Bab 44. Menemukan Hal Mencurigakan
Pepatah mengatakan bahwa cinta sering membuat seseorang menjadi linglung, mungkin hal itu terjadi pada diriku juga. Aku yang hendak melepas Daniel untuk Anggun dan anak-anaknya, nyatanya justru kembali mendekat dan tidak tahu harus berbuat apa.Teman-teman menyarankan agar aku memikirkan kembali keputusan untuk bercerai. Demi anak kata mereka. Aku bahkan didorong untuk berjuang sekali lagi untuk merebut Daniel dari Anggun. Bagaimana pun, meski Anggun dan Daniel telah memiliki anak, aku juga berhak berjuang demi anakku juga.Bingung dan cemas, itu yang kualami sekarang. Di sisi lain aku memang enggan berpisah dari Daniel mengingat bagaimana nasib anakku kelak jika menanyakan tentang ayahnya. Namun jika aku terus melanjutkan keinginanku, bagaimana dengan janjiku pada Dena? Bocah kecil itu sangat bergantung pada Daniel dan tidak mungkin bisa berbagi dengan diriku apalagi dengan anakku nanti.Siang ini, setelah mendeBab 45. Surat Cerai Hampir kurang lebih sepuluh menit mereka bercakap-cakap dengan sangat serius. Aku yang menguping, hanya mendapati beberapa kalimat terpotong yang aku sendiri tidak tahu persis itu apa. Dengan jantung berdebar-debar, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Daniel jika mendengar hal ini secara langsung. Mungkinkah Daniel masih mencintai Anggun dan menerima anak-anaknya? Mengintip mereka sekali lagi, aku melihat pria yang menjadi lawan bicara Anggun kini pergi menuju ke salah satu mobil yang terparkir dengan terburu-buru. Beda dengan Anggun, wanita itu memilih pulang sendiri dan tidak pergi bersama laki-laki itu. Entah, mungkin ini salah satu trik untuk menghilangkan jejak pertemuan mereka. Menghela napas panjang, sayup-sayup kudengar bunyi dering ponsel dari tas tangan milik Anggun. Wanita itu segera membuka tasnya dan mengangkat panggilan. "Iya Mas, aku masih ada di luar nih. Kebetulan aku sedang c
Bab 46. Salah PahamWanita diciptakan dengan segala keruwetannya, berkata tidak padahal ingin, pura-pura abai padahal ingin diperhatikan. Begitulah dengan diriku sekarang, Daniel kira aku bilang ingin cerai itu adalah sungguhan? Tidak, aku tidak betul-betul menginginkannya. Hanya saja pria itu salah memahamiku dan akhirnya benar-benar menceraikanku. Walau bagaimana pun nasi sudah menjadi bubur.Aku mendesah berat, setelah tahu Daniel membubuhkan tanda tangannya di atas kertas itu aku memilih untuk tidak mencari tahu akan dikemanakan kertas itu selanjutnya. Aku hanya akan menunggu surat panggilan dari pengadilan saja.Duduk termenung di dalam kamar, kulalui waktu-waktuku yang sepi hanya untuk menatap keluar jendela kamar. Jarang bicara bukan berarti aku tengah terpuruk sekarang. Hanya saja, terkadang orang memilih diam untuk melihat hal lain lebih jernih lagi.Aku tidak memikirkan apa pun, masalah toko perlengkapan bayi yang kubuka beberapa waktu l
Bab 47. Meminta KepastianPOV DanielDua Minggu ini aku menghilang, sengaja pergi dari kehidupan Devi karena memang aku memiliki urusan sendiri. Kurasa tidak apa-apa mengabaikan Devi sementara waktu toh dia wanita yang kuat dan tegar, ia tidak akan mungkin marah jika aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri.Setelah mengurusi operasi Dena, aku masih memiliki kepentingan yang hanya aku dan Riko yang tahu. Ya, aku diam-diam mengumpulkan helaian rambut Dena untuk kuuji DNA di rumah sakit lain. Tentu saja semua ini bersifat rahasia tanpa satu orang pun yang tahu kecuali Riko.Berawal dari rasa penasaran kenapa golongan darah kami berbeda, dari situlah aku memberanikan diri untuk mengetes DNA Dena dan memasukkannya ke laboratorium rumah sakit lain. Aku tidak ingin tindakanku ini dianggap gegabah makanya aku menyembunyikannya dari orang-orang.Aku mengabaikan segalanya hingga waktuku benar-benar senggang sekarang. Mengingat kandungan Devi terus ber
Bab 48. Panggilan dari Pengadilan"Surat apa-apaan sih ini Mas? Kamu jangan ngada-ngada ya?! Mana ada. Kamu itu ayah kandungnya Mas, sudah deh percaya sama aku. Lagipula darimana kamu dapat surat kayak gitu hah? Surat itu hanya ingin memecah keharmonisan kita aja Mas," bantah Anggun sambil meremas kertas tersebut lalu memberikannya padaku. "Percaya sama aku Mas, kamulah ayah kandungnya.""Tidak, aku percaya dengan bukti ini. Anggun, katakan padaku yang sejujurnya. Siapa ayah Dena yang asli," tegasku sambil menyorot matanya dengan tajam."Mas, kamu ini kenapa sih?! Aku sudah bilang, kamu ini ayah kandungnya. Masa nggak percaya sih.""Nggun, surat ini tuh udah akurat. Aku sengaja mengetes sampel DNA Dena dua minggu yang lalu. Aku penasaran, kenapa Dena memiliki golongan darah yang berbeda dari kita.""Mas, jadi orang jangan picik-picik amat deh Mas. Coba kamu baca artikel atau tanya ke dokternya langsung. Golongan darah anak bisa saja berbe
Bab 49. Jangan BerpisahPOV DeviTerus memikirkan Daniel bukan berarti aku lupa akan kesehatan diri, aku sadar dengan keadaanku yang ringkih ini, aku gampang sekali terserang penyakit. Satu-satunya solusi yang kuambil adalah memperbanyak minum vitamin dan juga berolahraga secara rutin.Jam menunjuk pukul tiga sore, waktu yang tepat untuk berolahraga dengan santai. Karena aku sedang berbadan dua, kuputuskan untuk mengambil yoga sebagai olahraga alternatif selama di rumah."Nyah, ada surat untuk Nyonyah." Bi Nani tergopoh-gopoh menghampiriku yang tengah duduk di atas matras dan melakukan gerakan yoga.Aku menoleh, menyeka peluh yang bercucuran dengan handuk yang terkalung di leherku. "Surat apa Bi?""Entahlah Nyah, tadi ada Pak pos datang membawakan amplop coklat ini. Katanya dari pengadilan," ucap Bi Nani dengan polos. Wanita paruh baya itu berdiri di sampingku sambil menyodorkan amplop.Aku mendongak, perasaanku sudah ti
Bab 50. Ayah Kandung DenaPOV DanielTugasku belum selesai, setidaknya itu yang ada dalam pikiranku. Mendapati pesan dari Riko, semangatku yang pada awalnya padam kini berkobar kembali. Untuk mencari siapa ayah biologis Dena dan Della, kukerahkan sebanyak orang yang kutahu. Tak peduli membayar berapa, aku hanya ingin tahu kebenaran yang sebenarnya."Aku harus kembali," kataku pada Devi setelah tanpa sengaja menunjukkan rasa kerinduanku yang dalam pada wanita itu.Apa? Rindu yang dalam? Ah, sepertinya karena terlalu banyak masalah, aku menjadi tambah gila sekarang.Devi hanya diam, aku tahu dia lagi-lagi kecewa padaku. Untuk menenangkan hatinya, kembali kuraih kedua tangannya yang mungil dan berkulit putih bersih tersebut."Percaya padaku Dev, hingga masalah ini belum menemukan titik terang, aku tidak akan pernah melepaskanmu barang sedikit pun." Kupandang matanya yang bening namun memancarkan keindahan itu cukup lama, pesona yang
Bab 51. Sudah Berakhir"Sebenarnya ... Sebenarnya, dia ini saudaraku Mas. Jauh-jauh dari Bali untuk mengunjungiku dan juga keponakannya," ucap Anggun mencari alasan yang menurutnya tepat.Aku memicingkan mata, mengawasi gerak-geriknya yang menurutku memang mencurigakan."Aku belum memperkenalkan kamu dengan dia, maaf ya Mas udah menciptakan kesalahpahaman ini. Tapi bener kok, dia saudaraku dari Bali." Anggun mendekat padaku, tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di dadaku dengan manja. "Sudah jangan marah seperti ini. Semua ini salahku, aku yang tidak memperkenalkan kamu padanya.""Anggun!" Sandi menghardik, tak percaya jika wanita yang menjadi kekasihnya lima tahun terakhir tiba-tiba bersandiwara seperti itu. "Apa yang kau lakukan? Kau menjilat ludahmu sendiri hah?! Kau amnesia?"Anggun menegakkan kepala, memandang Sandi dengan tatapan bingung. Ia berpura-pura tak terjadi apa pun, mencoba tidak panik yang pada akhirnya justru menggiring dia pa
Bab 52. Buket BungaPOV DeviTernyata menjalankan sholat lima waktu tidak hanya mampu menstabilkan emosi dan suasana hati melainkan juga mampu membimbingku pada keputusan yang bijak. Ya, setidaknya dengan memiliki Allah aku tidak merasa sendiri dan cukup tenang dalam menghadapi badai hidup.Hari ini aku sudah bisa beraktivitas kembali, bekerja di toko perlengkapan bayi dan menjalani rutinitas tanpa halangan yang berarti. Sambil tersenyum, kuusap perutku yang masih datar dan membisikinya sesuatu."Hari ini jangan rewel ya Nak, kita mulai bekerja seperti biasa. Kamu akan menemukan hal baru di luar sana, Mama yakin kamu pasti akan menyukainya dan tidak akan sedih lagi."Setelah mengusap lembut dan membisikinya dengan merdu, kuraih tas tangan yang tergeletak di atas meja rias. Menatap penampilanku yang maksimal, aku ingin menjalani hari-hariku seperti dulu, hari-hari yang penuh keceriaan dan tidak ada duka yang menyelimuti.Turun dari ana
Bab 70. Ayah BaruAku dan Riko kini akhirnya bisa hidup satu atap. Setelah pernikahan, aku diboyong dan tinggal di sebuah perumahan yang cukup luas dan nyaman. Meski tidak semewah yang dulu, aku merasa hidupku jauh lebih berbahagia.Perumahan yang sekarang adalah hasil keringat Riko sejak tiga tahun yang lalu. Beruntungnya aku hanya tinggal dan menempatinya saja.Kami bertiga hidup di perumahan itu, memiliki kebun kecil yang sering kutanami sayur mayur dan beberapa jenis bunga. Tak heran jika rumahku paling hijau sendiri dibandingkan rumah-rumah yang lain.Jarak dari perumahan ke tempat kerja Riko juga tidak jauh. Tak perlu memakai mobil, Riko lebih senang mengendarai motornya untuk pergi bekerja. Benar-benar hidup yang sederhana namun bahagia."Hallo Alvaro, sudah makan belum nih? Nih ayah belikan biskuit buat kamu," ujar Riko setiap kali pulang dari tempat kerjanya di restoran.Pria itu sangat penyayang, sering mengajak Alvaro main cilukba bahkan saat ia baru pulang kerja dan capek.
Bab 69. Aku Mengaku KalahHari pernikahan telah ditentukan, seluruh keluarga kembali berkumpul untuk mendiskusikan berbagai hal mulai dari wedding organizer, konsep pernikahan, souvernir apa yang akan mereka beri untuk tamu, hingga jenis hidangan yang akan mereka suguhkan nanti.Semua orang begitu ribut membahas hal ini, beda dengan diriku dan Riko yang hanya pasrah dan menunggu clear saja.Setelah melakukan banyak persiapan yang hampir disiapkan sebulan penuh, hari bahagia itu akhirnya sampai juga di depan mata. Kami menggunakan konsep adat Jawa dimana kami memang sama-sama keturunan orang Jawa.Pernikahan digelar di sebuah gedung yang besar, mewah, meriah, dan banyak tamu yang diundang. Tentu saja penikahan kali ini tak kalah semarak dari pernikahanku yang dulu. Hanya bedanya, dulu pasanganku adalah pria dingin yang sama sekali tidak berniat untuk membalas cintaku sedangkan saat ini, pria yang berdiri di sampingku adalah pria baik hati yang akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk
Bab 68. Kedatangan MantanMenahan napas beberapa detik, aku sadar jika kejadian seperti ini pasti bakal terjadi suatu saat. Ya, semenjak pisah dengan Daniel, aku memutuskan akur demi Alvaro. Akur di sini bukan berarti tidak ada lagi masalah, hanya saja aku memilih menghindar tiap kali bertemu Daniel.Pria itu akan datang beberapa bulan sekali untuk menjenguk Alvaro. Hanya Alvaro dan sama sekali tidak bertemu denganku. Bagaimana pun luka tetap saja luka, butuh waktu untuk benar-benar bisa menyembuhkannya."Ini bukan saat yang tepat Mas, aku masih bekerja." Aku mengucapkan alasan sambil menunduk, "mungkin nanti selepas dhuhur kamu bisa menemui Alvaro di rumah."Daniel menggeleng, tidak setuju dengan saran yang kuberikan."Tidak bisa, aku ada pekerjaan lain selepas dhuhur nanti." Daniel menolak ideku, matanya yang tajam kini memandangku, "aku bisa mengubahnya misal kau juga mau menemuiku nanti."Aku menelan ludah. Sulit rasanya menerima penawaran itu, selama ini setiap kali bertemu Alva
Bab 67. Lamaran"Iya, kamu jangan kaget." Ayah menepuk lenganku dengan lembut. "Ternyata Pak Effendi ini dulu temen perjuangan ayah waktu SMA. Kami punya hobi yang sama, sama-sama menyukai bonsai. Hanya baru akhir-akhir ini kami bertemu saat reuni sekolah."Ayah terkekeh, menggelengkan kepala sesaat. "Ternyata dunia ini tidak selebar daun kelor ya. Kukira siapa, ternyata kamu toh.""Dan yang lebih mengejutkannya lagi, si Devi ini sudah kenal Riko beberapa tahun belakangan. Bener-bener jodoh nggak sih Yah?" Ibu turut berbaur dengan perbincangan itu. Kedua keluarga saling terkekeh, berbagi kebahagiaan satu sama lain."Iya Pak, Bu, saya juga kaget ternyata ayah saya malah jauh lebih kenal keluarga ini ketimbang saya," ucap Riko dengan sopan. Pria itu sesekali melirikku yang tengah memangku Alvaro sambil tersenyum."Berarti memang benar-benar jodoh," timpal Pak Effendi mantap dan disambut tawa ceria yang lain."Oh ya Pak, Bu, silakan diminum dulu tehnya. Dimakan juga cemilannya," ucap ibu
Bab 66. Pernyataan Cinta"Ini?" Riko lalu mengalihkan pandangannya sendiri ke arah dekapannya. Ia lantas tertawa, "bukan. Ini keponakanku Dev. Anak dari kakak perempuanku, baru berusia sepuluh bulan.""Oh kirain anakmu," sahutku dengan wajah sedikit malu. Pria berkaos hitam itu hanya terkekeh sambil menimang-nimang keponakannya yang berjenis kelamin perempuan."Bukan. Aku masih single, belum memiliki istri apalagi anak," ujar Riko selaki lagi. "Oh ya, bisa kita ngobrol di sana nggak? Sambil minum kopi atau makan roti."Riko menunjuk pada salah satu stand yang menjajakan kopi dan juga roti. Aku menoleh ke arah yang ditunjukkan Riko, tanpa basa-basi aku pun langsung mengiyakan saja."Kamu pesan apa? Aku hari ini yang akan mentraktirmu," ujar Riko setibanya di stand itu. Sambil mendudukkan keponakannya di pangkuan, Riko begitu luwes ketika memomong bayi berumur sepuluh bulan tersebut."Terserah kau saja," jawabku tanpa keberatan. Riko mengangguk, ia lantas melambaikan tangannya pada penj
Bab 65. Siapa yang Lebih Munafik?POV DeviAku masih diam, saat ini aku nggak tahu harus bersikap bagaimana. Dengan kaki gemetar, aku melangkah untuk melihat bayi mungil tersebut dari dekat.Benar saja, kini terlihat jelas bagaimana wajah, dagu, alis, hingga warna kulitnya sama persis dengan Daniel. Aku menelan ludah, bagaimana pun aku benar-benar seperti ditusuk dari belakang oleh Daniel. Dia bilang nggak berbuat, dia bilang mungkin itu bayi orang lain tapi apa? Buktinya bayi ini bahkan amat sangat mirip dengannya. Memang, dosa akan bicara pada waktunya."Lihat Dev, bayinya mirip dengan Mas Daniel bukan?! Aku tidak berbohong. Aku memang hanya berbuat dengan dia seorang," ucap Anggun sambil menarik tanganku dengan lembut. "Tapi aku nggak tahu harus kukemanakan bayi ini. Mas Daniel terus saja mengelak, ia tidak ingin mengakui anak ini."Anggun mulai terisak, ada kesedihan di wajahnya kali ini. Sebagai seseorang yang sudah menjadi ibu, tentu saja aku tahu bagaimana perasaan Anggun saat
Bab 64. Bayi AnggunPOV AuthorDaniel tak bisa berkata-kata. Wajar jika Riko menyukai Devi, wanita itu sangat baik dan dermawan. Bahkan ketika ia disakiti selalu ada lautan maaf yang ia berikan. Kini, ketika Daniel mendapati kenyataan bahwa Riko juga menyukai Devi, Daniel tidak sanggup mengelak.Posisi pria itu makin terancam, ia tidak bisa bersaing dengan pria sebaik Riko. Sejauh ini hanya pria itulah yang benar-benar peduli pada Devi. Bahkan Riko mengaku jika ia tunduk dibawah kuasa Daniel bukan karena apa melainkan karena permintaan Devi sendiri kepadanya. Ya, saking cintanya Riko ia merendahkan harga dirinya dan membantu rivalnya dalam segala hal.Tertohok, tentu saja. Namun Daniel tidak bisa berbuat apa-apa. Saat ini kondisi rumah tangganya benar-benar berada di ujung tanduk. Karena hawa nafsunya, ia menanam benih pada orang yang salah dan pada akhirnya benih itu tumbuh dan kelak akan bersaksi atas perbuatan salahnya.Satu bulan berlalu, setelah ketahuan menyimpan foto-foto Devi
Bab 63. Penemuan FotoAlvaro, itu nama yang kuberikan pada bayi laki-laki yang kulahirkan beberapa hari yang lalu. Bermakna bijaksana, aku menyematkan harapan yang besar pada anak kesayanganku tersebut. Dilimpahi kasih sayang dari orang-orang terdekat, Alvaro adalah bocah yang penurut dan sangat manis.Setelah memandikannya dengan air hangat dan merawat pusarnya yang belum puput, kususui bayi itu agar tidak rewel dan lekas tertidur seperti sebelum-sebelumnya.Peranku cukup terbantu dengan adanya Bi Nani dan Ibu yang bahu membahu menggantikan posisiku ketika lelah. Mereka tidak membiarkan aku sendirian, selalu menemani dan mengobrol apa saja yang membuatku cukup terhibur dan tidak stres. Ya, Alvaro masih gemar begadang membuat kami bertiga harus bekerjasama untuk merawat bayi mungil berbobot dua setengah kilo gram tersebut."Apakah kau sudah minum susumu dengan baik?" tanya ibu saat mengecek vitamin yang harusnya kuminum pagi ini.Aku mendongak, mengalihkan perhatianku pada Alvaro yang
Bab 62. Tiba WaktunyaSetelah melakukan taruhan itu, aku dan Daniel memang tidak berdekatan satu sama lain. Aku sendiri juga heran, entah kemana perginya rasa cinta yang dulu pernah menggebu untuknya. Aku pun menikmati kesendirianku bersama orangtuaku di rumah yang lama.Seiring berjalannya waktu, kehamilanku telah menginjak usia sembilan bulan. Waktu yang sangat mendebarkan untuk menunggu anakku lahir ke dunia.Sepanjang itu banyak dukungan yang ditujukan kepadaku. Dania yang baru saja naik jabatan, mengirimi kami hadiah yang sangat mengesankan. Ya, sebuah dorongan bayi merek terkenal.Tak hanya Dania, Ratih dan Pamela pun memberikan kami hadiah yang tak kalah menarik. Kehadiran dan dukungan mereka benar-benar menjadi salah satu support sistem saat aku menjalani kehamilanku sendirian tanpa Daniel.Pagi itu aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Berjalan menyusuri taman atau bergerak apa saja guna memperlancar persalinanku nanti.Orangtuaku juga senang ketika aku bisa terpantau di r