Gita pun merapihkan baju kotor miliknya dan memasukannya kedalam goodie bag lalu ia berniat untuk berpamitan pulang pada Andro. Tapi yang Gita jumpai malah pria dengan sorot mata tajam yang sepertinya terkejut juga melihat dirinya. Pria itu menatapnya lekat dan lama, membuat Gita jadi salah tingkah ditatap intens seperti itu. “Permisi Pak, sa-saya mau pulang.”“Kamu Gita?” tanya Rion sambil memperhatikan kecanggungan Gita.“Iya Pak, Saya Gita.”“Maaf Pak, tadi uang sisa ongkos taksi, saya belikan untuk bahan makanan.” Rion hanya mengangguk, sambil terus menatapi wanita muda berhijab coklat itu. Pantas saja tadi mamahnya berbicara seperti itu, Rion tersenyum penuh arti. “Arka dimana?” “Arka tidur dikamar, Mas Andro ...”“Andro? Dia masih disini?” Andro yang mendengar namanya disebut pun lalu datang menghampiri kakaknya. Dia tadi berada dibalkon, sedang menerima panggilan entah dari siapa.“Tumben, kamu ikut kesini.” Ujar Rion sambil melepaskan jas nya dan menaruhnya di kursi. Rion
Bab 7Anggita dan Andro berhenti disebuah gang yang tak terlalu besar, mobil bisa masuk sebenarnya, hanya saja Gita tidak mau menjadi bahan gosip tetangganya ketika melihat dirinya pulang dengan Andro. Apalagi saat ini mereka mungkin sudah mengetahui kalau dirinya sudah bercerai dari mantan suaminya."Saya turun disini saja, Mas Andro!" ujar Gita sambil mengangkat goodie bagnya hendak keluar dari mobil."Andro aja sih manggilnya, biar lebih akrab!" tukas pria gondrong berambut ikal itu."Dari sini masih jauh gak, aku antar sampai depan rumah kamu!" sahut Andro tetap melancarkan usaha untuk mendekati Gita."Gangnya sempit, kalau mobil masuk khawatir ada kendaraan lain yang mau keluar dari arah sebaliknya." Gita memberikan alasan kepada pria itu."Tapi kamu bener gak papa kan jalan sendirian?" Andro melihat ke arah wanita bermata teduh itu."Saya sudah puluhan tahun tinggal disini, tenang aja!" Gita membalas seraya memberikan senyum manisnya."Ya udah deh kalau gitu, kamu hati-hati ya
Gita tersenyum mendengar ucapan Raya itu."Jangan bercanda kamu!" wanita itu terkekeh menganggap ucapan Raya hanya sebuah gurauan saja."Aku serius Git, kamu sih orang lagi nembak malah diketawain." Raya pura-pura merajuk lalu ikut terkekeh dengan Gita agar tidak canggung."Makasih dah nemenin ngobrol sampe rumah ya." "Masuk gih cepet, diluar dingin, anginnya kenceng, bentar lagi kaya mau turun hujan nih." Raya membukakan pagar untuk Anggita, lalu wanita itu pun masuk kehalaman rumah, kemudian Raya menutup kembali pagarnya. "Salam buat emak!" seru Raya sambil tersenyum.Anggita pun menganggukan kepala lalu ia masuk kedalan rumah, Raya pun kembali menuju rumah orang tuanya. "Baru pulang, Nak! Tumben agak malam," ujar emak keluar dari kamar."Iya mak, tadi Gita dapet tugas jemput anaknya Pak Rion, terus akhinya nungguin Arka dulu sampai papahnya datang." Gita menjelaskan kepada sang ibu."Hmm ... emak khawatir kamu kenapa-kenapa." Gita tersenyum lalu berkata,"Maaf sudah bikin Mak c
Tolong kamu duduk didepan, saya bukan supir!" tegur Rion kepada Gita seraya menatap tajam wanita itu dari kaca tengah mobil. Kemudian Rion mengenakan kacamata hitamnya.Gita yang sedang menaruh tas ransel Arka kebagian belakang pun menengok ke arah Rion dengan tergagap."Ma-maaf, Pak." Ia segera turun dan duduk disamping Rion , kemudian ketiganya mulai membelah jalanan ibu kota yang hari ini terlihat cerah. Rion menatap jalanan lurus didepannya, sedangkan Gita duduk disampingnya dengan tegang, bahkan ia tak berani menoleh sedikitpun ke arah Rion ataupun Arka. Ia merasa tangannya basah, karena gugup. Tenanglah Gita ... tenanglah, batin Gita berbicara pada diri sendiri. Sesampainya ditempat tujuan, Arka langsung berlari kegirangan, buatnya pergi bersama dengan Papahnya adalah hal yang istimewa karena mereka jarang bertemu. Gita menggendong tas ransel milik Arka, berjalan cepat menyusul bocah tampan itu. Ya ... Arka berwajah tampan mirip dengan papahnya. Banyak orang memperhatikan mere
" Maaf Pak saya tidak bisa menginap, ibu saya sedang menunggu dirumah." Anggita tetap memaksa ingin pulang.Rion menghela napas panjang, kemudian menatap wanita dihadapannya dengan ragu. "Baiklah, kalau begitu, maaf saya tidak bisa mengantarkan kamu, gak ada yang jagain Arka." "Saya sudah pesan ojol, sudah menunggu di lobby. Permisi!" sahut Jani sopan.Ketika Gita hendak membuka pintu, Rion memanggilnya lagi. "Gita, saya minta maaf jika perkataan saya hari ini ada yang membuatmu kesal." ujar Rion dengan wajah menyesal.Anggita hanya menganggukan kepalanya lalu lekas keluar dan menutup kembali pintu apartemen Rion. Gita berjalan cepat memasuki lift, sesampainya didalam lift ia memegang dadanya yang berdebar cepat. Ya Tuhan, kalau lama-lama dekat Rion terus aku bisa jantungan. Setelah sampai dilobby, Gita langsung menaiki ojol yang sudah menunggunya.Sementara itu Rion telah kembali ke kamarnya, ia memandangi Arka putranya yang sedang tidur, mengusap kepalanya penuh sayang. Dia iba m
Pemuda itu pun seketika langsung pergi ketika melihat Rion berada dibelakangnya.Anggita yang melihat ekspresi wajah menakutkan dari Rion hanya memalingkan wajahnya kemudian ia pergi menghampiri Arka."Arka, kita pulang yuk! Tadi nenek telpon katanya mau ketempat papah." seru Rion pada putranya yang sedang bermain ayunan.Arka pun menyudahi kegiatannya lalu menghampiri sang papah. Gita berada dibelakang kedua ayah dan anak itu. Kemudian mereka kembali ke apartemen. Sesampainya disana, Gita langsung mengerjakan tugasnya seperti biasa. Sedangkan Rion dan Arka sedang mandi. Tugas Gita selesai bertepatan dengan bel berbunyi, Vega dan Andro memasuki apartemen milik Rion.Gita hanya mengangguk sambil tersenyum ramah."Mba Gita pa kabarnya?" tanya Andro dengan begitu manisnya."Baik, Ibu sama Mas Andro mau minum apa?" "Udah Git, gak usah repot-repot. Nanti kami ambil sendiri aja." ujar Vega."Arka sama Rion mana?""Lagi mandi kayanya Bu, tadi mereka habis olahraga." Gita menjelaskan kepada V
Arka langsung duduk disebelah Vega, sedangkan Rion duduk dikursi tengah disamping kanannya ada sang Mamah dan disebelah kirinya ada Andro. "Siapa yang mau nikah sama Gita?" Rion mengulang pertanyaannya."Kamu lah, mamah maunya kamu yang nikah sama Gita, bukan sama perempuan ulet keket itu." tukas Vega sambil mendelik ke arah sang putra."Namanga Sasa mah, bukan ulet keket." sahutt Rion seraya tersenyum."Terserah mau Sasa, apa Ajinomoto, mamah gak perduli Ri. Mamah gak suka, titik!" ucap Vega kesal.Andro hanya tergelak mendengar ocehan sang mamah, yang membuatnya lalu terbatuk-batuk karena tersedak makanan hingga wajahnya merah.Dengan cepat Gita reflek memberikan segelas air putih kepada Andro, karena tak tega melihat Andro tersedak. Andro pun menerima gelas dari Gita dan segera menghabiskan isinya. Hal itu tidak luput dari penglihatan Rion. "Terima kasih, mba! Kamu telah menyelamatkan hidupku!" ucap Andro sambil menatap Gita dengan tatapan yang menggelikan."Ck ... lebay kamu, N
Saat ini Anggita sudah berada didalam kamarnya. Ia menangis diatas tempat tidurnya, mengingat kejadian di dapur apartemen Rion tadi. Hatinya sakit mendengar ucapan Rion tadi, mungkin selama ini hanya perasaannya saja, jika ia merasa Rion menyukainya, ia terlalu terbuai oleh perlakukan Rion dan keluarganya. Padahal ia memang tidak pernah terbesit sedikit pun untuk bisa menikah dengan Rion. Tapi mengapa pria itu begitu kejam berbicara sperti tadi. Anggita cukup sadar diri siapa dirinya. Ia memang mengagumi ketampanan Rion, tapi hanya sebatas itu. Tiba-tiba ponsel Gita berdering. Dan ia melihat nama Rion terpampang disana. Gita tidak mempedulikan panggilan itu. Kemudian Rion mengiriminya pesan.' Anggita maaf, aku khilaf.' Setelah membaca pesan itu, Anggita mematikan ponselnya. Dia sama sekali tidsk berniat untuk membalas pesan dari pria itu. Semudah itu dia bilang maaf, semudah itu dia bilang khilaf, Gita tersenyum sinis. Kemudian Anggita menuju kamar mandi, dia melihat sang ibu sed
Saat ini Anggita sudah berada di depan pintu apartemen Rion. Beberapa kali ia memencet bel tapi tidak ada yang membukakan pintu, ia jadi semakin khawatir. Apa benar yang dikatakan Andro tadi? Sekacau apa laki-laki itu? Membuat Anggita semakin cemas.Akhirnya wanita itu memutuskan untuk masuk ke dalam apartemen, bersyukur passwordnya belum berubah. Anggita lalu membuka pintu kemudia masuk secara perlahan ke dalam ruangan. Benar apa yang dikatakan Andro, keadaan apartemen Rion tak ubahnya bagai perahu yang diterjang badai. Lukisan-lukisan mahal terjatuh, cermin di ruangan pun hancur. Anggita menelan salivanya kasar, semarah apakah pria itu. Ia tidak menyangka bahwa Rion akan sekacau ini. Anggita membersihkan ruangan itu dengan cepat, sebelum Rion terbangun. Ia merasa bertanggung jawab karena dirinya lah Rion jadi sekacau itu. Setelah semuanya rapih kembali. Anggita berniat mengetuk pintu kamar Rion. Tapi ia urungkan niatnya itu, sebab Anggita khawatir Orion akan lebih marah saat meliha
Praaang !Orion melempar botol minuman keras itu ke tembok kamarnya, seketika serpihan kaca berserakan. Wajahnya memerah, matanya menyiratkan luka."Mengapa Anggita? Mengapa kau berbohong? Aku tahu kau mencintaiku," oceh pria yang sedang dalam pengaruh alkohol. Setelah mengantar Anggita pulang, Orion melarikan mobilnya menuju Klub. Ucapan wanita itu seperti gaung yang memantul di dalam kepalanya. Membuat hatinya panas dan hanya dengan cara seperti ini ia meluapkan amarahnya. Ia tidak mau menyakiti Anggita, ia sangat mencintai wanita itu. Tapi, apa yang ia dapatkan sekarang. Orion merasa dipermainkan olehnya. "Aku tidak akan diam saja, kau harus jadi milikku Anggita, bagaimana pun caranya. Yaa, tidak ada yang boleh memilikimu selain aku," tutur Rion sebelum akhirnya ia tertidur.***Pagi harinya Anggita tengah bersiap merapihkan kopernya, hari ini ia sudah memutuskan akan tinggal bersama Pamannya yang tinggal di Yogyakarta. Setelah beberapa hari lalu pamannya menawari ia pekerjaan u
Saat ini Gita dan Rion sudah berada didalam mobil, wanita itu terpaksa menuruti Orion, ia tidak mau sesuatu yang lebih buruk terjadi pada Raya. Ia sendiri terkejut melihat kemarahan Orion yang sedemikian rupa. Begitu menyeramkan, ia khawatir Raya bisa terbunuh ditangan pria itu.Keduanya saling terdiam, tak ada yang memulai pembicaraan. Bahkan Anggita sejak tadi tidak mau menatap ke arah Rion, pandangannya fokus pada jalanan dibalik jendela mobil disampingnya. Rion sendiri fokus mengemudi, ia tidak mau amarahnya membuatnya hilang kontrol dan berujung petaka nantinya. Diliriknya wanita berhijab ungu disampingnya, ia tahu Gita pasti sangat marah atas kelakuannya, tapi ia tidak bisa menahan api cemburu yang berkobar didalam dadanya. Kemudian ia melihat pergelangan tangan Gita yang berjejak merah, bekas cekalan tangannya. Seketika hatinya merasa menyesal telah berlaku kasar pada wanita yang dicintainya.***Anggita pikir Rion akan membawanya ke apartemen laki-laki itu, ternyata dugaannya
Suara musik bercampur dengan suara para tamu undangan membuat kepala Anggita sedikit pening. Tadinya ia ingin menolak ajakar Raya untuk datang ke pesta pernikahan Nanda, teman semasa sekolah mereka di SMU dulu. Untung matanya sudah tidak terlalu sembab, walaupun tadi Raya sedikit curiga ketika melihatnya keluar dari rumah. Mau tidak mu Anggita memakai make up tipis untuk menyamarkan jejak kesedihan di wajahnya."Git, foto dulu sini sama Raya, kalian nih diam-diam jadian juga ya." tutur Nanda seusai Gita dan Raya memberikan selamat kepada wanita itu. "Apa sih Nan, gue sama Gita masih temenan kok." balas Raya seraya terkekeh.Gita hanya tersenyum canggung, dia sebenarnya tidak terlalu akrab dengan Nanda, hanya kenal saja. Tapi dulu Nanda adalah salah satu gadis yang sempat ngejar ngejar Raya saat masih SMU. "Mau nyari yang kaya gimana lagi si Ray, kelamaan lo ... keburu kiamat tar." oceh Nanda lagi, gadis itu memang terkenal ceriwis dan termasuk salah satu gadis populer disekolah mere
Anggita tengah menyiram tanaman didepan rumah. Sejak ibunya meninggal satu bulan yang lalu, ia juga sudah mulai bekerja lagi. Raya menawarkan pekerjaan padanya sebagai admin dikantornya. Gita pun langsung menerima tawaran kerja tersebut. Karena ia tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan menangisi kepergian sang ibu."Permisi!" Seorang wanita berpakaian modis berdiri didepan pagar rumah Anggita. Wanita itu pun menyudahi kegiatannya, dan menghampiri tamunya. "Ya, siapa ya?" tanya Gita sopan pada wanita itu."Kamu yang namanya Anggita?" Wanita itu melihat Anggita dengan sorot mata tajam dan merendahkan, dlilihatnya Gita dari atas sampai ke bawah serays tersenyum sinis."Saya mau bicara! Saya Mamahnya Arka," ucap wanita itu lagi.Anggita pun membuka pintu pagarnya dan mempersilahkan Linda masuk."Silahkan duduk!" "Gak perlu! Saya cuma ingin mengingatkan kamu, kalau saya masih ibunya Arka dan Rion juga masih suami saya, kami cuma salah paham aja, dan sebaiknya ... kamu menjauh dari sua
Pagi ini langit begitu cerah tapi disuatu rumah menjadi mendung karena hujan air mata, Anggita diam terpaku disamping jenazah wanita yang telah melahirkannya. Air mata tak kunjung berhenti mengalir di pipinya yang putih. Matanya sembab karena banyak menangis, tapi ia tak perduli. Yang ia harapkan saat ini adalah sang ibu kembali bangun dan menyapa sambil tersenyum padanya seperti kemarin. Andara yang duduk disebelahnya pun tak luput dari kesedihan yang menimpa Anggita. Ia juga merasa saat kehilangan sosok emak, karena wanita tua yang bersahaja itu memiliki hati yang baik, dan sering menolong keluarganya.Seorang wanita berpakaian rapih diikuti kedua pria tampan dibelakangnya, datang memasuki rumah Anggita, dan tentu saja sosok mereka menjadi perhatian para tetangga yang sedang bertakziah ditempat itu. Bisik-bisik terdengar dari mulut mereka, ada yang bertanya siapa gerangan tamu-tamu itu, ada yang memuji betapa tampan kedua pria itu."Anggita, mamah turut berduka cita atas meninggaln
Wajah Anggita terlihat panik, pria dihadapannya ini tidak sedkitpun berpaling menatapnya. Anggita memutar otaknya, alasan apalagi yang harus ia lontarkan agar Rion mau pergi dari rumahnya. Ia tahu keadaan mereka yang seperti ini sangat tidak menguntungkannya. Rion terus maju mendekati wanita yang membuatnya hampir frustasi, sejak ia pergi meninggalkan halaman rumah keluarganya dengan Andro. Andro sialan, aku akan menghajarnya nanti setelah dari sini, batin Rion memaki. Dibelakang Anggita kini hanyalah dinding, ia tidak bisa kemana mana lagi. "Jangan mendekat lagi!" ujar Anggita dengan suara sedikit lebih kencang.Tapi Rion tidak mengindahkan perintah wanita itu, dia terus maju mendekat ke arah wanita bermata coklat itu. Dengan tatapn tajam, Rion berjalan menghampiri Anggita. Tiba-tiba Rion menyatukan keningnya ke kening Anggita. "Jangan menolakku lagi, aku bisa gila!" bisik Rion, kedua tangannya menempel pada dinding, memenjarakan wanita itu agar tidak bergerak kemana pun. Jantung
Andro belum membuka helmnya, ia sudah melihat Anggita berada dihadapannya dengan berurai air mata. Sedangkan ia melihat kakaknya sedang menuju ke arah mereka dengan wajah tak terbaca."Tolong anter saya pulang sekarang, Dro!" seru Anggita lagi seraya menaiki belakang motor Andro sambil memegang bahu pemuda itu. "Jalan sekarang, Tolong!" titah Gita dengan nada mengiba.Andro tidak tega melihat keadaan Gita yang menyedihkan, ia langsung menjalankan lagi motornya dengan kecepatan. Padahal ia juga sudah melihat, Rion sedang berlari ke arahnya. Sorry Bang, keadaan Anggita lebih penting, batin pria itu. Sepanjang jalan, Andro hanya terdiam begitupun Gita yang sesekali masih terisak. Andro melihat Gita dari kaca spion, wajahnya memerah karena menangis. Tapi Andro tidak mengantar wanita itu kerumahnya. Ia tak ingin ibunya Anggita curiga dengan keadaan putrinya, oleh karena itu, Andro membawa Anggita menuju ke sebuah Taman Kota."Maaf, merepotkanmu." ucap Gita pelan sambil menundukkan wajah.
Saat ini Anggita sudah berada didalam sebuah taksi online. Ia tentu saja menolak tawaran Andro yang gila itu. Andro yang merasa kecewa dengan Gita pun melajukan motornya terlebih dahulu. Didalam hati ia sediki menyesal, kenapa harus membawa si Jimbo tadi kerumaj Anggita. Karena Anggita terang-terangan menolak untuk naik dibelakang motor balapnya. Taksi online itu sudah berhenti didepan gerbang rumah keluarga Syailendra. Anggita pun kemudian menyapa sang satpam.Ketika itu bertepatan dengan mobil Rion yang ingin masuk ke gerbang. Anggita pun memalingkan wajahnya. Rion kemudian membuka kaca mobilnya dan melihat ke arah Gita."Masuk Git!" seru Rion seraya tersenyum.Tapi Anggita tidak mengindahkan perintahnya, dia terus berjalan melewati gerbang dan memasuki rumah mewah itu. Sedangkan Orion terburu-buru memarkikan mobilnya sembarangan untuk bisa mengejar wanita itu.Anggita disambut ramah oleh Vega dan beberapa teman juga kerabat keluarga Syailendra yang sedang berkumpul."Sini Git!" se