203Dengan tidak sabar, Sultan turun dari taxi yang sejak tadi dicarternya. Ia langsung menemui Ayumi di halaman belakang setelah si Mbak ART mengantarnya ke sana. Yumi tengah menyirami bunga anggreknya seperti biasa.Sultan langsung meraih tangan Yumi setelah mengucap salam. Walaupun keheranan, wanita paruh baya itu menerima juga uluran tangan anak sambungnya.“Ada apa? Papi masih di kantor.” Yumi memasang wajah datar. Walaupun ikut sakit hati atas perlakuan sang anak sambung terhadap Viola, tetapi sebagai orang tua ia mencoba bersikap netral. Bagaimana pun Sultan adalah anak dari suaminya. Dan jangankan dirinya, ayahnya sendiri tidak bisa memaksakan kehendak kepada seorang anak.“Aku bukan mencari Papi, Bun. Kalau Papi aku tahu masih di kantor.”“Lalu?” Kening penuh kerutan itu semakin berlipat.“Aku … hmmm, mencari Ana.” Sultan menjawab dengan sedikit gagap. Sebenarnya ia malu menanyakan Viola setelah apa yang dilakukannya. Apalagi Bunda yang paling tahu seberapa buruk sikapnya saa
204 “Sultan, Papi lupa mengatakan jika kemungkinan Vio tidak di rumah saat ini. Ia tengah sibuk akhir-akhir ini karena akan segera berangkat ke luar negeri.” Sultan memejam kuat saat mendengar suara sang ayah di seberang telepon sana. Padahal ia hampir tiba di alamat yang dituju. Kenapa ayahnya tidak memberitahunya sejak tadi? “Kemungkinan ia akan pulang malam. Kata Bunda, Vio hampir setiap hari pulang malam. Selain memang sibuk, Vio sengaja memangkas waktu sendiri di rumah agar tak terus kepikiran masalah rumah tangganya. Ini pengakuannya kepada Bunda.” Sultan masih memejam mendengar kelanjutan ucapan sang ayah. Ternyata seperti itu. Padahal ia pikir Viola bahagia berpisah dengannya. Karena selalu terlihat baik-baik saja. Ternyata ia pun menderita, dan pastinya terluka. Begitu pintar Viola menyembunyikan lukanya di balik sikap tegar dan pura-pura bahagianya. “Jadi, bila kau ingin menemui dia dan bicara dengan leluasa, sebaiknya kau datang malam saja. Saat ini mungkin sedang meng
205 Sultan menjalankan mobil dengan tidak sabar. Untunglah jalanan sudah lumayan lancar karena waktu sudah mendekati jam sembilan malam. Ia harus segera sampai di apartemen Viola dan menjelaskan kepada wanita itu tentang semua yang ternyata bermuara pada Feli. Tidak salah memang sejak awal instingnya mengatakan jika wanita yang mengaku saudara sambung Viola itu ular. Karenanya ia tidak setuju Viola menampungnya. Sayangnya, ia yang pada akhirnya mempercayai semua ucapan wanita itu dan bahkan menuduh Viola dengan begitu keji. Ia menyakiti wanitanya dengan mengajukan gugatan cerai. Padahal berulang kali Viola menolak untuk diceraikan dan menjelaskan jika dirinya tak seperti yang ia pikirkan. Bodoh memang, karena termakan perkataan orang yang tidak bertanggung jawab, kini ia berada dalam penyesalan tak berujung. Tak ada yang dapat membantunya memperbaiki semua ini selain dirinya yang berusaha dengan keras meyakinkan Viola agar mau memaafkannya. Tak butuh waktu terlalu lama ia berada di
206Viola mematung di tempatnya, ditatapnya lelaki yang pernah ia impikan menjadi pelindung hidup selamanya beberapa saat, sebelum mengerjap dan menunduk.“Aku minta maaf, Ana. Ternyata ada orang lain yang ingin menghancurkan pernikahan kita. Aku baru tahu jika OB itu disuruh seseorang utuk mencelakaimu. Ternyata bukan kamu yang menyuruhnya. Aku….”“Aku sudah memaafkan Kakak sejak lama. Jangan khawatir, aku sudah melupakan semuanya agar hatiku lebih tenang dan lebih ringan menjalani hidup. Permisi.”Kali ini Viola benar-benar membuka pintu apartemenntnya dan ingin melangkah masuk. Namun, lagi-lagi Sultah menahan.“Ana, tunggu! Sungguh, aku minta maaf atas semua ini. Aku sangat menyesal. Aku sudah menuduhmu, padahal kau juga pasti sangat kehilangan anak kita.”Viola menengadah. Matanya memejam sekejap.
207“Aku masuk, Kak. Terima kasih atas semua yang telah terjadi di antara kita. Terima kasih untuk malam ini. Terima kasih juga kadonya. Sampai jumpa lusa di pengadilan agama. Selamat malam, permisi.”Setelah mengatakan itu semua itu, Viola benar-benar masuk ke dalam unitnya. Menutup pintunya dengan cepat, kemudian menyandar di baliknya dengan kondisi hati tak dapat dilukiskan. Air mata yang sejak tadi ditahannya, tumpah sudah. Pura-pura tegar yang diperlihatkan di depan Sultan, hancur sudah. Sesungguhnya, ia adalah wanita yang sangat rapuh.Untuk beberapa lama ia hanya menyandar di sana dengan menumpahkan air mata tanpa suara. Sungguh, walaupun sudah berjanji tidak akan menangis lagi untuk semua yang terjadi antara dirinya dan Sultan, tetapi nyatanya ia terlalu rapuh untuk tetap berpura-pura tegar.Rasa sakit yang sekian lama hanya tertahan dalam hati, kini tertumpahkan sudah. Rasanya sakit tidak dipercaya suami sendiri, sakit diceraikan sepihak, sakit hendak diambil lagi sesuka hati
208“Hisam?” Sultan menegur dengan ragu hingga orang tersebut berbalik.Kekagetan menghiasi wajah keduanya. Hingga wajah mereka sama-sama menegang untuk beberapa saat, sebelum Sultan gegas menguasai keadaan.“Kenapa kau ada di sini?” tanyanya dengan tatapan menyelidik.Sikap yang sama ditujukan lelaki yang pagi ini sudah sangat rapi dengan setelan kerja.“Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau ada di rumahku?”“Rumahmu?” Kening Sultan berkerut. “I-ni rumahmu?” Telunjuknya menunjuk rumah bercat hijau toska yang sedang ia curigai menjadi tempat tinggal Feli saat ini.“Ya, kenapa? Ada masalah?” Hisam mengangkat kedua tangannya. Tatapan menyelidik masih belum lepas dari matanya.“Ini rumahmu, dan kau datang sepagi ini dengan penampilan rapi? Bukankah sepagi ini kau seharusnya baru keluar dari sana?” tanya Sultan lagi setelah merasa janggal.Terlihat hisam mengerjap kikuk. Lelaki itu memperbaiki posisi berdirinya yang padahal tidak salah.“Ini rumah keduaku,” jawabnya lagi pelan seolah t
Gendut209Hisam menatap nyalang Sultan untuk beberapa lama dengan wajah merahnya. Sultan merasa tak mengenali lelaki di hadapannya.“Pergilah, jangan membuat rusuh di sini. Urus saja masalahmu dengan Viola. Jangan mencari kambing hitam,” ujarnya sebelum ia pergi dan masuk ke dalam mobilnya kembali. Tidak jadi membuka pintu pagar.Sementara Sultan masih berdiri di sana dengan wajah merah dan tubuh gemetar menahan amarah. Tangannya masih mengepal kuat. Rahangnya masih mengeras. Bahkan hingga mobil Hisam melaju dan menjauh meninggalkan debu dan polusi di udara. Ia masih di sana dengan amarah menggunung.Sultan kesal, Hisam benar-benar mencurigakan. Kalau tidak ada apa-apa di dalam sana, kenapa ia harus marah? Apa susahnya mengizinkanya masuk untuk membuktikan jika memang rumah itu kososng. Justru dengan begitu menandakan jika ia menyembunyikan sesuatu.Sultan kembali ke mobil setelah beberapa lama. Berbagai pertanyaan dan kecurigaan memenuhi kepalanya. Dan ia tidak akan menyerah untuk me
210Belum selesai Sultan membaca pesan Rudi, perhatiaannya teralih karena suara pintu gerbang yang digeret. Matanya melebar seketika. Di sana, di depan rumah yang sejak pagi ingin ia masuki, seorang wanita tampak mengunci pagar dan masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah terbuka.Sultan memang tidak dapat melihat wajah perempuan itu dengan jelas karena memakai hoodie yang kupluknya menutupi sebagian wajahnya. Akan tetapi dari postur tubuhnya, Sultan sangat yakin jika perempuan itu adalah buruannya.Gegas Sultan menekan tombol panggilan kepada Rudi dan memasukkan ponsel yang sudah terhubung dengan headset ke dalam saku jaketnya. Kemudian menyalakan motor dan mengejar mobil yang ternyata melaju ke arah berlawanan.“Aku melihat dia, Rud. Dia pergi dengan mobil. Aku akan mengejarnya. Cepat menyusul!” Setelah mengatakan itu, Sultan langsung tancap gas menyusul mobil yang sudah melaju di jalanan kompleks. Ia menyebutkan nomor polisi mobil tersebut dengan terus mengejar mobil yang sepertiny
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan