Welcome to the bottom of hell, leave all your dreams and hopes outside. You won’t need them anymore, once you’re in, you’re in for life, how many people have gotten into hell and got the chance to get out ever again. That was Eden's life, until they came in, until they saved her from the bottom of hell, turn out there was a line out of there, they turned her life into a literal Eden. But not all sweet things last forever, do they? Enjoy their ride of ups and down and their relationship. This is a CGL story, you've been warned. Apologize for any misspelling or Grammar mistakes.
View More"Ahh … kau nikmat sekali, ...."
Baru saja Valency melangkah masuk ke dalam apartemen sang kekasih untuk merayakan hari jadi ketiganya, tapi dirinya malah dikejutkan dengan lenguhan dua orang yang bersahutan.
"Jangan meninggalkan jejak di sana, Lency bisa curiga nanti ...."
Valency menautkan alisnya. Itu … suara desahan seorang perempuan!
Dengan tubuh kaku, gadis berambut hitam panjang bergelombang itu berjalan perlahan, menghampiri sumber suara yang dia yakini berasal dari kamar sang kekasih.
Di waktu yang bersamaan, sebuah suara pria terdengar berkata, “Kamu kira aku takut padanya?”
Itu adalah suara kekasih Valency, Felix!
Dengan jantung berdebar kencang, Valency mengintip celah pintu kamar yang tak tertutup rapat. Seketika, gadis itu pun terbelalak melihat pemandangan di dalam.
Tampak sang kekasih dan sahabat dekatnya, Felix dan Cecilia, sedang berbaring mesra di atas tempat tidur dengan posisi intim!
“Bukankah hari ini hari jadi tiga tahun hubungan kalian?” tanya Cecilia seraya menyapu lembut dada Felix yang tidak mengenakan atasan. “Kamu tak pergi bersama Lency?”
“Bukankah sudah kubilang? Aku tak peduli lagi dengannya,” sahut Felix menjawab diikuti tawa puas. “Setelah kamu memenangkan lomba desain minggu depan, aku akan langsung memutuskannya dan meresmikan hubungan kita!”
Cecilia yang berada dalam pelukan Felix tersenyum nakal. “Kamu sangat kejam. Tidak bisakah kamu baik sedikit kepada Lency setelah selama ini selalu menggunakan desain buatannya untuk memajukan perusahaan?”
“Kejam? Aku tidak sebanding dengan dirimu yang memintaku bersandiwara dan mengencaninya untuk begitu lama hanya demi talentanya!”
Di depan pintu, Valency mengepalkan tangannya erat. Seluruh tubuhnya bergetar selagi air mata membendung di pelupuknya.
Cecilia adalah teman baiknya sejak awal kuliah, dan Felix adalah pria pertama yang mampu membuat Valency merasakan cinta serta kasih sayang. Lalu, bagaimana dua orang yang paling dia percaya itu bisa mengkhianatinya seperti ini!?
Otak Valency berputar, mengingat awal dirinya mengenal Cecilia.
Pada saat itu, Valency yang notabenenya adalah murid baru jalur beasiswa, tengah dipojokkan oleh sejumlah mahasiswa yang iri dengan kemampuan desainnya. Beruntung, sosok Cecilia, nona muda dari keluarga kaya yang diidolakan para pria, muncul dan membantunya.
Mulai dari sana, Valency pun mulai berteman dengan Cecilia.
Semua orang selalu berkata Valency seperti pelayan di samping Cecilia. Semua karena penampilannya yang sederhana dan latar belakangnya yang tidak jelas.
Namun, Cecilia selalu berkata dia tidak peduli dengan perbedaan mereka dan memperlakukan Valency dengan sangat baik. Bahkan, Cecilialah yang mengenalkannya dengan Felix, kakak kelas populer pujaan banyak murid wanita, yang berakhir meminta Valency untuk menjadi kekasihnya!
Tapi dari pembicaraan keduanya tadi … ternyata semuanya itu adalah rencana mereka untuk memperalat talenta Valency dalam bidang desain?!
“Sudahlah, jangan bicarakan dia lagi! Aku sudah tidak tahan, Sayang!” ucap Felix yang langsung menangkup wajah Cecilia dan mencium wanita itu dengan rakus.
Melihat semua itu di depan matanya, Valency mengernyitkan wajah jijik dan langsung berbalik pergi meninggalkan unit apartemen tersebut.
Valency berlari menuju lift, membuang kue yang dia beli, lalu meninggalkan apartemen hina itu dengan cepat hingga berakhir di sebuah taksi.
“Nona, ingin ke mana?” tanya sopir taksi yang mobilnya baru dimasuki oleh Valency.
“Universitas Sentral, Pak,” jawab Valency dengan napas terengah-engah.
Saat mobil mulai berjalan, mendadak bulir bening yang telah lama ditahan oleh Valency mengalir menuruni wajahnya. Dia menangis sejadi-jadinya di dalam taksi tanpa memedulikan pandangan sang sopir taksi padanya.
‘Jadi … sedari awal mereka sudah merencanakan semuanya?!’ teriak Valency dalam hati saat mengingat percakapan dua pengkhianat itu. ‘Mempergunakan kemampuanku untuk membantu mereka membangun nama baik pribadi!?’
Memang benar, selama ini ada begitu banyak proyek desain yang Valency kerjakan untuk Cecilia dan Felix. Untuk Cecilia, proyek tersebut kebanyakan hanyalah tugas kuliah yang menentukan kelulusan, tapi untuk Felix, Valency telah membantu pria itu merancang puluhan desain untuk menarik pelanggan bagi perusahaan baru yang tengah dirintisnya.
Kata Felix, perjuangan Valency tidak akan sia-sia. Karena saat perusahaan itu berhasil, Felix akan menikahi Valency dan menjadikannya pimpinan desain perusahaan. Akan tetapi, ternyata semua itu adalah tipu muslihat belaka!
Sesampainya di asrama, Valency terus memikirkan kelicikan dua orang yang telah memperalatnya. Tangisannya sudah berhenti, dan wajah gadis itu pun berubah gelap.
‘Ingin membuangku setelah puas mempergunakan diriku?’
Valency mengepalkan tangannya dengan erat. Dia menghapus kasar jejak air mata di wajah sebelum kemudian meraih ponsel di dalam tas dan mulai mengetikkan sesuatu.
Saat pesan email telah dikirimkan, aura dingin menguar dari tubuh Valency.
‘Tidak semudah itu!’
Malam itu, Cecilia tidak kembali ke asrama. Felix pun tidak menghubungi Valency maupun membalas pesannya. Tidak perlu berpikir jauh untuk tahu apa yang keduanya lakukan di belakangnya.
Namun, Valency tidak lagi peduli dan memilih tidur untuk menutup sakit hatinya.
Keesokan harinya, Valency terbangun oleh dering ponsel miliknya.
“Halo?”
“Pagi, apa benar ini dengan Nona Valency Lambert?”
Valency mengerjapkan mata, kaget. “I-iya, benar,” jawabnya. “Mohon maaf, dengan siapa saya berbicara?”
“Saya dari Diamant Corp, ingin mengonfirmasi lebih lanjut terkait email yang Anda kirimkan pada kami.”
‘Diamant Corp!?’ ulang Valency dengan mata membesar. Itu adalah perusahaan perhiasan terbesar di Eden yang baru saja dia kirimkan email kemarin. “Y-ya, Tuan. Silakan,” balasnya dengan jantung berdebar keras.
“Atasan saya ingin bertemu Anda terkait pembahasan kerja sama hari ini, jam sembilan siang. Apa itu memungkinkan, Nona?”
Sontak kedua mata Valency semakin membesar. Dia merasa tak percaya akan mendapat balasan secepat ini, padahal perkiraannya baru akan dibalas dua atau tiga hari lagi jika beruntung, mengingat Diamant Corp adalah perusahaan besar.
Namun, lihat ini. Belum ada dua puluh empat jam dia mengirim email itu, tetapi kini dia telah mendapatkan telepon dari perusahaan tersebut.
“Nona Lambert? Bagaimana? Apa Anda bersedia untuk datang ke kantor kami?” tanya pria di seberang sana saat tak kunjung mendapat jawaban dari Valency.
“Ah iya. Bisa!” jawab Valency. “Saya akan segera ke sana!”
Saat panggilan berakhir, Valency langsung mempersiapkan diri dan pergi ke Diamant Corp. Sesampainya di sana, dia disambut resepsionis dan dibawa ke lantai dua puluh perusahaan tersebut.
Staf perempuan yang mengantarkan Valency mengetuk pintu ruangan lantai dua puluh itu dengan hati-hati sebelum membukanya sedikit dan berkata, “Nona Lambert sudah datang, Tuan,” ucapnya sopan dengan kepala tertunduk.
“Masuk.”
Sebuah suara dalam dan dingin terdengar bergema dari dalam, membuat seluruh tubuh Valency bergidik ngeri. Aura dominasi pria di dalam ruangan sungguh tidak main-main!
Resepsionis wanita tersebut pun tersenyum dan berkata, “Silakan masuk, Tuan Spencer sudah menunggu di dalam. Saya permisi dulu.”
Sepeninggalan perempuan itu, Valency masuk seorang diri ke dalam ruangan yang lumayan besar.
Saat mata Valency bertemu dengan sepasang mata hitam segelap malam seorang pria, tubuh gadis itu mematung.
Tampak seorang pria berusia tiga puluhan dengan alis dan rahang tegas sedang memandang Valency lurus selagi terduduk angkuh di kursi kebesarannya. Hal itu membuat jantung Valency berpacu lebih cepat dan telapak tangannya mulai banjir oleh keringat.
“Duduk, Nona Lambert,” titah pria itu dengan nada dingin dan tegas, seolah menunjukkan bahwa dialah penguasa di sini.
Tubuh Valency seakan bergerak sendiri mengikuti perintah pria itu. Dia pun duduk di sofa yang tak terlalu jauh dari meja kerja pria tersebut.
“Selamat siang, Tuan ….”
Valency menghentikan ucapannya, tidak mengenal siapa pria di hadapannya ini. Sepertinya tadi si resepsionis sudah berucap, tapi otak Valency kosong sekarang!
“Spencer,” ucap pria tersebut. “Namaku Jayden Spencer.”
Mendengar itu, Valency tersenyum. “Salam kenal, Tuan Spenc–” Ucapan Valency kembali terhenti dan matanya membesar. ‘Jayden Spencer?! Direktur utama Diamant Corp?!’
Kepala gadis itu terangkat dan sepasang manik cokelatnya memandang saksama pria tersebut.
‘K-kenapa … presiden direktur Diamant yang turun tangan langsung?!’
Eden POV.It's summertime, I was finally allowed out of the house when I wanted to be, I haven't shifted yet, but the doctor said the fresh air could help me do it, I was scared of doing so, even with daddy being my daddy again. Today Beta Mai dressed me in a knee-length flowy white dress, she had my hair styled with ribbon in them. I finally got my blue strand in my hair, it wasn't as cool as Arlo's colored hair but I loved it too. Tristan and daddy were going to play with playing me outside today, they promised, but first breakfast, I'm back to mostly big girls' food. Daddy cut my food for me but I can eat like a big girl finally, today's breakfast was waffles with strawberries. Daddy groaned while I clapped happily, this is my favorite. "She's wearing white" daddy says again making me giggle, I do tend to get my clothes dirty and do a mess."Good luck bro" Tristan says with a laugh sitting on my other side, he let me taste his coffee once, not that good. "Come here princess" da
Nathaniel POV.The guilt was killing me, she's afraid of me, every time I get too close she'd scream and yell. Arlo told me he tried to speak to her but she ran away, Tristan refuses to even open the subject with her, saying she's too fragile. If I keep failing her, Tristan would have to become her daddy, he'd do a better job than I ever did. The pain from losing my mate was still there, lingering in the back, the thing that hurt me the most was Eden rejecting me, an Oméga rejecting her alpha, it was unheard off. I don't want anyone to feel the pain that I'm feeling, it's crushing my soul, crushing my heart, making breathing hard. Not wanting to seem weak anymore, I tried to swallow my pain, I'd hide my tears away. My wolf would howl sometimes, letting off some of our emotions out, sometimes others would join me howling, other's it's just me and the moon. Eden wasn't shifting, dad told me how worried he is about it, but if she doesn't wanna shift that's okay, she need some time to
Eden POV.They all say big silly words, most of the time the words make me smile or giggle, I haven't talked again, I don't want to ever talk again, talking is no fun. I decided to keep my mouth shut, the ghost still hunts me from time to time, it'll come in the room, he'll cry, he'll try to hold me, but I was too scared of him. I sleep with momma and dad evey night, I only eat soft food, the lady with white gown told them the trauma had me to regress to infant years. Whatever that means, momma asks me if I need to pee all the time, I can walk on my own, I prefer being held, I still use the bathroom although sometimes I get accidents and would end up wetting my pull-ups. Everyone is nice to me, they always were but now they are extra nice, dad tried to make me shift. He tried talking, threatening, making me stand in timeout, he even tried to order me with his alpha voice, but my wolf didn't want to come out, she was scared. They think I don't understand their words, at first I didn
Eden POV.This was much worse than everything I ever went through, it wasn't the physical pain, the physical pain was something I'll be used to, something I can manage but the emotional one. They kept telling me that Nathaniel doesn't want me, Gabriella brought me here under his orders, saying he got enough from me. That was what almost killed me, being hated, being rejected by him, Gabriella came back again, she said the worse news I could ever hear, the last thing I ever wanted to be, she told me the worse news in the whole world. "Nathaniel died" she says with tears in her eyes, she was serious, she came back here because of the pain, the pack kicked her out after he died. "He c..c...ca...ca...." I couldn't finish the sentence, he can't be dead, that's what I meant to say but words wouldn't leave my mouth although I tried to talk, to say it. "He did! He died cause of you!" Gabriella kept saying that over and over again, I didn't understand how it was my fault, but I believed he
Nathaniel POV."Think Nate, where does that bitch go?" mom asks angry, she was extremely angry after knowing that Eden is now missing. "I don't know mom, she only goes to the mall" I say frustrated, I didn't have much information on my mate, she doesn't talk much about anything but shopping or wanting to have sex with me, there wasn't much between us, I hate her, the goddess gave me a bad mate, she's not the one for me, I'm one of the wolves who end up having a bad mate. "What pack does she belong to?" dad asks angrily too. "She was new to town, she told me her pack name was the Banestone," I tell them with a shrug, that's all the information I had on her family, her father never calls, and her mother is in another town. "You idiot! What did I do to deserve such a stupid son! Sebastian, let's go we gonna make a better son" mom yells at me angrily, I look at her with wide eyes, mother never get this angry at me. "What don't I get" I whisper to Tristan too scared of saying it too l
Nathaniel POV. I had my finger crossed my mate and baby Omega would have a good time together, finger crossed they'll be okay, finger crossed they'll stop making my life a living hell, it's more of Gabriella's fault than Eden, she's the perfect angel. Tristan has already threatened me with another riot, he said this time he's not pulling back, this time his riot, would end up with my mate kicked off, deep inside, my wolf wanted to agree, wanted my mate to be gone, I tried to scold him saying she's our mate, we can't not want her anymore but it hurt already, just thinking about it. "Tristan," I say, even if he's mad at me, we are still good friends, we still are close to each other, he is my childhood best friend, my friend, my beta and right hand. "Yeah man?" he asks knowing I mean something real."If I break my mating, would I die?" I ask him, I knew if he reads more about those things than me, it's his job to do so. "There's a chance but if your wolf is strong enough and has su
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments