"Aku sudah membawa kalian! jadi setelah ke gunung merah, kemana lagi?" Meira sudah kelelahan karena ia sudah memutari gunung Merah yang dikenal dengan keajaibannya.
"Oh, kesana. bulan sabit telah muncul di awan emas. Portal sungai biru akan dibuka!!!" sontak Rere berkoar koar di karenakan dirinya yang sudah tak sabar lagi.
"Itu portalnya!"
Meira berlari dengan hati hati karena ia ingat ia masih membawa tiga makhluk berisik ini. Akhirnya, Meira di suguhi oleh rasa penasarannya yang tak bisa dibendung lagi. Ia masuk ke portal dan terhenyak.
"Woah...." Meira menikmati keindahan sungai biru sehingga ia melupakan tiga makhluk berisik yang ia bawa.
"Nona Meira!! bisakah anda melepaskan kami? letakan kami di sungai itu!" perintah Riri.
"Iya, kami sudah tidak sabar,"
"kenapa kau melamun?"
Seolah tak mendengar, Meira duduk di pinggir sungai yang menghadao bulan sabit. Di pinggir sungai sebelah kiri terdapat bunga berwarna kuning dengan
Meira kembali ke istana dengan pikiran yang penuh. Bagaimana ini? ia sulit mencerna semuanya. Ia pulang dengan gontai. Ia masuk istana dengan semua tenaganya. Belum lagi pemeriksaan ketat dari penjaga istana. Untung saja Meira sudah di kenal oleh mereka."Tak disangka orang yang kita bicarakan datang juga. Kau mau kabur kemana, huh!??" Belum lagi Meira sempat beristirahat ia sudah disuguhkan pemandangan yang tak enak. Menghabiskan waktunya saja."Menungguku, huh?" Meira menatap Sarah remeh. Sengaja ia ingin melancarkan rencananya. Kesempatan yang bagus untuk mempermalukan Sarah. Ada Vartan, Tera, Risa dan para dayang."Kau lupa ingatan? apa kepalamu terbentur karang?" sindir Sarah.Dengan wajah menantang, Sarah maju. Ia percaya bahwa banyak yang akan mendukung argumen darinya. Hanya saja ia merasa harga dirinya ciut setelah melihat ekspresi Meira yang setenang mungkin."Ada apa? kenapa kau marah padaku? aku baru saja kembali dan kalian
Pagi yang sangat indah. Indah bagi Meira yang sedang mengalami kemenangan. Bagaimana rasanya? Yah, rasanya bagaikan memenangkan lotre!Meira bangun. Bukan karena terpaan sinar matahari ataupun kicauan burung. Ia terbangun karena ingin bangun. Hebat bukan?Suara pintu terbuka. Rodiah datang membawa nampan yang berisi roti dan susu. Rodiah pun meletakannya di Meja."Susu yang segar. Apa ini baru diperah?" Tanya Meira sekedar basa basi.Rodiah duduk setelah Meira duduk. Bukan sifat Rodiah yang tak sopan, hanya saja Meira tidak ingin diperlakukan dengan embel embel ratu. Ia juga sudah tau dia ratunya disini."Aku tidak tau Nona Meira. Nanti aku tanyakan," Jawab Rodiah."Ah, kau ini! aku hanya bercanda!" Meira menepuk pelan bahu Rodiah. Hal ini sangat canggung. Karena memang jarang terjadi diantara ratu dan dayang."Kalau begitu, bawa aku berkeliling kota. oh, ya...sepertinya aku mau ke pasar!" Meira membuka lemarinya. Walau dia masih di i
Bug...satu tinjuan berlabuh.pak...satu tamparan melayang.bug..pak..bug..pak..Tinjuan dan tamparan bersatu.Kini mereka menjadi pusat perhatian pasar. Awalnya rakyat sedang menonton Vartan dan sarah memanah. Namun, berakhir mempertontonkan Meira dan pria bangsawan."Berani sekali wanita itu," seorang anak muda berbisik pada temannya."kalau aku akan sadar diri untuk tidak melawan,"Bisik bisik terdengar. Mereka yang tidak mengenal Meira akan menganggap Meira rakyat kelas bawah dengan pakaiannya. Mereka yang mengenal Meira hanya diam ketakutan."Hey, wanita! kau terlalu berani, ya?!" Pria itu menjambak Meira kasar. Namun, Meira meraih tangan pria itu dan memelintirkannya ke belakang. Meira pun menyeret paksa pria itu kehadapan orang banyak dengan keadaan tangan pria itu yang masih terpelintir."Kalian mau di perbudak oleh bangsawan ini?!!" setelah menghempas kasar pria itu Meira tanpa segan menunjuk pria
Dengan menahan Marah, Meira kembali untuk pulang. Namun, ditengah jalan ia bertemu sosok yang tak disangka akan ditemuinya disaat seperti ini."Ola...Harry... Sumpah, aku merindukan kalian!!" Meira pun berhambur memeluk 2 orang itu. Mereka yang dipeluk akhirnya memberikan peluk juga."Ah, Meira. Kau kemana saja. Kau pergi tak meninggalkan jejak sedikit pun. Oh, Ya! siapa wanita yang ada bersamamu?" Harry sedari tadi penasaran dengan wanita yang mengikuti Meira. Daripada ia mengurung rasa penasarannya, lebih baik ia bertanya."Oh, iya. Ini sahabat baikku. Perkenalkan Namanya Rodiah. Ayo Rodiah perkenalkan dirimu,""Nama saya Rodiah,""Saya Ola dan ini Harry,"Setelah berkenalan, mereka mengobrol ringan di tempat yang sejuk. Mereka bercerita tentang hal yang menurut mereka lucu. Sekali lagi, Meira tak menceritakan identitasnya. Hmm, sebagai ratu."Yang Mulia, kami mencari Yang Mulia kesegala tempat. Namun, kami menemukan Yang Mulia disi
Afroja. Yah, tempat dimana Meira bertahta. Dengan mahkotanya, sebagai identitas bahwa ia adalah pemimpin. Mahkota yang penuh kilau itu dipakainya. Jangan lupakan rompi kebesarannya. Ia berjalan menuju singasana dan duduk disana."Deas! Apa ada masalah disini selama aku tak ada?" Tanya Meira.Dengan berkeringat dingin, Deas berdiri dihadapan Yang Mulia. Bibirnya tergigit olehnya. Ia ingin berkata, tapi takut. Begitulah."sejauh ini tidak ada, Yang Mulia." Deas masih dengan posisi berjongkoknya. Ia masih was was dengan pertanyaan selanjutnya yang akan dilontarkan Meira."Aku tak yakin dengan itu. Sudah berapa kepala yang kau sikat?"Akhirnya pertanyaan itu keluar. Deas jelas sedang menahan tangis. Jika ia mati sekarang, siapa yang akan memberi makan anaknya?"T-tidak ada Yang Mulia. Negeri aman." Jawab Deas dengan gugup."Kalau begitu pergilah! Kau pikir aku bodoh! Lain kali jangan ulangi. Kau tau kan apa yang kau dapat jika melanggar p
Setelah mereka lama berkuda mencari penginapan, Akhirnya mereka menemukannya juga. Penginapan yang sangat mewah. Tapi, tunggu! Mengapa ada penginapan mewah di tengah hutan yang membara?Tanpa berpikir lagi, Meira memutuskan untuk masuk saja. Karena, sudah 5 jam mereka mengembara. Rodiah dan para pengikut lainnya ikut masuk setelah perintah Meira."Disana ada kamar yang Mewah, Yang Mulia. Apa kau mau beristirahat disana?" Tanya Rodiah"Aku dikamar biasa saja. Kita disini bukan untuk berlibur. Kamar kalian harus ada disebelahku. Aku hanya ingin menghindari bahaya buruk yang akan mengenaiku,""Rodiah, kau satu kamar denganku! bukankah kita sahabat?"Dengan tak enak hati, Rodiah akhirnya menuruti saja kemauan Meira. Daripada kepalanya yang menjadi sasaran?"Oh, ya. Rombongan Naomi dan dayang lainnya bagaimana?" Tanya Meira sebelum ia melanjutkan perjalanannya memesan kamar."Mereka menyusul, Yang Mulia. Merrka akan membawa tambahan barang
"Ayo, berbaris ya anak anak! yang rapi. Kalau nggak rapi, Ratu gak bakal ngasih roti enaknya!!" perintah Meira pada anak anak yang kumuh."Yey..." anak anak itu berbaris dengan rapi. Mereka terlihat ingin memakan roti yang dibawakan Meira.Meira pun membagikannya kesatu persaru anak yang ada. Tak lupa ia memberikan belaian pada anak anak itu."Terimakasih ratu cantik. Semangat bekerja, ya!" Anak berkucir 2 itu memeluk Meira. Meira yang merasa ketinggian pun berjongkok untuk mensejajarkan tingginya."Pasti," Meira memberikan permen pada anak itu dan meletakan salah satu jarinya di bibir."ssssttt, jangan beritahu siapa siapa! ini rahasia kita okee!" Meira memberikan kedipan di mata kirinya pada anak itu sementara anak itu membalasnya dengan mengedipkan semua matanya. Mungkin, ia tak bisa berkedip."Ratu! Jangan sering menyimpan sesuatu untuk sendiri! Berbagilah! Mungkin sangat sulit namun kita akan lega setelah melakukannya!" .Setelah
Meira menempis tangan Vartan lembut. Vartan pun memberikan tatapan bertanya. Seolah Meira paham, ia pun memberikan jawaban."Aku takut,""Aku takut, suatu hari nanti kau seperti Hesa. Dia bilang akan menikahiku, tapi ia lebih memilih menikah dengan Tera,""Walaupun gagal juga, tapi hatiku tetap sakit!" Jelas Meira.Sebenarnya, ia tak mengenal Hesa. Namun, ia harus paham kondisi agar tak ketahuan kalau ia adalah reinkarnasi. Tapi, keadaan Meira dan Clarissa benar benar sama. Sehingga rasa sakitnya pun sama rasanya."Aku tak akan pernah sama dengannya," ucap Vartan."Aku tahu. Tapi untuk menghilangkan rasa sakit itu perlu waktu untuk membuka hati lagi," Meira berdiri untuk mengambil apel yang sedari tadi menarik perhatiannya. Sejenak, ia memakannya sebelum melanjutkan pembicaraan ini."Aku mengerti, tapi sampai kapan? jujur aku ingin menyerah. Aku lebih banyak berjuang. Mencarimu ke penjuru negeri, mengikutimu kemanapun pergi, mel
"Meira, mengapa termenung?" Meira tertegun ketika mendengar suara yang akrab ditelinganya. Sejenak, ia menoleh ke arah seseorang menepuk bahunya."Ibu?!lMeira pun refleks memeluk Risa. Sudah beberapa bulan ia tidak melihat Risa. Selama ini Risa ada bersama Tera."Kau masih memenggal kepala rakyatmu?" Meira tersenyum mendengar pertanyaan ibunya. Ia pun mengeratkan pelukannya dan membisikan jawabannya pada Risa."Aku sudah tidak pernah, bu. Terimakasih, ini semua berkat ibu,""Kau anak yang baik, kau pasti akan mendengarkanku."Risa pun melepas pelukan itu dan menggenggam jemari Meira yang dingin."Suatu hari nanti, kau akan menjadi seorang ibu. Kau akan tau bagaimana perasaan khawatirmu jika anakmu melakukan sesuatu diluar kehendakmu!""Aku mengerti bu!"Tok..tok..tok.."Masuk,"Rodiah pun masuk dengan Lais dalam gendongannya. Kemudian, menurunkan Lais yang membawa buku berat."Ibu, aku ingin memberi
2 bulan kemudian.... Meira bersiap pergi ke pesta Ola. Dengan baju yang tidak mencolok dan dengan pengawal yang sedikit. Bahkan, Meira hanya membawa Rodiah saja.Tidak ada pengawalan khusus untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Semua harus berjalan dengan yang diharapkan Meira. Perjalanan dari Afroja sampai ke Negeri Ungu tepat sebelum pesta berlangsung. Saat memasuki pesta tersebut, Ola menyambut Meira layaknya seorang sahabat yang telah hilang selama beberapa tahun. "Senang bertemu dengan Anda Yang Mulia," Ola menundukan kepalanya tanpa membungkuk dikarenakan gaunnya yang membuat badannya sangat sulit di gerakan. "Kau membuat keadaan menjadi canggung. Cobalah anggap aku ini biasa saja!" Meira memicingkan matanya lalu memeluk sahabatnya itu. "Kau benar benar bertambah gemuk. Pasti kau sangat bahagia. Semoga kau semakin bahagia, aku yakin Harry pasti sangat baik padamu." "Kau juga, kau pasti akan menemukan yang
Setelah memikirkan cukup lama undangan yang diberikan Ola, Meira mengalihkan pikirannya pada semua laporan laporan yang diberikan anak buahnya. "Rodiah, kirimkan pengumuman bahwa aku sedang mencari seseorang yang berniat menjadi guru baca tulis. Imbalannya sangat tinggi, dan kapasitasnya hanya 4000 orang," Sambil memberi cap pada laporan yang ia kerjakan, Meira masih saja sempat memberi banyak perintah. "Aku kan dayang, mengapa pekerjaanku jadi seperti ini!" gumam Rodiah. Melihat wajah Rodiah yang agak merengut, Meira mengomentarinya,"Kau sudah mirip dengan Naomi kalau kau seperti itu." Tawa Meira. "Ah, Yang Mulia. Saya tak suka jika disamakan dengan Naomi. Saya lebih suka menjadi diri sendiri," "Kalau begitu kerjakan yang aku perintahkan!" "B-baik, Yang Mulia" "Apa Ratu Meira tidak paham dengan peraturan kerajaan. Dayangkan tugasnya melayani tuannya. Mengapa?" tanya Rodiah dalam hatinya. "Yang sabar, bibi Rodiah!"
***Wanita itu menatap jendela yang mengarah ke kolam. Dia teringat sesuatu bahwa ia pernah membawa ikan di akuarium hotel yang terakhir kali ia kunjungi. Saat ini, ia ingin mendengar nyanyian itu. Ia pun bergegas bertanya pada Rodiah, kemana ia meletakan ikan ikan itu.Wanita itu menuju perpustakaan kerajaan. Karena ia yakin, Rodiah pasti akan membawanya kesana. Bagaimana tidak? Lais sangat suka membaca buku. Kali ini ia harus benar."eh, Yang Mulia" Naomi menunduk."Kemana Rodiah?""Mereka ke perpustakaan, Yang Mulia,""Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu."Meira pun melanjutkan jalannya menuju perpustakaan. Ia membuka pintu perpustakaan, lalu mendapati Rodiah sedang berbincang dengan Lais."Bibi, apakah kau bisa membaca?" Meira pun mengintip setelah ia mendengar suara anak itu bertanya."Tak perlu ditanya, aku adalah seorang dayang. Itu menuntutku agar bisa membaca," Lais pun mengangguk sambil menelusuri buku yan
***Kalian tahu efek dari seseorang yang berjanji? Mungkin jawabannya adalah bimbang. Karena kita tak yakin akan menepatinya atau tidak. Itulah yang di rasakan Meira. Namun, hati Meira tetap teguh bahwa dirinya akan menepatinya. Dengan hal ini, dia tetap akan menjadi Clarissa yang bodoh itu. Bodoh karena cinta. Tapi kita lihat, apakah ia masih menjadi si bodoh itu. Meira lah yang menentukan."Ibu, kenapa termenung? apakah sedang sedih!" Pertanyaan anak polos yang tak lain adalah Lais. Anak kecil yang baru saja ia angkat."Oh, tidak ada apa apa! Itu apa yang kau bawa?" Meira bertanya ketika ia melihat sesuatu yang di bawa dengan susah payah oleh Lais."Ini, ini adalah buku tebal. Aku suka membacanya walau tidak sampai habis!" Seru Lais sambil menjelaskan maksudnya."Kau bisa membaca? siapa yang mengajarimu?!" Meira membelalakan matanya melihat anak sekecil ini hobi membaca buku tebal yang bagi Meira membosankan."Kata nenek, anak bangsawan ha
Sesampainya mereka ke istana. Meira menyediakan perlengkapan untuk Lais. Seperti kamar, pakaian, mainan dan makanan karena kebetulan mereka baru pulang dari perjalanan. "Wah, bangunannya besar sekali. Dimana rumah kita, bu?" Tanya Lais penasaran. Sedari tadi yang ia lihat hanyalah bangunan besar dan megah dengan halaman yang luas. "Bu, kita tidak boleh masuk sembarangan. Ini adalah rumah ratu!" Pinta Lais dengan polos.Meira yang mendengar itu tersenyum kecil. Anak itu sangat ketakutan masuk ke wilayah istana. Namun, Meira tetap saja menuntun Lais masuk. "Tak apa apa! Kita masuk saja. Ratu tak akan marah karena dia orang baik," Lais mengangguk mendengar tuturan Meira. Ia semakin mengeratkan genggamannya pada ibu barunya. Semoga hal ini adalah awal yang positif. "Rodiah, Naomi!" "Ada apa, Yang Mulia?"
Gerimis dari semalam belum usai. Pagi yang sedikit gelap. Dedaunan yang tertiup angin pun bisa terdengar. Gerimis tapi angin kencang. Suara petir pun juga turut andil dalam kekacauan kecil di pagi hari. Seorang wanita masih meringkuk di balik selimut. Udara yang dingin tak mendukungnya untuk bangkit dari tempat tidur.Tok..tok..tok.. Dayang masuk untuk menyediakan perlengkapan mandi Ratu mereka. Tak hanya itu, mereka juga menyediakan sarapan, karena mereka yakin Meira tak akan makan di ruang makan. "Selamat pagi, nona. Pagi sudah menyongsong. Apakah nona tak mau bangkit untuk sekedar minum teh?" Rodiah masih berdiri menunggu Meira bangun. Tak butuh waktu lama , Meira akhirnya bangkit juga. Ia meregangkan badannya agar tidak lemas. Matanya masih sulit dibuka. "Letakan saja. Kalian tunggu di luar. Aku akan mandi setelah memakan sarapan ini," "kalian bersiaplah kita akan pergi mengelil
Meira menempis tangan Vartan lembut. Vartan pun memberikan tatapan bertanya. Seolah Meira paham, ia pun memberikan jawaban."Aku takut,""Aku takut, suatu hari nanti kau seperti Hesa. Dia bilang akan menikahiku, tapi ia lebih memilih menikah dengan Tera,""Walaupun gagal juga, tapi hatiku tetap sakit!" Jelas Meira.Sebenarnya, ia tak mengenal Hesa. Namun, ia harus paham kondisi agar tak ketahuan kalau ia adalah reinkarnasi. Tapi, keadaan Meira dan Clarissa benar benar sama. Sehingga rasa sakitnya pun sama rasanya."Aku tak akan pernah sama dengannya," ucap Vartan."Aku tahu. Tapi untuk menghilangkan rasa sakit itu perlu waktu untuk membuka hati lagi," Meira berdiri untuk mengambil apel yang sedari tadi menarik perhatiannya. Sejenak, ia memakannya sebelum melanjutkan pembicaraan ini."Aku mengerti, tapi sampai kapan? jujur aku ingin menyerah. Aku lebih banyak berjuang. Mencarimu ke penjuru negeri, mengikutimu kemanapun pergi, mel
"Ayo, berbaris ya anak anak! yang rapi. Kalau nggak rapi, Ratu gak bakal ngasih roti enaknya!!" perintah Meira pada anak anak yang kumuh."Yey..." anak anak itu berbaris dengan rapi. Mereka terlihat ingin memakan roti yang dibawakan Meira.Meira pun membagikannya kesatu persaru anak yang ada. Tak lupa ia memberikan belaian pada anak anak itu."Terimakasih ratu cantik. Semangat bekerja, ya!" Anak berkucir 2 itu memeluk Meira. Meira yang merasa ketinggian pun berjongkok untuk mensejajarkan tingginya."Pasti," Meira memberikan permen pada anak itu dan meletakan salah satu jarinya di bibir."ssssttt, jangan beritahu siapa siapa! ini rahasia kita okee!" Meira memberikan kedipan di mata kirinya pada anak itu sementara anak itu membalasnya dengan mengedipkan semua matanya. Mungkin, ia tak bisa berkedip."Ratu! Jangan sering menyimpan sesuatu untuk sendiri! Berbagilah! Mungkin sangat sulit namun kita akan lega setelah melakukannya!" .Setelah