Tiba saat jam pulang kantor Kavi dan Khalingga keluar dari ruangan.
Kavi mendekati meja sekretarisnya, "Nayyara kamu besok jadi izin?"
Nayyara bangkit dari duduknya,
"jadi Pak, sudah ada janji."
"Emang ga bisa dibatalin?" terlihat senyuman Kavi yang sulit diartikan.
Baru Nayyara ingin menjawab tiba-tiba terdengar suara batuk dari seseorang.
Uhuk-uhuk
Mereka bertiga kompak menoleh kesumber suara batuk.
"Orangnya dateng alamat ngamuk ni, suruh batalin rencana," bisik Kavi pada Nayyara yang masih terdengar oleh semuanya.
"Bro…"
Khalingga mendekati Tama
"Ada si Bro satu ini sekarang?"
Tama mengangkat tangannya mengajak Khalingga tos.
"Makin sukses ya bro sekarang." Khalingga memandang Tama dari bawah sampe atas.
"Ada yang mau gue bahagiain."
Tama tersenyum sambil melirik Nayyara dengan alis yang dia angkat-angkat seolah-olah memberikan kode.
Melihat tingkah Tama, Kavi langsung menyela.
"Di dalam kontrak Nayyara belum boleh menikah selama beberapa tahun kedepan,"
"Peraturan macem apaan tu, gampang tinggal gua culik dan gua jadiin sekretaris gua seumur hidup."
Tama tersenyum lebar ke arah Nayyara.
Khalingga yang tidak mengetahui apa-apa hanya bisa memperhatikan seraya menoleh kearah Kavi dan Tama bergantian, berupaya memahami pembicaraan mereka.
Tama menghampiri Nayyara dan merangkul bahunya, "Sekertaris judes ini calon ibu dari anak-anak gue"
Nayyara yang merasa malu seketika mencubit perut Tama.
"Aduh," Tama mengaduh kesakitan.
Nayyara hanya melirik sinis ke arah Tama dan hanya dibalas dengan cengiran lebar khasnya.
"Ya udah kita pulang yah," seru Tama kepada Kavi dan Khalinga yang langsung dilempar pulpen oleh Kavi.
"Apa-apaan Anda saya undang bukan untuk pamer pacar Anda," gerutu Kavi.
Tama tertawa lebar merespon ucapan Kavi yang menurutnya lucu.
Khalingga mengajak yang lainnya masuk keruangan Kavi. Tinggal Nayyara yang menunggu di mejanya sambil melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
"Kita ngobrolnya di ruangan Kavi aja," ajak Khalingga ke yang lain.
"Tunggu ya, jangan pulang duluan," bisik Tama pada Nayyara.
Naya mengangguk setuju kepada Tama.
Di dalam ruangan Kavi, mereka langsung membahas masalah bisnis. Tama menjelaskan spot-spot mana saja yang bagus untuk membuka cabang perusahaan baik di ibukota maupun sekitarnya atau di luar pulau Jawa. Khalingga berencana mengembangkan bisnisnya di bidang pariwisata dan agrobisnis.
Setelah obrolan bisnis mereka selesai. Mereka pun mengobrol santai, membahas apapun yang bisa mereka bicarakan.
"Kok bisa lo sama sekertarisnya si Kavi?" selidik Khalingga kepada Tama.
"Nyaris gagal bro..." sela Kavi sebelum Tama menjawab. "Gua saksi hidup perjuangan si cecunguk satu ini, penuh darah dan nanah." Kavi menunjuk ke arah Tama. Kavi sangat tahu bagaimana uring-uringannya Tama saat semua jurus-jurus mautnya tidak direspon oleh Nayyara.
"Ga usah lemes!" Tama mendorong Kavi dengan tubuhnya ke arah samping.
"Hahaha, dulu tu Nayyara sekretarisnya Om Pranoto. Sering ketemu juga sama ni anak, ga tau gimana ceritanya ni anak tiba-tiba udah ngejar-ngejar si Nayyara."
Kavi bercerita panjang lebar sambil menunjuk-nunjuk Tama dengan kacamata.
Kali ini Tama yang berggantian bercerita, "Saingan berat-berat bro... yang susah bukan bersaing sama lawan. Bikin dia welcome ke kita tu yang susah banget."
Tama menggeleng-geleng kepala mengingat masa lalu yang penuh perjuangan.
Tama menyandarkan punggungnya ke sofa, "Udah pacaran aja masih dingin banget kaya batu es, jaga jarak banget pokoknya."
Tama melihat kelangit- langit seolah ada bayangan Nayyara di sana.
"Ga kaya cewe-cewe lu yang dulu ya bro." Khalingga menertawakan kebucinan Tama.
Tama bangun dari sandarannya,"Belom ngerasain aja lu. Gua sumpahin lebih parah, baru tau rasa."
Tama menunjuk Khalingga dengan mengayun telunjuknya naik-turun ke arah Khalingga.
Tama berdiri dan berpamitan kepada Khalingga dan Kavi karena merasa tidak enak kepada bidadarinya sudah menunggu lama.
"Udah ah gua mau balik kasian bidadari nungguin dari tadi."
Kavi geli mendengar ucapan Tama, ia langsung mengusir Tama.
"Pergi sono, mau muntah gua liat lu bucin."
Kavi mengayunkan tangannya seolah mengusir Tama.
Tama hanya tersenyum lebar dengan perkataan Kavi, sedangkan Khalingga hanya menggeleng-geleng heran. Pria tanpa hati seperti Arya Narotama bisa mencintai wanita dengan tulus sepenuh hati. Khalingga mulai tertarik untuk mencari informasi tentang wanita yang sudah mengubah sahabatnya.
Tama keluar dari ruangan Kavi dan berjalan ke arah Nayyara.
"Maaf ya lama, yuk pulang."
Nayyara berdiri, "Yuk."
Mereka berjalan bersama menuju lift. Di dalam lift Tama menggeser-geser langkahnya ke arah Nayyara hingga ke pojok.
Nayyara menengadah dan menatap mata Tama menantang. "Kamu tu ngapain si?"
Tama pun menatapan Nayyara dan menikmati pahatan indah di wajah Nayyara.
"Sebentar aja seperti ini."
Nayyara merasa panas menjalar di wajahnya namun ia tetap menuruti keinginan Tama padahal dadanya sudah berdegup sangat cepat.
Tama lalu berbisik ke telinga Nayyara,
"Suara jantung kamu kedengeran tuh. Grogi ya ditatap cowok ganteng." tama tertawa mengejek Nayyara.
Nayyara langsung tersipu malu ternyata Tama mengetahui kegugupannya. Ia pun reflek mencubit pinggang Tama dengan sangat keras.
"Aduh."
Tama meringis kesakitan sambil mengelus-ngelus pinggang.
Triiing…
Tanda pintu lift terbuka. Nayyara keluar mendahului Tama.
"Neng tunggu abangmu yang tampan ini."
Tama menarik tangan Nayyara tapi Ia menolak.
"Kalo masih ngambek nanti aku gendong ni."
Akhirnya Nayyara menurut dan menerima perlakukan Tama yang menggenggam tangannya. Padahal dia sangat tidak nyaman akan tatapan karyawan lain.
Tama menggenggam tangan Nayyara sampai parkiran dan berhenti di sebuah mobil sedan mewah milik Tama.
Kali ini tama Membawa mobil sedan Genesis, mobil mewah asal korea yang ia gunakan untuk mobilitasnya selama bekerja.
Tama merasa kalo perutnya sedang berunjuk rasa menuntut diberikan asupan makanan. Ia pun mengajak Nayyara untuk makan terlebih dahulu lalu pulang. Nayyara menyetujui ajakan Tama untuk makan terlebih dahulu.
"Makan yuk, yang deket-deket sini aja," jawab Tama dengan pandangan fokus ke ke jalan.
Nayyara mengangkut setuju.
Tama membelokan mobilnya memasuki menara dari sebuah bank terkemuka di Indonesia. Ia memarkir mobilnya di tempat strategis, menurut pemikiranya yang dekat lift itu adalah strategis karena tidak perlu jalan terlalu jauh.
Tama keluar dari mobil dan sedikit berlari membukakan pintu untuk Nayyara.
Tama menggenggam tangan Nayyara dan meletakan di lengannya, "yuk."
Nayyara hanya bisa mengikuti kemauan Tama.
BERSAMBUNG
.
.
.
.
.
Hayo hayo kira-kira mereka makan di mana ada rekomendasi nggak buat Bang Narotama sama Nayyara. Oh ya ada salam nih buat readers dari bang Narotama ditunggu LIKE, KOMEN jangan lupa LOVE sama BINTANG 5.
Makasih ya udah mau baca dan mampir. Lov lov sekebon dan kecup basah buat kalian semua dari remahan rempeyek basi Yang udah melepes hahaha... garing ya kabur
Happy reading
Mereka lalu masuk ke dalam lift menuju lantai 56. Sesampainya di lantai yang dimaksud, mereka disambut oleh resepsionis lalu mempersilahkan mereka masuk dengan mudah. Sedangkan ada beberapa pengunjung yang tidak diperbolehkan masuk karena pakaian mereka tidak sesuai standar aturan.Pasalnya untuk wanita tidak boleh mengunakan sendal biasa dan pria tidak boleh mengunakan kaos saja."Kita duduk di luar aja."Ajak Tama sambil mengedarkan pandangan mencari tempat yang kosong. Karena ini hari kerja jadi masih ada beberapa meja kosong.
Sepanjang perjalanan menuju bandara, Tama terus tersenyum bahagia, seperti anak kecil mendapatkan mainan kesukaannya. Sedangkan Nayyara hanya menahan malu karena kejadian tadi masih berputar-putar di kepalanya.Tama masih fokus mengendarai mobil, lalu melirik Nayyara, "Kamu cepet belajar yah?" tanya Tama dengan senyum lebar nan bahagia.Nayyara makin tersipu malu, mendengar Tama membahas kejadian tadi. "Apaan sih?!" Nayyara menjawab yang disertai pukulan ke bahu Tama.Bukanya merasa sakit Tama malah tertawa "Hahaha".Sedangkan Nayyara cemberut dan menata
Sepanjang perjalanan, Nayyara bersikap seolah tak terjadi apa-apa padanya, ia masih bisa tersenyum dan tertawa."Kamu jangan berpikir yang macem-macem ya..." Suara Tama lirih, lalu meraih tangan Nayyara dengan satu tangannya dan satu tangannya lagi memegang stir."Menurut kamu, apa mungkin aku ga memikirkannya?" Suara Nayyara terdengar datar sambil menatap lurus kedepan.Tama menepikan mobilnya lalu menatap Nayyara."Itu bukan masalah yang besar," dengan suara lembut Tama menenangk
Mereka menuju Kota Bunga menggunakan minibus, dengan formasi Nayyara duduk di depan bersama driver, sedangkan di kursi belakang diisi Mike dan Kavi. Sesekali Kavi menanyakan masalah pekerjaan, tapi lebih sering Mike yang mengajak Nayyara berbicara."Nay, kamu serius sama Tama?" Kata-kata Mike bagaikan tombak yang dilemparkan ke dadanya.Sepersekian detik Mike menangkap wajah murung Nayyara dengan matanya.Nayyara terdiam sambil sedikit meremas udara di tangannya. Menarik nafas panjang dan menghempaskannya
Mike dan Kavi melanjutkan perjalanan mereka untuk berlibur. Sedangkan pekerjaannya dialihkan kepada Khalingga yang didampingi oleh Nayyara.Khalingga sudah menghubungi Nayyara untuk bertemu di lokasi pada sore nanti. Ia ingin memastikan suasana bukit pada malam hari.Nayyara yang sudah di lokasi lebih dulu, memilih duduk di sebuah batu besar yang berada di bawah pohon yang sangat rindang dan teduh.Ia menatap lurus kedepan menikmati lukisan alam yang menakjubkan jajaran perbukitan yang didominasi warna hijau dari tumbuhan dan pepohonan, terselip juga pemukiman-pemukiman yang memberikan kesan tersendiri, serta hembusan angin yang mampu mengibas-ngiba
Hari ini Nayyara dan Khalingga masih harus memastikan satu hal. Yaitu kompetitor di sekitar bukit setidaknya walaupun tempat baru tapi harus memiliki daya tarik tersendiri dari tempat lain.Sebelum berangkat, Nayyara menyempatkan diri untuk berolahraga pagi menikmati udara yang sejuk di Kota Bunga. Nayyara sedikit berlari-lari kecil setelah keluar hotel.Ketika ia menoleh ke kiri, ia menangkap sosok pria bertubuh atletis yang sangat mencolok dari lainnya. Ya, pemilik tubuh itu sudah tidak asing bagi Nayyara. Dia adalah Khalingga.Terlihat Khalingga sedang berbicara kepada penjual makanan yang juga tinggal di sekitar lokasi tersebut.
Tama sangat senang melihat sang pemilik hatinya sudah berada di hadapannya. Ia kemudian meraih tangan mungil Nayyara seraya membawanya untuk menuju restoran yang berada di dalam hotel."Makan dulu, yuk..." ajak tama kepada wanita yang sedang ia genggam tangannya."Nanti aja, Bang. Kita kan harus mengantar orang tua Abang ke bandara."Nayyara ingat bahwa hari ini orang tua tama akan kembali ke kampung halaman."Kemarin Abang salah info," cengir Tama mengingat kesalahanya.
Nayyara berjalan menuju ruangan Kavi dengan beberapa map berada di pelukan. Ia mengetuk pintu, kemudian masuk ke dalam setelah Kavi memberi izin."Ini laporan hari ini, Pak." Nayyara meletakan map ke atas meja dan menyodorkan kepada Kavi."Letakan di sana!" Kavi menunjuk tumpukan map yang berada di meja."Kamu sudah memikirkan siapa yang akan menjadi sekretaris Khalingga?" Kavi memutar kursi dan menghadap Nayyara."Saya bermaksud merekomendasikan Yuni dan Galuh, saya juga akan menghubungi bagian HRD mungkin mereka memiliki kandidat dari divisi lain."
Karena keadaan Nayyara masih sangat kacau membuat Khalingga terus merasa kuatir. Ia memerintahkan Galuh untuk mengantar Nayyara ke klinik gedung untuk mendapatkan perawatan dan beristirahat.Ingin rasanya Khalingga yang membopong dan mengantar Nayyara sendiri ke klinik. Beruntung akal sehatnya masih berfungsi, pasti akan membuat seisi gedung menjadi gempar kalau ia melakukan hal itu."Yuk, Nay," ajak Galuh seraya memapah Nayyara.Nayyara patuh, melangkah perlahan. Sesampainya di klinik ia merebahkan tubuhnya di atas bangsal, dibantu Galuh dan dokter yang bertugas.Dengan telaten dokter itu memeriksa Nayyara menggunakan stetoskopnya.Kemudian tensi darah dan suhu badan Nayyara pun di cek oleh perawat yang bertugas."Semuanya bagus kok. Mungkin mbak Nay hanya kecapean, butuh istirahat saja." Dokter itu mengalungkan stetoskop di leher."Saya kasih vitamin aja yah."Nayyara mengangguk mendengar penuturan dokter."Mari mbak, kita pindah ke ruang perawatan," ajak perawat kepada Nayyara yang
Mata Nayyara mengerjap beberapa kali untuk beradaptasi dengan cahaya setelah tidur nyenyaknya semalaman.Ia sempat meregangkan tubuh sebelum menyadari bahwa ponselnya mati. Sebab ia lupa mengisi daya karena tertidur saat melakukan panggilan dengan Khalingga."Astaga." Nayyara menepuk dahinya. Menyadari kebodohannya yang tertidur saat melakukan panggilan."Hah!!!" Nayyara lebih terkejut lagi melihat jam analog di atas nakas."Ya ampun, telat." Tangannya langsung menyibak selimut, segera bangun dan meluncur ke kamar mandi.Dengan tergesah-gesah ia membersihkan diri dan berpakaian seadanya. Ia langsung menyambar tas sebelum berlari menuruni anak tangga."Pelan-pelan, Nay." Bu Ani yang merasa kuatir memperingati Nayyara. "Makan dulu."Nayyara hampir telat, tapi perutnya terasa lapar. Ia Memutuskan sarapan terlebih dulu. Sebab ia tidak pernah melewatkan sarapan di rumah. Tapi entah kenapa setelah sampai kantor, perutnya sudah minta diisi lagi. Lalu bagaimana kalau sama sekali tak sarapan
Hari ini terasa sangat menakjubkan menurut Khalingga. Tanpa sengaja ia bertemu dengan Nayyara. Lebih hebatnya lagi penampilan Nayyara yang sangat menyenangkan.Wajah polos, rambut basah dan jubah mandi, perpaduan yang sangat-sangat sedap untuk dinikmati.Khalingga mengingat kembali apa saja yang sudah ia lakukan pada Nayyara. Bibirnya mengulum senyum. Mungkin sikapnya secara terang-terangan menunjukan ia sedang mengejar Nayyara.Apa wanita itu bisa merasakannya?Perasaannya pun bertambah bahagia, dengan respon Nayyara yang tidak menolak sama sekali dengan perhatiannya.***Sejak Nayyara merasa ada yang berubah dari Khalingga. Ia merasa canggung dan berusaha menghindar.Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat ia gelisah. Bagaimana tidak. Saat Khalingga membelai tangan dan menyuapinya pizza, hatinya malah merasa senang."Hufft!!!" desahnya tak habis pikir. Sementara tangannya menyendokan bubur yang ia beli untuk sarapan."Kamu kenapa, Nay?" tanya Yuni yang baru saja masuk ke ruang
Entah sudah berapa potong baju yang Mike pilihkan untuk Nayyara pakai, tapi semuanya ia tolak. "Pendek banget.""Nggak muat.""Sempit."Semua penolakan Nayyara membuat Mike berdecak kesal. "Ya udah kamu pulang pake itu aja!"Nayyara mendesah bingung. "Padahal kamu yang bikin bajuku basah."Mike mendesis sebal, "Jangan sok imut." Sementara tangannya meraih baju pilihan terakhir dan memberikannya pada Nayyara, "Nih dress rajut, melar dan di aku kepanjangan"Nayyara menyahut dress berwarna Navy dari tangan Mike, memantaskan pada tubuhnya. "Itu yang terakhir," sergah Mike yang melihat gelagat Nayyara yang kurang puas terhadap dressnya.Nayyara hanya bisa mendesah pasrah, ia langsung membawa dress itu ke kamar mandi untuk ia kenakan."Ya ampun." Mike terkejut, "Kamu kaya iklan obat pelangsing, Nay."Nayyara berjalan cepat ke arah cermin, memandang pantulan dirinya. "Ish, aku kaya orang saltum (salah kostum). Nayyara berputar di cermin menilai diri sendiri."Orang cantik mah, bebas," Mi
Usai menyantap bakso Nayyara bermaksud untuk mencuci piring."Nggak usah Nay, tar bibi aja yang bersihin," cegah MikeNayyara hendak menolak tidak enak dengan asisten rumah tangga Mike, tapi sahabatnya itu sangat mengenali sifatnya."Katanya mau cerita, yuk." Mike langsung menarik tangan Nayyara, mengajaknya menuju belakang rumah.Mike duduk di salah satu saung yang menghadap kolam renang terdapat juga taman kecil yang menghiasi sepanjang tepian.Sedangkan Nayyara duduk di tepi kolam membelakangi saung, membiarkan setengah dari kaki jenjangnya basah terendam di dalam air.Mengayunkan kaki di dalam air mampu membuat Nayyara merasa lebih tenang.Mike menghampiri Nayyara dan duduk disebelahnya. Ikut mengayunkan kaki bermain dengan air. Menunggu Nayyara siap untuk bercerita.Benar saja, tak butuh waktu lama Nayyara langsung membuka suara."Kemarin abang ke kantor." Suara Nayyara terdengar datar tapi dengan wajah yang murung.Mike menggeser duduknya mendekat pada Nayyara."Aku…." Suara Nay
Berbekal informasi yang sangat minim Khalingga dibantu dengan Kavi terus berusaha mencari keberadaan Roni. Sulit memang tapi Khalingga tak akan patah semangat sampai tujuannya terpenuhi.Begitu pun dengan Nayyara berat memang terus bekerja di sekitar Khalingga. Rasa malu sudah pasti yang Nayyara rasakan. Bagaimana tidak, bekerja di bawah seorang atasan yang sudah melihat ia seutuhnya, benar-benar harus membuat Nayyara berusaha menjadi seorang yang tebal muka. Mungkin untuk sebagian karyawan lain itu sudah biasa atau malah menjadi batu loncatan untuk mendapatkan kedudukan lebih tinggi. Tapi tidak untuk Nayyara, hal semacam itu sangat rendah menurutnya."Nay," panggil Galuh. Tangan dan mata Galuh masih fokus pada komputer didepannya."Emm," saut Nayyara tanpa menghentikan aktivitasnya mengecek jadwal Khalingga pada gadget di tangan."Kamu ada masalah kah sama Tama?" Galuh menghentikan pekerjaannya sejenak lalu menoleh ke arah Nayyara.Nayyara terpaku mendengar pertanyaan temannya itu.
Hari ini Nayyara memulai kembali aktivitasnya di kantor. Dua hari sudah ia tak ada kabar seolah menghilang tanpa jejak membuat teman-temanya kuatir.Membuat Nayyara di berondong pertanyaan dari Galuh, Melody dan yang lainnya."Kemarin tiba-tiba saja, aku drop." Begitu alasan yang Nayyara berikan.Tetap saja Melody tidak terima dengan alasan Nayyara. "Memangnya sulit memberi kabar?" omelnya pada Nayyara, "Kan kita bisa jenguk." ucapan Melody tak jelas karena mulut yang masih terisi penuh."Rencananya kita bakal ke rumah kamu hari ini Nay, kalo kamu belum masuk dan memberi kabar juga." Yuni berbicara sambil menunjuk-nunjuk Nayyara dengan sendok."Em...betul," saut Diana menyetujui.Nayyara menatap mereka satu persatu membuat hatinya menghangat. Yah memang seperti ini lebih baik tetap jalani kehidupan seperti sebelumnya."Iya ih, kamu jahat banget. Aku kerja sendirian, mau telpon kamu buat tanya-tanya kerjaan pun nggak bisa." Galuh memotong bakso dengan kasar seolah bakso lah yang bersal
Sepulangnya Khalingga, Nayyara menuju kamar. Merebahkan diri di tempat ternyamannya. Sudah dua hari ia tidak berangkat kerja dan tak memberikan kabar apapun kepada Galuh dan yang lainnya. Ia tak sempat untuk sekedar melihat pesan apalagi memberikan kabar.Masalahnya terlalu rumit, bahkan butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengurai semuanya. Perjalanan masih jauh untuk mencapai kata selesai. Yah Nayyara lebih memilih kata selesai dibandingkan dengan bahagia. Bahagia, seolah kata yang mustahil iya capai. Bayang-bayang kelam yang sempat memudar, ternyata kembali lagi dengan cara yang lebih menakutkan.Nayyara memejamkan mata sembari sesekali menarik nafas dalam-dalam berusaha mengosongkan pikiran mencari ketentraman walau sejenak.SatuDuaTigaBayangan seorang wanita paruh baya muncul dalam benaknya. Wanita yang memiliki kemiripan garis wajah dengan kekasihnya. Dimana wanita itu menatap Nayyara lekat dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Memorinya seakan mengulang kembali
Mike menatap wajah suaminya yang terlelap. Kata-kata Kavi terus saja berputar di otaknya."Aku ingin memiliki bayi." Begitu yang Kavi bisikan di telinga Mike, di tengah-tengah panasnya permainan mereka tadi malam.Bukankah setiap pasangan yang sudah menikah pasti ingin memiliki keturunan. Namun tidak untuk Mike ia masih sangat ragu bahkan takut akan hal itu.Sudahlah kalau memang sudah saatnya, pasti hatinya sangat yakin dan ingin mendapatkan keturunan. Namun, untuk saat ini tetaplah seperti ini.***Khalingga sudah berpikir semalam menyusun rencana untuk menangkap pria yang sudah menjebaknya. Jadi pagi ini ia memutuskan untuk menemui Nayyara dan menyampaikan semua rencana sederhana yang sudah ia siapkan.Kemudian ia bergegas menyalakan mesin mobil dan melesat menuju rumah Nayyara. Sesampainya dirumah Nayyara, Khalingga di sambut oleh Bu Ani."Pak Khalingga?! Silahkan masuk," ajak Bu Ani seraya membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan Khalingga masuk."Silahkan duduk, Pak." "Panggil