"Terus maksud lo, gue harus bawa ke rumah lo lagi," lontar Diana. Amel menggeleng lagi membuat Diana gemas. Melihat wajah geram Diana, istri Raffa terkekeh. "Bawa ke rumah lo, lo emang libur kerja di rumah gue. Tapi tetep masih harus anter jemput," terang Amel.bDiana mengangguk kepala mendengar hal itu, tak terasa akhirnya mereka sampai di kediaman teman Diana. Perempuan tersebut langsung turun dan membuka pintu."Ayo cepet sini, kenapa kalian diem di mobil," seru perempuan itu. Mereka mengangguk, sedangkan Diana menepuk kening saat mengingat jika ia tidak membeli sesuatu saat di minimarket. Sibuk membawakan belanjaan Amel yang banyak sekali. Melihat riak bingung di wajah Diana, dia mengulas senyum lalu mengambil tiga bingkisan di bagasi."Ini gue tadi beli, kita bawa saling satu ya," ucap Amel. Diana dan Shilla menoleh, ia juga lupa kalau dirinya memilih bingkisan untuk dibawa buat menjenguk Ibu teman Diana. Mendapatkan Amel yang pengertian, perempuan itu berhamburan memeluk ist
Sarah melotot mendengar ucapan Diana. Perempuan itu segera menaruh nampan di meja, lalu menyerang Diana yang mulai berlari. "Jangan lari lo, Na! Gue gak bakal kasih ampun ya," teriak Sarah. Dia terus mengejar temannya, bahkan sampe keluar kamar sang Ibu. Kini hanya Shilla dan Amel berada di sana, adik iparnya pamit keluar untuk menelepon Wulan memberitahu jika Kakak dan Amel akan menginap."Kalian bukan teman Sarah ya? Tapi semoga aja ini awal pertemanan kalian. Sarah susah bergaul, cuma Diana yang bisa bertahan sama dia,"lontar Ibunya Sarah.Amel mengeryitkan alis mendengar lontaran Ibunya Sarah. Lalu mengangguk saat paham akan ucapan wanita itu. "Tante tau dari mana? Kenapa Tante bicara begitu," balas Amel.Wanita itu terkekeh mendengar pertanyaan Amel. Ia memandang lembut pada istri Raffa. "Liat saat kamu nahan cewek tadi, buat nentang tadi saya ucapin," jelasnya.Amel menggaruk kepala, lalu tertawa kecil. "Hehe ... apa begitu ketara ya, Tan. Padahal aku berusaha biasa aja," u
"Assalamualaikum, Yang. Jam tujuh Mas akan pulang," seru lelaki itu Amel mengedipkan mata,saat Raffa menegurnya. Karena ia malah terus diam, sampai lelaki itu geram karena menunggu sampai enam menit. "Yang ... aku bilang aku bakal pulang jam tujuh, kamu sekarang udah di rumah, kan." ulang lelaki itu lagi. Amel mengangguk kepala, lalu menepuk keningnya sendiri karena harusnya ia menjawab. Bukan menggerakan kepala naik turun. Karena lelaki tersebut tidak akan mengetahui. "Iya, Mas. Aku udah di rumah kok. Dan ... bukannya kamu lembur, kok pulang jam tujuh,"balas Amel spontan. Raffa di sana tersenyum sinis, lelaki itu mendaratkan bokong di kursi. Pintu di ketuk dan pria tersebut memerintahkan untuk masuk. Sedangkan Amel mendengar semuanya. "Bos, ini ada yang harus ditanda tangani," seru Siska. Lelaki itu mengangguk, lalu menggerakan tangan gaya mengusir. Siska menggeleng, membuat Raffa menatapnya kesal lalu segera fokus membaca berkas tersebut. Dan lekas
Lelaki itu malah diam, membuat Amel menjadi cemas. Bahkan kini Raffa menutup pintu dan bersidekap bersandar di sana. Tatapannya masih tertuju pada sang istri. "Aku ingin kamu lebih berusaha, Yang. Baru aku izinin kamu tidur bareng Shilla malam ini," tantang Raffa.Mendengar tantangan suami, Amel langsung bangkit. Ia memandang suaminya dan terdiam sebentar untuk memikirkan ide memikat lelaki dihadapan. Setelah yakin cara ini akan berhasil, ia bergegas melancarkan aksi."Yang, kamu tau aja. Ternyata kamu udah paham dan makin ngerti," erang lelaki itu. Dia langsung mengambil alih kegitan itu. Dan mereka melakukan ritual suami istri sebelum berangkat menginap, bahkan lelaki tersebut meminta lebih karena alasan tidur sendiri di kamar nanti."Ahh ... Mas! Gara-gara kamu, lihat sekarang udah jam berapa. Pasti Shilla ngegerutu," keluh wanita itu. Sedangkan Raffa terlihat sangat tenang, lelaki itu bangkit dari tidurnya dan meraih handuk. Begitupun Amel, ia mengikuti sang suami. Mereka berge
Beberapa bulan kemudian ...Kini menginjak satu tahun pernikahan Amel dan Raffa. Istri lelaki itu mengerucutkan bibir di kelas, ia memikirkan suaminya yang sama sekali tidak mengingat dengan kenangan acara tersebut. Bahkan sudah beberapa hari Raffa sangat cuek."Lo kenapa sih, kok kayanya kesel banget?" tanya Shilla.Shilla bertanya demikian seraya mendekat. Karena kini jam istirahat, ia langsung menarik kursi agar bisa berhadapan dengan sang kakak ipar. "Itu lho, masa Kakak lo gak inget hari ini hari apa," balas Amel.Wanita itu menyahuti dengan nada kesal. Membuat Shilla meringis, sedangkan suara seseorang membuat mereka menoleh. "Ayo gas ke kantin yuk! Diana sama pacarnya udah di sana nungguin," ajak Sarah.Karena tidak mendapatkan respon, Sarah langsung mendekat. Lalu ia mengeryitkan kening melihat wajah kusut Amel. "Kenapa muka lo, Mel? Kusut banget ke belum di setrika," celetuk perempuan itu.Amel hanya melirik sinis Sarah, membuat perempuan itu mengeryitkan alis dan memanda
Sedangkan Amel, ia berada di toilet. Ia terus muntah, tetapi hanya cairan putih yang keluar. Setelah merasa lebih baik, dia langsung bersandar."Kenapa gue jadi mual banget, biasanya kan enggak. Itu kan wangi buah kesukaan gue," lirih Amel.Wanita itu kelelahan karena terus muntah. Kini mukanya terlihat pucat, ia segera mencuci wajah dan mengembuskan napas kasar. "Jangan sakit, Mel! Sekarang pelajaran dosen killer, ayo kamu kuat." Dia menyemangat diri sendiri, lalu melangkah dengan lunglai menuju kantin kembali. Tetapi, mencium bau durian membuat mual lagi. Bergegas ke toilet, karena takut muntah di sini."Gue kenapa sih," keluh Amel. Wanita itu segera merogoh ponsel, lalu menelepon nomor adik iparnya. Kala nada sambung terdengar, ia langsung mengatakan tujuannya. "La, tolong singkirin durian itu, gue mendadak mual cium baunya," pinta Amel. Shilla mendengar itu mengeryitkan alis, ia melost spaker handphone-nya. "Emang kenapa, bukannya lo suka banget ya sama durian?" tanya peremp
Amel terkejut karena suaminya tau dia muntah, ia langsung menoleh ke arah adik iparnya yang tersenyum memamerkan deretan gigi. Teguran Raffa membuat ia tersentak, apalagi nada dingin keluar dari bibir lelaki tersebut."Aku tanya sekali lagi! Itu mie ayam punya siapa yang banyak saos dan sambelnya," geram Raffa. Wanita itu langsung melirik Gala, ia langsung mengarahkan kamera handphone ke lelaki tersebut."Ini punya Gala, Mas! Kami tadi main games dan Gala kalah, jadi dia harus habisin mie ayam yang udah semua yang disini masukin," balas Amel. Dia langsung mengalihkan kamera ke wajahnya lagi. Sedangkan lelaki itu melotot, ia hendak protes tetapi dilarang Diana. Melihat hal tersebut, Amel bersyukur dalam hati. "Kalau gitu, suruh diam makan. Sampe habis! Jangan matiin video call, sebelum mie ayam itu berpindah ke perut cowok itu," tutur Raffa. Semua terkejut mendengar perintah Raffa, mereka kini saling pandang. Dan Amel memandang Diana dengan wajah memohon, melihat riak wajah temanny
Raffa langsung mengajak pulang istrinya setelah mendapatkan izin. Ia memerintahkan adiknya untuk mengambil tas Amel. Sedangkan kini Amel tengah menunggu di mobil."Mas tuh apaan sih, kan bisa ambil tas sendiri. Gak perlu minta ambilin sama Shilla, lagi bentar lagi jam pelajaran lho," ucap Amel gemas. Lelaki itu tidak menanggapi sang istri, ia malah sibuk menelepon. Sedangkan di kursi kemudi, Dimas yang berada di sana. Raffa pamit keluar dulu untuk mengangkat telepon dari seseorang, membuat Amel memicingkan mata curiga. "Dim, emang suami gue kagak ada kerjaan apa! Sampe segala nyamperin ke sini," seru wanita itu. Dimas yang ditanya melirik sekilas lalu fokus memainkan ponsel lagi. Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban, membuat Amel mendengkus. "Kalau ngomong sama gue coba handphone-nya taro dulu!" sentak perempuan tersebut.Pria tersebut kaget hampir saja handphone terjatuh. Ia mengelus dada, suara Amel sangat menggelegar. "Iya maaf, Bu Bos. Ini handphone-nya saya taro," sahut Di
Beberapa bulan kemudian ...Besok memasuki empat puluh minggu kehamilan Amel. Wanita itu kini mulai kesulitan berjalan, karena perutnya yang lumayan besar. Karena hamil anak kembar, semua belum mengetahui. Hanya Raffa, Amel dan dokter yang memeriksa perempuan tersebut."Kapan yang anak kita lauching, kok belum ada tanda-tanda ya," ucap Amel sendu.Raffa yang mendengar itu mendekati istrinya di sofa. Kini keduanya tengah di ruang kerja lelaki tersebut. Karena Amel memaksa ikut ke kantor."Sabar aja, kalau udah waktunya mereka bakal meluncur kok, mungkin sekarang belum waktunya. Sabar aja, hplnya juga kan besok. Lagian kalau pas hpl belum lahiran kan itu cuma pekiraan manusia aja, nanti kalau udah waktunya kita bakal ngeliat mereka kok. Sekarang kamu berdoa aja, agar lahiran lancar dan sehat buat kalian," tutur lelaki itu.Amel mengulas senyum mendengar hal itu. Ia mengangguk kepala lalu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami."Mas, aku sekarang gendut. Jangan bosen pandangan aku y
Suasana malam kini sangat ramai, yang biasanya hanya suara Amel dan Raffa. Sekarang banyak orang yang berbicara. Shilla langsung menarik Raffa yang terus disamping istrinya."Gantian lah, Ka! Shilla juga pengen elus perut Amel. Pengen nyapa calon keponakan," seru perempuan itu. Raffa hanya menghela napas, lalu mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk menyeduhkan susu Ibu hamil. Wulan yang lewat di sana langsung mendekat dan menepuk pundak anaknya. "Allhamdulilah, kamu jadi suami siaga. Mama bangga sama kamu," tutur Wulan. Lelaki itu menoleh dan mengusap senyum, ia berbalik dan memeluk wanita yang melahirkannya. "Makasih, Mah. Kamu udah melamarkan Amel menjadi istriku, Raffa sangat bahagia," ujar lelaki itu.Wulan mengangguk, wanita itu membalas dekapan anaknya. Lalu menepuk punggung lelaki tersebut, mereka langsung melepaskan pelukkan."Kamu harus kurangi porsi kerjamu, jangan terlalu sibuk. Amel sekarang sangat butuh perhatian dan bantuan kamu, apalagi nanti setelah lahiran," tegur Wu
Amel membulatkan mata, ia hendak menyerang perempuan itu tapi ditahan Raffa. "Udah, Sayang. Gak perlu urusin orang ginian, biar aku saja. Nanti calon anak kita kenapa-napa lagi," kata lelaki itu.Cewek itu terkekeh, ia bersidekap memandang mereka. Dengan lancarnya ia menghina Amel. "Haduh ... ternyata lo simpenan sugar dady ya, wah ... keliatannya aja polos ternyata," ucapannya terhenti kala karyawan lagi menarik lengannya."Diam! Udah lo gak perlu ngebacot lagi bisa gak."Wanita itu hanya memanyunkan bibirnya, ia memandang lawan jenis yang menatap berang. Sedangkan Raffa langsung merogoh saku, dan memperlihatkan pada perempuan tersebut. "Ini bukti kami udah menikah tahun lalu, jadi ucapan lo itu salah!" sinis Raffa.Suara dingin lelaki itu membuat perempuan tersebut bergidik ngeri. Ia bungkam saat disodorkan bukti oleh Raffa, sedangkan Amel tersenyum sinis. "Amit-amit jabang bayi, jangan sampe anak gue miring sama Tante nyebelin ini," kata Amel.Wanita itu melotot mendengar ucapa
Raffa sampai menjauhkan handphone dari kuping. Karena suara Sekar yang menggelegar, Amel melihat hal tersebut hanya meringis. Raffa menghela napas lalu menempelkan benda itu ke telinga kembali."Kami mau berbagi sedikit buat anak panti Bu. Raffa punya omongan soalnya," jelas Raffa.Sekar terdiam beberapa menit, karena ternyata Raffa yang memegang ponsel tersebut. Lelaki itu menegur dan bicara kalau ia tengah menyetir. "Apa ada pertanyaan lagi, Bu. Raffa lagi nyetir soalnya. Palingan kami menginap lusa ya," ucap lelaki itu.Wanita itu menggeleng lalu memukul keningnya sendiri. Karena sadar jika sang menantu tidak bisa melihat gelengannya. "Enggak, Raf. Boleh handphonenya kasih ke Amel. Ibu mau kasih wejangan buat dia," balas Sekar.Pria tersebut langsung memberikan pada istrinya, lalu Amel dan sang Ibu sangat lama berbincang. Bahkan dia mengerucutkan bibir karena banyak sekali pantangan yang diberikan oleh Sekar."Udah jangan cemberut gitu, Ibu ngebilangi gitu karena sayang sama kamu
Kala tersadar dengan ucapan, Amel langsung mendorong sang suami agar menjauh. Sedangkan Raffa terkekeh mendengar hal tersebut, kini lelaki itu menaik turunkan alis. "Apaan sih, Mas! Genit banget deh, aku tadi lagi ngimpi eh pas buka tidur ternyata ikut ngomong gitu. Gak usah geer deh," papar Amel. Raffa hanya mengangguk kepala tanda mengiyakan tetapi, wajahnya masih saja menggoda. Wanita itu jadi salah tinggal dengan tatapan sang suami, ia mengadahkan tangan. "Mana bubur kacang milikku, kan aku tadi nyuruh beliin terus baru bangunin. Berarti Mas udah beliin dong," pinta perempuan tersebut.Dia langsung memberikan bubur kacang tersebut, Amel menerima dengan senyum sumringah. Ia segera mengambil wadah plastik dan sendok, wanita itu menuangkan ke mangkuk. "Ah ... wanginya menggoda," pekiknya. Sang suami mengulas senyuman memandang Amel, ia terus menatap wanita itu. Membuat perempuan tersebut memalingkan wajah karena salah tingkah."Kamu ini kenapa sih! Lihatin aku terus. Mendingan
Lelaki itu menggeleng mendengar ucapan Amel, membuat wanita tersebut mengeryitkan alis bingung."Terus kamu kenapa natap aku sampe segitunya," sungut perempuan itu. Raffa memegang dagu lalu tangannya mengelus-elus jengot pendek."Katamu hamil kebo, kenapa kamu gak mirip kebo. Aku lagi nyari kemiripan itu dari kamu," jawab Raffa. Mata wanita itu melotot mendengar jawaban sang suami, ia langsung melemparkan tas. Beruntung lelaki tersebut tangkap, Amel bersidekap dan mendengkus kesal. "Punya laki gini amat, maksudnya ... ah sudahlah, kamu juga gak bakal ngerti! Aku udah gak mood buat makan," geram Amel. Perempuan tersebut bangkit lalu mendekati suaminya dan merebut tas yang tadi dilempar. Kala hendak pergi, tangan dicekal oleh Raffa."Kamu harus sarapan, ayo cepat duduk!" perintah lelaki itu. Amel menggeleng menolak perintah suaminya. Ia menarik tangan yang digenggam Raffa, dia langsung bersidekap. "Udah gak berselera lagi makan ini, aku mau bubur kacang ijo Mang Mamat," lontar san
Wulan dan Sekar dijemput Shilla, perempuan itu sangat senang saat ngetahui ia akan mempunyai keponakan. Kini hanya tinggal mereka, keduanya berbaring di kasur. Raffa mengusap lembut rambut Amel. "Sayang ... maaf ya, acaranya jadi berantakan gara-gara aku pingsan," tutur perempuan itu. Lelaki itu menggeleng lalu membenarkan posisi tiduran sang istri. Ia kini mendekap wanita tersebut, lalu mendaratkan kecupan di pipi Amel. "Gak papa, mereka nanti pasti paham kok. Udah gak usah pikirin apapun yang buat kamu stress, hayu ... mendingan sekarang tidur," ujar lelaki itu. Dia menuruti ucapan suaminya, ia membenarkan posisi tidur agar berhadapan lelaki itu. Lalu menyusupkan wajah ke dada bidang Raffa. Tak lama suara dengkuran terdengar, membuat Raffa mengulas senyum."Kayanya kamu capek banget ya, Sayang," bisik lelaki itu. "Makasih kamu udah mau jadi istri aku, aku sayang banget sama kamu."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu ikut terlelap. Waktu pagi tiba, Amel dengan semangat memba
"Kenapa sekarang gak nyoba di cek, kali aja sesuatu harapan. Yang penting kalian sudah berusaha kan, kalau belum waktunya gak papa, kalian bisa terus berdua dan meminta pada sang maha kuasa," lontar dokter tersebut."Aku bawa nih, aku juga lagi mau nyecek, tapi di telepon Nyonya Wulan jadi ke sini dibawa-bawa deh," lanjutnya. Semua langsung memandang Amel, mereka mengangguk menyakinkan wanita itu. "Ya udah," kata Amel pelan. Mereka langsung tersenyum, dokter itu segera merogoh tespack dan memberikan pada Amel. "Ayo bantu Amel, ke kamar mandi, Raf. Kenapa malah diem aja," cecar Wulan. Mendengar perintah Mamanya, lelaki itu langsung mengangguk. Lalu membantu memapah sang istri menuju bilik mandi. Kala sampai dia disuruh keluar oleh Amel. Dia mengangguk paham dan memegang bahu wanita tersebut terlebih dulu. "Kalau hasilnya negatif gak papa, kok. Jangan sedih, kalau udah waktunya di kasih kok," tutur sang suami. Amel mengangguk kepala, Raffa langsung mengelus sayang puncuk kepala s
"Yang!" Raffa memekik, ia menepuk pipi sang istri. Semua orang sangat terkejut, mereka langsung mengerumi Amel. Wulan melihat menantu seperti ini, ia segera menyuruh Raffa membawa ke kamar dan dia menelepon dokter pribadi. "Makasih, Mah. Raffa bawa Amel ke kamar dulu," ucap lelaki itu gemetar.Lelaki itu sangat ketakutan, dia tergesa-gesa membawa istrinya. Sedangkan Sekar segera menyusul menantu dan anaknya. Kala sampai di pintu kamar, ibu mertua pria tersebut membantu untuk membuka benda tersebut. "Ayo cepat letakan hati-hati di kasur, Raf," perintah Sekar. Raffa mengangguk, ia dengan perlahan membaringkan sang istri ke kasur. Lalu Sekar segera menyelimuti perempuan itu, ia ikut naik ke ranjang dan membelai sayang kening anaknya. "Raf, ada minyak kayu putih gak?" tanya Sekar. Lelaki itu terdiam, lalu mengangguk dan segera mencari benda tersebut. Setelah ketemu, dia memberikan pada Sekar. "Ayo Nak, bangun! Jangan buat kami cemas," ujar wanita itu. Aroma minyak kayu putih, memb