277 Amanda mematung sempurna. Dunia benar-benar terasa berhenti berputar, bahkan jantungnya terasa berhenti berdetak. Bagaimana tidak? Kalimat yang sejak tadi takut didengarnya dan berharap tidak akan pernah keluar itu dari mulut Shakeil, kini benar-benar nyata. Suaranya tidak keras, bahkan terkesan sangat lirih, parau dan hampir tak terdengar. Namun, Amanda bersumpah suara itu bahkan lebih keras dari gelegar guntur sekali pun di telinganya. Hening untuk beberapa saat. Dua sejoli masih di posisi mereka masing-masing. Amanda berdiri seperti patung dengan ponsel pembawa malapetaka masih dalam genggamannya. Wajahnya pias seolah darah tidak mengalir ke sana. Sementara Shakeil masih berlutut dengan wajah menunduk penuh penyesalan. Entah untuk berapa lama mereka dalam posisi ini, hingga napas berat Amanda terembus bersamaan dengan kakinya yang bergerak pelan. Tubuhnya limbung mencari pegangan. Ditekannya dadanya sendiri sembari meletakkan bokong di tepian ranjang. Ranjang yang baru saja
278“Aku tidak akan mengerti dan tidak ingin mengerti apa pun terkait ini. Karena yang jelas kau sudah membohongiku. Kau menipuku, dokter Shakeil Ehsan. Aku ingin kau menjatuhkan talak atas diriku sekarang juga!”Akhirnya kalimat itu meluncur dari mulut Amanda tanpa dapat dikendalikan. Rasa kecewanya terlalu besar. Baginya Shakeil bukan hanya membohonginya, tetapi menipu seluruh keluarganya dengan kebohongan yang tidak bisa termaafkan.Shakeil sendiri terus berjalan dengan lututnya hingga mencapai kaki Amanda. Dipeluknya kaki itu dengan erat setelah sebelumnya menggelengkan kepala entah berapa banyak.“Manda, tolong jangan bicara seperti itu. Jangan terlalu terbawa perasaan. Dan jangan mengambil keputusan di saat tengah dikuasai emosi seperti ini.” Kepala Shakeil mendongak, tangannya masih memeluk erat kaki Amanda.Amanda ingin melepaskan kakinya, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Bahkan tenaganya yang telah terkuras oleh percintaan mereka, ditambah kenyataan hidup yang jungkir balik dar
279Amanda duduk menangis seraya memeluk dirinya sendiri. Rasa perih menjalari sekujur tubuhnya akibat perbuatan Shakeil barusan, tetapi perih di hatinya lebih meraja.Ia tahu kewajibannya sebagai istri melayani suaminya, dan hak Shakeil sebagai suami memiliki dirinya. Namun, bukankah hubungan suami istri pun harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak menyakiti salah satu pihak? Bagaimana mau bernilai ibadah bila dilakukan dengan cara memaksa hingga salah satu pihak merasa tersakiti?Amanda menangis. Meratapi nasibnya. Ia yang beberapa saat lalu merasa menjadi wanita paling beruntung dan bahagia bersuamikan lelaki sempurna seperti Shakeil, kini dunia benar-benar seolah dijungkir-balikan. Shakeil bahkan memaksa dirinya untuk berhubungan. Sakit. Namun, ia tak ingin orang lain tahu. Orang lain akan mentertawakannya, toh Shakeil memang suaminya. Berhak atas dirinya.“Maaf, Manda. Jika aku menyakitimu. Tapi kamu pasti paham bukan, aku hanya menuntut hakku. Kita suami istri, tidak sala
280Shakeil menyeringai melihat Amanda yang sudah terpojok. Wajahnya semakin merah. Tangannya menyambar benda dalam genggaman Amanda dengan cepat hingga wanita itu tak dapat menghindar.Amanda semakin pucat, sedangkan tangan Shakeil yang menggenggam ponsel terangkat tinggi. Satu tangannya lagi terulur, mengangkat dagu Amanda dengan ujung jarinya. Wajahnya mendekat, Amanda menahan napas karena saking dekat wajah mereka.“Bukankah kamu istri yang manis?” bisik Shakeil yang di telinga Amanda terdengar sangat menakutkan.“Istri manis tidak pernah membuat suaminya marah,” lanjutnya masih dengan bisikan menakutkan.Amanda menelan ludah dengan susah payah. Ia merasa tidak mengenal lelaki yang kini mengungkungnya di dinding. Shakeil seperti bukan dirinya.“Menurutlah agar menjadi istri solihah, sayang. Cukup diam dan semua akan baik-baik saja.”Amanda semakin ketakutan. Wajahnya semakin pucat. Bahkan keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.“Atau ….” Shakeil menyeringai lagi. “Kau ingin ….”
281“Papa tidak perlu tahu. Aku atau kamu tidak boleh ada yang memberi tahu.”Kening Malvino tambah berkerut. Ia sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Amanda.“Maksud Kakak apa? Papa justru orang yang harus pertama tahu kasus ini. Papa orang yang paling bertanggug jawab atas pernikahan kalian. Aku malah ingin melihat bagaimana reaksi papa jika tahu laki-laki yang selalu dibanggakannya itu tidak lebih dari seorang penipu.Amanda kembali memejam. Ya, semua memang terjadi karena sang ayah yang terus memaksa menjodohkan dirinya dengan Shakeil. Namun, ia sendiri punya andil di sini. Menjelang hari-hari pernikahan, ia menerima Shakeil karena sudah jatuh cinta dengan lelaki itu. Bukan lagi karena paksaan atau perjodohan.“Aku tetap minta kamu tidak memberi tahu papa dulu, Vin,” ucapnya dengan lemah dan wajah tertunduk.Malvino mengusap wajah kasar berkali-kali. Gemas, kesal, marah, dan kecewa bercampur baur. Jalan pikiran sang kakak tidak masuk di otaknya.“Lalu, apa rencanamu, Kak? Kau m
282Salah satu ruangan di vila yang lumayan besar itu terasa panas. Padahal suhu puncak menuju sore biasanya akan terasa sejuk, dan semakin dingin jika hari beranjak petang. Bukan tanpa sebab jika terasa panas, karena wajah-wajah tegang tengah berkumpul di sana.Amanda duduk didampingi Malvino. Wajahnya dibuat datar walaupun kesedihan masih tampa jelas di matanya. Pria paruh baya berjalan mondar-mandir. Wajahnya tegang dan merengut. Sesekali istrinya menenangkan pria tersebut agar emosinya tak meluap. Sementara di sudut yang lain, lelaki muda tampak babak-belur. Wajah dan beberapa bagian tubuhnya lebam dan bengkak. Aroma ketegangan sejak tadi menghiasi ruangan tersebut.Pria paruh baya menatap Amanda dan Malvino yang sejak tadi terus menutup mulutnya. Rasa kesal menguasainya kini. Kedua anaknya tidak mau bicara apa pun. Sementara kondisi yang ia tangkap tengah terjadi sesuatu antara kedua anaknya dan lelaki babak-belur yang baru beberapa hari ini menjadi menantunya. Yang membuatnya he
283Semua mata kini tertuju wajah Shakeil. Entah apa yang akan dilakukan lelaki itu. Amanda hanya memandang datar. Sementara Malvino geleng-geleng kepala dengan senyum sinis masih terukir di bibirnya. Viola menatap Shakeil dan kedua anaknya bergangtian. Rasa penasaran masih belum menemukan jawabannya. “Pa, maaf jika saya melukai hati anak Papa.” Shakeil memulai dramanya. Setidaknya itu yang ada dalam pikiran Malvino. Sultan masih menunggu apa yang ingin dikatakan Shakeil karena sejatinya ia belum mengerti apa yang terjadi. Walaupun risih Shakeil sampai berlutut seperti ini, tetapi ia hanya diam menunggu. “Saya tahu sudah melukai hati Amanda, tapi saya bersumpah sangat mencintai putri Papa. Saya sama sekali tidak berniat menceraikannya.” Beberapa kerutan tercipta di kening Sultan. Pria tersebut berkedip-kedip tak mengerti. Ditatapnya Shakeil dan Amanda bergantian. “Cerai?” gumamnya pelan. “Apa maksudnya cerai?” tanyanya dengan kening semakin berlipat. “Apa benar kamu ingin bercer
284“Amanda ingin bercerai dari Shakeil.”“Apa?”Seruan terdengar bersamaan dari mulut dokter Shofia dan suaminya. Kekagetan terpancar jelas di wajah mereka. Dokter Shofia bahkan melepaskan pelukan di tubuh Shakeil sebelum mengalihkan pandangan ke arah Amanda yang sejak tadi duduk dengan tatapan kosong. Bahkan tak ada pelukan hangat dan jabatan tangan yang berakhir dengan ciuman takzim dari menantunya itu seperti biasa jika mereka bertemu.“Cerai?” Wanita itu bergumam. Wajahnya memucat. Sesuatu yang tabu dan tidak pernah terbayang sama sekali akan didengarnya.“Shakeil?” lanjutnya menatap sang anak yang semakin menunduk. Kemudian berjalan perlahan mendekati Amanda di tempat duduknya, saat Shakeil tetap membisu. Kaget, heran, dan tak percaya berbaur.“Sayang, apa ini? Kenapa papamu bilang kau ingin bercerai dari Shakeil? Apa salah kami?” Suara dokter Shofia pelan dan bergetar. Tatapan terkejut berubah nanar. Inikah arti sikap dingin Amanda sejak tadi?Amanda memejam. Ia sangat tahu dok
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan