Setelah beberapa saat, Raihana bertindak seolah-olah dia baru saja mengingat sesuatu, "Aku membawa beberapa hadiah hari ini. Itu bukan sesuatu yang berharga, jadi aku akan meninggalkannya untuk dimainkan semua orang." "Kami tidak pantas dihambur-hamburkan oleh anda, Nona Muda." Evie memaksakan senyum. Melihat anting-anting batu berlian di telinga Raihana, dia menyadari untuk pertama kalinya, bahwa seorang pelayan rendahan telah menjadi Nona Tuan Xavier. "Anda tidak perlu begitu sopan, kita semua adalah satu keluarga." Raihana menundukkan kepalanya, mengangkat cangkir teh dan meniupnya perlahan, namun tidak berminat untuk menyesapnya lagi. Semua orang melihat gerakan ini dan tiba-tiba merasa bahwa meskipun kata-kata Raihana sopan dan santun, tetapi yang dapat dirasakan orang adalah aura yang mengesankan, seolah-olah Evie hanyalah lelucon di matanya. Seolah-olah hanya karena belas kasih dan kemurahan hatinya, dia tidak berdebat dengannya. Fins menatap Raihana di depannya. Alisny
Apa yang terjadi di rumah paman Max memang sudah menyebar ke kalangan bangsawan di kota. Ketika insiden itu menyebar, Tuan Max tidak tahan untuk keluar dan mendengar ejekan dari orang lain. Setiap kali dia pergi ke kantor, dia bergegas pulang secepat yang dia bisa setelah pekerjaan selesai. Terakhir kali, dia bertanya kepada Evie apa yang terjadi. Hasilnya adalah dia melihat Evie menangis tersedu-sedu di kamarnya. Dia harus menanggungnya meskipun dia kesal. Dia hanya ingin menolong sahabatnya Adeline yang dia pikir adalah korban.Raihana adalah seorang pelayan rendahan. Mengapa dia begitu perhatian dan bijaksana. Sekarang reputasi Tuan Max tidak bagus dan orang-orang mengatakan untuk tidak menikahi putri-putri dari keluarga Tuan Max. Ini telah merusak reputasi para anaknya di rumahnya dan dia merasa agak tidak aman. Orang yang mereka hina kali ini bukanlah orang biasa, tetapi istri dari seorang Xavier. Tidak akan mudah untuk menekan gosip. Raihana, setelah mendengar lelucon yang
Saat memasuki Pavilium, Raihana merasa bahwa bagian dalam rumah terlalu sunyi. Para pelayan dan penjaga tampak seperti patung. Utusan penjaga segera keluar, dan membimbing keduanya dengan senyum di wajahnya ke ruang tamu. Raihana melihat Bibi Mida mengenakan gaun polos dan perhiasan, rambutnya diikat rapi. Di pergelangan tangannya ada gelang manik-manik Buddha. Dia memiliki sedikit senyum di wajahnya, tetapi tampak hambar, membuatnya tidak yakin apakah itu senyum yang sebenarnya atau hanya karena kesopanan. Tuan Xavier dan Raihana melakukan salam dengan benar, tidak kurang hati-hati karena Bibi Mida tidak memiliki kekuatan. "Kalian berdua tidak perlu bersikap sopan. Duduklah," Bibi Mida memberi isyarat agar keduanya duduk dan setelah seorang pelayan menuangkan teh, dia berkata: "Bagaimana mungkin anak laki lakiku datang hari ini?" "Kudengar Bibi sakit, apakah Bibi sudah minum obat?" Nada bicara Tuan Xavier menunjukkan kekhawatiran, "Hari ini saya makan di rumah dan mendengar b
Pakaian pelayan dan penjaga yang baru dibagikan di rumah. Para pelayan mendapati bahwa pakaian tahun ini, meskipun terbuat dari kain yang sama seperti sebelumnya, jauh lebih tebal. Setiap orang juga mendapat kain tambahan. Semua orang gembira, dan berpikir bahwa rumah ini pasti berbeda sekarang setelah Nona Raihana datang. Bahkan kondisi kehidupan mereka, sebagai pelayan, meningkat."Mereka bukan apa-apa. Jika Nona Muda ingin menghukum mereka, mereka harus menerimanya. Bahkan jika dia menginginkan nyawa mereka, mereka hanya bisa marah karena nasib mereka tidak baik," kata Pengawal William yang mampir ke kediaman Tuan Xavier dan menatap penjaga di depannya, "Kamu adalah salah satu bawahanku, ingatlah bahwa pengambil keputusan di rumah ini adalah Nona Muda. Jika kamu melakukan hal-hal bodoh, mereka tidak menyalahkan gege karena tidak melindungimu.""Jangan khawatir, Tuan, jangan khawatir," Penjaga kecil itu menerima peringatan Pengawal William dan berkata dengan rasa terima kasih, "Aku
Raihana berlari, suara nafasnya semakin pendek, ia mengangkat bagian bawah roknya agar bisa lebih cepat lagi, di saat orang-orang berlari keluar, dia justru masuk semakin jauh ke dalam. "Nona muda," panggil Raihana setelah mendorong pintu dengan semua sisa tenaganya. "Mereka sudah masuk ke halaman, bersiap mendobrak pintu rumah. Kita kalah, kita tidak bisa bertahan disini,Nona." Terlihat gadis cantik dengan raut wajah sedih hanya terdiam, berbalik ke arah bawah jendela yang terbuka, melihat kekacauan di halaman rumahnya. "Apakah ini akhir dari hidupku?" lirihnya yang selalu lemah lembut. "Tidak. Tidak Nona.Mereka tidak akan menyakiti para pelayan. Mereka hanya akan menyakiti para keluarga Nona. Mereka memusnahkan keturunan dan keluarga Nona saja." Raihana menutup jendela, memaksa Nona muda yang bermata sayu itu melihat matanya. "Anda tidak akan mati. Saya tidak akan membiarkan Nona mati di tangan mereka." Raihana tidak akan pernah membiarkan majikannya itu mati meski nya
Punggung Raihana terasa perih mendengar Suara yang dingin menusuk jantungnya itu, dan ia tidak mempunyai keberanian untuk mengangkat wajahnya. "Aku dengar pernikahannya tinggal beberapa hari lagi, tetapi kenapa undangan belum sampai padaku?" Raihana gemetar, terlalu tegang hingga semua indranya tidak bekerja hanya bau amis darah yang tercium membuat perutnya bergolak. Dia membekap mulutnya, menelan kembali muntahnya yang asam dan menjijikkan. "Apa adikku tersayang melarikan diri dan meninggalkanmu sendirian, dia tidak menceritakan padamu ke mana dia akan pergi setelah membuat rumahmu hancur?" Ujung sepatu Tuan Xavier mengungkit dagu Raihana yang basah dengan airmata dan keringat. Raihana memilih patuh mendongak menatapnya yang terlalu sempurna dalam rupa yang seperti pangeran, tetapi punya hati bagaikan iblis yang sangat jahat. "Apa kamu memilih tutup mulut dan membiarkan pengecut itu kabur sedangkan kamu dan keluargamu harus mati karenanya?" "Anda tidak harus membunuh ratu
Tuan Xavier tidak pernah memilih wanita mana yang akan menemaninya, dia tidak punya tipe kesukaan. Dia tidak punya kekasih kesayangan, kedudukan dan posisi mereka sama tingginya. Dia merasa masih muda dan sehat, masih belum butuh penerus. Dia mengatur agar tidak ada satu pun yang akan hamil di antara puluhan wanita-wanita yang menemaninya itu. Kalaupun nanti dia mati muda, dia tidak takut perusahaannya yang tidak punya penerus akan hancur sebab baginya Jabatan yang kini didudukinya tidaklah berharga, kalau jabatan ini hancur setelah kematiannya tidak masalah. Sejujurnya dia benci dengan perusahaan dan intrik licik dalam perusahaan ini. Perusahaan ini membuat ayahandanya manjadi jauh dengan keluarganya. Perusahaan ini membuat ibunya nyaris gila karena difitnah dan dijadikan seperti tahanan rumah. Perusahaan ini membuatnya tidak kenal mana teman mana musuh. Perusahaan ini menjauhkannya dari semua yang dicintainya. Perusahaan ini merenggut masa kecilnya, kebahagiaan bersama Ibunda. P
"Kalian semua keluar, pergi sekarang juga." Tuan Xavier membenarkan posisi tubuhnya dan duduk tegak, tidak mengulang perintahnya karena dalam beberapa kelipan mata, semua orang sudah pergi membawa rantai besi yang sempat melingkar di kedua lengan sang Nona Muda, meninggalkannya dengan Nona Muda berdua saja. "Bagaimana kabarmu, Nona Muda?" Tuan Xavier mengamati Raihana, setiap inci tubuh wanita itu yang tidak menghiraukannya sama sekali. "Apa yang kamu lihat?" Tuan Xavier bertanya lagi. "Apa kamu ingin membunuhku dengan pistolku sendiri atau kamu ingin bunuh diri dengan pistol yang sudah membunuh ayahmu?" Raihana jelas masih sangat lemah, wajahnya pucat dan tampak sayu, berdirinya sedikit membungkuk sepertinya luka di bahu masih sakit. Kedua telapak tangan Raihana dibalut kain menutupi lukanya yang dalam akibat tembakan pistol dari tangan Tuan Xavier. Raihana terkejut karena Tuan Xavier tahu apa yang dipikirkannya. "Kedua-duanya," jawab Raihana dengan mengangkat dagu. "B