Beranda / Romansa / PERTAMA UNTUK NAIMA / Chapt 137. Sebatang Kara

Share

Chapt 137. Sebatang Kara

Penulis: Rezquila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Setiap kisah yang telah berakhir pasti akan menjadi kenangan, suka dan duka yang telah dilalui bersama akan tetap abadi di palung hati. Memasukkan setiap kepingan memori bersama almarhum orang tua dan mendiang kakaknya ke dalam box plastik besar yang sengaja Naima beli selepas mengurus jual beli rumahnya ke petugas PPATK di kecamatan tadi.

Uang hasil penjualan rumah juga sudah masuk ke rekening seluruhnya, Naima berencana mengambil cash untuk memberi bulek dan paklek besok. Ia ingin egois, tapi setelah berziarah ke makam keluarganya tadi pagi, hatinya tak mengizinkan. Walau bagaimanapun mereka sudah turut berjuang sampai Naima lulus sekolah. Tidak banyak, tapi mereka tetap berjasa.

Barang-barang yang penting akan Naima bawa, besok ia akan mengunjungi rumah baru yang sudah ia incar. Memang jauh dari kota kelahirannya sekarang, tapi Naima sudah membulatkan tekad. Akan meninggalkan semua kenangan buruk, ia sanggup dan mampu hidup sendiri. Ia meminta waktu seminggu untuk mengosongkan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 138. Tetap Waras

    Entah apa sebutannya, kearogansian Albe tentu melukai Naima, sahabatnya menjadi tumbal karena keegoisannya. Tapi seharusnya tidak perlu sampai memecat Tiara, wanita hamil itu masih tergugu di pelukan Tiara. Tiara jadi merasa bersalah, sudah mengatakan ihwal kedatangannya yang tiba-tiba. Padahal ia sudah mengatakan tidak akan menyusul perempuan hamil itu ke Semarang. Ia sudah berjanji akan memantau keadaan di Jakarta. Tadinya, Tiara berencana menjemput saat Naima sudah benar-benar bisa menuntaskan kegalauan dan juga kesedihannya. Ia pikir sahabatnya hanya akan beristirahat, dan menyelesaikan permasalahan rumah warisan dari mendiang orang tua Naima. Tidak menyangka jika ternyata, niatan wanita itu lebih gila dari sekedar melamar seorang pria untuk menikahinya dulu. Menjual rumah warisan, berniat kabur dan tak akan memberitahukan keberadaannya setelah pindah dari Semarang. Sungguh Tiara saja tidak pernah berpikir seperti yang sedang Naima lakukan dan sisanya sudah wanita rapuh ini niat

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 139. Kepiluan Hati

    Pagi itu setelah menyelesaikan pengepakan barang-barang yang Naima anggap penting. Mereka segera ke kantor Bank, ia ingin segera menyelesaikan pembayaran rumah di Magelang. Memilih lokasi yang dekat dengan komplek sekolah, karena ia berniat membuka warung untuk menyambung hidup. Tak mungkin mengharapkan suaminya, mengelus perut yang sudah mulai menyembul, mencari kekuatan untuk hatinya yang masih merindukan Albe. "Ra, nanti ke tempat bulek dulu ya, habis itu baru kita ke rental Anugerah. Aku udah mesen mobil sekalian supir di sana. Kita Nanti ke rumah barunya biar gak usah capek-capek." Mereka ada di parkir kantor Bank, Naima mengenakan helm segera. Mereka harus bergegas, tak enak mendiami rumah yang sudah terjual. Tiara hanya mengangguk, tersenyum miris dalam hati. Seharusnya Naima tak berkeras hati ingin membesarkan buah hatiny

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 140. Egois

    Kesedihan masih bisa ia tampung, sebanyak apapun yang sudah menghampiri. Ia tetap kuat berdiri, masih akan tetap bisa bertahan. Pun dengan kerinduan, tanpa ia katakan, tanpa ia tuliskan dan ungkapkan. Rindu itu tetap membelenggu, bertahta dengan pongahnya, menancap dengan begitu kuat. Hanya rasa yang menyakitkan, membuatnya sesak dan engap. Wanita itu memang terlihat biasa saja, tak nampak hancur, walau jujur ia lebur. Remasan di jarinya menjadi bentuk penguatan untuk hati yang nyaris mati. Dari dalam mobil ini, ia seperti berlari, ingin pergi. Tapi nyatanya ia tak kemana-mana. Masih tersesat pada rasa yang sama. Rindu. “Aku kangen, Ra.” Pipinya bagai seluncuran bagi bulir-bulir bening dari kelenjar airmata. Cicitan suara yang nyaris hanya seperti bisikan tapi masih terdengar jelas, pada jarak yang hanya beberapa centi. "Mau nelpon? Pake private number aja, setidaknya bisa ngobatin rindu lo, suami lo juga lega kalo lo baik-baik aja. Ringankan beban dia,

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 141. Ruang Rindu

    “Naima!” Panggilan itu memang sederhana, tapi bagi sang empunya merasa tergores lebih dalam. Ia belum ingin bertemu dengan orang itu. Tidak sekarang, besok ataupun lusa. Kebaikannya memang mengantarkan Naima pada sang pemilik cinta. Namun, ketidak dewasaan sikap lelaki itu menghanguskan semua. Pekerjaan, kebahagiaan bahkan masa depan dia dan anaknya. Dengan otomatis Naima memegang perut dan berdiri tegak. Sikap defensifnya sudah menunjukkan kewaspadaan. “Bapak ngapain ke sini? Dan, dari mana bapak tahu alamat saya?” Naima berpegangan pada pagar, Tiara hanya bisa melihat tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia semakin tak mengerti dengan alur masalah yang terjadi. “Maafin saya, Nai! Saya benar-benar gak ada maksud buat bikin semua menjadi seperti ini. Saya hanya ingin melindungi kamu, saya tau bagaimana Albe. Kita sudah lama hidup bareng,” tutur Jaka mencoba mendekat. Terlihat sorot kesedihan di sana, “Kalian bersahabat, Pak. Sahabat tidak seperti ini. Saya tidak pernah memberikan harapan pa

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 142. Jejak

    Ketukan dari pintu pagar membuat Naima yang sedang melipat mukena terjengit. Jam di dinding ruang tamu masih menunjukkan pukul tiga dini hari, Tiara masih enggan beranjak dari kasur lipat di ruang tengah, mereka memang tidur di sana malam tadi. “Kira-kira siapa Nai? Kok horor banget sih jam segini ada yang mainin pager,” tanya Tiara, merapatkan selimut dan mengeratkan pelukan pada guling. Melarikan diri memang tidak enak, semuanya serba terburu-buru. Demi menghindari Jaka, mereka meminta Pak Samijo untuk pindah lebih cepat. Harusnya mereka akan pindah hari minggu, tapi urung. Takut Jaka datang lagi. Beberapa hari menurut Jaka itu tidak bisa di prediksi. Setelah menyelesaikan beberapa dokumen dengan pak RT juga tanda tangan Akta Jual Beli, Naima memutuskan segera pindah. Subuh adalah waktu yang tepat menurutnya, di samping tetangga belum beraktivitas. Orang juga tak akan kepo dan bertanya-tanya. Tapi mereka melupakan kesepakatan itu dengan Pak Samijo, membuat keduanya ketakutan. “A

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 143. Rumah Untuk Kembali

    Rumah adalah tujuan hatinya untuk pulang, juga tempat ia akan memberikan kenyamanan juga kebahagiaan. Dan ia sedang menuju kesana, rumah baru, untuk ia, sang buah hati dan juga sahabat. Mereka akan memulai kehidupan baru, menyongsong mimpi dan masa depan bersama. Itulah cita-citanya. "Akhirnya selesai!" Naima merebahkan badan pada ranjang besar di kamar utama yang baru saja ia pasang sprei dan bed cover baru. Kedua tangannya yang terentang mengelus permukaan sprei yang dingin, dengan gerakan naik turun, rasanya memang beda dengan yang ada di rumah suaminya? Apakah ia masih menjadi istri Albe? Naima menatap langit-langit kamar yang berwarna putih, kilasan kebersamaan mereka seperti sorotan proyektor. Rasa lelah tiba-tiba menghampiri, matanya kian redup, sebentar lagi pasti akan terlelap, untuk saat ini hanya bisa membayangkan raja hatinya itu mendekap dengan erat dan membisikkan kata cinta seperti dulu. "Nai, mau makan apa?" Tiara membuka pintu berwarna putih d

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 144. Seberkas Cahaya

    Rindu yang tersemat laksana jarum yang terpatri membuat berdarah-darah pada hati yang tertancap, ia bagai kesumat pada kewarasan. Menggila dan meleburkan sukacita pada jiwa, baru tadi asa itu menyala. Namun sekarang padam tak bernyawa. Dengan brutal dan teriakan putus asa Albe meninju tembok di ruang tamu mantan tempat tinggal Naima. Membuat semua mata terpana, Viran berlari memeluk perut kokoh itu, menarik dengan sekuat tenaga dan menghempaskan ke sofa. “Lo jangan gila di sini! Jangan bikin keributan!” geram Viran dengan pelototan dan gemeretakan pada gerahamnya. Siapa saja pasti akan merasakan yang Albe rasakan, kekhawatiran, kerinduan juga keputusasaan. Bahkan setelah kesakitan istrinya, ia belum sempat memanjakan, perlindungan yang dulu ia tawarkan tak ia berikan. Tentu ia merasa gagal. “Jadi, Pak Dirman tidak tahu? Kemana Naima pergi tadi subuh?” tanya Jaka memecah kesunyian yang semakin mencekam. Pak Dirman terlihat tenang, berbeda dengan Pak Subagjo, Camat itu terlihat gelisa

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 145. Kangen

    “Gila lo, Babon!” Umpatan Viran menjadi suara pemecah ketegangan di dalam mobil keluaran Amerika itu. Mobil yang terlihat seperti mobil tentara tersebut melaju dengan ugal-ugalan di jalan pegunungan dari Semarang menuju Magelang. “Gue belom kawin, kampret! Bisa pelan gak, sih!!” Seruan lelaki blasteran Pakistan itu hanya dianggap angin lalu oleh Albe. Viran tak akan setakut itu jika yang mereka lewati adalah jalan toll. Saat ini mereka melewati jalan provinsi yang cukup lebar, tapi motor, bus bahkan truk besar pengangkut kayu dan pasir sebagai lawan mereka. Albe tak mempedulikan suara dan teriakan sumbang Viran, yang ada dipikirannya sekarang adalah menuju titik yang tertera di map. Jantungnya seperti akan meledak, membuncah oleh satu keinginan. Naima ... Naima ... Naima dan Naima. Mereka sudah memasuki kota saat ini. Banyak motor yang menghalangi mobilnya membuat Albe menggeram marah, mereka sudah melewati tiga lampu merah dalam jarak yang belum terlalu jauh. “S

Bab terbaru

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 206. AKHIR BAHAGIA

    Suasana ballroom sebuah hotel berbintang di tengah kota Manhattan terlihat riuh dan penuh canda tawa. Sosok perempuan bergaun biru langit dengan model sederhana berbahan brokat, namun tetap tampak elegan dan membuat wanita dengan perut membuncit itu terlihat semakin menawan. Ia terlihat bahagia, wajahnya memancarkan rona merah muda. Senyumnya yang sampai ke ujung mata tak meninggalkan bibir merahnya. Naima dan Albe menjadi laksana Cinderella dan Prince Charming di dunia nyata. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju singgasana sederhana di ujung sana. Di depan mereka Colby Jr. berjalan layaknya pangeran dengan suite kebanggan. Tepuk tangan tamu undangan yang sebagian besar adalah kawan Eleanor dan Albert yang menempati sisi kiri. Juga teman-teman Albe hanya ada puluhan sepertinya, berada di barisan sebelah kanan. “Yang, banyak sekali tamunya,” bisik Naima. Ia tentu gugup walau terlihat bahagia. “Rileks, Baby. Anggap saja mereka bukan apa-apa,” ucap Albe tak kalah pelan, meng

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 205. Berdamai Dengan Masa Lalu

    Naima mengekori Albe saat lelaki itu mengunjungi sebuah gedung pusat rehabilitasi, sudah 4 hari berlalu sejak pembicaraan singkat mereka. Alberico sudah menjelaskan pada Naima bagaimana kondisi Chloe. Depresi dan narkoba yang sudah meresahkan. Kesenyapan dan wajah sendu Colby saat sendiri adalah bentuk kesedihannya. Chloe sangat menyayangi anak kecil itu, tapi waktunya tersita saat pengaruh obat menguasai tubuh. Meninggalkan Colby dalam kesunyian, sementara Nanny Smith tak bisa 24 jam bersama. Setiap hari, Naima dan Albe mengajak Colby bertamasya dan melakukan banyak kegiatan yang dapat mengurangi rasa sedih dan kesepian anak berumur 6 tahun itu. Saat menanyakan keberadaan sang ibu, Naima mengatakan Chloe sedang sakit dan harus di rawat. Colby Jr. yanga bosan dengan rumah sakit memilih berdiam diri di rumah. Jadwal bermain dengan dokter masih beberapa hari lagi, ia tak mau datang ke tempat yang tidak menyenangkan itu. Maka, di sinilah mereka berdua. Tanpa Colby Jr. Mereka berada

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 204. Ikhlas

    Mobil Pria bernama Pete itu segera melaju dengan kencang. Colby berlari dan memeluk wanita berkulit hitam yang Naima asumsikan adalah Nanny Smith-nya. “Nanny, ada apa dengan Mom? Kenapa dia selalu seperti itu?” tanya Colby dengan air mata yang membanjiri pipinya. “Oh Boy, Mommy hanya kecapean saja. Ayo aku gendong, kau perlu tidur.” Wanita itu mengangkat Colby kedalam gendongannya. Lalu berpaling pada Naima dan tersenyum. “Hai, Aku Nanny Smith kamu kekasihnya Rico?” Nanny Smith mengulurakn tangannya. Naima menyambut uluran tangan itu dan meralat, “aku istrinya.” “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Ayo kita masuk, kita akan ngobrol nanti setelah laki-laki kuat ini tidur siang. Naima mengangguk, ia juga butuh merebahkan diri. Saat masuk ke dalam rumah, Naima menyempatkan melihat Granny di kamarnya, wanita itu sedang tidur dan tak terganggu dengan keributan yang terjadi tadi. Naima memilih ke beranda belakang, ada sofa yang terlihat nyaman di sudut dengan bantal-bantal yang menghiasi juga

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 203. BUKAN SEBUAH AKHIR

    “Mommy!” Colby Jr. turun dari sofa dan berlari memeluk ibunya yang baru pulang bekerja. Menurut informasi yang Albe terima dari ibunya, Chloe bekerja sebagai manajer di departemen store di kota Hampton. “Hello Boy, istirahatlah ke kamarmu.” Chloe memperhatikan Albe dengan raut penuh kerinduan, Naima berdiri mendekati Albe yang terlihat emosi. Menggenggam lengan yang sudah terkepal dan mengelus lengan atasnya naik turun. Ia tersenyum manis pada suaminya. “ Hai Rico! Kejutan dan wow, aku tak tahu harus mengucapkan apa? Selamat datang Ok?” sorak Chloe dengan mata berkaca-kaca juga bertepuk tangan sekali lalu menautkan jemarinya pada jemari tangan lainnya. “Hai Chloe, sangat mengejutkan bukan?” kata Albe terdengar dingin. “Aku memang terkejut dengan apa yang aku temukan saat bertemu dengan keponakan pintarku. Maka dari itu kami membuat kesepakatan. Apa kau keberatan?” Albe benar-benar tanpa basa-basi, Naima melihat suaminya seperti itu menjadi sedikit khawatir. Apa trauma Albe muncul se

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 202. PANGGIL AKU PAMAN

    “Itu Colby, aku rasa.” Albe memberi tahu Naima yang masih berdiri di tengah tangga bersamanya. “Hai Boy! Apa kamu yang bernama Colby?” tanya Albe turun dari tangga, memperhatikan anak kecil yang terlihat mengamati Albe. “Yeah, itu aku. Dan kamu Daddyku bukan? Mom selalu menceritakan dirimu dan menunjukkan fotomu." Albe mendengkus, lalu menyalami anak kecil itu. “Kita belum berkenalan, namaku Alberico Steinson. Dan kau tahu? Ayahmu bermarga berbeda denganku, namanya Colby East Stone. Bukankah namamu Colby Jr Stone? Kemarilah.” Albe menarik anak kecil itu untuk ikut ke atas. Albe melihat raut istrinya yang tak terbaca hanya tersenyum. “Aku akan menyelesaikan ini, tolong percaya

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 201. GRANNY

    Pagi yang sibuk untuk Naima dan Albe, Eleanor sudah menyiapkan beberapa kotak makanan untuk di bawa ke New Jersey. Wanita cantik itu beralasan, Mamanya selalu merindukan masakan putri satu-satunya. Albe hanya mengendik tanpa berkomentar, sementara Albert yangs edang membaca berita di tabletnya tidak berkomentar banyak. Mereka berangkat dengan Tesla model X. Saat Naima menuju carport, ia di buat takjub dengan jenis mobil yang tak biasa. Mobil keluarga Albe tidak ada yang type sedan, APV dengan kapasitas besar sepertinya adalah yang terfavorit untuk mereka. “Ada apa, Sweetheart?” Albe yang datang membawa koper berisi baju mereka heran dengan Naima yang bengong di hadapan beberapa mobil yang berjajar rapi. “Aku tidak tahu mana yang akan kau pilih untuk perjalanan kita, Sayang. Kau bilang yang sesuai dengan seleramu, dan yang aku lihat semua adalah seleramu.” Naima menolehkan kepalanya pada Albe yang menuju cabinet kecil yang tertempel di dinding. Untuk membuka cabinet itu menggunakan

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 200. MENGSEDU

    Naima jatuh di atas tubuh suaminya, beberapa orang yang lewat membantu Naima untuk bangkit, baru setelahnya Albe. Jalanan licin sedikit menyuitkan pria itu untuk berdiri. Pemuda yang kehilangan kendali saat berseluncur dengan skateboardnya berlari dengan panik. “Apa kalian terluka?” tanya pemuda itu dengan menenteng papan kayu di sebelah tangannya. “Kuharap tidak, lain kali berhati-hatilah. Atau kau akan mendapatkan hukuman,” ucap Albe menepuk pundak pemuda tadi. “Kau tidak apa-apa, Baby?” tanya Albe pada Naima yang terlihat syok, ia masih bersandar di dinding toko yang sudah tutup. Naima menutup mukanya dengan tangan, perutnya sedikit tegang tadi dan itu sangat tak nyaman. Naima meraih tangan Albe lalu memasukkan pada mantel tebal yang ia gunakan. Albe paham dan mengelus perut istrinya beberapa kali. Wanita it menyandarkan keningnya di dada Albe, dia dan calon anakknya sudah mengalami beberapa lagi tragedi dan itu membuatnya sedikit trauma. “Apa kau mau aku panggilkan Daddy su

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 199. GAUN

    “Tidak bisa, Dad! Uang yang dia pakai sangat banyak, aku tak bisa merelakan begitu saja. Aku harus mendatangkan alat gym termutakhir untuk cabang di Pluit. Gedungnya sudah siap, hanya untuk mendatangkan alatnya saja. Uangnya masih kurang.” Tolakan Albe yang menggebu membuat Albert memicing, Moma mengedip pada Naima. Perempuan hamil itu paham, lalu mengikuti mertuanya untuk masuk ke dalam ruangan kerja yang sedikit ke arah depan. “Mereka akan sangat lama dan membosankan jika membahas soal -BISNIS-, kita di sini saja. Bagaimana kalau kita mencari gaun untuk acara kalian, aku ingin melihatmu memakai gaun pengantin, Sayang.” Moma mengambil tabletnya yang berukuran besar. Membawa ke arah sofa di mana Naima duduk dan menyandarkan punggungnya. “Apa saudara Moma banyak? Atau rekan juga kerabat?” tanya Naima, iris beningnya mengikuti gerakan sang mertua.

  • PERTAMA UNTUK NAIMA   Chapt 198. KEPUTUSAN

    "Aku tidak tahu, Hun. Bagaimana kalau kita ikuti kemauan Moma aja? Aku takut mengecewakannya," usul Naima. Albe hanya mengendik, lalu menarik jemari istrinya. “Sebaiknya kita bicarakan bersama, supaya yang menjadi resepsi impianmu juga bisa terwujud, Baby. Ini pesta untuk kita bukan? Aku ingin kau juga mengutarakan keinginanmu. Hilangkanlah rasa sungkanmu itu, Sweetheart. Kadang aku tidak nyaman dengan sifatmu itu,” ucap Albe mengecup jari istrinya. Naima menghela napas, bukan maksudnya untuk membuat Albe tidak nyaman. Tapi, bagaimana keinginan hatinya bahkan Naima tidak mengerti. Ia menerima apa yang

DMCA.com Protection Status