. "Masuklah, Tuan sudah menunggumu!!" seorang pelayan pria paruh baya itu menatap Rani dengan tajam, ia tak seperti pelayan lainnya. "Baik..." sahut Rani, ia mengikuti pria paruh baya itu dengan patuh. Rani dibawa ke sebuah kamar yang besar, ada meja makan yang penuh dengan buah, kudapan malam dan minuman. Sementara pejabat Huang duduk di kasurnya dengan tatapan yang sangat lapar, seolah ia akan menerkam Rani saat
Cacao kembali mendatangi rumah penghibur, seperti biasa ia bertemu dengan Yuemi untuk meminta gadis yang pejabat Huang inginkan. "Kak Cacao, apakah tidak ada kenaikan harga untukku? Sekarang mencari gadis perawan yang sukarela dikirim sangat susah, kali ini sepertinya aku harus mencari keluar kota." kata Yuemi, ini hanya alasan untuknya meminta kenaikan gaji kepada Cacao. "Yuemi, aku akan mengatakan apa yang kau sampaikan tadi kepada pejabat Huang!!" "Ish!! Jangan kak Cacao!! Aku hanya minta kenaikan sedikit, apa kau tidak bisa mengusahakannya sendiri tanpa melibatkan pejabat Huang?" goda Yuemi lagi, ia bahkan mengerling manja kepada Cacao, Yuemi tidak tau manusia di depannya ini adalah siluman rubah, bukannya tergoda, Cacao malah ingin memakan Yuemi jika saja pejabat Huang tidak memerlukannya lagi. "Nona, apakah kau tau Rani yang bekerja di sini?" Bibi Miah dan paman Rahmad yang sedang sakit di tuntun menghampiri Yuemi dan Cacao yang sedang bicara. Saat ini masih sangat pag
"Dulu kupikir sangat menyenangkan bisa melayani orang seperti pejabat Huang, sehingga dulu salah seorang kenalanku, seperti dirimu, sudah kuanggap seperti adikku sendiri, aku mengirimnya ke rumah pejabat Huang dan ia tak pernah kembali..." kenang Yuemi. "Tapi kak, apa yang membuatmu berpikiran buruk tentang itu, bisa jadi ia tidak kembali karena merasa senang tinggal di sana?" kata Dona berspekulasi sendiri. Yuemi menggeleng pelan, "Dia bilang akan membalas jasaku karena mengirimnya pergi, ia juga bilang akan kembali dan akan membawaku belanja, aku tau dia bukan gadis yang ingkar janji, dia gadis yang ceria, pekerja keras, semua pekerjaan ia kerjakan tanpa banyak mengeluh, gadis baik yang terpaksa masuk ke dalam rumah hiburan ini." Yuemi menutup semua perasaan bersalahnya, kini ia hanya berfokus pada mencari nafkah. Tapi ia terpaksa membongkar semua karena Dona sepertinya juga berambisi ingin masuk ke rumah pejabat Huang, Yuemi jelas takkan mengijinkannya. "Kak Yuemi, ceritam
Danang terkejut ketika menyadari ia kembali ke rumah pejabat Huang, ia melihat dengan jelas sosok itu, sosok dengan tanduk di kepalanya, memancarkan aura membunuh yang sangat kuat. Sosok itu lalu berbalik dan menatap Danang!! "Argh!!" Danang terbangun dari mimpi buruknya dengan bermandikan keringat di sekujur tubuh. Ia melihat sekitarnya, sebuah ruangan sederhana namun memiliki kasur empuk yang ia pergunakan. Dan ada sepasang pedang di dinding kamar. Bukankah rumah ini rumah makan? Bagaimana bisa pemilik rumah memiliki pedang? Danang tidak terlalu memikirkannya, bisa jadi pedang itu hanya pajangan, ia lalu keluar dari ruangan itu, ia dapati Rizal sedang memotong kayu. "Dimana aku?" tanya Danang kepada Rizal. "Ah, kau sudah bangun Tuan? Kau berada di rumah makanku, silahkan duduk!!" kata Rizal dengan senyum ramah. Ia kembali menyiapkan segelas teh hangat untuk Danang, "minumlah dulu Tuan, kau sepertinya lelah..." kata Rizal lagi. Danang termenung, ia tak menyangka aka
Rizal menunggang kudanya dengan cepat, ia harus segera menyampaikan informasi ini kepada Rama. Rizal hanya membawa bekal seadanya, ia akan memangkas waktu istirahat, karena begitu sampai dan bertemu Rama akan mudah untuk kembali. *** "Alan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya pejabat Huang saat mendapati Alan membaca buku yang tidak biasa, buku itu dari masa depan dan diberikan oleh Rama. Alan menutup buku itu dengan tenang, ia sudah membuat sampul pada bagian buku sehingga orang lain tidak akan curiga, namun Alan tidak tau kalau Raja Iblis aka pejabat Huang, telah melihat sebagian isi buku yang Alan baca. "Hanya mengisi waktu sebelum masuk ke kelas, Tuan sendirian?" tanya Alan sopan. Ia selalu menatap takjub pejabat Huang, entah mengapa pejabat Huang selalu bisa membuat orang lain untuk senang berada di dekatnya. Karena pejabat Huang memang menggunakan kemampuan sihirnya agar orang lain menyukainya. "Benar, aku menerima undangan makan dari Raja Baskara. Apa kau mau ikut? Ak
Hari kelahiran sang putra Adipati "Oeeeekkkk.... Oeeeekkk!!" suara tangis bayi lelaki menggema di waktu subuh, saat itu hari mulai berganti dari gelap menuju terang. Di hari kelahirannya, burung-burung berkicau riang, angin berhembus dengan tenang. Melisa menatap bayi lelaki yang kini berada di pangkuannya dengan tatapan sayang. "Namamu Arash, artinya cahaya... Ibu harap kau akan menjadi cahaya yang menerangi kegelapan, cahaya yang menghangatkan." Melisa kemudian mencium lembut bayi lelakinya, air mata menetes di pipinya. "Ketahuilah Arash, ibu maupun ayahmu Rama, mencintaimu... Sangat mencintaimu nak!!" kata Melisa, ia begitu lemah, jadi ia memberikan bayi itu kepada Fatta. Melisa kemudian bersandar dan tak lama setelah itu ia menghembuskan napas terakhirnya dengan senyum dan bekas tetesan air matamata di pipinya. "Nona Melisa..." Fatta, Lilia dan Baxia menangis pilu mengantar kepergian dari Melisa. Melisa berjuang dengan sekuat tenaga saat mengandung Arash, karena ke
Rama menatap Ara tak percaya, bagaimana bisa ia menyegel Raja Iblis di dalam tubuh anaknya yang bahkan belum lahir? Rama akan merasa sangat berdosa kepada anaknya, ia akan menjadi seorang ayah durhaka kepada anaknya, tapi ia harus menyelamatkan orang banyak. Dia harus berkorban!! (Tuan Muda, aku hanya memberikan informasi yang kau butuhkan, apapun keputusanmu itu diluar kendaliku) Ara paham dengan perasaan yang kini menghampiri Rama. "Apa tidak ada cara lain?" tanya Rama dengan genangan airmata yang tertahan di matanya. "Bagaimana anakku akan menjalani harinya dengan jiwa Raja Iblis yang tersegel di dalam tubuhnya?" (Tidak ada waktu lagi Tuan Muda, kekuatan Raja Iblis semakin membesar, jika ia berhasil membentuk tubuhnya maka kau tidak akan bisa melawannya lagi) Ara juga merasakan kesedihan yang Rama rasakan karena mereka terhubung. Rama menatap nanar pusaran darah yang terlihat makin membesar, Rama kemudian mengaktifkan pusaka Naga dan menyerap jiwa Raja Iblis. Dia tidak me
"Aku ingin bertemu Yang Mulia..." kata Rama kepada kasim Han, kasim Han terlihat bingung. "Tuan, tadi Yang Mulia berpesan untuk tidak mengganggunya, siapapun dilarang masuk." jelas Kasim Han. "Apa kau tidak bisa mengabarkan kepadanya kalau aku yang datang? Ada hal yang sangat penting yang harus aku laporkan..." kata Rama lagi, meski ia dekat dengan Raja Baskara, Rama tak pernah melanggar batas. Rama tetap menghormati temannya itu sebagai seorang Raja. "Baiklah Tuan Muda, aku akan mencoba memberitahunya..." kata kasim Han lagi, ia kemudian masuk ke dalam untuk melapor. Tidak berapa lama kasim Han keluar, ia terlihat menggelengkan kepalanya. "Tuan Muda, maaf Yang Mulia tidak bisa diganggu, ia hanya berpesan untuk datang ke pestanya malam ini dan kau bisa melapor saat itu..." kata kasim Han, kasim Han jelas mengenal Rama, ia juga tau seberapa dekat Raja Baskara dengan Rama. Namun ia juga tidak bisa memaksakan kehendak Raja Baskara yang saat ini tidak bisa di ganggu. Rama mengang
Saat itu Alan sedang menatap dari kejauhan pertemuan Rama dengan pejabat Huang. Setelah beberapa lama akhirnya Rama, Fatta dan Rizal terlihat undur diri. Alan dengan jelas melihat tatapan pejabat Huang sangatlah penuh misteri saat menatap Rama. Bahkan Alan tak pernah menyangka kalau pejabat Huang adalah Raja Iblis yang menyamar. 'Mungkinkah pejabat Huang menyadari siapa bang Rama?' gumam Alan. "Bang Rama!!" tegur Alan ketika ia melihat Rama, Rizal dan Fatta mulai mendekat ke arah tempatnya bersembunyi. "Alan!!" Rama terlihat senang bertemu Alan, "mana Pandu?" tanya Rama setelah menyadari tidak adanya keberadaan Pandu di sekitar Alan. Karena setau Rama, Alan dan Pandu jarang terpisah. "Pandu sedang menjaga seorang gadis, kami hampir menabraknya semalam!! Dan... Ada yang ingin ku bicarakan denganmu bang!!" kata Alan dengan wajah serius. Baru kali ini Rama melihat Alan bicara serius. Artinya ia perlu tempat untuk bicara agar tidak ada yang bisa mendengar, setelah agak menj
Alan menatap gadis yang masih tak sadarkan diri itu, wanita ini memiliki kecantikan yang tidak biasa, riasannya terlihat tebal, karena kini riasan itu mulai luntur membuat wajah cantiknya tak terlihat. Namun Alan masih bisa tau kalau gadis yang kini ada di depannya memiliki wajah yang cantik. "Mengapa kau menatapnya seperti itu?" tanya Pandu. Alan meletakkan jari telunjuknya di bibir, "aku hanya heran apa yang membuatnya ketakutan hingga kabur dalam keadaan seperti ini?" kata Alan dengan suara pelan. Seorang pelayan wanita paruh baya masuk, Alan memintanya untuk membersihkan wanita itu. Setelah wanita paruh baya itu masuk, Alan dan Pandu segera keluar dari kamar. "Apa mungkin ia gadis yang dijual sehingga melarikan diri?" pikir Pandu. "Bisa jadi!! Tapi anehnya ia berlari dari arah hutan, dari mana kira-kira ia kabur?" pikir Alan, belum sempat ia mendapat jawaban dari apa yang ia pikirkan, terdengar suara teriakan dari arah kamar. "Kyyyaaaa!!" Alan dan Pandu masuk k
Rama, Fatta dan Rizal terlambat datang, ketika sampai di tempat kejadian sudah ada beberapa mayat dan prajurit yang terluka serta ada 4 kereta kuda. "Apa yang terjadi?" tanya Fatta kepada beberapa prajurit yang masih sadar. Namun mereka tak bisa menjawab karena masih terlalu lemah. "Fatta!! Rizal!! berikan ini terlebih dulu kepada mereka!!" kata Rama ketika melihat prajurit itu kesakitan, Fatta dan Rizal lalu bergerak dengan cepat mengobati prajurit yang masih bisa di tolong. "Siiiiinnng!!" Seketika rasa sakit karena tembakan dan sabetan pedang menghilang dari tubuh mereka. Mereka pulih dengan cepat. "Tuan terima kasih!!" Beberapa prajurit mulai menunduk hormat, bahkan Sersan Wawan juga langsung di bawa ke hadapan Rama. Bersyukurlah masih ada detak jantungnya, karena Elixir Healing potion tidak akan bisa menyelamatkan nyawa seseorang yang telah berhenti berdetak. "Glek!! Glek!! Glek!!" Sersan Wawan menghabiskan cairan yang Rama berikan dengan gerakan yang lemah, seketik
"Kau yakin ini rumahnya?" tanya Bakrie kepada Danang, Danang mengangguk dengan mantap. "Aku tidak akan melupakan tempat ini, di sinilah aku melihat siluman itu kak Bakrie!!" kata Danang tanpa keraguan. Bukan Bakrie tak percaya, hanya saja titik lokasi pertemuan antara ketuanya dan siluman Harimau juga berada di rumah ini. "Apakah mungkin orang itu adalah siluman Harimau?" gumam Bakrie ragu. "Maksudmu apa kak Bakrie?" tanya Danang bingung, jelas ia mendengar Bakrie mengatakan soal siluman Harimau tadi. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Cacao ketika Bakrie akan menyahut. Padahal Bakrie dan Danang sudah berada di tempat paling tersembunyi dan tak terlihat. "Wush!!" Danang sudah akan menyerang Cacao, namun gerakan pemuda itu sangat cepat dan tak terbaca mata biasa. "Wush!!" "Tap!!" "Brught!!" Dengan cepat Danang dijatuhkan oleh Cacao. "Tuan Cacao!! Maafkan kami!!" Bakrie yang mengetahui siapa Cacao langsung berlutut. "Kau mengenalku rupanya?" Cacao m
"Bagaimana dengan persiapan kalian?" tanya Raja Iblis terhadap Badara, pelayannya yang merupakan siluman harimau itu menunduk. "Tuan, kami sedang merencanakan perampokan upeti dari beberapa desa, setelah upeti terkumpul, kita bisa membeli beberapa barang untuk melakukan ritual besar pembangkitanmu!!" jelas Badara."Jangan kecewakan aku Badara, dulu kalian telah gagal melakukan pembangkitanku, cukup satu kali aku memaafkan kecerobohan kalian!!" tegas Raja Iblis, ia mengibas jubahnya dengan kasar. "Tuan, kali ini kami tidak akan membiarkan ritual pembangkitanmu gagal!!" janji siluman Harimau. Mata Raja Iblis berkilat merah, jika marah ia akan semakin lapar, seharusnya ia akan makan 3 hari lagi, namun rasa laparnya semakin hari semakin besar. "Cacao!!" panggil Raja Iblis. Dengan secepat angin Cacao muncul di depan Raja Iblis dengan bersujud. "Tuan!!""Aku merasa lapar, carikan gadis untukku!!" Cacao terkejut, belum ada waktu seminggu dari hari terakhir Raja Iblis makan, ia sudah mu
Rizal menunggang kudanya dengan cepat, ia harus segera menyampaikan informasi ini kepada Rama. Rizal hanya membawa bekal seadanya, ia akan memangkas waktu istirahat, karena begitu sampai dan bertemu Rama akan mudah untuk kembali. *** "Alan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya pejabat Huang saat mendapati Alan membaca buku yang tidak biasa, buku itu dari masa depan dan diberikan oleh Rama. Alan menutup buku itu dengan tenang, ia sudah membuat sampul pada bagian buku sehingga orang lain tidak akan curiga, namun Alan tidak tau kalau Raja Iblis aka pejabat Huang, telah melihat sebagian isi buku yang Alan baca. "Hanya mengisi waktu sebelum masuk ke kelas, Tuan sendirian?" tanya Alan sopan. Ia selalu menatap takjub pejabat Huang, entah mengapa pejabat Huang selalu bisa membuat orang lain untuk senang berada di dekatnya. Karena pejabat Huang memang menggunakan kemampuan sihirnya agar orang lain menyukainya. "Benar, aku menerima undangan makan dari Raja Baskara. Apa kau mau ikut? Ak