Derap langkah kaki menyapu indra pendengaran beberapa orang yang ada diruangan itu, seorang lelaki lengkap dengan setelan jasnya berjelan dengan penuh wibawa. Lelaki itu menduduki kursinya yang berada diujung. Semua orang berdiri dan bertepuk tangan, beberapa saat kemudian semua orang kembali duduk ditempatnya masing-masing.
"Saya berdiri disini untuk mengantikan kakek saya yang tengah sakit. Meeting kali ini akan saya mulai," ucap lelaki itu yang bernama Draco Arsya Giory.
Arsya Giory, laki-laki yang kini berumur 24 tahun itu tengah melakukan meeting dengan beberapa klien sang kakek. Arsya nampak lihai berbicara dihadapan orang-orang itu. Tak henti-hentinya mereka bertepuk tangan karena kagum melihat perawakan generasi ke 5 keluarga Giory itu.
"Meeting kali ini sampai disini, saya permisi," ucap lelaki itu dan pergi dari ruangan itu diikuti oleh 2 orang asiten pribadinya.
Kini Arsya berada didalam mobilnya, lelaki itu duduk dikursi tengah sedangkan kedua asistennya berada dikursi didepan. Arsya menyeruput minuman matchanya yang berada didalam botol minum. Lelaki itu sangat suka dengan matcha. Meeting tadi sangat melelahkan, ia harus berbicara sambil berdiri. Namun tak apa, itu salah satu perjuangan untuk mengubuah posisi Giory menjadi nomer 1.
"Sial," umpat lelaki penyuka matcha itu.
"Ada apa tuan?" tanya sang asisten yang bernama Niko.
Arsya menggeleng, Niko kembali menghadap kedepan. Bukan tanpa sebab Arsya mengumpat, minumannya telah habis. Bagi Arsya, tiada hari tanpa minum matcha. Sekarang lelaki itu harus menunggu sampai dirumah supaya bisa meminum minuman itu lagi.
"Apa kau bisa buatkanku mima?" tanya Arsya kepada dua asistennya itu. Mima adalah minuman Matcha.
"Apa tuan ingin minum matcha?" tanya salah satu asistennya yang bernama Toni tanpa menoleh karena dia tengah menyetir.
"Hm." Arsya hanya berdehem sebagai jawaban, 2 orang tadi adalah asistennya sedari kecil. Mereka juga tau apa kebiasaan seorang, Arsya.
Mobil yang ditumpangi Arsya berhenti dipinggir jalan, diluar sudah ada mobil jeep hitam yang mengelilingi mobil Arsya. Total ada 5 buah jeep, dengan masing-masing diisi oleh 5 orang bodyguard. Para bodyguard berjaga-jaga disekitar, mencegah jika para musuh akan datang dan melukai tuannya.
Sedangkan Arsya menunggu didalam sembari bermain iPadnya. Namun beberapa menit kemudian, Toni dan Niko kembali. Lelaki penyuka matcha itu mengenyritkan alisnya bingung, kenapa mereka kembali secepat itu? Pikirnya.
"Maaf tuan. Stock matchanya sudah habis," ucap Niko dengan rasa bersalah.
Arsya berdecak sebal. "Kenapa kalian tak mengeceknya terlebih dahulu?!" ucapnya dengan nada naik satu oktaf.
"Maaf, tuan." Hanya itu yang bisa Toni dan Niko ucapkan.
"Lanjutkan perjalanan kerumah." Setelah lama berdiam diri, Arsya memutuskan untuk pulang.
Tak biasanya dimobil ia kehabisan stok Matcha. Biasanya asistennya setiap hari akan melihat stoknya dimobil bodyguard. Arsya juga tak bisa menyalakan mereka, ini bukan sepenuhnya kesalahan mereka.
Lelaki penyuka matcha itu melihat kesamping kaca, bukan pemandangan jalanan yang ia lihat melainkan hanya mobil jeep yang berjejer disamping kanan dan kiri mobilnya. Jeepnya sama, jika dilihat terus menerus akan membuat pusing. Jujur saja, Arsya ingin menganti mobil para bodyguard supaya dia tak bosan melihatnya.
Setelah kurang lebih menghabiskan waktu 30 menit perjalanan, kini Arsya sudah berada didepan mansion yang sangat megah, mewah dan luas. Gerbang yang menjulang tinggi dibuka oleh 4 orang bodyguard. Mobil pun masuk, Arsya turun tepat didepan pintu utama.
"Selamat datang tuan," ucap salah satu bodyguard yang berjaga didepan pintu dengan menunduk hormat.
Arsya hanya menanggapinya dengan anggukan lalu dia masuk kedalam. Lelaki penyuka matcha itu menuju lantai 3 menggunkan lift. Mansion ini disediakan 4 lift dan 6 tangga. Arsya keluar dari lift, matanya melihat keseluruh penjuru ruangan.
"Hai anak, Bunda." Arsya dikejutkan dengan suara itu.
Lelaki penyuka matcha itu melihat kesamping, terlihatlah wanita paruh baya yang masih dengan muka seperti seorang remaja kini tengah mengenakan dress dibawah lutut. Arsya langkah memeluk wanita paruh baya itu.
"Sya, kangen banget sama bunda," ucap lelaki penyuka matcha itu.
Sedangkan Reta, bundanya itu hanya terkekeh pelan sembari mengelus rambut lebat milik anak semata wayangnya itu. Mereka berdua duduk disofa yang letaknya tak jauh dari mereka berdiri tadi. Arsya tiduran dipaha Rata, nyaman sekali posisi ini.
"Tadi gimana meetingnya?" tanya Reta.
"Seperti biasanya," jawab lelaki penyuka matcha itu. Memang ia baru beberapa kali meeting diperusahaan milik sang kakek. Biasanya lelaki itu meeting untuk perusahaan yang ia kelola sendiri.
Reta memijat pelan pelipis Arsya pelan. "Katanya mima kamu habis dimobil," ucapnya, apapun yang terjadi dengan sang anak pasti Reta tau. Sebab Toni dan Niko selalu memberitahu dirinya tentang kegiatan sang anak apapun itu.
"Iya. Untung tadi bunda bawain mima dari rumah," ucap lelaki penyuka matcha itu.
Reta mengangguk, wanita paruh baya itu tau jika sang anak tak bisa hidup tanpa matcha. Sepertinya dia harus menyewa satu orang untuk mengecek stok matcha dimobil untuk sang anak. Reta amat sangat menyayangi sang anak, wanita cantik itu kian memberikan kasih sayang berlebih untuk Arsya walapun umur lelaki penyuka matcha itu sudah tak anak-anak lagi. Namun bagi Reta, Arsya akan menjadi bayi kecilnya yang lucu.
"Tidur aja," suruh Reta.
Mata Arsya kian memberat, perlahan-lahan mata itu terutup dengan sempurna pijatan sang bunda mampu membuat dirinya rileks dan tertidur. Melihat sang anak yang matanya sudah terpejam, Reta memanggil maid untuk mengambilkan dirinya selimut. Maid datang dengan membawa satu selimut tebal, langsung saja Reta menyuruh dia untuk menyelimuti Arsya dan juga melepaskan sepatunya.Reta tetap memijat kepala sang anak dengan telaten, supaya Arsya lebih nyenyak dalam tidurnya.
Didalam ruangan yang didominasi warna tosca terdapat seorang perempuan yang tengah duduk kursi. Perempuan itu bernama, Sera Capela Louwen. Sera, itulah nama panggilan dirinya. Sera merupakan generasi ke 5 keturunan Louwen. Perempuan itu kini berumur 24 tahun, Sama seperti Arsya.Sera tengah berkutat dengan laptopnya didalam kamar miliknya yang sangat luas. Sera sangat cantik, rambutnya berwarna abu-abu dengan bola mata juga berwarna abu-abu terang. Kulit perempuan itu putih bersih, tingginya hanya sekitar 160 cm."Pokoknya posisi Louwen ngak boleh direbut sama, Giory," gumam perempuan berambut abu-abu itu.Sera tengah bekerja keras karena posisi keluarganya hampir saja tergeser dengan keluarga Giory. Tidak! Sera tak akan membiarkan hal itu terjadi, Arsya tidak boleh merebut posisinya. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, masuk lah sesosok wanita paruh baya yang sangat cantik dengan memakai baju rumahan yang mewa
Hari ini adalah hari dimana Sera mulai bekerja dikantor. Perempuan berambut abu-abu itu berada didalam mobil, ia duduk dikursi bagian belakang sedangkan 2 orang asistennya berada didepan. Didepan, kanan, kiri dan belakang mobil Sera, banyak sekali mobil-mobil besar yang diisi oleh bodyguard. Masing-masing mobil diisi oleh 4 orang bodyguard."Paman, apa kegitanku hari ini?" tanya Sera kepada dua orang asistennya itu.Anton, selaku asistennya dari kecil menoleh. "Hari ini, nona hanya melihat berkas-berkas saja," jawabnya.Sera mengangguk sekilas, ia memang memanggil dua orang itu dengan sebutan paman karena karena mereka seumuran dengan sang papa. Mereka bersama Sera sejak ia masih kecil. Entah mengapa Rama memilih asisten laki-laki untuknya. Namun Sera juga bersyukur karena kedua asistennya ini tak banyak bicara."Paman, bisa tolong suruh mereka untuk mengikuti dari belakang sa
Setelah pertemuan dengan Arsya kini Sera sudah berada didalam kantornya. Niat hanya ingin membeli es krim ternyata malah ketemu manusia gila kayak Arsya. Apakah mata lelaki itu buta? Mobilnya mahal dengan entengnya dia bilang jika mobilnya butut."Arsya, awas aja kalau kita ketemu," batin Sera, andai dia bisa bicara pakai batin dengan jarak jauh.Pasalnya jika berbicara dengan batin bersama Arsya harus berjarak maksimal 10 meter. Untung saja hanya Arsya yang bisa mendengarkan batinnya, apakah keluarganya akan marah jika dia mempunyai kekuatan yang (misterius?)."Nona, apakah pekerjaan anda sudah beres?" ucap asistennya yang tiba-tiba saja masuk.Sera hanya mengangguk menanggapinya. "Apa aku bisa beristirahat 15 menit?" tanyanya, jujur saja pekerjaannya hari ini sangat melelahkan."Tentu saja, Nona bisa beristirahat selama 1 jam. Tuan Fikri sudah meng
Seorang perempuan tengah berdiri dengan cemas dihadapan layar besar yang menampilkan grafik sesuatu. Perempuan itu adalah Sera, air matanya turun begitu saja sebab beberapa jam yang lalu dirinya telah melakukan perbuatan fatal.Asistennya datang dan langsung menghampiri dirinya yang kini berada diruang kerjanya."Nona tak apa?" tanya Anton, ia khawatir melihat nonanya yang cemas seperti ini.Anton menuntun Sera untuk duduk disofa, Sera pun menurut. Perempuan itu mengusap wajahnya kasar. Anton yang melihat itu langsung mengambil air di dispenser."Silahkan diminum." Sera minum."Sebenarnya apa yang terjadi dengan nona?" tanya Anton."Aku bingung, paman. Semua ini salahku." Sera terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Anton duduk didekat Sera dan mengelus tangan perempuan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu. 
Kini tertua dari keturunan Louwen tengah marah besar. Semua barang yang ada disekitarnya dirinya banting. Sedangkan Sera hanya mampu menangis dipelukan Citra sang mama. Sera sudah menceritakan tindakan bodohnya kepada keluarganya, dan sekarang Opa dan papanya marah besar. "Maafin, Era Opa," ucap Sera disela tangisannya. "KESALAHAN KAMU SUDAH FATAL, SERA," bentak Fikri. Laki-laki berusia lebih dari setengah abad itu sangat marah dengan cucu satu-satunya yang lalai. Akibat dari perbuatan Sera perusahaannya kini terancam bangkrut karena dana masuk kedalam nama Giory. "Pa, jangan bentak anak aku." Citra ikut menangis lantaran tak tega melihat Sera seperti ini. Dia tau anaknya berbuat salah, ibu mana yang tega melihat putrinya menangis ketakutan seperti ini?. "Diam Citra." Fikri menatap tajam menantunya itu. Sera bangkit dari duduknya dan bersuj
Sera terbangun, perempuan itu mengerjapkan matanya. Dia sudah sadar sepenuhnya namun kepalanya masih pusing, Sera berada didalam kamarnya yang bernuansa tosca. Perempuan itu menoleh, tepat disebelahnya ada Citra yang tertidur dengan posisi duduk dikursi. Perempuan itu baru ingat jika sebelumnya dia pingsan karena terlalu lama menangis dan ia belum makan dari pagi. Sera menoba untuk duduk dan bersender dikepala ranjang. Papanya juga tertidur disofa, Sera tak bisa melihat pemandangan seperti ini. "Maa," panggil Sera, ia mengelus tangan Citra yang kini tengah menggengam tangan miliknya. Mendengar suara sang anak, Citra terbangun dan terkejut mendapati Sera yang sudah duduk bersender. Perempuan hampir berumur setengah abad itu bangkit dari kursinya dan duduk ditepi ranjang Sera. Tangan Citra masih mengengam kuat telapak tangan Sera. "Kamu udah enakan?" tanya Citra lembut.&
Fikri berjalan dengan langkah panjangnya menuju kamar Sera dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam kantung celana. Lelaki berusia lebih dari setengah abad itu langsung menemui cucunya setelah bertemu dengan Arsya. Perlahan-lahan pintu itu terbuka olehnya, bisa Fikri lihat jika Sera tengah duduk dihadapan meja riasnya. Hati Fikri seolah ditikam benda berat, ia menampar cucunya sendiri. Fikri menyesal telah menampar Sera apalagi menjelek-jelekannya, ia berjalan menuju tempat dimana Sera berada. Fikri mengelus rambut, Sera dan membuat Sera kaget. "Kakek," ucap Sera, perempuan itu langsung berdiri agak menjauh dari posisi Fikri. Sera bingung mengapa Fikri berada di kamarnya. Sementara, Fikri ia termenung melihat sikap Sera. Dulu cucunya itu selalu memeluk dirinya, dan sekarang dia berdiri dengan posisi yang jauh darinya. "Sera, ngak mau peluk Opa?" tanya Fikri mencoba untuk
Hari ini adalah hari dimana Sera akan bertemu dengan Arsya. Perempuan itu tengah menyisir rambutnya dihadapan cermin besar, entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Setelah dirasa penampilannya sudah pas, Sera keluar dari kamar dengan membawa tas slempangnya. Sera memakai pakaian dress formal, ia berjalan menuju ruang makan. Disana sudah terlinat seluruh anggota keluarganya yang sepertinya tengah menunggu kedatangan dirinya. Perempuan itu duduk tepat disebelah Citra. "Pagi semua," sapa Sera, ada sedikit nada canggung disetiap ucapannya. "Pagi," jawab, Citra, Rama, dan Fikri serempak. Citra mengambilkan, Sera makanan dan ternyata hidangannya masih sama seperti dulu. Sera pikir mulai hari ini ia akan makan nasi dan kecap, ternyata dugaannya salah besar. Dimeja makan masih tersedia beberapa jenis daging dan olahan makanan mewah lainya.
Pagi harinya Sera disibukkan dengan kegiatan rutinnya, yaitu membantu Skay dan Darka bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Jangan lupakan fakta bahwa ia juga harus membantu Arsya bersiap-siap ke kantor, semuanya berteriak di tempat masing-masing membuat ia pusing. Darka dan Skay berada di kamarnya, dan Arsya juga berada di kamar. Mereka mencari sesuatu tak ketemu-ketemu sedangkan Arsya pun begitu, dia tak mau mencari sendiri dan berakhir saling bersahutan dengan Skay dan Darka memanggil nama Sera. "Momy, dasi dedek mana?" "Momy kaos kaki Skay hilang, mau beli lagi." "Kaos kaki kakak enggak hilang, jadi enggak usah beli lagi!" "Dasi dedek ada di kasur!" "Sayang berteriak lah, suara kamu enggak kedengaran oleh mereka." "Kamu juga! Dari dulu enggak mau pakai dasi sendiri." Begitulah perdeba
Seperti apa yang dikatakan tadi, Arsya dan Sera sudah berada di taman bermain khusus untuk anak-anak. Mereka duduk di bangku panjang bersama dengan Rian dan Lita, anak-anak bermain di depan sana. Lita membawa anaknya yang berusia 1,5 tahun berjenis kelamin laki-laki.Anaknya lucu dan mirip sekali dengan Rian dan Lita, Arsya sendiri berbincang-bincang dengan om nya itu. Rian sendiri sedikit terkejut melihat Arsya yang sudah dewasa dan penuh wibawa, sementara Sera dan Lita menghibur baby boy itu. Dua sahabat itu sama-sama sudah menikah dan mempunyai anak."Astaga, aku lupa nanya nama anak kamu," ujar Sera sembari menepuk jidatnya."Namanya Razka, itu yang kasih nama Rafa," jawab Lita."So sweet banget, Rafa pasti seneng punya adek laki-laki, dia juga udah besar terakhir kali ketemu dia masih nangis kalau minta eskrim," ucap Sera."Rafa baik banget, per
4 Tahun berlalu, kini kedua anak Arsya dan Sera sudah berumur 4 tahun. Mereka sangat aktif, apalagi Skay yang suka sekali mengganggu adiknya. Setiap beberapa bulan pasti keluarga Arsya atau Sera datang ke sini dan menginap selama 1 atau 2 bulan lamanya.Arsya mempunyai rumah mewah yang ukurannya tak terlalu besar, ia tak lagi tinggal di apartemen sejak 3 tahun yang lalu. Karena anak-anaknya sangat aktif, apalagi lantai apartemen berada paling atas. Jadi lebih baik mencegah sebelum hal buruk akan terjadi. Sekarang ini Arsya dan Sera berada di ruang bermain milik Skay dan Darka."Momy, dady, kenapa enggak adek aja sih yang jadi kakak?" tanya Darka yang saat ini berada di pangkuan Sera."Karena kakak kamu lahir duluan," jawab Sera seadanya."Teman-teman adik yang laki-laki jadi abang semua, adek sendiri yang jadi adek," ucap Darka."Memangnya kenapa kamu mau
Sera dan Arsya berada di trotoar, masing-masing dari mereka mendorong stroller yang berisikan baby Skay dan baby Darka. Mereka akan pergi menuju taman, karena di sana ada bazar. Sudah lama sekali Sera datang ke acara seperti itu, dan baru sekarang kesampean.Kedua anaknya pun sudah bisa sedikit untuk di atur, makanya ia berani membawa mereka keluar dari apartemen. Arsya berjalan sembari mendengarkan musik dari headset miliknya, tenang saja ia masih bisa mendengarkan jika Sera berbicara begitu juga dengan celotehan Skay dan Darka."Kamu beli tiketnya supaya kita bisa masuk," suruh Sera saat mereka sudah sampai di pintu masuk taman."Beli berapa?" tanya Arsya."2 aja, Skay sama Darka masih kecil," jawab Sera."Baiklah." Arsya berjalan membeli tiket, sementara Sera memegang dua stroller.Tak lama kemudian Arsya kembali, mereka
Detik, menit, jam, hari berlalu begitu cepat. Tepat pukul 3 dini hari Sera melahirkan 2 anaknya dalam keadaan sehat. Saat ini pun Arsya berada di ruang rawat Sera, tadi saat bayinya lahir ia meneteskan air mata karena terharu. Beberapa menit yang lalu Sera baru saja selesai menyusui kedua anaknya.Kebahagiaan semakin bertambah tak kala anak mereka berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, mereka mempunyai anak yang sepasang. Kedua anak itu sedang digendong oleh kedua neneknya yang baru saja datang. Suasana di sini ramai karena ada keluarga Arsya dan Sera, sedangkan Arsya sendiri menemani Sera di brankarnya."Terima kasih Sera," ucap Arsya tulus dari hati yang paling dalam."Sama-sama," balas Sera sembari tersenyum. Ia bangga dengan dirinya sendiri yang berhasil melahirkan dua anak itu dengan normal walapun resikonya tinggi."Arsya, kamu enggak mau gendong baby boy nya?" tanya
Tak terasa perut Sera sudah membesar, Arsya pun semakin protektif kepada Sera. Sera pun masih mengalami mual dan muntah tapi ia bersyukur karena masih ada Arsya di sekitarnya. Arsya selalu siap jika ia butuhkan, dia laki-laki yang siaga dalam 24 jam. Arsya juga selalu mengingatkan Sera agar dia minum obat tepat waktu.Hari-hari mereka habiskan dengan jalan-jalan berkeliling sembari menghapal tempat-tempat yang ada di sini. Kemarin Arsya belanja banyak sekali baju untuk Sera, dan saat ini pun mereka tengah belanja baju untuk kedua baby mereka yang sebentar lagi akan lahir. Walapun sedang mengandung, Sera masih saja terlihat cantik."Kamu kalau ambil jangan ragu-ragu, ambil sepuas kamu sayang," ucap Arsya."Nanti enggak kepake kalo banyak-banyak," sahut Sera malas."Cari warna yang netral yang cocok untuk laki-laki dan perempuan," pesan Arsya."Iya, ak
Pagi harinya Sera terbangun, ia mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Ia melihat ke samping tempat tidur, ia sama sekali tak menemukan keberadaan Arsya di sini. Lantas ia berdiri, semoga saja pagi ini ia tak mual. Ia mencium bau lezat, dengan segera ia berjalan keluar dari kamar. Baunya semakin tercium.Sera berjalan ke dapur, ia melihat Arsya berada di sana dengan celemek melekat di tubuh atletis nya. Ia menggeleng pelan melihat tingkah Arsya dalam memasak, bagaimana tidak dia memakai tutup panci yang terbuat dari kaca untuk melindungi mukanya. Jaraknya dengan kompor ada kali satu meter."Masakan kamu bisa gosong Arsya," ucap Sera sembari menggeleng-gelengkan kepala."Minyaknya meletup-letup, mulai sekarang aku enggak bakal ijinin kamu masak. Bisa-bisa kulit kamu terbakar kena mintak panas," oceh Arsya."Ya iyalah, goreng ayah ya gitu. Kalau mau enggak ada minyaknya pakai aja
Arsya berada di dalam kantornya, ia berkutat dengan banyak sekali berkas-berkas yang harus di revisi. Sudah 4 jam ia hanya duduk di sini sedari tadi, juga ia harus lebih mengenal lagi sekretaris barunya. Untuk bahasa ia tak terlalu kesulitan, sebab sebagian karyawan di kantor sini memang di ambil dari negara asalnya.Karena sangat kesulitan mencari pegawai baru yang asli dari sini, jadi tak ada cara lain selain mengambang karyawan dari sana. Ia di ruangan ini bersama dengan sekretarisnya, dia lah yang membantu ia bekerja selama di sini. Dan dia lah yang memperkenalkan dirinya sebagai atasan kepada pegawai di sini."Apakah saya ada jadwal meeting?" tanya Arsya."Tidak, untuk hari ini bapak tak ada jadwal meeting.""Bisakah kau menyuruh mereka untuk lembur lagi? Perasaan saya tak enak kepada istri saya," ucap Arsya."Bisa pak.""Yasudah, saya
4 Bulan berlalu, pagi ini Sera berada di dalam apartemennya. Arsya sudah berangkat kerja dari 1 jam yang lalu, entah mengapa hari ini badannya terasa tak enak. Ia sudah berkali-kali keluar masuk kamar mandi untuk memutahkan isi perutnya. Sekarang ia tertidur di kasur dengan posisi miring.Ia pusing, lemas, mual, semuanya bercampur menjadi satu. Ia bari kepikiran bahwa dirinya belum datang bulan selama 2 bulan lamanya, lantas ia merubah posisinya menjadi duduk. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, apakah ia hamil? Sebab rasa mual ini sama sekali tak pernah dirinya dapatkan sebelumnya."Apakah aku hamil? Aku juga udah 2 bulan enggak datang bulan," batin Sera bertanya-tanya."Aku harus periksa ke dokter," gumam Sera, ia menelepon seseorang. Dia adalah pegawai yang ada di apartemen ini, ia pun kenal baik dengan dia karena dia berasal dari negara yang sama seperti dirinya.