***“Aku hanya bertanya, Mary. Lantas, pertanyaanku membuatmu tersinggung?” Nathan mendudukkan tubuh di samping Mary, tidak melepaskan pandangannya dari wanita itu.Sejenak, Mary terdiam, mencerna ucapan Nathan. “Dari segi mana aku tersinggung?” lantas membalas tatapan mata dingin pria itu.“Aku bertanya,” Nathan memperjelas.“Dan pertanyaan mu membuatku bingung, Nathan. Bukankah tadi sudah aku jawab, kalau aku baik-baik saja? Apakah ada yang salah dengan jawabanku itu? Kalau iya… lantas dimana salahnya? Tolong, kasih tahu aku,” Mary yang tadinya duduk bersandar di sofa, sontak menegakkan tubuhnya dan menatap dalam mata pria itu.Nathan tidak langsung membalas. Ia menarik pandangannya dari Mary, lantas menatap lurus ke depan. Menghela napas, ia berusaha mengusir rasa sesak yang terasa berat di dadanya.“Aku sebagai kekasihmu merasa tidak berguna. Wanitanya dalam bahaya, tapi tidak tahu apa-apa. Seharusnya kau menghubungiku saat kamu membutuhkan pertolongan, bukan malah membiarkan pria
***Seharian itu, Nathan tidak tenang. Ia tampak sangat gelisah memikirkan peristiwa di mana Daisy tidur di atas ranjangnya sambil ia memeluk wanita itu. Nathan merasa bersalah terhadap Mary, kekasihnya. Ia merasa seperti seorang pengkhianat, meskipun sebenarnya tidak ada niat buruk terhadap Daisy.Kini, Nathan dihadapkan pada sebuah dilema. Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus jujur kepada Mary, meski itu berisiko membuat wanita itu marah dan mungkin meninggalkannya? Atau sebaiknya ia diam saja, bersikap seperti biasa, dan berusaha melupakan kejadian itu?Ah, Nathan benar-benar bingung.Di sisi lain, setelah Daisy pergi, rasa penasaran Nathan semakin menggelayuti pikirannya. Ia ingin tahu bagaimana bisa Daisy terpaksa tidur bersamanya. Akhirnya, Nathan memutuskan untuk memeriksa rekaman CCTV yang ada di kamarnya.Setelah melihat rekaman tersebut, Nathan menghela napas berat. Benar, Daisy tidak bersalah. Wanita itu sudah berusaha menolak, tetapi tetap tidak berdaya.Satu fakta y
***Di dalam sebuah kamar, beberapa helai pakaian pria, mulai dari kaos kasual hingga celana jeans yang tampak lusuh, berserakan di lantai. Di sisi lain, pakaian wanita terlihat lebih beragam. Namun, yang paling mencolok adalah sejumlah pakaian dalam wanita yang tergeletak di lantai. Bra berenda berwarna merah muda dan celana dalam. Setiap potongan pakaian tersebut seolah menyimpan cerita malam yang penuh gairah dan emosi, tetapi kini hanya tergeletak tak berarti. Di atas ranjang king size, dua sosok berbeda jenis kelamin terlelap, hanya dibalut selimut putih yang melindungi mereka. Dalam tatapan sekilas, tampak bahwa keduanya mungkin telanjang di bawah selimut itu. Sang wanita terbaring miring, sementara sang pria memeluknya hangat dari belakang.Pemandangan ini tampak manis dan romantis, seolah mereka adalah pasangan suami istri yang sangat bahagia. Kaki mereka menyembul dari balik selimut, memperlihatkan betis atas, dengan kaki sang pria melilit kaki mulus wanitanya.Gambaran in
***Sakit, tentu saja. Hatinya hancur, jangan tanyakan lagi.Begitu pedih semua kalimat yang dilontarkan oleh Nathan kepada Mary. Pria yang sangat dicintainya ternyata adalah orang yang menoreh luka paling dalam di hatinya.Hinaan Nathan terhadap dirinya melekat kuat dalam ingatan. Bahkan segar sampai sekarang.Apakah Mary sakit hati? Jawabannya tentu saja ya!Mungkinkah Mary akan menyimpan dendam terhadap Nathan? Oh, itu mustahil terjadi. Mary sangat mencintai pria itu. Meskipun hatinya dibuat hancur, sampai kapan pun Mary tak akan bisa membencinya.Lantas bagaimana dengan Jihan? Seperti apa sekarang sosok itu di mata Mary, setelah Nathan membandingkan dirinya dengan wanita itu sedemikian rupa?Bagi Mary, Jihan tetaplah satu-satunya sahabat baiknya. Tidak peduli dunia mau berkata apa tentang Jihan, Mary akan tetap menyayangi wanita itu.Hanya saja, apa yang telah menimpa dirinya akan membuat Mary terlihat berbeda ke depannya. Mungkin dia akan lebih merasa insecure saat berhadapan den
***“Hai, Olso,” seru seorang wanita baru saja turun dari mobil mewah miliknya dan menyapa Olso. Bibir tebalnya membentuk senyum ramah, meskipun pria yang disapanya terlihat menghela napas. Dari raut wajahnya, jelas bahwa pria itu tidak menyukai kehadirannya. Olso terpaksa mengulas senyum, meskipun wajahnya terasa kaku. 'Apa yang mau dilakukan gundik ini?' batinnya.Kylie, wanita berusia 28 tahun, adalah putri dari salah satu Mafia berpengaruh di kota ini. Ayahnya memiliki hubungan kerja yang erat dengan Victor, dan pengaruhnya sangat besar dalam kesuksesan Victor mengembangkan bisnis Dominic di kota ini. “Victor ada di dalam?” tanya Kylie. Padahal ia bisa melihat mobil pria itu terparkir di depan rumah, yang artinya Victor berada di sana.“Ya, dia ada di dalam, Kylie. Silakan masuk. Maaf, aku tidak bisa menemanimu karena ada urusan penting. Aku harus pergi,” jawab Olso. Ia terpaksa bersikap ramah kepada Kylie karena tahu siapa Ayah wanita itu. Olso tidak ingin membuatnya tersinggun
***Setelah selesai mandi Mary buru-buru bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Ia ingin memastikan dugaan bahwa dirinya sedang hamil. Meskipun banyak tanda-tanda yang mengarah ke sana, seperti mual, pusing yang tidak biasa, muka pucat, dan keterlambatan datang bulan, Mary tetap merasa ragu.Kemarin, ia bertanya pada temannya yang bekerja di club mengenai ciri-ciri wanita hamil. Temannya yang sudah menikah dan memiliki anak itu memberikan jawaban yang sama persis dengan gejala yang Mary rasakan, sehingga kekhawatirannya semakin bertambah. Dalam hati, Mary berharap semoga ia tidak benar-benar hamil, meskipun rasa ragu itu terus menghantuinya.Karena ingin memastikan dengan akurat, Mary memutuskan untuk langsung ke Dokter, meskipun ia bisa menggunakan test pack. Setelah bersiap-siap, Mary pergi ke rumah sakit terdekat. Setibanya di sana, ia mendaftarkan diri dan mengambil nomor antrian. Tidak lama kemudian, namanya dipanggil, dan Mary bergegas masuk ke da
***Mary tiba di apartemen. Ia membayar taksi, lalu segera turun dan melangkah menuju lobi. Ketika ia berbelok menuju lift, kepalanya pusing lagi dan tiba-tiba mual, padahal Mary belum makan sama sekali. Sarapan pagi ia lewatkan, sengaja karena tidak berselera terhalang oleh rasa mual yang terus menerus menyiksanya.Mary masuk ke dalam lift dan menekan tombol. Pintu lift tertutup rapat, dan lift bergerak naik. Tak lama kemudian, lift tiba di lantai tempat unit apartemennya berada.Saat Mary melangkah keluar dari lift, kedua matanya sontak membelalak melihat sosok yang berdiri di depan pintu apartemennya. Nathan? Apa yang pria itu lakukan di sana? Mary menggelengkan kepala sambil menutup mulut dengan sebelah tangan. Ia buru-buru bersembunyi, berbelok ke lorong agar Nathan tidak dapat melihatnya.‘Astaga, dia hampir saja melihatku. Dia mau apa lagi sih datang ke sini?’ batin Mary, menyandarkan punggung pada tembok dengan napas terengah-engah sambil menekan dadanya yang berdebar kencang
***Mary duduk termenung di sofa, sambil menyandarkan punggungnya. Dengan kedua tangan, ia mengusap wajahnya, merasakan kegusaran yang menggelayuti pikirannya. ‘Kalau aku tetap tinggal di sini, Nathan pasti akan datang lagi dan membuat semuanya semakin rumit. Tapi jika aku pergi, ke mana aku harus pergi? Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini,’ bisiknya dalam hati.Bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan untuk menghindari Nathan?Semalam, Mary sempat merasa tenang karena menyangka Nathan sangat marah padanya. Dia berpikir pria itu akan membencinya selamanya. Namun, kenyataannya jauh dari harapannya. Pagi ini, Nathan datang ke apartemennya, mengungkapkan permohonan maaf dan mengaku sangat menyesali perbuatannya kemarin.‘Kenapa Nathan berubah begitu cepat?’ pikir Mary. "Kemarin, dia sangat marah padaku. Bahkan tatapan penuh kebenciannya masih segar dalam ingatanku. Apa yang membuat Nathan begitu mudah mengubah keputusannya?’Mary merasa bingung, berusaha memahami perubaha
***Setelah meninggalkan kedai kopi Chiara, Nathan tidak langsung pulang ke kota. Ia berkeliling di sekitar desa Willowbrook cukup lama berharap dapat menemukan Mary. Namun, usahanya sia-sia karena Mary tak kunjung ditemukan. Bahkan, setelah Nathan keluar dari desa Willowbrook, ia singgah di desa X yang jaraknya tidak jauh dari Willowbrook.Daisy memberi usul kepada Nathan untuk menunjukkan foto Mary yang lebih jelas kepada penduduk desa tersebut, daripada hanya menyebutkan ciri-ciri fisik dari Mary.Nathan setuju dengan ide Daisy. Mereka mulai pencarian di desa itu dengan menunjukkan foto Mary di ponsel mereka kepada beberapa penduduk. Namun, sekali lagi, Nathan harus menelan kekecewaan.Setelah berjam-jam berkeliling di desa tersebut, mereka tak juga menemukan tanda-tanda Mary disana. Hingga sore menjelang, Nathan memutuskan untuk menyudahi pencariannya hari itu karena kelelahan. Ia juga merasa kasihan pada Daisy, yang pasti sangat lelah setelah perjalanan jauh dari kota ke desa itu
***PLAK!Victor tak dapat melanjutkan kalimatnya, terganti dengan suara tamparan keras dari tangan Mary di pipinya.“Tutup mulutmu dan berhenti menghakimiku seperti itu! Kamu tidak pantas melakukannya!” Mary terengah-engah membalas tatapan tajam Victor dengan berani.“Kamu tahu mengapa aku seperti ini, Victor! Kamu tahu siapa yang membuatku seperti ini! Kamu tahu siapa orang yang dengan tega menghancurkan hidupku! Itu adalah KAMU! KAMU, BAJINGAN!” teriak Mary, matanya memerah dan tubuhnya gemetar oleh amarah yang meluap-luap.Victor terdiam, memaku pandangannya pada Mary. Ia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang dilontarkan oleh… bibir manis itu.Manis? Oh, ayolah. Di saat suasana begini, dia masih bisa membayangkan rasa bibir kenyal itu.“Kamu tidak pantas mengatai aku wanita paling jahat di dunia ini… karena di atas aku masih ada kamu! Pemerkosa!”“Aku tidak memperkosamu, Mary,” sanggah Victor dengan nada yang tenang.“Tapi kenyataannya begitu, kan? Aku begini karena kamu! A
***Selesai membayar barang belanjaannya, Mary bergegas keluar dari toko. Ia memperhatikan awan yang mulai gelap dan mendung.“Sepertinya akan turun hujan,” gumam Mary pelan sambil melangkah cepat menuju flatnya.Di sisi lain, Victor sengaja menghentikan mobilnya dengan jarak agak jauh sambil memperhatikan arah Mary pulang.“Ah, ternyata tempat tinggalnya di sana?” katanya dengan mata tajam memandang lurus pada sosok Mary.Masih diam di dalam mobil, Victor melihat Mary masuk ke dalam sebuah flat. Kemudian, ia membuka sabuk pengaman dan segera turun dari mobil setelah mengambil ponsel dan dompetnya yang tergeletak di atas jok di sampingnya.Dengan perasaan lega, Victor melangkah lebar dan kini ia berdiri di depan pintu flat yang dihuni oleh Mary.Tok! Tok! Tok!Di dalam, Mary baru saja menyimpan plastik susu hamil yang ia beli tadi di toko ke atas meja. Ia berniat untuk memindahkannya ke tempat khusus susu. Namun, ketika ia mendengar seseorang mengetuk pintu, gerakan tangannya terhenti
***“Selamat pagi, Tuan,” sapa Daisy saat ia masuk ke dalam mobil Nathan dan duduk di kursi penumpang samping kemudi.“Pagi, Daisy. Maaf, aku membangunkanmu terlalu pagi,” kata Nathan dengan perasaan tidak enak terhadap wanita itu.Sambil mengikat sabuk pengaman, Daisy melirik sekilas ke arah Nathan. “Tidak apa-apa. Kebetulan semalam saya tidur cepat. Jadi... saya sudah cukup tidur,” ujarnya sambil melempar senyum pada pria itu.Nathan mengangguk samar.“Ayo, kita berangkat sekarang. Katanya desa itu agak jauh, kan?” “Ya, sekitar 4 jam perjalanan,” jawab Nathan.Kemudian, Nathan melajukan mobilnya, bersiap menuju desa tempat tinggal Chiara— Willowbrook, dengan harapan dapat menemukan petunjuk tentang Mary di sana.**Menjelang jam 10 pagi, Victor menggeliat di dalam mobil. Ia membuka mata dan mengerang pelan ketika merasakan badannya pegal-pegal akibat tidur berjam-jam di dalam mobil dengan posisi yang tidak nyaman.Sejak semalam, Victor menunggu wanita pemilik flat. Hingga pagi jam
***Mary merasakan kebahagiaan yang tak terhingga saat dirinya diterima bekerja di sebuah toko bunga. Ia sangat berterima kasih kepada sahabatnya, Chiara, yang telah membantunya mendapatkan pekerjaan tersebut.Pemilik toko bunga itu pun sangat baik dan ramah terhadap Mary. Setelah dua hari yang lalu diterima, keesokan harinya ia langsung mulai bekerja di toko bunga tersebut. Mary benar-benar menikmati pekerjaan barunya, sebuah kegiatan yang menurutnya sangat menyenangkan.Ya. Setelah menjalani kehidupan yang penuh tekanan di pusat kota London, Mary memutuskan untuk mencari ketenangan di pedesaan terpencil bernama Willowbrook. Flat kecil yang disewanya terletak di sebuah bangunan tua yang memiliki karakter unik, dengan jendela-jendela besar yang menghadap ke ladang hijau yang luas.Ketenangan desa ini sangat kontras dengan kebisingan kehidupan kota yang selama ini menguras energinya. Dia menikmati momen-momen sederhana, seperti menyiapkan secangkir teh herbal sambil duduk di balkon kec
***Tak ada pilihan lain, Victor akhirnya memutuskan untuk menghubungi Jihan. Sebelumnya, Victor berharap bisa mendapatkan informasi tentang Mary dari Jihan tanpa harus bertemu dengannya. Namun, ternyata tidak.Jihan bersikeras ingin bertemu langsung dengan Victor, sehingga pria itu dengan terpaksa menuruti kemauannya demi mendapatkan informasi tentang Mary. Setelah mengunjungi tempat tinggal salah satu teman Mary, Victor memacu kendaraannya menuju Mansion Alexander's untuk bertemu dengan Jihan di sana.Setelah menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit, akhirnya Victor tiba di kediaman Alexander's yang mewah dan megah. Mobilnya melesat melintasi pintu gerbang yang kokoh setelah dibuka oleh seorang penjaga profesional.Menghentikan mobilnya, Victor menoleh ke samping kanan. Ia mendesah gusar melihat sosok yang sangat dicintainya itu: Jihan.Di cintai?Ah, sepertinya Victor salah. Tanpa dia sadari, cinta yang begitu besar yang ia miliki untuk Jihan kian terkikis. Posisi wanita itu di
***Beberapa hari yang lalu, Victor disibukkan oleh Kylie. Ia menemani wanita itu ke berbagai acara tertentu sehingga melewatkan banyak informasi penting tentang Mary di London.Sebagaimana diketahui, Ayah Kylie adalah salah satu orang berpengaruh di Miami, Florida, dan sangat berperan penting dalam kesuksesan Victor mengembangkan bisnis milik Dominic.Oleh karena itu, ketika Ayah Kylie meminta Victor untuk menemani putrinya ke suatu acara, Victor merasa sulit untuk menolak. Ayah Kylie seringkali menggunakan bisnis mereka sebagai bentuk ancaman terhadap Victor.Muak? Tentu saja. Victor sangat muak. Namun, untuk saat ini, ia tidak punya pilihan selain mengikuti kemauan pria tua itu, karena Victor sedang mengincar sesuatu dari dirinya. Jika semuanya berhasil, mungkin di saat itu ia bisa membebaskan diri dari tekanan Ayah Kylie.Setelah beberapa hari berlalu, Victor menerima laporan dari orang suruhannya bahwa dia tidak melihat keberadaan Mary selama beberapa hari ini. Hal itu membuat Vi
***Mary duduk termenung di sofa, sambil menyandarkan punggungnya. Dengan kedua tangan, ia mengusap wajahnya, merasakan kegusaran yang menggelayuti pikirannya. ‘Kalau aku tetap tinggal di sini, Nathan pasti akan datang lagi dan membuat semuanya semakin rumit. Tapi jika aku pergi, ke mana aku harus pergi? Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini,’ bisiknya dalam hati.Bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan untuk menghindari Nathan?Semalam, Mary sempat merasa tenang karena menyangka Nathan sangat marah padanya. Dia berpikir pria itu akan membencinya selamanya. Namun, kenyataannya jauh dari harapannya. Pagi ini, Nathan datang ke apartemennya, mengungkapkan permohonan maaf dan mengaku sangat menyesali perbuatannya kemarin.‘Kenapa Nathan berubah begitu cepat?’ pikir Mary. "Kemarin, dia sangat marah padaku. Bahkan tatapan penuh kebenciannya masih segar dalam ingatanku. Apa yang membuat Nathan begitu mudah mengubah keputusannya?’Mary merasa bingung, berusaha memahami perubaha
***Mary tiba di apartemen. Ia membayar taksi, lalu segera turun dan melangkah menuju lobi. Ketika ia berbelok menuju lift, kepalanya pusing lagi dan tiba-tiba mual, padahal Mary belum makan sama sekali. Sarapan pagi ia lewatkan, sengaja karena tidak berselera terhalang oleh rasa mual yang terus menerus menyiksanya.Mary masuk ke dalam lift dan menekan tombol. Pintu lift tertutup rapat, dan lift bergerak naik. Tak lama kemudian, lift tiba di lantai tempat unit apartemennya berada.Saat Mary melangkah keluar dari lift, kedua matanya sontak membelalak melihat sosok yang berdiri di depan pintu apartemennya. Nathan? Apa yang pria itu lakukan di sana? Mary menggelengkan kepala sambil menutup mulut dengan sebelah tangan. Ia buru-buru bersembunyi, berbelok ke lorong agar Nathan tidak dapat melihatnya.‘Astaga, dia hampir saja melihatku. Dia mau apa lagi sih datang ke sini?’ batin Mary, menyandarkan punggung pada tembok dengan napas terengah-engah sambil menekan dadanya yang berdebar kencang