Eyang Bardasena berseru keras, seraya hantamkan tangan kanannya ke arah langit. Selarik cahaya keemasan melesat dan menembus buyar awan gelap yang dilaluinya. Seketika sebagian besar awan gelap di angkasa berubah warna menjadi keemasan.Sweerrrssshk..!!Turun dengan cepat sebuah senjata berbentuk Kujang. Sebuah Kujang yang memancarkan cahaya keemasan bukan main terangnya, hingga sanggup mengubah awan gelap menjadi awan berwarna cerah keemasan. Itulah Kujang Kencana..!Taaph..!Kujang Kencana kini tergenggam di tangan Eyang Bardasena. Seketika sosok Eyang Bardasena lenyap terselubungi cahaya keemasan, yang memancar terang menyilaukan dari Kujang Kencana itu. Sungguh angker berwibawa!"Hahh! Ku-kujang Kencana berada di tanganmu..?!" sentak terkejut Eyang Barnawa bukan kepalang, dia seolah tak percaya pusaka langit pamungkas berada di tangan Eyang Bardasena.Maka menjadi maklumlah dia, jika adik seperguruannya Eyang Dharmala memang bukan lawan Eyang Bardasena.Bahkan dirinya sekalipun se
"Bedebah kau Arya..!" seru Kirana memaki Arya dari kejauhan, dirinya memang begitu benci dengan sosok culas dan keji itu."Keparat pengecut..!" seru Baruna yang juga geram dan benci setengah mati, dengan pemuda yang dulu hendak menculik Ayu itu."Hahahaa! Kita bertemu lagi para pendekar bedebah..!" seru Arya terbahak, namun sepasang matanya nampak mencorong keemasan, dengan bola mata hitam bulat diselimuti kobaran api hitam.Sungguh tatapan yang menyeramkan dan menebarkan hawa magis luar biasa.Seth!"Hmm! Masih belum jerakah kau Arya?!" seru Jalu, seraya melesat sejajar dengan ketinggian Arya di udara. Pandangan Jalu pun kini telah berubah seketika ke puncak aura powernya. Kedua bola matanya kini memancarkan kilau keemasan, bak rembulan bercampur aura kemerahan membara.Ya, aura kemerahan yang menandakan Jalu tengah dalam keadaan murka terhadap Arya. Kini keduanya saling tatap dengan pandangan saling memancarkan aura intimidasi power mereka masing-masing.Dan Jalu mendapati aura kege
"K-kak ... to-tolong selamatkanlah a-anakku.. Namanya Gi-gilang Ma-hendra..! Hkkhs..!" dengan terbata dan susah payah, wanita cantik itu berkata pada Larasati. Lalu wanita cantik itupun hembuskan nafas terakhirnya.Ya, wanita itu adalah Ratri, yang tinggal seorang diri bersama bayi yang dilahirkannya. Dan sudah pasti itu adalah anak dari hasil hubungannya dengan Jalu!Sungguh mengenaskan nasib Ratri. Namun hal yang menambah keharuan Larasati, adalah saat dia melihat wajah Ratri yang nampak tersenyum lega dalam kematiannya itu.Ya, menjelang nyawanya lepas dari raga, bathin Ratri sungguh merasa lega, karena kini anaknya bisa hidup dengan normal di dunia atas sana."Oee..! Oee..ee..!" suara tangisan bayi itu terus terdengar. Dan akhirnya dengan setengah merayap, Larasati berhasil membawa keluar bayi lelaki itu dari celah reruntuhan bangunan.Larasati pun menggendong bayi itu bersamanya, menuju ke area pertarungan semula. Dilihatnya pertarungan Eyang Waranaya, Eyang Cakradewa, dan Baruna
BLAAAZZTHHKK..!! BLAAAZZTHHKK..!!Hampir bersamaan meluncur turun dari langit, dua bola perisai yang berlainan warna. Perisai Dewa Emas milik Jalu sudah jelas bercahaya kilau keemasan. Sementara Perisai Iblis Kegelapan milik Arya bercahaya hitam berkilapan, yang sekelilingnya diselimuti kobaran api hitam pekat.Ya, keberhasilan Arya menyerap inti power di Alam Inti Kegelapan membuatnya mendapatkan dua kemampuan ilmu baru, yaitu Pukulan Inti Kegelapan dan Perisai Iblis Kegelapan itu. Sunguh dua kemampuan yang mengerikkan..!Dan disamping kedua kemampuan itu, Arya masih memiliki tambahan sesuatu hal yang spesial dari Alam Inti Kegelapan itu. Sebaiknya kita ikuti saja dulu pertarungan ini, untuk mengungkap hal spesial apa lagi yang dimiliki Arya itu.BLASSPH..!! BLASSHHP..!Sosok Jalu dan Arya kini telah berada dalam selubung bola perisai mereka masing-masing. Nampak sepasang mata keduanya telah saling tatap, mencorong penuh intimidasi.Kirana dan juga para pendekar lainnya nampak mengaw
"UEDANN..! Ambyar semuanya..!" sentak takjub dan ngeri Eyang Bardasena.Dia telah menyaksikan ribuan pertarungan selama hidupnya. Namun pertarungan yang sampai menghilangkan sebuah pulau dari pandangan mata, sungguh hal itu baru kali ini di saksikannya."Hahhh..!" seruan kaget dan cemas sontak terdengar dari semua mulut pendekar, yang menyaksikan benturan dahsyat pukulan kedua tokoh muda pamungkas dunia persilatan itu."Ahhh! Mas Jalu..!" seruan penuh kecemasan terdengar dari mulut Kirana.Ya, bagaimana mereka semua tak menjadi cemas dan terkejut secara bersamaan. Karena pulau Garuda saat itu benar-benar tak terlihat seluruhnya, akibat kabut yang demikian pekatnya menyelubungi pulau itu."Huaarrghks..!!" Wesssshhhh..!!Jalu terpental deras sekali ke arah tengah lautan, seraya muntahkan gumpalan darah hitam kental dari mulutnya."Mas Jaluuu..!!" teriak Kirana seraya melesat ke arah sosok Jalu.Para pendekar lain juga baru hendak menyusul Kirana melesat ke arah sosok Jalu, yang terhempas
Saat senja menjelang malam, barulah kedua sepuh itu keluar dari ruang bawah tanah istana itu. Nampak wajah lelah dan agak pucat terlukis di wajah Eyang Bardasena dan Eyang Waranaya.Kirana segera menghibur kedua sepuh itu, dengan jamuan makan malam yang menyenangkan. Dia sangat paham arti mengalirkan hawa murni, yang sangat menguras energi bathin dan mental itu. Pastinya kedua sepuh itu berada dalam kondisi sangat lelah dan lemas saat itu."Eyang sepuh Bardasena, Eyang sepuh Waranaya. Mari silahkan makan dulu, di meja sudah Kirana siapkan makanan sekadarnya buat Eyang sepuh berdua. Mari," Kirana langsung menyapa dan mempersilahkan kedua sepuh itu untuk makan dan minum.Bahkan Kirana juga tak lupa meletakkan seguci arak pasir kegemaran Eyang Bardasena di sana. Sungguh wanita yang luwes, penuh pengertian, dan mudah sekali disukai oleh para lelaki si Kirana ini."Wah! Ada arak pasirnya juga Kirana?! Hahahaa! Sungguh beruntung Jalu memilikimu Kirana!" Eyang Bardasena sontak berseru riang,
"Ahh! Benarkah bayi ini ditemukan di Istana Pasir Bumi itu Kirana..?! Lalu di mana Ibu dari Gilang Mahendra ini..?!" seru Jalu dengan hati berdebar kencang.Selintas sosok wanita dewasa yang cantik, langsung terbayang di benak Jalu, bibi Ratri!"Iya Mas Jalu. Gilang Mahendra ditemukan dibalik reruntuhan bangunan Istana Pasir Bumi bersama ibunya. Mbak Laras tak menyebutkan namanya pada Kirana. Karena tak ada orang lagi selain Gilang dan ibunya di sana Mas, begitu kata Mbak Laras," sahut Kirana kembali menjelaskan.'Ahh! Bi Ratri! Maafkan Jalu bi. Jalu akan merawat anak kita Gilang Mahendra dengan sebaik-baiknya. Tenanglah kau di alam sana Bi Ratri', seru bathin Jalu merasa trenyuh. Saat dia merasa yakin ibu dari Gilang Mahendra adalah Ratri, dan Gilang Mahendra tak lain dan tak bukan adalah putra kandungnya sendiri!Nampak wajah Jalu muram seketika mendengar kabar mengejutkan itu. Tak terasa matanya beriak basah mengenang kebaikkan Ratri, wanita yang masih tetap cantik di usia paruh ba
"Yang Mulia Maharaja saat ini sedang kedatangan tamu istimewa Tuan Putri. Seorang pemuda tampan yang hamba sendiri tak tahu darimana dan siapa namanya, Tuan Putri," sahut sang Dayang utusan istana itu."Baiklah Bibi," ucap Ratna, dia pun telah siap menuju istana dalem, dengan diiringi para dayang keputren dan dayang utusan istana itu.Sementara di istana dalem kerajaan Bhineka.Saat itu nampak sang Maharaja Rahadewa Mapangga dan Permaisuri Saraswati Nirmala tengah berbincang dengan seorang pemuda gagah dan tampan.Dari sinar mata sang Maharaja dan sang Permaisuri yang berseri, jelas terlihat keduanya sangat senang dengan pemuda yang menjadi lawan bicaranya itu.Dan pemuda lawan bicara mereka saat itu, tak dinyana dan tak diduga ternyata adalah, Arya!Ya, setelah tiba di kerajaan Bhineka dengan menaiki Garaga, Arya langsung saja terapkan aji 'Perbawa Iblis'nya.Seketika seluruh penjaga gerbang istana hingga kepala pengawal istana, yang bertemu dan bertatap mata dengannya menjadi tunduk
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun