Untuk pertama kalinya Belva mengemudi dengan jarak dan waktu tempuh selama ini. Sangat di luar dugaan, Matthew benar-benar membuat Belva melakukan hal yang sama sekali tak pernah ia lakukan sebelumnya, sedikit terpikirkan olehnya tak pernah.
Cukup melelahkan untuknya mengemudi selama 3 jam lebih yang pada akhirnya dirinya sampai di Edensor, tempat tujuannya. Ia mengakui, tempat itu sangat menyejukkan dan indah, tapi tujuannya datang kesana bukan untuk menikmati pemandangan di sana, tetapi untuk menemui Matthew.
Heels merah yang ia kenakan membuatnya sedikit kesulitan berjalan dengan benar dan pada akhirnya menimbulkan luka lecet tepat di tumitnya.
“Permisi, apakah kau mengenal dokter Matthew?” tanya Belva kepada salah soerag warga yang ia temui di sana.
“A-aku tak begitu tahu nama mereka. Tapi jika kau mencari mereka, kau bisa langsung menuju ke pusat kesehatan desa. Tinggal belok kiri setelah ini, lurus dan belok kiri lagi begitu mendapat r
haloo.. aduh.. ini udh mau dekat puncaknya nih!! xixixi apakah kalian menyukai ceritanya? tolong tinggalkan komentar untukku yaa.. aku sangat menantinya!!! dan selamat malam untuk kalian, semoga mimpi indah dan semoga hari esok terasa menyenangkan..
Matthew meminta izin untuk pulang terlebih dahulu kepada dokter Agler. Ini hari jum’at dan memang tak begitu ramai dari hari sebelumnya. Sedari pagi juga Matthew tak melakukan apapun selain mengecek laporan dan membantu mendata obat-obatan yang baru masuk. Dokter Agler tanpa ragu mengijinkan Matthew yang membuatnya meninggalkan pusat kesehatan dengan girang. “Matthew...” Sempat lupa dengan keberadaan Belva pagi tadi, kini Matthew kembali tersadarkan begitu Belva yang berada di depan pintu memanggilnya yang baru saja hendak masuk ke rumahnya. Dengan berat hati, Matthew menghentikan gerakannya sejenak. “Ada apa?” tanyanya. Belva beranjak dari depan pintu rumah sebelah menghampiri Matthew. “K-kaki ku terluka akibat menggunakan heels. Bisa tolong obati?” pintah Belva. Matthew mantap kaki Belva dan memang benar wanita di depannya tengah berdiri tanpa alas kaki yang baru Matthew sadari juga. Dapat terlihat luka-lika lecet dan bebera
Lynelle dan Matthew tengah duduk dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana menjadi sangat canggung usai Matthew tanpa sadar memeluk Lynelle yang membuat mereka menjadi canggung.“Maaf..” ucap Matthew memulai percakapan.Lynelle hanya melirik dari ekor matanya sejenak. Bagi Lynelle ini sungguh sangat asing untuknya. Ia tak pernah di peluk oleh pria muda seperti Matthew, bahkan Noah belum pernah memeluknya. Hah, mengetahui hal itu menimbulkan kegundahan dalam hatinya. Apakah ini termasuk menduakan Noah?“Kau marah?” tanya Matthew memastikan. Ia sangat takut sejujurnya, ia tak ingin hal seperti dulu kembali terjadi kali ini. Diamnya Lynelle membuat dirinya was-was. Jika Lynelle benar marah, ia tak akan tahu lagi bagaimana menghadapi hari esok.Lynelle mulai memberanikan diri menatap Matthew yang membuat Matthew sendiri merasa sedikit tenang karenanya. Lynelle tersenyum, “Tidak..” katanya.“Ten
“Selamat pagi semua” sapa Belva riang.Belva menenteng keranjang piknik yang tak terlalu besar dan meletakkannya di atas meja.“Eh, Kau habis mengambil rotinya?” tanya dokter Agler yang baru saja memasuki ruangan untuk bersiap sarapan.Belva mengangguk, “Aku akan setiap hari mengambilnya. Jadi mereka tak perlu mengantarkannya lagi.” Belva mulai mengatur roti-roti tersebut di atas meja. Semua dokter dan perawat sudah berada di ruangan, bersiap untuk sarapan, namun dirinya tak melihat Matthew di sana.“Kemana Matthew?” tanya Belva.“Oh,dia sedikit telat bangun. Mungkin akan sedikit terlambat datang” ucap dokter David.Seketika pikiran Belva terulang akan kejadian kemarin malam. Sepertinya Matthew benar-benar berlari menemui gadis itu. Apakah mereka bertemu semalam? Atau tidak?Tepat saat itu Matthew datang dengan ekspresi riang yang tak bisa ia tutupi.“Selamat pagi!
Bisa di bilang Lynelle sangat jarang mendapatkan tamu terlebih saat malam hari kecuali memang ada beberapa hal penting yang harus di sampaikan padanya. Ia masih sibuk berkutat di dapur untuk membuat makan malam kecil untuknya sedinri, namun suara ketukan mengintruksinya untuk menghentikan sejenak acara memasaknya dan melangkah menuju pintu rumahnya.Mungkin adegan siang tadi tak cukup membuatnya bingung hingga Belva datang menghampirinya malam ini. Walaupun bercahayakan remang-remang, Lynelle dapat melihat kantung mata Belva yang sebam dan terlihat gelap.“Belva, masuklah. Kebetulan aku sedang membuat makan malam”“Tak perlu. Aku juga tak ingin berlama-lama.” Tolak Belva.“Langsung saja. Aku menyukai Matthew” kata Belva.Lalu apa hubungannya denganku? Pikir Lynelle.Belva kembali bersuara melihat Lynelle yang tak mengeluarkan sepatah katapun usai mendengarkan kaimatnya berusan. “Aku menyukai M
Untuk kali ke-3 kalinya Matthew datang mencari keberadaan Lynelle, namun kondisi rumahnya masih saja terlihat tak berpenghuni. Sejak sore tadi, Lynelle tak menampakkan diri bahkan dari toko roti hingga rumahnya pun, wujud seorang gadis yang terpaut 5 tahun lebih muda darinya masih juga tak terjangkau oleh matanya. Sempat terpikirkan hal buruk olehnya, bisa saja Lynelle sedang berada di rumah tapi tengah kesakitan sehingga tak menyadari keberadaan Matthew di luar dan dirinya hanya berdiam diri di dalam kamar. Matthew mencoba menghubungi Lynelle yang berujung ponsel gadis tersebut sedang berada di luar jangkauan. Apa sekarang Lynelle mencoba menghindarinya? Pikiran negative lain mulai bermunculan di otaknya. Jika memang seperti itu adanya, maka sungguh ia akan membenci Belva seumur hidupnya. Tapi apakah itu sedikit berlebihan? Malam ini ia kembali berdiri dan menunggu tanpa kepastian di depan rumah Lynelle. Cuaca semakin dingin dan saju sudah m
Sepertinya banyak hal yang terlewatkan dengan ketidakhadirannya selama 3 hari. Ini baru 3 hari tapi terasa dunia berbeda 180 derajat. Jujur, ia ingin tahu namun ia tak ingin terlalu nampak atau bahkan bertanya kepada orang sekitar karena ia merasa itu bukan haknya.Seperti sekarang, Lynelle kembali bertugas mengantarkan sarapan pagi untuk para dokter dan perawat seperti sebelumnya. Kepalanya tak berhenti menengok ke kanan dan ke kiri, berjaga-jaga jika ia menemui seseorang atau lebih tepatnya ingin bertemu seseorang?Namun hingga ia tiba ruang makan dan akan kembali ke toko roti pun, sosok itu tak menampakkan batang hidungnya. Apa yang terjadi? Pikirnya.Bisa saja Matthew sekarang tengah ada kesibukan lain, di tempat lain bukan? Atau mungkin sedikit terlambat masuk kerja? Bisa jadi.Tak mau ambil pusing, Lynelle memutuskan untuk ketidakhadiran Matthew di sebabkan oleh hal positif yang ia pikirkan barusan.Tapi sangat di sayangkan, itu hany
“Lynelle, kau tak merindukanku?” Pertanyaan Matthew itu membuatnya merasa keluh untuk menjawab. Ia hanya diam tak menjawab dan dengan reaksinya tersebut membuat Matthew mengangguk paham seolah-olah sudah tahu akan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan. Matthew menunduk dan melihat ke arah jemarinya yang saling ia tautkan. “Tak apa jika kau tak merindukanku” ucap Matthew. Lynelle masih memilih diam di sana, hanya menatap kearah Matthew yang masih menunduk dengan perasaan aneh di hatinya. “Kau tahu, aku menunggu tepat di depan rumahmu. Kupikir kau marah atas ucapan Belva tempo hari. Namun sekali lagi ku katakan aku tak akan menikah dengan Belva dengan tujuan apapun dan dengan carapun yang ia gunakan, aku tak akan melakukannya.” Matthew memberi jeda beberapa saat sebelum kembali melanjutkan, “Aku menunggumu, selama kau pergi, aku tetap menunggu. Namun ..” Matthew tak melanjutkan ucapannya, tenggorokannya yang terasa tercekik a
Matthew merasa bahwa hal itu bekerja untuknya. Usai kejadian sore terindah dalam hidupnya beberapa waktu yang lalu, ia dan Lynelle menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Bahkan Matthew beberapa kali menghabiskan waktu di rumah Lynelle. Matthew rasa Lynelle sudah mulai membuka hati untuknya. Malam ini tepat perayan natal di mulai. Matthew dan para dokter juga perawat tengah berbarengan berjalan menuju gereja kecil di desa Edensor. Begitu memasuki gereja, Matthew mulai celingak-celinguk, tak lain dan tak bukan tentunya untuk mencari keberadaan Lynelle. “Ayo duduk.” Ajak dokter Agler. Yang lain mulai beranjak untuk menapatkan tempat yang nyaman, namun Matthew memilih untuk tetap pada posisinya. Mata tajamnya belum menangkap objek utamanya. Ia mengeluarkan ponsel genggamnya dari saku mantelnya dan menghubungi Lynelle di sana. “Halo?”“Ly, aku sudah tiba digereja dan tak melihatmu. Kau di mana?”“Ah, aku baru tiba. Ini baru saja masuk”
2 tahun kemudian...Rutinitas Lynelle kembali bertambah setelah menjadi istri dari seorang dokter dan pembisnis ternama, Matthew Flint, membuat dirinya sedikit lebih repot dari biasanya. Jam kecil di atas nakas masih menunjukkan pukul 5 pagi namun Lynelle harus memaksakan dirinya untuk bangun dan mulai menyibukkan dirinya.Dimulai dengan membereskan rumah, mencuci piring dan pakaian. Begitu jam menunjukkan pukul 6 pagi, Lynelle kembali ke kamar dan membangunkan Matthew untuk bersiap-siap berangkat kerja. Begitu Matthew sudah terbangun, Lynelle kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.Bertepatan saat sarapan sudah selesai, Matthew sudah siap dengan pakaian formalnya dan kembali sibuk dengan ponselnya untuk melihat jadwal hari ini.“Kau akan pulang malam lagi?” tanya Lynelle,“Heum”Heum?Lynelle melihat ke arah Matthew yang masih sibuk dengan ponselnya. “Aku harus menunggumu atau tida
Disinilah Lynelle yang duduk berhadapan dengan Belva yang tengah meneguk cola-nya dengan begitu anggun sedang Matthew tengah memesan makanan untuk dirinya dan Lynelle. Lynelle berusaha mengedalikan ekspresinya namun tak bisa di pungkiri jika sampai detik ini ia masih merasa kesal dengan kehadiran Belva.Cih, perjalanan yang memakan waktu cukup lama apanya? ini tak sampai 30 enit dari apartementku dan lagi, KENAPA HARUS ADA WANITA INI?! Seperti itulah jeritan isi hati Lynelle yang tak bisa ia suarakan.Belva yang tahu jika Lynelle akan memberinya tatapan tajam, bersikap enteng dan tetap memberikan senyum manisnya sekalipun Lynelle tetap tak merubah ekspresinya.“Kenapa kau ada disini?” ucap Lynelle pada akhirnya. Ia sudah tak bisa menahannya dan kalimat itu sudah berada di ujung lidahnya jadi seklaian saja ia keluarkan.Alih-alih langsung menjawab, Belva terlebih dahulu memakan kentang gorengnya dan menyuap 1 gigitan besar burger kedal
Kedua insan itu saling menyalurkan kehangatan melalui dekapan erat mereka dan selimut tebal menutupi tubuh polos mereka tanpa sehelai benang pun. Lynelle mengelus pelan rambut hitam legam milik Matthew yang sudah mulai memanjang. Lynelle terkekeh begitu Matthew mengendus pada dadanya untuk mencari kehangatan.“Kau tidak akan bangun?” tanya Lynelle. Matthew hanya memberikan gumaman tidak sejelas lalu mengeratkan pelukannya.“Matthew, bolehkah aku bertanya?”Tak mendapatkan jawaban apapun dari Matthew, Lynelle kembali melanjutkan pertanyaannya. “Kemarin, saat makan siang dengan ibumu, beliau sempat berkata bahwa dia bukan ibu kandungmu” Lynelle menjilat bibirnya yang kering sembari memainkan rambut Matthew. Matthew sendiri pun masih tak berkomentar apapun membuatnya kembali berbicara, “Boleh aku tahu apa yang terjadi?”“Aku sepertinya belum tahu banyak tentangmu, jadi—““Mau ku cei
Matt_ofLy, dimana?myloveLYsedang di belakang panggungnanti kuhubungi lagi“Wah, sepertinya acara peluncurannya sangat ramai sampai-sampai dia sesibuk itu” ucap Matthew sembari menatap ponselnya dengan chat terakhir dari Lynelle di sana.Ia lalu beralih ke menu kontak dan tanpa ragu mencoba menghubungi seseorang disana.“’Allo”“Halo bu, apakah acaranya sudah mulai?”“Eum sebentar lagi, ibu sedang menuju kesana. Ada apa sayangku?”Matthew mengulum senyumnya sebentar. Tiba-tiba saja ia merasa malu tanpa sebab padahal ia sudah membicaraka soal ini dengan Dwyne jauh-jauh hari.“Bu, ingatkan..”“Ahahaha, tentu saja. Kau seantusias itu?”Matthew mengangguk walaupun ia tahu Dwyne tak bisa melihat gerakannya, “Tentu saja. Ini hal yan
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam dan Belva baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Rumah sakit sudah sepi pada jam seperti ini tentunya namun sebuah langkah sepatu membuat Belva membeku sejenak menatap pintu ruangannya yang tak tertutup menanti dengan was-was siapa yang berkeliaran di area ruangannya pada jam seperti ini.“Wajahmu tegang sekali” ucap seseorang yang berada di ambang pintu sana membuat Belva menghela napasnya yang sedari tadi ia tahan dengan lega.Jujur saja ia sedikit ketakutan karena banyak cerita-cerita mistis yang beredar akhir-akhir ini membuat bulu kuduknya merinding walaupun ia bisa terbilang sering pulang larut.“Ku pikir siapa, ternyata kau” balas Belva sembari sibuk membereskan barang-barangnya lalu menghampiri pria tersebut yang masih beridiri di posisi yang sama.“Kenapa kau masih ke sini?”“Kau bilang akan pulang lebih telat”“Kau benar-benar me
“Ck!”Decihan itu terdengar untuk kesekian kalinya membuat Lynelle akhirnya menyerah dan menatap malas ke arah pria yang sudah menginjak usia kepala 3 di hadapannya. Menampilkan ekpresi cemberut sejak kemarin membuat Lynelle bertanya-tanya apakah pria itu tak lelah memasang ekpresi seperti itu?Bayangkan saja bagaimana lelahnya mengerucutkan bibir selama 2 hari berturut-turut.“Hah!”Lagi, pria itu membuat suara-suara yang di sengaja agar membuat Lynelle peka dan atensi Lynelle tertuju padanya.“Kau tak lelah seperti itu?”“Tak tahu”Jangan lupa dengan balasan yang sama selama 2 hari setiap di ajak berkomunikasi. Lynelle memijat pelipisnya, kelakuan Matthew benar-benar membuatnya pening sejak kejadian dimana ia menggunakan ponsel Carl untuk berkomunikasi sejenak dengan sahabat-sahabatnya sekedar saling berkenalan dan berujung Lynelle mendapat banyak gombalan membuat Matthew merajuk b
“Lynelle..”“Kau tahu. Ia melakukan hal yang fatal sebab tak menerima kenyataan tersebut. Ia menculikku, melukaiku dengan begitu hebatnya sampai rasanya aku ingin mengutuk dunia setiap harinya. Aku ingin mengutuk langit yang terlihat cerah sedangkan aku kesulitan untuk bernapas bebas dalam penjara indah yang ia bangun”“Lynelle maafkan aku. Bukan seperti itu maksudku”“Lalu kau tahu yang paling lucu namun mampu membuatku merasa lebih mati dari sebelumnya saat ia melukaiku? Yaitu saat aku mencoba untuk menerima semua, berdamai dengan semua. Aku kehilangan janinku dan dia membuangku, memulangkanku setelah kejadian itu.” Lynelle memberikan senyum pahit di sela tangisannya, “Bukankah seperti ia sudah tak membutuhkanku lagi?” Matthew menggeleng dengan cepat. Hal itu sudah sangat melenceng, ia tak pernah berpikir untuk seperti itu. Matthew membawa tangan Lynelle pada bibirnya dan mengecupnya berkali-kali. “Jangan berpikir demikian Ly, sedikitpun aku tak pernah ber
Matthew memarkirkan mobilnya tepat di seberang butik Lynelle dan menunggu di sana. Sudah setengah jam berlalu namun ia tak mendapatkan apapun di sana. Sosok Lynelle yang ia nanti menampakkan diri masih tak tertangkap netranya barang sekilas saja.Sepertinya ini sia-sia, pikirnya.Namun Matthew mencoba untuk menunggu lebih lama lagi hingga 1 jam lewat ia habiskan dia sana menunggu Lynelle yang masih tak kunjung nampak pada akhirnya membuatnya menyerah dan dengan sedikit lesu berisap untuk meninggalkan tempatnya.Akan tetapi, baru saja Matthew menyalakan mesin mobilnya, seorang wanita keluar yang Matthew kenal sebagai Lynelle, berjalan sedikit terburu-buru di ujung sana dan hendak menyebrangi jalan. Mengetahui itu, Matthew merasa deg-degan tanpa sebab dan sedikit menunduk untuk bersembunyi begitu Lynelle telah menyebrangi jalan untuk menuju café yang berada tak begitu jauh di tempat Matthew memarkirkan mobilnya.Matthew kembali menunggu cuku
Selagi Lynelle berperang dengan batinnya, Carl beranjak sebentar dan kembali dengan sebucket besar bunga mawar biru yang lalu ia sodorkan kepada Lynelle. Lynelle menerima bunga tersebut dan menatap Carl yang kembali duduk di posisinya.“Selama ini setiap bucket bunga besar yang kau terima itu bukan dariku melainkan dari Matthew”Kali ini tenggorokan Lynelle terasa tercekik tatkala ia berusaha untuk tidak meneteskan airmata lagi. Namun setiap fakta yang Carl ucapkan membuatnya mengalah dan membiarkan tetes demi tetes airmata itu turun membasahi wajahnya yang berekspresi datar.“Mulai dari aku yang mengajakmu ke wahana bermain saat tahun baru, memberimu bucket bunga pertama di hari uang tahumu 2 tahun yang lalu, setahun yang lalu dan sekarang, mengajakmu berkencan setiap hari sabu dan minggu, hadiah natal yang salah satunya merupakan hadiah dari Matthew, bucket bunga untuk butikmu, bahkan butik milikmu sebenarnya saran dari Matthew. Semua itu, di