Fathan melepas menantu dan besannya pergi. Dia kini memeluk Fatima lalu memilih menunaikan dua rakaat sunah agar lebih tenang.Keluarga Jaedy pun tiba kembali di kediaman mereka. Yara langsung menyiapkan barang-barang penting untuk di packing Jazli ke dalam ranselnya. Aryan serta Andini yang baru saja tiba di kediaman Jaedy pun dibuat heboh dan bertanya-tanya pada Andaru. Menantu Jamila itu lantas menceritakan tentang kehebohan ini."Dadar, siapa dia? cakep amat!" bisik Andini ketika melihat Jazli sedang melepas jas yang menutupi sebagian jubahnya di ruang keluarga. "Jazli Saheel, hafidz eh beliau nyebutnya Hamilul Qur'an, ngapa lu liatinnya gitu?" jawab Andaru, saat duduk disamping Andini."Dah punya gebetan belum?" tanya Andini, tak melepas pandangan mengikuti setiap gerak-gerik Jazli."Telat, 20 menit yang lalu baru nikah sama anak Yai," balas Andaru berbisik. "Lagian gue nggak bakal restuin lu meski dia jomblo, kagak ada ceritanya adik naik jabatan jadi kakak ... Ara masih pantes
"Geser dan topang pelan-pelan agar tidak ambruk lagi," titah relawan saat menyingkirkan bebatuan yang menghalangi pandangan ke dalam reruntuhan, dibantu tentara kemanusiaan.Perlahan-lahan tubuh para staf itu lebih jelas terlihat, beberapa anak-anak, juga manula satu per satu di keluarkan dari bunker.Rupanya lima orang petugas ACT, Dian dan pengungsi lokal menemukan bunker di dalam bangunan tempat mereka berlindung. Tapi, karena kehabisan sumber air dan makanan, para korban ditemukan dengan kondisi lemas."Alhamdulilah, Ning ... Alhamdulillah," ucap salah satu fasilitator ACT yang mengajak putri Yai tersebut, saat melihat Fakhira Dian masih bernapas meski sangat lemah.Kondisi Dian terbilang cukup parah. Dia pingsan, mendapat luka di tulang selangka, bila dilihat dari noda darah pada hijab dan kaki kirinya cedera. Dehidrasi akut, demam, saturasi napas yang pendek akibat menghirup debu tebal, dan kekurangan pasokan oksigen menjadi ancaman serius bagi keselamatan Dian.Putri Fathan itu
"Yasmin!" seru Miran. Dia menepuk pipi Faiqa dan menyangga kepala gadis itu. Sembari menangis dia berucap, "Ya Allah, aku saksinya bahwa Ning Faiqa Yasmin adalah orang baik lagi salihah. Mudahkanlah urusan kami dan perkenankan beliau sehat paripurna hingga pulang ke tanah air," lirih sang sahabat. Miran belum tidur saat Yasmin memanjatkan doa dalam perjalanan ke kota ini kemarin. Dia bersandar di bahu sang Ning dan tak sengaja mendengar untaian kalimat ikhlas yang dipanjatkan pada ilahi Robbi. Teman salihahnya itu seakan sedang bergelut dengan kegundahan hati.'Ya Allah berikan aku seseorang yang mengingatkanku pada-Mu ... mengangkat imanku dan menggenggam tanganku menuju jannah-Mu.' "Jangan drop, Yasmin. Aku punya tanggung jawab mengembalikanmu ke abi Fathan dalam kondisi sehat. Terlepas masalah apa yang menghadang, kamu harus kuat," lirih Miran, seraya menempelkan kepala di pelipis Yasmin.Dia juga terkejut ketika memegang lengan kanan Yasmin, gamisnya basah oleh rembesan darah. M
"Gus!" Dua lelaki itu menoleh ke sumber suara. Namun, Jazli tak mengenal sosok wanita di hadapan. "Ada apa, Ran?" katanya."Itu, Ning." Napasnya tersenggal karena mengejar sang pria."Kenapa dia?" "Ning? Ning siapa?" tanya Jazli, menatap tajam ke arah sang wanita. Gadis berhijab hitam itu bingung, antara menjawab ketua komunitas lebih dulu atau pria asing yang berdiri di hadapannya."Tolong, Mbak. Ning siapa?" desak Jazli lagi, maju selangkah demi menekankan maksudnya. Namun, gadis itu malah semakin diam dan menghindar."Sebenarnya akhi ini siapa?" ujar si pria, menengahi mereka.Wafa menahan lengan Jazli ketika akan menyahuti pertanyaan dari pria yang berdiri disampingnya. "Jawab saja dulu," balas sang pengawal."Maaf, identitas beliau dirahasiakan," kata sang ketua. Dia mulai berlari kecil seraya menepuk lengan anggotanya. "Ayo!" Jazli ikut menyusul di sisa tenaga, dia yakin bahwa sosok tersebut adalah istrinya. 'Ya Robb, 'arid an atahad biizaujati.' Dada kakak kandung Yara be
"Beik," jawab Fathan, menoleh ke sampingnya. Salah satu staf ACT menyerahkan segepok dokumen penting yang akan mengantar Dian keluar Gaza menuju rumah sakit terdekat. Pria itu juga menyeret satu koper milik Fakhira Dian ke hadapan Fathan. Tak lupa, menyodorkan surat pengambilalihan perwalian serta penyerahan barang pribadi untuk ditandatangani oleh sang Yai."Sudah bisa jalan?" tanya Fathan memastikan.Anggukan tegas diterimanya. Fathan menarik napas panjang lalu meminta Fikri untuk menyiapkan keberangkatan mereka keluar Gaza. Terbayang sudah, rentetan pemeriksaan sepanjang jalan. Untung pihak ACT sigap melakukan persiapan baginya. Dian masih setengah sadar, bisa mendengar suara-suara di sekitar tapi tak mampu mencerna dengan baik apa yang terjadi padanya. Dia hanya merasakan sakit hebat menjalari setiap sendi tubuh."Enghh!" rintih Fakhira Dian, menghembus napas panas dari bibirnya."Abi di sini, Sayang. Abi sama Dian," ucap Fathan kembali menenangkan dengan mengusap punggung tan
'Ya Robb, inikah maksud kepasrahan itu? ... ketika aku mencintaiMu maka Engkau akan meniadakan mahluk dari hatiku, sehingga yang tersisa hanyalah Tuhanku.''Dan karena aku mencintaiMu, Engkau membuka jejak tabir pada segala hal yang aku cinta?''Tiada yang mampu meniti jalan cintaMu bila bukan atas kehendak Tuhanku. Dan sebagai tanda Engkau memilihku, karena aku pun memutuskan pasrah padaMu.'"Ya zaujati. Kok diem? mau denger, nggak?" tanya Jazli lagi. Dia masih berdiri dengan sabar menunggu Faiqa membuka selimutnya.Faiqa senyam senyum di balik tabir sambil menggigiti ujung bibirnya karena tengah menahan debaran di dada. Dia juga memejamkan mata sambil mengulas senyum lebar karena Jazli memanggil dengan sebutan istriku.'Ya Allah, baru disebut gitu doang udah megap-megap gini. Gimana kalau liat dia saban hari, denger suaranya dari melek sampe merem lagi ... aaaaaaaa,' sorak Faiqa dalam hati."Ning!" ucap Jazli, terpaksa memegang ujung selimut lalu mencoba menyingkapnya."Beik." Faiqa
Aryan menentukan pilihan saat masih di ruang tunggu Bandara. Dia lalu meminta Yono menghubungi kontak person booking kereta by online.Rombongan Garvi akhirnya kembali ke Jakarta mengunakan kereta istimewa yang langsung Andaru sewa dari stasiun Semarang. Sebelumnya Yono menawarkan type luxury sleeper, tapi ditolak Andaru sebab kuatir Yara tetap tidak merasa nyaman bila satu gerbong dengan penumpang lain. 130 juta langsung digelontorkan Andaru untuk menyewa moda transportasi tersebut.Pihak KA bahkan memberi fasilitas jemput dari Bandara. Mereka juga bebas berangkat kapanpun, transit di stasiun manapun, kulineran sejenak di sekitar stasiun atau membeli oleh-oleh dari kota yang dilewati, sebab type istimewa ini memiliki gerbong pembangkit mandiri. "Ra, mau bobok atau nonton?" tanya Andaru kala istrinya telah berbaring di kabin gerbong kereta. Dia bersiap menyalakan tv panel yang menempel di dinding."Makan," jawab Yara sambil berbaring miring di mini bed kapsul."Makan apa? nanti mamp
Yara langsung menarik selimut setelah dari kamar mandi. Dia tahu ada yang tak beres dengan tubuhnya. Sementara Andaru sibuk menjelaskan pada Jamila tentang kondisi sang istri juga niatan menggelar resepsi.Dia sengaja menghindari Andaru dan semua penghuni rumah sebab mereka terus membujuk agar Yara memeriksakan diri ke dokter.Nyonya Garvi ingin pulang menghadiri syukuran pernikahan Jazli dan enggan membuat suaminya cemas atas diagnosa yang bakal keluar setelah cek up nanti.Besok adalah acara puncak GC Corp yang akan dihadiri oleh beberapa perusahaan rekanan serta petinggi negeri. Yara tak mau membebani pikiran Andaru dan Aryan sehingga fokus mereka pecah.Lewat tengah malam, Yara terbangun. Dia memindahkan lengan Andaru dari pinggangnya dan mengendap turun dari ranjang menuju kamar mandi "Bismillahirrahmanirrahim," gumamnya saat akan masuk ke kamar mandi dengan membawa sebuah benda.Satu menit berlalu, Yara memandang datar benda ditangannya. Dia lalu membuang bungkusnya ke tempat s
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas