Xaba tercengang mendapat informasi mengenai masalah yang menimpa keluarga mereka. Bukti-bukti mengarah pada sosok tertentu, hanya saja Xaba tidak mau gegabah bertindak.Sebelum pernikahannya terjadi, ia bertekad akan membongkar masalah yang ada. Hanya saja kedatangan Ayasya membuat runyam otak berpikir Xaba. Menjelang akhir pekan, Batari meminta izin pada Xabier untuk mengunjungi makam budenya ke desa Adiluhur. Xabier dan Xaba tidak turut serta lantaran Batari ingin sendirian saja ke sana.Xabier cukup khawatir dengan rencana Batari karena hubungan masa lalu yang sempat buruk dengan penduduk setempat."Saya hanya semalam di sana, Pak. Tidak seorang pun orang desa yang tahu rencana kedatangan saya, 'kan.""Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak memastikan keselamatan kamu, Bu."Batari tertawa malu, meskipun pernikahan mereka sudah berpuluh tahun, Xabier tetap saja bersikap manis terhadapnya."Aku akan siapkan dua orang untuk menemani kamu, Mbok Sadiyo ikut saja." Saat Batari akan me
"Kamu mau menggoda Papa?!" tanya Xaba dengan suara lantang sambil mengacungkan telunjuk pada Ayasya. "Kembali ke rumah hanya untuk melakukan cara rendah dengan memberi papa obat penenang?!" Xaba sempat membaca keterangan itu tadi di tabung obat.Ayasya yang masih berada di lantai hanya terisak malu. Xaba memberi jarak pada Ayasya agar mampu menahan diri agar komunikasi mereka berjalan dengan cara yang pantas."Maafkan saya, Mas," lirih Ayasya sesenggukan."Maaf? Aku sudah mencurigai kamu sedari awal, Ayas. Tidak mungkin semudah itu kamu kembali kemari kalau bukan untuk maksud tertentu!"Ayasya mencoba berdiri meski dengan terhuyung-huyung. Ia berpegangan pada bangku dan meja yang ada di dekatnya. Barulah Ayasya mampu berhadapan dengan Xaba."Kamu sengaja mengenakan pakaian minim seperti itu, kamu mau... memancing papa melakukan hal tak patut sama kamu?!" Xaba kembali meninggikan nada suaranya sembari berkacak pinggang dan sebelah tangan mengacak rambutnya sendiri. "Perempuan rendahan!!
Minggu malam, Ayasya bersama keluarga Santos menikmati hidangan di restoran Pohon Rindang. Xabier memilih ruangan privat untuk mereka berempat. Bertepatan dengan perayaan hari pernikahan Batari dan Xabier."Selamat untuk Papa dan Ibu," ujar Xaba tersenyum sembari mengangkat gelas anggur dari meja bulat, sementara itu yang lain menikmati minuman jus buah dan air mineral."Selamat untuk Ibu dan Bapak, saya kagum dengan kekuatan cinta Ibu dan.Bapak," puji Ayasya tulus setelah mereka menikmati minuman yang disajikan."Terima kasih, Ayas," ucap Batari sembari mengusap lengan Ayasya yang duduk di samping kiri. "Moga kamu segera menemukan pasangan hidup yang akan berjuang bersama-sama," harap Batari mukhlis.Ayasya menanggapi dengan senyum, sementara Xaba tampak fokus pada santapan lezat di hadapannya. Usai menikmati hidangan, Batari sadar ada yang kurang saat ini."Mengapa Milen tidak kamu ajak, Xaba?"Sekejap Ayasya mengerling pada Xaba. Paska malam kejadian ia menyebut nama Milen sebagai
"Aku mau ketemu besok."Di sinilah Xaba dan Milen saat ini, di sebuah cafe kopi. Milen baru saja mendarat di Surabaya dari Jakarta, langsung mendatangi Xaba.Parasnya tanpa ekspresi, bertolakbelakang dengan kenyataan bahwa tidak lama lagi mereka akan menjadi pasangan suami istri. Seharusnya, paras calon mempelai sumringah, tetapi ini lain."Kamu punya hubungan apa dengan Ayas?!"Kening Xaba mengernyit, menandakan bingung akan pertanyaan Milen yang bernada tuduhan."Jangan pura-pura polos. Ada maksud apa kamu membawa perempuan kampung itu ke alun-alun? Malam-malam lagi."Xaba teringat pada memori beberapa hari lalu ia dan Ayasya mengunjungi sebentar alun-alun Surabaya. Dan, tidak melakukan apa pun."Kabar dari mana? Menyuruh orang lain memata-mataiku lagi?"Milen berdecak kesal sembari jemarinya mengulir ponsel dalam genggaman."Ini apa?!" tanyanya dengan nada meninggi seraya menyodorkan ponsel ke hadapan Xaba.Xaba terdiam selagi matanya membaca berita terkait malam di alun-alun. Ia m
[Saya akan datang.]Ayasya duduk di bangku dalam restoran Jiwa Sehat sembari membaca kembali pesan beberapa hari lalu dari nomor tanpa nama.Pesan itu yang membawa Ayasya tiba di sini. Tidak menyangka sebelumnya bahwa restoran Jiwa Sehat dikosongkan seperti saat sekarang."Selamat datang, Ayasya," sapa Wisang yang datang dari arah ruang kerja. Sengaja Wisang melempar senyum, akan tetapi tidak berpengaruh pada batin Ayasya yang kurang tenang."Saya harap kamu datang membawa kabar baik." Wisang duduk di sebuah meja petak panjang terbuat dari kayu mahoni tepat berhadapan dengan Ayasya. Mereka berjarak 2 meter jauhnya."Seperti yang Bapak inginkan," sahut Ayasya lalu menelan ludah dengan susah payah. "Ibu Batari telah meninggalkan rumah sejak pertama kali melihat suaminya bermesraan bersama saya."Wisang mengangguk-angguk pelan, kemudian mengulas senyum."Ya, saya telah mendapat laporannya. Batari meninggalkan rumah.""Tidak menyangka kalau kamu juga mendekati anak mereka, Xaba. Kabar men
"Ayasya mengkhianati perjanjian. Sekarang Om dikejar-kejar pihak berwajib. Brengsek, Ayasya!"Milen mendengar seksama penuturan Wisang yang mengaku sedang dalam pencarian melalui sambungan telepon. Helaan napas panjang dan embusan kencang dari mulut Milen menandakan kejenuhan dan kejengkelan. "Dari awal aku keberatan Om melibatkan perempuan itu dalam urusan kita. Om tidak pernah mau mendengar, dia tidak bisa dipercaya, Om," cecar Milen sambil berjalan bolak-balik di kediamannya."Kamu harus membantu pelarian Om, Milen."Kening Milen mengernyit, dia tidak terima turut menanggung kesusahan akibat keputusan Wisang yang keliru."Membantu seperti apa, Om?""Om harus melarikan diri sementara keluar negeri. Anak buah Om tertangkap, Om butuh identitas palsu untuk bisa melakukan perjalanan pesawat."Milen mengerti arah pembicaraan Wisang. Pria itu memintanya untuk mengurus segala kebutuhan pelarian dari dalam hingga keluar negeri."Om, aku rasa Wulan, anak Om, lebih bisa menolong. Aku masih h
Samar-samar Ayasya mendengar cekcok antara pria dan wanita di kamar rawatnya. Ia baru saja terbangun akibat efek obat analgesik opioid yang membuatnya kantuk dan mual."Kamu hanya sibuk mengurusi perempuan itu, Xaba. Sampai-sampai aku harus kemari menemui kamu!""Sst... jangan berisik, Milen, kamu akan mengganggu tidur Ayas," tegur Xaba menaruh telunjuk ke arah mulut.Milen bertolak pinggang. "Ada yang salah sama kamu, kekasih kamu itu aku. Betapa sulit minta bertemu, padahal aku juga membutuhkan kamu." Milen tidak bisa menahan diri untuk berhenti protes terhadap sikap Xaba yang dianggap menomerduakan dirinya. "Apakah kamu tidak punya empati terhadap Ayas? Dia baru saja kena musibah, Ayas seorang diri, sebatang kara, tidak ada salahnya aku yang menunggui di sini," jelas Xaba dengan suara pelan, tetapi tegas.Mulut Milen menganga sambil bersidekap, ia berkata, "Lalu apa bedanya dengan aku? Juga sebatang kara di dunia ini." Milen berharap Xaba tergugah dan sadar kalau sikap kekasihnya k
Pernikahan Xaba dan Milen tinggal menghitung hari, dua orang perempuan di tempat berbeda gelisah menghadapi hari peresmian itu."Semua hal berkaitan gedung acara sudah beres, ya, Bu?" tanya Xabier suatu pagi yang tengah bersantai di taman kediaman Santos. "Sudah, Pak, hampir rampung persiapan buat Xaba."Batari menghirup napas panjang sembari memandang lurus pada bunga warna-warni yang indah. Helaan napas Batari diperhatikan oleh Xabier, mereka duduk sebelah menyebelah."Kamu kenapa, Bu? Seperti ada beban pikiran."Anggukan pelan Batari sebagai jawaban. Xabier mengerti apa isi hati istrinya. "Relakanlah Xaba dan pilihan hidupnya, mungkin ini cara keluarga kita lebih harmonis lagi, Bu.""Saya berusaha, Pak." Batari menundukkan kepala dan memainkan jemarinya. "Tapi, sebagai ibu rasanya berat sekali hati ini."Xabier mencoba menenangkan Batari dengan mengusap punggung istrinya.Hal yang sama dirasakan oleh Ayasya. Belum lagi kekecewaan mereda, kegelisahan menyusul menghampiri.Sebagai
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca