Part 20. Rombongan Mama (POV Harris) Kalau ditanya apakah aku bahagia saat ini, jelas aku sangat bahagia karena berhasil membawa Helena pulang dan tinggal bersamaku. Tetapi aku pasti sudah menyusahkannya, karena membuat dia terusir dari kontrakan dengan cara direndahkan seperti itu. Sementara di tempat kerja, aku belum tahu apa yang terjadi setelah beberapa karyawan melihat kami berpelukan. Aku belum ingin mengetahuinya. Bagiku itu tidak penting. Biar saja. Namun aku tidak tahu, apakah bagi Helena itu mengganggu atau tidak. Aku membuka-buka website butik terkenal di kota Jakarta. Memilih beberapa pakaian wanita. Meskipun aku laki-laki, aku paham fashion wanita yang kekinian. Aku juga membeli beberapa baju harian untuk Helena, tanpa melibatkannya. Biarlah Helena istirahat, aku saja yang memilih pakaian ini, toh aku juga yang akan memandangnya saat dia berpakaian nanti. Tidak lupa kupesan juga pakaian dalam untuknya dari toko yang berbeda. Awalnya mereka menolak untuk packing malam ini
PART 21. Rengkuhan Dosa"Kamu menyembunyikan siapa di lantai atas?" Tanya Mama. Yaa Tuhan, adakah yang bisa kusembunyikan dari Mama? Bagaimana Mama bisa tahu aku menyembunyikan Helena di kamarku? Kenapa Mama selalu saja tahu?"Ma?" Suaraku bergetar._________________________Aku langsung berlari ke kamarku begitu mobil yang mereka kendarai keluar dari gerbang. Sesampainya di kamar, aku terkejut mendapati Helena sedang menungging di atas kasur dengan pipi tergeletak tak berdaya. Tatapannya kosong. "Helena apa yang terjadi?" Kudorong tubuhnya hingga berguling. "Mereka sudah pergi, apakah kamu baik-baik saja?"Helena masih bergeming. Dari matanya dua bulir bening menggelinding jatuh."Helena." Aku bingung. Wanita itu bangkit, kemudian duduk tegak. Tangan kirinya ia letakkan di kedua lututnya. Wajahnya tampak kuyu dan penuh kebencian."Biarkan dia pergi." Ucapnya lirih, tetapi air matanya semakin deras mengalir. "Dia jahat sekali.""Arsen?" Tanyaku hati-hati. Helena mengangguk. Aku mende
PART 22. Rencana Harun Dan Putri(POV Author)Senin yang cerah. Tiga orang sedang sarapan di restoran tidak jauh dari H&H Mall. Mereka adalah, Harun, Dimas, dan Putri. Mereka sedang berdiskusi sesuatu yang penting. Setidaknya menurut Harun."Ini demi masa depan kita semua,” kata Harun.Putri Ayuningtyas, satu-satunya wanita di antara mereka, sesekali menyesap mocca susu hangat di depannya, lalu memutar-mutar cangkirnya di meja dengan gerakan pelan dan elegan. Matanya mengawang, sesekali menyipit dengan sinis. Seperti menyimpan dendam dan luka."Aku tidak boleh kalah, Mas." Ucapnya geram."Tenang saja, kamu akan dapatkan apa yang kamu inginkan." Sahut Harun.Harun tahu sekali, sepupunya itu sedang tidak enak hati. Sedangkan Dimas, hanya sesekali saja melirik kelakuan kedua saudaranya itu. Hubungan kekerabatan mereka termasuk dekat. Usia Harun dan Dimas tertaut tidak terlalu jauh. Hanya tiga bulanan saja. Tahun ini mereka sudah 39 tahun. Sedangkan Putri, baru berusia 27 tahun. Seusia He
PART 23. Jadilah Investor (POV Author)Helena sedang melayani customer yang bertanya rekomendasi kulkas. Helena menunjukkan berbagai pilihan harga dan spesifikasi."Yang ini sebelasan juta, Kak." Helena menunjuk kulkas terbaru dari merk tertentu. Lebih canggih dari kulkasnya ibu mertua yang pernah dibelikan Harris. Kulkas yang seperti punya Mama mertuanya itu harganya sudah turun menjadi Sembilan juta sekian. Helena sudah tidak tertarik."Baik, Kak. Makasih ya, biar kami lihat-lihat dulu." Kata customer sambil meninggalkannya."Baik, Kak." Helena meraih ponselnya, berniat memeriksa karena dia mendengar suara message pribadi."Helena." Sebuah suara memanggilnya. Helena mengurungkan niat mengecek ponsel."Oh Pak Harun. Iya Pak?" Helena menunduk hormat."Bagus ya, jam kerja berani mainan hape." Ucap Harun mengintimidasi."Maaf, Pak." Sahut Helena sopan, "saya hanya mau mengecek sebentar.""Ikut saya!" Ucap Harun. Helena mengikuti. Mereka masuk ke ruangan khusus. Ruangan yang dua tahun
Part 24. Kedatangan Mantan (POV Harris) Aku sudah berjanji dalam diriku sendiri, tidak akan membiarkan Helena mengalami kesulitan lagi dalam menjalani hidupnya. Aku akan berjuang semampuku untuk terus membahagiakannya. Sebab itulah aku menambahkan lima ratus juta lagi ke dalam rekeningnya, agar dia bisa menjadi salah satu investor di H&H Grop. Dengan begitu, Harun dan Putri tidak akan bisa berbuat macam-macam kepadanya. Mereka tidak akan bisa mengusiknya lagi. Helena akan memiliki power, sehingga tidak akan mudah ditindas lag Sebenarnya aku bisa saja langsung mengangkat Helena menjadi asisten pribadiku, tetapi aku tidak mau melakukan hal itu. Karena aku khawatir mereka, orang-orang yang berada di bawah sana, justru akan semakin mencibirnya. Menuduhnya memanfaatkan koneksi. Aku tidak mau itu dialami oleh Helena, di saat aku, sedang ingin fokus kepada kebahagiaan kami. Masih ada hal penting lainnya yang harus kami lakukan, untuk menuju kebahagiaan yang sempurna antara aku dan dia. Aku
Part 25. Bertemu Mantan KembaliAku tidak bisa mengabaikan begitu saja ucapan Pak Dimas yang memberiku peringatan agar berhati-hati. Kalimat itu terus-menerus mengusikku. Aku menangkap, ucapan itu seolah aku memiliki musuh yang berniat mencelakaiku Tapi siapa, mengapa? Aku merasa tidak pernah mengganggu orang selama ini. Justru akulah pihak yang selalu diganggu. Terutama oleh seseorang bernama Harris Mustofa, keluarganya dan para bawahannya.Apakah kali ini Putri Ayuningtyas? Kenapa dia? Apa salahku? Tuhan, ijinkan aku hidup tanpa bernusuhan dengan siapa pun.Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ini sudah ke sekian kalinya. Dalam hati aku menggerutu kesal. Siapa sih yang menelepon terus-terusan? Masak iya tidak tahu ini jam kerjaku? Sangat mengganggu!Tidak jauh di depanku, seorang wanita sedang melihat-lihat kompor kaca bermotif teratai. Dia bolak-balik dari satu kompor ke kompor lainnya. Meneliti. Dia pasti menimbang-nimbang mana yang lebih murah dan dengan spesifikasi yang lebih bagus. Ti
PART 26. Penolakan Cerai"Bagaimana surat dan tanda tangannya?" Tanya Dimas pada seseorang di seberang telepon."Aman, Pak. Semua sudah beres, saya bisa antarkan kepada Anda.""Tolong segera.""Siap Pak."***Arsen menyetir mobilnya dengan sangat emosi. Ella berkali-kali mengingatkan dengan sabar. Itu adalah hari di mana mereka berdamai setelah tiga hari sebelumnya bersitegang saling menuntut. Lalu saling diam. Hari ini suasana hati Arsen membaik. Sehingga mau mengajak anak istrinya untuk jalan-jalan di mall. Mereka tidak menyangka kalau itu justru membawa mereka ke permasalahan berikutnya.."Jadi ini tujuanmu?" Tuduh Arsen."Mas, kita bicara di rumah saja." Sahut Ella."Jawab!" Bentak Arsen."Kamu kalau mau mati, mati sendiri aja Mas, jangan ajak kami!" Ella tidak terima. Ikut teriak. Dia lupa kalau sedang memangku bayi berusia 7 bulanan di pangkuannya."Aaak, aak, papapapa." Bayi itu kaget dan langsung menangis setengah mengoceh."Maaf, Sayang, Mama bukan membentakmu. Maaf ya?" Ella
PART 26. Pelukan Mesra(POV 3 Author)Harris cukup lama berdiam diri di belakang setir mobilnya. Perasaannya canggung untuk melanjutkan pulang. Tetapi itu perintah Mama. Dia harus mematuhinya. Perintah berbeda dengan permintaan. Harris sedikit bisa menerka apa yang akan terjadi. Mama pasti ingin peroleh keterangan langsung mengenai segala yang terjadi di antara mereka bertiga. Harris, Helena dan Arsen.Harris mendesah berat. Sudah lima belas menit dia berada di sana, namun masih enggan menjalankan mobilnya. Harris memasang earphonenya ke telinga. Tangannya memijit tombol di ponselnya."Dimas, tolong jaga Helena untukku. Pastikan dia aman bersamamu." Dengan berat hati Harris menyerahkan Helena kepada pengawalnya. Padahal di relung hatinya yang paling dalam, Harris sama sekali tidak ingin beranjak dari sisi Helena. Wanita itu membutuhkan dirinya. Tetapi Harris harus patuh pada perintah ibunya."Tenang Boss, Helena aman bersamaku." Ucapan Dimas sangat meyakinkan. Harris pun menjalankan m
PART 40. Kekalahan Putri meraung, memprotes, kenapa ayahnya begitu tega mengotori cintanya yang tulus terhadap Harris. Dia hampir mendapatkan bossnya itu, setelah sekian panjang perjalanan yang penuh emosi dan kesabaran. Harris hampir saja menikahinya jika tidak karena ayahnya yang meminta syarat macam-macam. Dua ratus juta bagi Harris sangat ringan dan tidak akan menjadi masalah. Putri bisa mendapatkan lebih dari itu jika sudah menjadi istri Harris. Terbayang bagaimana dia dan Harun terus-menerus mengupayakan untuk menaklukkan hati Harris, selama dua tahun lebih, lamanya. Dan ketika semuanya sudah di ambang keberhasilan, justru ayahnya sendiri yang menghancurkan mimpinya dengan permintaan yang rendahan. Harga diri Putri sangat terluka. "Maafkan ayahmu, Putri. Dia tidak tahu." Kata ibunya seraya mengusap-usap rambut putrinya yang sedang bersandar di bahunya sambil menangis perih. Pagi itu, Harris langsung yang menghubungi Putri, memintanya bertemu di salah satu restoran favoritnya
PART 39. Menjadi Nyonya HarrisHelena mengerjap. Melawan silau dari lampu ruangan. Mencoba mengingat, apa yang terjadi."Kamu sudah sadar, Nyonya Harris?" Suara yang terasa begitu lekat dengan ingatannya terdengar tidak jauh darinya. Nyonya Harris, Siapakah?“Di mana aku?” gumamnya lirih.“Kamu ada di rumah sakit, Sayang. Kamu pingsan di hari pernikahan kita.” “Pernikahan kita?” Helena mengernyitkan keningnya, beberapa kali mengerjap dan berusaha keras menerna keadaan.“Saya terima nikahnya Helena Anastasya Binti Rahardi..” Oh… Helena mendesah. Ucapan Harris saat ijab qabul kembali terngiang. Kedua matanya mulai bisa menyesuaikan.“Mmm,” Pria di depannya mengangguk dengan wajah berbinar bahagia, "pernikahan kita, Sayang.""Siapa kamu?" Tanya Helena pelan, dan hampir tak terdengar. Ditatapnya sayu pria yang tengah membelai rambut, dan memeluk tubuhnya itu."Helena? Apa yang terjadi? Ada apa denganmu?" Pria itu gugup, jantungnya berdebar. Lalu dengan cepat dia memijit tombol cemas."Do
PART 38. Pernikahan HarrisTiga puluh menit perjalanan, kami sampai di sebuah gedung yang dipenuhi bunga warna putih di mana-mana. Mas Harris menarik tanganku masuk ke salah satu gedung yang tampak rapi dan bersih. Seorang wanita setengah baya langsung menyambutnya dengan ramah."Rias dia semaksimal mungkin." Mas Harris menyerahkanku kepada wanita tersebut. Wanita itu menatapnya dengan pandangan yang tak kumengerti."Jangan khawatir, secantik apa pun wanita yang hadir di gedung ini, tidak akan pernah ada yang dapat mengalihkan hatiku dari pengantin wanitaku." ucap Mas Harris, seraya melirikku angkuh.Aku kembali memejamkankedua mata. Akan ada berapa banyak lagi rasa sakit yang akan kuterima darinya? Harus kah dia berkata seperti itu di depanku? Yaa Tuhan, ini salahku. Mengapa aku masih mau ikut dia ke sini, hanya untuk dilecehkan seperti ini? Apa lagi yang bisa kuharapkan? Sekali lagi, aku membiarkan air mataku mengalir ke pipi."Lalu bagaimana dengan bajunya, Pak?" Tanya wanita itu.
PART 37. Ajakan TerakhirTiga hari aku di rumah Ibu di Bekasi. Selama itu pula aku lebih banyak di dalam kamar. Jika keluar, aku sudah pastikan, wajahku tertutup kosmetik secara sempurna, untuk menutupi bengap di mata akibat terlalu banyak menangis. Tiga hari begitu cepat, itu artinya empat hari lagi pernikahan Mas Harris akan terjadi. Ah, nyeri sekali membayangkan itu."Kamu ambil libur berapa hari, Na, kok masih di rumah?" Tanya Mama ketika aku baru keluar dari kamar siang ini."Ini mau berangkat, Ma." Sahutku. Walau aku belum tahu mau ke mana, tetapi aku tidak mau keluargaku tahu jika aku sudah keluar dari perusahaan, aku tetap harus berpura-pura berangkat kerja."Sana makan dulu." Kata Ibu."Iya, Ma." Aku berjalan ke meja makan. Ibu mengikutiku, membuka penutup makanan dan mengambilkan piring. Ibu selalu begitu, meskipun aku berusaha mencegah, Ibu tetap melakukannya. Ibu ikut duduk di kursi seberang meja."Kamu nggak ingin cerita apa-apa gitu, Na, sama Mama?" Tanya Mama. Aku menat
Part 36. Upaya MonicaPutri baru keluar dari rumahnya, ketika seorang wanita dewasa dengan penampilan rapi dan elegan muncul di depannya, serta menghalangi langkahnya.“Siapa ya?” sapa Putri.“Mau ke kantor?” balas wanita itu kalem. Putri hanya manatapnya penuh selidik.“Kenalkan, namaku Monica, kita berangkat bersama?” Wanita itu menawarkan, seraya mengulurkan tangannya. “Saya tidak bepergian dengan orang asing.” Balas Putri angkuh, tanpa menerima uluran tangan Monica.“Saya bisa pastikan, sebentar lagi saya bukan lagi orang asing, karena kita berada di perusahaan yang sama,” terang Monica. Sekali lagi, Putri menatapnya penasaran.“Tidak perlu khawatir, kita memang belum pernah bertemu, karena aku baru kemarin datang dari Singapura dan langsung ke kantor Mas Harris.”Mas Harris? Siapa wanita ini, dan mengapa memanggilnya dengan sebutan Mas? Putri semakin penasaran sekaligus curiga.“Saya mengetahui semua data karyawan di Harmoni. Maksudku, H&H Group. Dan kulihat kamu yang paling dek
Part 35. Mantan Yang KembaliSejenak kita tinggalkan Harris, Helena, dan Putri. Kita berpindah ke sebuah gedung mewah di salah satu bilangan elite Kota Jakarta Selatan.Monica menatap hampa halaman gedung yang dipenuhi rumput Jepang berwarna hijau. Sesekali ia mendesah berat. Hatinya sungguh tercabik setiap kali menatap kartu undangan yang tergeletak di samping secangkir cappuccino di atas meja. Ia sungguh tidak percaya, jika Harris yang ia perkirakan bakal mencari, mengejar dan memohon cintanya kembali, ternyata justru menyebar undangan pernikahan, dengan seorang gadis muda bernama Putri Ayuningtyas. Tidak, Monica tidak boleh membiarkan pernikahan mereka terjadi."Maaf membuatmu lama menunggu," seorang pria enam puluhan tahun muncul tidak jauh darinya."Apa kabar, Paman?" Sapa Monica datar."Apa yang membuatmu kembali ke sini, Keponakanku?" Pria yang dipanggil paman balik bertanya. Sekali lagi Monica mendesah. Matanya menatap hampa selembar kartu undangan yang tadi. Pria di depannya
(POV Harris)"Kenapa Anda tiba-tiba ingin bertemu dengan Putri, Pak?" Dimas tampak cemas dengan keputusanku."Aku tidak bisa terus begini, Dimas. Helena sepertinya memang bukan takdirku." Sebenarnya sakit mengatakan itu, tetapi aku harus menunjukkan bahwa aku bukan seorang pria yang bisa dikendalikan oleh cinta. Aku tidak mau peroleh predikat bucin. Walau kenyataannya aku memang sangat mencintai Helena, dan tubuhku juga hanya bisa menerima Helena saat ini. Aku lebih baik mengambil keputusan menikahi wanita yang jelas-jelas mencintai dan mengejarku, dari pada menunggu Helena yang hatinya tetap milik Arsen."Dia bahkan akan membunuhku." Gumamku kesal."Apakah Anda sudah memikirkan dengan reaksi tubuh Anda nantinya?" Tanya Dimas. "Anda harus mengkonsumsi obat yang merusak jantung dan kepala, seumur hidup Anda.""Tak apa. Aku sudah tua juga. Mungkin takdirku memang seperti ini." Terdengar konyol dan pasrah bukan? Ya, aku memang tidak berdaya saat ini."Pak, saya mohon jangan lakukan itu."
PART 33. Fakta Tentang HarrisAku terbangun ketika jam di kamar Mas Harris sudah berada di angka 08:55. Mas Harris sendiri sudah tidak ada di sampingku. Aku terkejut. Apakah Mas Harris benar-benar mengunciku? Mataku nanar menatap pintu. Segera kusingkap selimut, aku berlari ke pintu dan membukanya dengan kasar. Seketika tubuhku terjerembab ke belakang.Gustiii… aku begitu ketakutan. Padahal Mas Harris tidak mengunci pintunya.Mas Harris muncul di ambang pintu dengan masih mengenakan handuk kimononya. Tangan kirinya sedang menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil berwarna putih. Alisnya terangkat sebelah menyaksikanku duduk di lantai."Kamu kenapa?" Tanyanya, mengulurkan tangan membantuku bangun. Benarkah dia sudah tidak marah? Aku membatin."Terima kasih." Kataku. Mas Harris tidak menanggapi. Aku melangkah keluar kamar.Di kamarku, aku menatap wajah di cermin. "Setelah ini kamu mau ke mana lagi, Helena? Mau berbuat apa?" Pertanyaan itu muncul di benakku. Aku mendesah berat.
PART 32. Memilih DiaAku menangis sepanjang perjalananku menuju rumah Amell. Sedih pada nasibku sendiri, kenapa aku harus mengalami kejadian seperti ini lagi? Faiz meneleponku, tetapi aku mengabaikannya. Pria itu selalu mencariku jika aku tidak kelihatan di tempat kerja. Dia selalu menunjukkan perhatian dan kekhawatirannya jika aku tidak muncul.Dulu aku pekerja yang sangat baik. Aku hampir tidak pernah libur sebelum kedatangan Mas Harris. Pak Harun tidak pernah memerhatikanku. Tidak mengenalku dan tidak pernah peduli. Tetapi semua berubah sejak pertemuanku kembali dengan Mas Harris. Aku jadi sering libur tanpa berkabar karena bersamanya. Bahkan sering meninggalkan lapangan di tengah-tengah kewajiban yang belum tuntas. Salah satunya beberapa waktu lalu, saat Arsen tiba-tiba muncul di depanku.Aku menarik napas panjang. Menyandarkan kepala di jok taksi. Kupejamkan mataku untuk menetralisir luka yang mengoyak. Kuabaikan juga saat ada panggilan masuk dari Mbak Mia. Namun saat panggilan d