139Proses pemakanan Alvin berjalan singkat. Karena tidak banyak yang kami lakukan. Semua sudah diurus pihak rumah sakit. Kami tinggal memakamkannya saja.Kak Dala mengurus semuanya, karena tidak ada yang bisa mengurus lagi. Alvin dan bunda tidak memiliki keluarga dekat. Bunda bahkan belum sadarkan diri hingga sekarang.Para pelayat yang terdiri dari seluruh karyawan perusahaan, juga kolega-koleganya Alvin sudah meninggalkan tanah pemakaman. Aku dan Kak Dala sudah sepakat tidak membocorkan rahasianya kepada siapa pun agar nama Alvin tidak menjadi buruk. Biarlah aibnya ditutup. Kasihan ia yang sudah pergi dan lebih kasihan yang masih tinggal di dunia jika aibnya sampai tersebar.Ya, aku kasihan dengan bunda jika aib Alvin sampai tersebar. Biarlah para karyawan dan kolega tetap mengenal Alvin sebagai pribadi yang baik dan lurus. Biarlah hanya aku dan Kak Dala yang tahu.Aku kembali ke rumah sakit setelah proses pemakaman Alvin selesai, untuk menjenguk bunda. Selama perjalanan, aku memej
140“Kau tidak apa-apa?” Terdengar nada khawatir dalam suara Kak Dala saat ia menhubungiku via telepon rumah, karena aku belum punya HP lagi hingga saat ini. Lelaki itu mengubungiku tak lama setelah sekuriti menyeret tubuh Michelle keluar gerbang.Entah siapa yang melaporkan kejadian ini ke Kak Dala, karena aku bukan wanita yang suka mengadu seperti yang Michelle tuduhkan. Mungkin salah satu pekerjanya yang melaporkan tak lama setelah semua orang berhasil mengamankan wanita itu.Entah bagaimana juga wanita itu bisa masuk ke sini. Padahal tidak kulihat mobilnya di halaman. Ia juga menyerangku saat Kak Dala baru saja pergi. Seolah sengaja menunggu momen yang pas.“Aku tidak apa-apa, Kak. Hanya sedikit panas di kulit kepala.” Aku sedikit berbohong. Padahal kulit kepala sampai lecet-lecet. Bahkan entah berapa puluh helai rambut yang tercerabut dari akarnya gara-gara perbuatan wanita gila itu. Namun, aku tak ingin terlalu mendramatisir keadaaan.Mungkin untuk seseorang yang ingin mempertah
141Aku menggigit bibir. Menikmati rasa perih yang berbeda. Ternyata pria mirip Kak Dala versi tua itu adalah papinya. Secepat itu beliau tiba.Apa ia sengaja datang tanpa memberi kabar dulu untuk memegokiku? Atau apakah ada hal penting hingga tuan besar yang sudah lama menepi dari keramaian dunia itu, akhirnya turun gunung?Tuan besar yang masih gagah di usianya yang tidak lagi muda itu terlihat sangat berkharisma dan kepabakan. Terbayang saat masih mudanya dulu pastilah lebih gagah dan lebih ganteng dari Kak Dala sekarang. Hanya saja kalimat yang keluar dari mulutnya barusan lebih tajam dari sebilah pedang hingga sukses menorehkan luka baru, menemani luka lama yang sudah sangat banyak ini.Apa aku terlihat seperti wanita peliharaan? Apa seburuk itu aku di matanya? Ataukah ada seseorang yang mengadu jika Kak Dala membawa wanita ke rumahnya tanpa kejelasan status, hingga papinya langsung berburuk san
142PoV SultanEntah apa yang ada di pikiran Papi, tiba-tiba saja beliau berkata jika akan pulang. Yang membuatku kalang kabut adalah, beliau pulang tanpa kabar lebih dahulu. Tiba-tiba menelepon sudah dalam perjalanan.Bukan apa-apa, di sini ada banyak hal yang pasti akan membuat papi heran. Ada banyak hal yang belum kuceritan, dan ada banyak hal yang harus kubereskan sebelum beliau datang. Sayangnya, Papi keburu datang sebelum aku berhasil membereskan semuanya.Masalah Michelle dan keberadaan Ana di rumah adalah hal terbesar yang terpenting yang belum Papi ketahui.Aku pulang dengan tak memikirkan apa pun sesaat setelah pria yang jalan pikirannya tak dapat ditebak itu menelepon sedang dalam perjalanan ke rumah. Aku menyuruh sopir untuk mengebut agar cepat sampai di rumah. Ana, aku mengkhhawatirkannya. Papi tidak akan mengerti keberadaan Ana di rumah.Seperti yang sudah kuduga, papi sedang menginterogasi Ana, begitu aku tiba di rumah. Mereka bahkan berdiri di depan pintu kamar Ana. Mu
143 PoV Sultan “Michelle….” Aku tidak menyangka jika wanita itu nekat datang dan bicara di depan Papi. Aku juga heran bagaimana ia bisa masuk, padahal aku sudah mewanti-wanti kepada sekuriti agar tidak membiarkan dia masuk. Khawatir dia menyakiti Ana lagi. “Sultan, apa maksudnya ini?” Papi yang terlihat jelas perubahan di wajahnya, kini menatap tajam padaku. Aku bangkit setelah memandang Papi dan Ana bergantian. Kemudian menghampiri Michelle yang berdiri sangat percaya diri. “Michelle, apa yang kamu lakukan?” Aku menekan suara, ingin meraih tangannya, tetapi ia menepisku karena tahu aku ingin menyeretnya keluar. “Kenapa? Kau takut papimu tahu? Biar kuberi tahu saja sekalian!” Dengan sangat menjengkelkan wanita itu malah sengaja bicara dengan nada tinggi. “Michelle, jangan membuat masalah, papiku baru saja pulang!” Aku semakin menekan suara. Kekesalan sudah tak dapat ditahan. “Justru itulah, karena papimu baru saja datang, ini momen yang tepat memberitahunya jika kita akan seg
144 PoV Sultan Aku menghadap ke arah lain seraya mengusap kasar wajah berkali-kali. Frutrasi. Ingin kucegah Michelle beraksi lebih jauh, tetapi Papi terus menanggapinya hingga wanita itu merasa di atas angin. “Apa ini?” Terdengar suara Papi yang sepertinya sedang menanyakan sesuatu. Aku berbalik kembali menghadap mereka. Kulihat Papi dan Michelle sedang memperhatikan sesuatu di tangan wanita itu. Sementara di ujung meja sana Ana hanya diam dengan sesekali melirik padaku. Terlihat dari gerakan lehernya ia menelan ludah berkali-kali. “Ini bukti, Om. Kalau aku dan Sultan melakukannya malam itu, juga malam-malam setelahhya.” Dengan tidak tahu malu, wanita itu mengaku sesuatu yang seharusnya tidak perlu diceritakan jika pun itu benar. Namun, itulah Michelle, apa pun akan ia lakukan agar tujuannya tercapai. Sesuatu yang baru kusadari jika aku sangat bodoh terlibat dengan wanita seperti dirinya. Aku menunggu reaksi Papi dengan harap-harap cemas. Papi dulu sangat menekankan jika aku boleh
145PoV SultanMichelle benar-benar menjengkelkan, tetapi aku tak dapat berbuat banyak. Tak mungkin memperlakukannya dengan kasar di depan Papi. Terlebih Papi seolah tak peduli saat ini, beliau malah memperhatikanku seolah ingin melihat apa yang bisa kulakukan.Ok, aku tidak mau kalah dengan Papi. Aku akan melakukan sesuatu yang membuatku tidak dipandang rendah oleh Papi. Aku harus mencari bukti yang kuat untuk meyakinkan jika di sini, aku tidak bersalah. Namun, aku harus menggunakan cara elegan.Setelah melirik sebentar ke arah Ana yang terlihat jelas luka di hatinya lewat tatapannya, aku akhirnya memutuskan mengantar Michelle ke apartemennya. Mungkin aku terlihat lemah, tetapi ini caraku untuk membuktikan kepada papi dan Ana.Maafkan aku Ana, mungkin aku menyakitimu sekarang, tetapi percayalah, ini bentuk usahaku untuk menunjukkan kepada kalian jika aku sama sekali tidak bersalah.Akhirnya aku mengantar Michelle pulang diiringi tatapan tajam Papi dan tatapan penuh luka Ana.Sepanjan
146PoV SultanAku sudah tahu risiko ini. Sudah tahu ini akan terjadi. Sejak dulu Michelle memang sering merayuku agar aku mau berhubungan dengannya walaupun berbagai cara sudah kulakukan agar terhindar dari jeratannya.Apalagi kini, untuk meyakinkan agar Papi menikahkan kami, pastinya ia akan terus merayuku agar mau menidurinya.Terkadang aku kasihan terhadap wanita seperti dia. Apa nanti akan ada laki-laki yang mau menikahi wanita yang entah sudah tidur dengan berapa pria. Bahkan laki-laki paling brengsrek pun, menginginkan wanita baik-baik untuk menjadi istri sahnya. Karena nantinya seorang istri akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya di rumah. Bagaimana seorang wanita bisa menjadi guru yang baik untuk anak-anaknya kelak, jika menjaga harga dirinya saja ia tidak mampu?Dengan ganas, Michelle mulai menyerangku dengan ciuman panas di sekitar wajah dan leherku. Aku berusaha menahan semampu aku bisa. Karena jika dibiarkan bukan tidak mungkin aku akan terjerumus terbawa suasana. Bi
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan