Mereka berdua bertemu tatap, Gavin yang menunduk menatap wajah Raline. Dan gadis itu menengadahkan wajahnya menatap binar hangat dari kedua mata Gavin yang ternyata berwarna hazel.
***
Dalam hitungan detik Gavin bisa menelusuri bentuk wajah Raline dengan jelas. Lalu membingkainya dalam memori ingatan. Bukan hanya cantik, tetapi ada kelembutan yang selalu ingin ia dapatkan dari gadis yang disukainya itu. Bahkan wangi lotion susu yang luntur karena air hujan sudah cukup menggoda indera penciuman Gavin. Sekalipun lotion yang dipakai murah, tapi Gavin akan melabeli aroma itu sebagai aroma khas tubuh Raline.
Tersadar dengan cepat, Raline memb
Mendapatkan jawaban dari Raline membuatnya sekarang bisa melangkah untuk pergi. Tetapi saat memeluk Raline, ia merasa jika ada ruang kosong yang mampu Gavin isi disana.“Baru kali ini aku merasakan sakitnya ditolak,” ucap Gavin dengan senyum pasi.“Ini hanya sebuah perasaan, tidak lebih. Karena aku sendiri sadar, kalau duniaku berbeda dengan orang lain. Tapi, aku tidak bisa mengelak keindahan rasa yang tumbuh dengan tulus di dalam hati. Dan aku hanya bisa menikmati perasaan ini, sampai pada akhirnya aku harus lupa dengan semua ini.” Raline menyunggingkan senyum manisnya, dan itu sangat menyakiti perasaan Gavin saat memandangnya.“Kalau k
Saat ada yang hilang, aku kira semuanya akan baik-baik saja. Ternyata yang hilang itu tidak bisa tergantikan dengan hal apapun di dunia ini.***SMA ELITEUjian hari pertama sudah selesai. Beberapa murid masih berada di depan kelas saling membahas soal ujian yang mereka kerjakan. Namun ada juga yang berkumpul hanya untuk membahas hal lain. Ada yang asik tengah bergosip, membahas langkah kemana mereka setelah lulus dari SMA. Bahkan ada juga yang pamer kekayaan orang tua mereka.Kebetulan Raline yang masih berada di sekolah, tidak sengaja mendengar gerombolan gadis tengah pamer barang branded mereka masing-masing. Berlalu melewati gerombolan gadis cantik dengan seragam ketat dan riasan cukup te
"Apa yang kalian lakukan? kembalikan kacamata itu!" Teriak Tian yang melihat tingkah anak buah Mama nya.Semua bodyguard terdiam melihat anak dari Mami Lisa itu berteriak membela Raline. Tian melangkahkan kakinya dengan cepat menghampiri gerombolan bodyguard yang langsung tertunduk takut."Sini, mana kacamatanya!" Tian mengulurkan tangannya meminta si bodyguard bertubuh kurus memberikan kacamata milik Raline."I-ini tuan.""Pergi kalian semua!" gertak Tian dengan nada keras.Semua bodyguard itu tunggang langgang meninggalkan pos di depan komplek yang sudah menjadi wilayah penjagaan milik bodyguard Mami Lisa.
BRUGH!Laura jatuh tersungkur tepat di depan meja Mami Lisa. Sambil memegangi cerutu, Mami Lisa beranjak berdiri dari tahtanya. Bukan hanya Laura yang terjatuh di lantai, tapi Maria yang dari tadi berada di ruangan Mami Lisa hanya bisa diam membisu. Mulut Maria terbungkam dengan sehelai kain hitam yang terikat kencang, Wajah Maria penuh luka dan memar.“Aku mohon lepaskan Maria, dia tidak bersalah!” Jerit Laura memohon.Germo itu menghampiri Laura dan berjongkok tepat di depannya, kemudian menarik rambut bagian belakang dengan keras. Laura meringis kesakitan, tapi ia tidak peduli dengan rasa sakitnya.PLAK!
“Buka gak pintunya!” titah Tian kepada bodyguard yang berjaga di depan pintu gudang penyimpanan.“Tapi nanti mereka kabur tuan,” ujar bodyguard yang berjaga di depan masih tampak ragu untuk menuruti titah anak dari bos nya itu.“Kalian tetap berjaga, aku akan masuk sebentar saja.” terang Tian dengan titahnya. Dengan gagap, bodyguard membukakan pintu gudang. Tian pun masuk ke dalam, lalu dikunci lagi oleh si penjaga dari depan.“T-tian!?” Laura yang melihat sosok Tian langsung kembali bersemangat setelah kelelahan dengan tangan dan kaki yang terikat tali. “Bagaimana keadaan Raline? Bantu tante keluar dari sini, aku harus menyelamatkan Raline.” cerca Laura penuh pengharapan. 
Pagi harinya, Tian sudah menunggu Raline di depan pintu rumah. Sudah 30 menit Tian menunggu gadis berkacamata itu keluar dari rumahnya. Dengan mengenakan seragam sekolah yang berbeda, lelaki itu rela menunggu untuk mengantarkan Raline pergi ke sekolah. Kantung mata yang menghitam di bawah mata sebagai bukti jika, Tian mengalami malam yang panjang dengan tidak tidur.“Astaga! Tian?” sentak Raline terkejut saat keluar dari rumah malah melihat Tian.“Hai, selamat pagi!” sapa Tian dengan senyum pasi. “Aku akan mengantarkanmu sekolah hari ini,” ujar Tian mengajaknya tanpa perlu menanyakannya terlebih dahulu.“M-mengantar? Siapa?” tanya Raline tidak yakin dengan ucapan Tian barusan.
Oriental Avenue, Bangkok Thailand. Hotel Mandarin Oriental.Gavin tengah keluar dari kamar hotel suite miliknya setelah selesai bekerja seharian. Ini hari kedua Gavin berada di Bangkok, Thailand. Mengenakan kaos hitam dan celana pendek berwarna khaki, Gavin keluar dari kamar dan langsung diiringi oleh dua bodyguard setianya."Kalian tidak bosan berada disini?" sindir Gavin dengan langkah tertahan.Kedua bodyguard Gavin terdiam sesaat. Lalu saat Gavin berjalan pelan, kedua bodyguard itu mengikuti langkah kemanapun tuan mudanya itu pergi. "Berhenti kalian. Aku ingin sendirian!" bentak Gavin kemudian."Tuan maafkan kami. Tetapi kami tidak mau terjadi apa-apa dengan tuan." jawab Jamal dengan hormat.
'Laura, kamu dimana sekarang?' tanya Daniel dalam hatinya.Makin malam, club semakin ramai. Para penghibur mulai bertebaran tepat pukul 12 malam. Panggung merah mulai dipersiapkan, begitu juga dengan stripper pole berwarna hitam yang menjulang tinggi. Dentuman musik mulai lebih smooth."Wah, bentar lagi nih kayaknya pertunjukan liar akan dimulai!" sentak Leonard mengerti dengan alur hiburan di club house mewah itu."Hm? acara liar apaan?" tanya Daniel tidak mengerti maksud Leonard."Itu, yang aku bilang barusan. Penari sexy akan muncul kayaknya sebentar lagi. Semoga saja Maria yang tampil, aku akan langsung booking ah!" racau Leonard dengan wajah mupengnya.
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah