Andaru keluar ruangan dan langsung menyalami Lani yang menanti mereka di meja asistennya. Yara menyusul dan menyatakan rasa terima kasih untuk sang terapis sebab hatinya saat ini menjadi lebih ringan."Dikit lagi," kata Lani, menepuk jemari mereka yang masih saling bertaut ketika bersalaman. "Tapi kayaknya tersisa bagian Tuan Garvi saja," imbuhnya melihat ke arah Andaru."Maksudnya, Dok?" dia melihat bergantian ke arah Lani dan suaminya.Yara bingung dengan maksud dokter di hadapannya. Ingin bertanya tapi enggan karena melihat ekspresi sumringah Andaru."In sya Allah, bakalan sukses," kekeh Andaru sambil menggamit pinggang Yara dan pamit dari sana.Keduanya berjalan bersisian tapi Yara menepis tangan Andaru yang menempel di tubuhnya. Dia melangkah lebih dulu.Kali ini, sang pria ingin lebih lunak dengan aturannya. Dia berniat mengajak Yara pergi ke suatu tempat. Lengan nyonya muda Garvi ditarik Andaru menuju mobilnya.Yara celingukan, sambil menepuk tangan suaminya. "Pak, mau kemana?"
Andaru masuk ke kamar jelang azan subuh. Dia kira istrinya belum bangun tapi ternyata Yara sudah duduk di atas sajadah memegang mushaf.Biasanya mereka beribadah masing-masing meski dalam satu ruang. Namun, pagi ini Andaru mendekat, menghampar sajadah miliknya di depan Yara yang masih mengaji.Wanita itu diam, membiarkan dirinya menjadi imam pagi ini. Dua rakaat wajib yang mereka kukuhkan, kala beribadah bersama untuk pertama kalinya itu ditutup doa panjang dari Andaru.'Aamiin, aamiin.' Sang pria belum berani menyodorkan tangannya ke arah Yara. Dia langsung berdiri dan kembali keluar kamar tanpa sepatah katapun.Yara hanya mengikuti alur bagaimana cara Andaru memperlakukannya. Tapi, dia akui pesona si pria dewasa perlahan bersemayam meski tebias dalam bayang. Dia pun ikut bangun, membereskan perlengkapan ibadah sebab akan menuju ke tempat acara.Ketukan di pintu sejenak mengalihkan perhatian Yara yang sedang menata make up ke dalam tasnya."Nyonya!" Suara Dedeh memanggil Yara."Ya!
Jelang dini hari, Andaru terjaga. Tidurnya sangat pulas setelah melepas hajat tadi. Perjuangan membuat Yara nyaman dan tetap menjaga kontak mata lumayan menguras tenaga sang mantan duda.Bibir pria tampan tak surut mengulas senyum, karena melihat wanitanya terlelap dalam pelukan untuk kali pertama dalam enam pekan pernikahan mereka. Dia menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Yara, lalu menghujaninya dengan kecupan."Ternyata aku yang pertama bagimu, Ra." Andaru merasa bangga. Dia lantas merunut beberapa pengakuan Yara juga catatannya. "Anton mungkin belum menemukan timing tepat untuk melakukannya. Alhamdulillah." Sang CEO mengusap bahu istrinya yang terbuka, lalu menarik selimut hingga menutupi keduanya. "Yang kamu maksud sebagai obat itu apa?" lirih Andaru, menghela napas sembari menempelkan dagunya ke dahi Yara.Beberapa menit berlalu, Andaru masih mencoba berpikir, menyambungkan beberapa dugaan dan fakta. Mulai foto, video yang digunakan untuk mengancam Yara dan Aba."Asta
"Napa?" tanya Fay, disela kunyahan salad hingga menimbulkan suara berdecak. Tatapannya masih tajam menelisik Yara.Gadis ayu pun jadi serba kikuk, tak berani menatap balik manik mata sipit dibalik kacamata minus itu. Dia hanya mengeluarkan suara gumaman. "Ehmm, ehmmm." Faysa Faradiba meletakkan garpu, sedikit menghentak ke atas meja. "Ngomong yang bener!" kata Fay, mencondongkan wajah hingga membuat Yara terkejut dan memundurkan tubuhnya. "Kayak pidato pejabat keilangan script ... ehmm ... ehmm." Yara terkekeh. "Kenapa jadi galakan lu, sih." Istri rahasia Andaru itu memilih bangun dan pergi dari mejanya. Dia tidak menghabiskan menu yang dipesan akibat mood makan mendadak hilang.Pikiran Yara terdistraksi oleh isi pesan dari sang manager. Dia bukan takut pada reaksi sekitar, melainkan tanggapan Fay. Sahabat semata wayangnya itu semoga mau mendengarkan penjelasan lebih dulu tanpa ikut menghakimi."Lu utang pengakuan dosa sama gue!" Fay mensejajari langkah Yara yang lebih dulu meningga
Fay mengangkat telapak tangan kiri ke samping -atas, isyarat agar Yara berhenti bertanya. Dia tengah sibuk dengan rasa panas dan pedas yang menjalari setiap rongga mulut hingga bibirnya."Kelakuan, sok kuat pedes padahal bocil!" ejek Yara, terkekeh menyenggol lengan kiri Fay yang bertengger di meja sedang menopang wajah nan bersimbah keringat."Diam, ah!" decak Fay. Bibirnya menganga megap-megap bagai mulut ikan koi kekurangan oksigen.Sambil menunggu sahabatnya usai bertempur dengan rasa gerah. Yara mengetik pesan di grup chat Yaraobun. Dia akan meluncurkan promo baru untuk awal bulan nanti.Sebuah strategi penjualan, bakal memisahkan orderan grosir dan eceran serta take away antre di tempat. Sistem PO H-1 untuk kulakan, line khusus ecer, juga relaunching kemasan vacuum siap seduh untuk pelanggan yang akan keluar kota.Dia ingin fokus pekan ini, stay di ruko guna mewujudkan semua itu. Usulannya disambut baik para karyawan, mereka juga meminta tenaga bantuan satu orang lagi sebagai OB
Stefan melihat Fay yang gelagapan, pun menyaksikan Yara diam di sana beberapa detik. Tapi ketika dirinya mengikuti arah pandang kedua gadis, tidak tampak satupun sosok di sumbernya.Wanita ayu yang sempat tertegun itu langsung duduk di tempat semula. Yara mengangkat gelas kopinya, menghidu dalam aroma Robusta dan Arabika dalam espresso machiatto iced miliknya lalu mencecap pelan penuh penghayatan. "Nggak ada lawan, emang juara espresso shotnya." Yara memuji kualitas racikan khas Barista cafe-cafe milik Stefan, dengan menyatukan telunjuk dan jempolnya ke udara."Kalian kenapa tadi?" tanya Stefan, mengabaikan pujian Yara. Dia melihat bergantian ke arah dua gadis.Fay mengangkat-turunkan bahunya, dia malah melempar pandangan ke Yara yang masih menikmati kopinya. "Au, nggak jelas siapa," ucapnya, seraya bersandar pada punggung sofa."Aneh nih berdua," kekeh Stefan, dia lalu menyodorkan tablet miliknya pada Yara. "Ra, konsep open stage at satnight for Steffren member, oke nggak?" tanya sa
Yara membungkuk, mengambil satu lembar kertas yang menutup kakinya. Barisan kata yang perlahan dia eja dalam hati akhirnya berujung pada sebuah rasa penasaran.Dia mengambil satu kertas yang lainnya. Lagi, hingga beberapa lembar. Pandangan mata Yara beralih bergantian dari benda di tangan dan Andaru."Paham?!" tegas sang pria, menatap penuh sindiran.Putri Jaedy diam, urung menarik knob pintu lalu membereskan kekacauan di lantai, memunguti kertas satu per satu. Dia membawa tumpukan lembaran itu ke sofa, duduk di sana, dan membaca semua isi kertas hingga tuntas.Emosi Andaru pun ikut mereda. Dia mengekori istrinya menuju sofa dan menunggu reaksi susulan Yara.Wanita cantik itu merapikan semua kertas ke dalam map tanpa bicara apapun. Dia lalu menyodorkan ke hadapan suaminya. "Terima kasih." Tatap Yara pada wajah tampan di depannya. Dia menghela napas dan sejenak menunduk sebelum melanjutkan bicara. "Tapi, ini semua kesalahan dan aku ingin memperbaikinya," tutur Yara pelan.Dahi Andaru m
"Den Mas, mau makan malam dimana? kamar atau ruang makan?" tanya seorang wanita paruh baya yang mengenakan kebaya dan jarik, berdiri di ambang pintu.Melihat kepulan asap pekat, dia lalu masuk ke dalam, menyalakan penyedot asap rokok yang memenuhi ruangan."Ngapunten, Den Mas," ucapnya sembari mendekat ke majikan mudanya membawa sebuah benda. "Tekan remote ini, biar hawane sejuk, nggih," jelas wanita bertubuh tambun, menunjuk tombol warna merah di remote exhaust.Pria yang termenung di sisi ranjang itu menoleh, meletakkan benda di tangannya pada permukaan kasur. "Di ruang makan aja, Mbok," ujarnya, mengukir senyum. "Iya, maaf aku lupa," imbuhnya saat melihat asisten rumah tangga ayahnya menunjukkan sesuatu.Rasa asing menyergap sanubari, meski dirinya telah tinggal di sini hampir dua pekan. Banyak hal yang berubah di rumah ini. Bukan hanya dari segi interior klasik ornamen Jawa nan megah, tapi juga ditunjang fasilitas mewah dan canggih sesuai perkembangan teknologi terkini.Wajah tamp
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas