Udara di Uluwatu sangat menyegarkan. Aroma laut dan hamparan pasir putih membuat suasana sore hari semakin hangat. Gavin mengajak istrinya, sore itu untuk ber-jacuzzi di hunian Morabito Art Cliff yang termasuk fasilitas mewah disana.
Wadah jacuzzi itu tepat menghadap ke pinggir pantai, dimana bisa melihat matahari tenggelam yang sebentar lagi bisa mereka nikmati. Gavin pun mengajak istrinya untuk berendam di jacuzzi.
Raline yang mengenakan bikini sangat antusias karena bisa langsung melihat sunrise sambil memanjakan tubuh dengan air hangat dari jacuzzi. Tubuh wanita itu terasa sedang dipijat oleh air hangat yang menyentuh kulitnya.
Saat Gavin masuk ke dalam jacuzzi dihiasi lampu LED yang mengelilingi mereka. Dia meraih tubuh Raline dan memeluknya dari belakang. Dihirupnya tengkuk leher wanita
Di dalam jacuzzi penuh cinta itu, Gavin benar-benar membuat Raline mabuk kepayang. Sentuhan demi sentuhan diberikan oleh lelaki itu dengan begitu lembut. Istrinya sudah melakukan pelepasan dua kali.Saat berada di puncak gairah, Gavin mempercepat ritme pergerakannya. Menekan dan menusuk liang sempit itu dengan cepat sampai keduanya mendesah penuh nikmat.“Oh, Gavin! Ohh ….”Sebuah desahan yang terselip nama sang suami membuat Gavin semakin bergairah menekan keperkasaannya sampai titik klimaks. Raline tersentak hebat beberapa kali dengan kepalanya yang menengadah penuh kenikmatan. Wanita itu menggeliat penuh hasrat saat liangnya di penuhi oleh milik Gavin di bawah sana.“Ergh!” lenguh Gavin sampai pada puncaknya. &ldq
Raline tidak percaya kepada wanita yang seumuran dengan Mama Laura itu. Meski penampilan Gasari yang mengaku memiliki agensi model itu terlihat meyakinkan, tetapi Raline menolaknya secara halus. Dia menjelaskan jika dirinya adalah seorang wanita yang sudah memiliki suami, namun Gasari tidak peduli.“Ini, simpan saja kartu namaku. Siapa tau kamu membutuhkanku nanti,” kata Gasari dengan kepercayaan tinggi. Dia tetap kekeh memberi selembar kartu nama agensinya ke tangan Raline.“Tapi, maaf sebelumnya saya sama sekali tidak berminat menjadi model.” Raline ingin mengembalikan kartu nama berwarna hitam itu, namun Gasari menolaknya. Dia malah pergi begitu saja dengan senyum yang sangat ramah. “Hey, Mbak!” panggil Raline kemudian.Setelah Gasari menghilang dari pandangan
Pagi-pagi sekali, Gavin dan Raline sudah bersiap kembali ke Jakarta menggunakan helikopter pribadinya. Dengan hati yang senang, keduanya sangat menikmati dua malam bersama di kota Bali. Singkat memang, tetapi Raline merasa bahagia sekali bisa pergi ke luar kota untuk pertama kalinya di ke kota Bali.Saat berada kembali di dalam helikopter, raut kebahagiaan terpancar begitu jelas di wajah cantik Raline. Dia ingin sekali memberitahukan pada keluarga kecilnya tentang kota Bali, dan segera bisa memberikan oleh-oleh dari honeymoon. Memberikannya pada Laura dan Maria.Menatap keadaan langit pagi yang cerah, dan melihat keindahan kota dari atas helikopter. Sepanjang mengudara, tanpa henti Gavin menggandeng tangan Raline. Sesekali dia mengambil foto istrinya dengan raut bahagia lepas. Lelaki itu sangat menyukai wajah Raline yang tersenyum lepas dengan jejer
Baru selesai honeymoon singkat bersama Raline, kesibukan Gavin sudah sangat padat. Jamal mengantarkan Raline kembali pulang ke rumah Ayahnya. Semua jadwal pekerjaan hari ini akan di handle oleh Gavin sendiri.Semua semangat lelaki itu tengah membara setelah ngecharge energi dari Raline. Mengurus jadwal pagi ini hanya bersama asisten saja, itu tugas Gavin pagi ini. Dia akan melakukan peninjauan langsung di lahan baru yang akan digarap lagi menjadi sebuah mall baru di Jakarta atas perintah dari Ayahnya sendiri. Semua dilimpahkan kepada Gavin."Aku setuju dengan jadwal ini. Hubungi semua yang bersangkutan agar ontime di proyek baru. Aku tidak mau semua bekerja lamban." Gavin memerintahkan asisten sang Ayah. Semua lembar jadwal disetujui oleh direktur muda itu."Baik, Pak. Segera saya laksanakan," sahut asis
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam.Gavin tengah mabuk setelah bertemu dengan kolega perusahaan. Dia banyak meminum arak sampai lupa diri. Jamal yang dihubungi oleh Gavin sore tadi langsung menemuinya. Menemani lelaki itu yang tengah dalam situasi tidak baik."Tuan, saya sudah mendapatkan kabar tentang lelaki itu." Jamal baru saja mendapat informasi tentang Edd dari salah satu anak buahnya.Sayangnya Gavin dalam keadaan mabuk di sebuah resto Jepang. Semua kolega perusahaan Ocean itu sudah kembali pulang dengan keadaan yang sama. Mereka dalam keadaan mabuk juga. Sedangkan Gavin masih betah di ruangan VIP resto dengan posisi duduk di atas alas kain khas Jepang."Apa? Dimana dia? Cepat bawa aku pada lelaki itu!" racau Gavin masih bisa mendengar dengan j
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah