Dua minggu kemudian, Arlesa sudah pulih total, dia akan kembali beraktifitas seperti biasanya, mengelola usaha bersama Gus Alam. Rumah mereka sudah di jaga ketat oleh Prajurit kerajaan. Kemana pun Maysa pergi, akan ada lima pengawal yang berbaju kaos biasa mengikutinya dari berbagai arah.
Tentu saja Dewi Patih dan silumannya masih mengintai mereka, untuk memulihkan pula kembali ekor ayahnya, Dewi Patih menumbalkan peremouan hamil lain terlebih dulu, karena sangat sulit menculik Luna dan juga Maysa yang terjaga ketat.Bi Siti masih saja mengurung Luna di kamarnya, kadang setelah semua majikannya sudah tertidur, barulah Luna keluar sejenak dari kamar itu menghirup udara kebebasan. Perutnya kian membuncit, anak di dalam kandungannya sangat aktif bergerak buat hidup Luna bersemangat menjalani hari-harinya. "Hari ini kamu mau ikut ke Cafe?" tanya Arlesa."Jika di bolehkan," sahut Maysa."Ok, kamu dan Inara ikut, kitaSeluruh keluarga kerajaan berkumpul di kerajaan, keluarga Gala pun hadir bersama pihak terakhir untuk putri semata wayang Rajab, Shera Analoqa. Jasadnya akan di kebumikan sebelum musnah begitu saja di bawah angin. Rajad dan Cia belum melepas peti jenazah anaknya, di ujung ada Gala pula yang samanya dengannya. rencana pernikahan telah pupus bersama kepergian Shera tanpa pamit mengucap kata selamat tinggal. Lima bulan waktu yang singkat, namun menyimpan banyak kenangan, setiap sentuhan Shera milikmu terselip cinta yang tulus.
Rajab dan Gala berpindah dimensi, atas keterangan dari Arlesa, keduanya sudah tahu alamat Dewi Patih. Dengan membawa kesedihan beserta amarah, Rajab dan Gala menuju ke Desa siluman ular itu. "Apa yang akan Pak Rajab lakukan nanti? janganlah sampai mencelakakan diri Bapak, kasihan Ibu Shera bila tahu," ujar Gala. "Saya akan melakukan seperti dia memperlakukan anak saya. Gala, saya tidak bisa membayangkan betapa perihnya kaki anakku hangus karena dia," sahut Rahab geram. Gala tergugu, dia memahami kemarahan Rajab, sebagai kekasih dia pun juga dendam pada Dewi Patih juga Luna. Setiba di rumah, dia akan mencari Luna untuk di beri juga pelajaran. "Jika saya nanti tak bisa kembali dengan keadaan selamat, tolong sampaikan pada ibunya Shera, terima kasih untuk pendampingannya selama ini," ucap Rajab pasrah. Kehilangan Shera membuat dia tak memiliki semangat hidup, putri semata wayangnya sudah pergi membawa semua harapan hidup
Angin sepoi malam mengcekam, sudah dua jam Rajab dan Gala mengintai rumah Deiw Patih, namun rumah bercat putih itu belum juga mengeluarkan sosok wanita tua berparas nyaris nenek sihir di sebuah buku dongeng.Gala sudah merasa lelah, dia ingin secepatnya membalaskan sakit Shera pada anak siluman itu. Rahman yang sedari tadi memandang lekat masih tetap kukuh menunggu Dewi Patih keluar dari rumahnya."Pak, sebaiknya kita masuk saja," jaka Gala."Tidak, Nak. Bisa saja mereka sedang menagancang-ancang juga di dalam sana, dukun seperti dia memiliki segudang aksi kelicikan yang bis mengecoh kita," sahut Rajan.Gala menurut lagi, mantan Panglima kerajaan seperti Rajab memang sudah mengetahui teknik-teknik pertempuran yang demikian, sehingga dia tahu kapan bahaya mengintai dan kapan bisa melengahkan musuh.Dewi Patih keluar dari rumahnya, dia membawa dupa yang masih menyebutkan as
Siang hari, Maysa dan Arlesa di panggil ke ruangan kerajaan. Disana seluruh keluarga kerajaan telah berkumpul menunggu mereka. Di kursi ketahtaannya ya, Raja Garsan sudah di dampingi oleh ketiga Bunda Ratu Wandara yang duduk manis di kursi masing-masing. Dalam hati Arlesa sudah menebak tentang apa yang akan Ayahnya katakan nanti, suatu keputusan yang harus ia jawab sevara mutlak tak boleh ia untungkan ataupun ia uluran waktunya. "Karena kalian sudah berkumpul, mari dengarkan apa keputusan Ayahmu ini," kata Raja Garden memulai berbicara pada keempat putranya juga para menantunya. Semua anak dan menantu itu mengangguk sembari menundukkan wajah penuh hormat. "Masa Ayah sekarang ini ingin beristirahat, ingin menikmati masa tua tanpa ada lagi urusan kerajaan yang menyita waktu dan hidup ayah, jadi sudah saatnya ayah memutuskan untuk menobatkan salah satu di antara kalian sebagai Raja Wandara selanjutnya," papar Raja Garsan. Arlesa menghela nafas, hatinya berkecamuk saat itu juga,
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt