# Keesokan harinya, Selasa, Tanggal 03 Januari 2017 @ Kediaman Eritha
Pagi menjelang, kicauan burung-burung terdengar sangat merdu di luar, semua orang-orang sudah beraktivitas seperti biasanya. Bahkan suara kendaraan juga terdengar berlalu lalang di sekitar kompleks perumahan elit ini namun hal ini tidak mempengaruhi keadaan gadis manis ini yang masih tertidur dengan pulasnya. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.00 KST. Bahkan seruan Ibunya pun tidak dijawab karena masih berada di alam mimpi hingga Ibunya terpaksa membangunkannya.
“Yakh! Astaga gadis ini! Sudah jam 6 pagi masih saja belum bangun, astaga! Hahh, Eritha-a bangun! Yakh! Eritha-a!” Seru Ibunya Eritha, Elena Veronica Isla.
HENING!
“Yakh! Aish, Jinjja! Gadis ini benar-benar! Hahh, yakh! Eritha kalau Kau tidak bangun Kau akan terlambat kerja!” Ucap Ibunya Eritha sambil menarik selimut pada tubuh Eritha namun hanya ditanggapi de
Zhafar begitu terkesima saat ia memandangi wajah cantik gadis di depannya ini. Ia tahu bahwa gadis ini juga tidak membersihkan make up nya, tapi masih tetap terlihat ia tidak memakai make up. Mungkinkah wajah aslinya seperti ini sama seperti Erina. Wajah alami. Wajah alami mereka berdua benar-benar visual yang sempurna. Tanpa sadar, tangan Zhafar terulur untuk merapikan anak rambut yang menutupi wajah damai gadis ini. Benar, Pria tampan ini melakukannya secara tidak sadar. Entah kenapa perasaannya menjadi tenang saat mengamati wajah manis gadis ini. Tidak tahu kenapa, mengingatkannya pada seseorang. Molla, Zhafar sebenarnya tidak ingin membanding-bandingkan gadis ini dengan Erina, ia hanya teringat saja. Entahlah! “Eunghhh, Eommaaa, jangan mengganggu tidurkuuu! Eritha sedang mimpi indah, Eomma, please! ” Kata-kata absurd Eritha mampu membuat Zhafar menahan tawanya. Apalagi melihat gadis ini menggeliat t
“Jinjja! Kenapa lagi ini?? Hahh! Bagaimana bisa terjadi hal ini? Kemarin sudah Aku cek bahwa suratnya lengkap, pihak Dalam Negeri juga sudah OKE, tapi kenapa? Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi?? Apa ada . . . ? Hahh, tidak mungkin! Dan juga resign di saat yang tidak tepat?!! Jinjja bodoh sekalii!!! SIAL!!! Akan kuhabisi kalau itu terjadi!” Ucapan Zhafar sangatlah menakutkan bagi dua wanita yang masih berdiri terdiam di belakang Zhafar menatapi kemarahan Pria ini. Saat kemarahan masih menyelimuti Zhafar, Eritha memberanikan diri untuk menenangkan Pria ini. Eritha menatap Ibunya khawatir dan berjalan mendekati Zhafar. “Ehm, maaf . . . ” “Ada apa lagi?” Zhafar sedikit meninggikan suaranya dan memutar tubuhnya menatap Eritha dalam diam dan seketika terdiam saat menatap kedua manik mata milik Eritha. Entah kenapa perasaan emosinya seketika hilang begitu saja saat menatapi gadis ini. Aneh. “Akh, maafkan Aku! Sungguh!” Eri
Di tengah perjalanan hanya sunyi yang terdengar hingga suara berat memecah keheningan diantara mereka. “Apa yang Kau fikirkan?” Tanya Zhafar pada Eritha sambil melirik gadis manis ini. “Hah? Tidak ada. Memang kenapa?” Tanya balik Eritha pada Zhafar dan hanya ditatapi heran oleh Pria tampan ini yang masih fokus pada jalanan di depannya. “Oh, tidak. Lupakan!” Hanya itu yang terucap di bibir Zhafar dan membuat Eritha sedikit keheranan dengan sikap Zhafar yang ambigu. “Wae? Kau kenapa? Sedang ada masalah, 'kan? Apa ada yang bisa Aku bantu?” Eritha mencoba menanyakan hal yang membuat Pria ini menjadi dingin. “ . . . ” Hanya diam dan melirik sebentar pada Eritha. Sungguh Zhafar sudah di level kesalnya pada seseorang. Dan juga fikirannya benar-benar bercabang dan buntu, entah ia harus cerita pada siapa. Namun saat sebuah suara menyadarkannya, ia seperti menemukan sebuah harapan. “Kalau tidak ingin cerita tidak apa-
Zhafar, Pria ini melakukan apa yang ingin ia lakukan. Tangan kanannya ia arahkan pada bibir Eritha dan mengusapnya lembut hingga membuat Eritha tersentak. Perlakuan berani dari Zhafar sungguh di luar dugaan Eritha. Perlakuan manis Zhafar tidak berhenti sampai di situ saja, ia membelai leher jenjang Eritha dengan kelembutan dan sedikit seductive hingga tidak sadar Eritha mengeluarkan suara yang membuat Zhafar terpana. “Eungghh . . . Oppaahh . . . stoopphh . . . ” Lenguhan itu akhirnya keluar begitu saja dari bibir mungil Eritha hingga membuat Zhafar menatapinya dalam diam. Pandangan Zhafar pada gadis manis ini semakin mendalam. Apalagi melihat reaksi tidak terduga dari gadis di depannya ini yang ternyata terbawa suasana semakin membuat Zhafar sekuat tenaga untuk menahan semuanya. Zhafar berfikir keras dan menahan semuanya agar semakin terkendali. Ia masih menggunakan kesadarannya dan akan menghentikannya sebelum terla
@ Ruang CTO “Selamat Pagi, Arthur! Permisi!” Sapa salah satu sahabatnya yang juga salah satu Pejabat Perusahaan, Kim Jongin aka Kai. “Selamat Pagi, Jongin-a! Silakan, masuk! Silakan duduk sini!” Jawab Arthur seraya mempersilakan tamunya memasuki ruangannya dan duduk di depannya. “Terima kasih. Oia, sibuk apa?” Tanya Kai, seraya duduk di kursi di depan meja kerja Arthur sambil mengamati ekspresi serius Arthur. “Ne, ini Aku sedang mempersiapkan rencana Mitigasi Risiko ke depannya untuk proyek besar kita,” Jawab Arthur sambil masih menatapi kedua layar komputer disisi kiri tubuhnya dan satu buah layar kecil di depannya juga tangannya bergerak membolak-balikkan dokumen. “Mwo? Kenapa memangnya?” Tanya Kai penasaran sambil beranjak berdiri menuju samping kiri Arthur dan mengamati data-data yang sedang diamati oleh Arthur. “Kau tau, perijinan kita juga ternyata mengalami kendala di Departemen Luar Negeri. Hahh, gila! M
# PT DELUXE TOWER, 03 Januari 2017, Pukul 08.30 KST Terlihat suasana gedung perkantoran ini sedikit sibuk dikarenakan mereka sebentar lagi akan mengadakan acara besar bagi sebuah perusahaan. Mereka semua sedang mempersiapkan semuanya. Para karyawan terlihat berlalu lalang hilir mudik dari suatu ruangan ke ruangan lainnya, dari gedung lantai 1 hingga lantai 9 kecuali lantai 10. Hal ini dikarenakan lantai 10 khusus Pejabat Perusahaan yang bisa mengakses ke sana. Dan hanya orang-orang tertentu dan yang diberi akses terbatas saja yang bisa melewatinya. @ Ruang Presdirut Suasana ruangan Zhafar terlihat hening dan sedikit tegang. Di dalam ruangan terdapat salah satu karyawati Zhafar sedang berdiri menunduk di hadapan Zhafar. Seorang wanita yang tidak berani memandang Bossnya ini hanya mampu terdiam saat Bossnya sudah dalam mode diam. Zhafar hanya diam menatapi salah satu karyawatinya. Ia me
SRET!!! “Zhafar-aaa!” Sebuah seruan mengagetkan Zhafar yang masih sibuk dengan pekerjaannya. “ . . . ” Zhafar terdiam menatapi datar gerombolan rekannya yang berdiri diambang pintu yang juga sedang menatapi Zhafar dengan tatapan ingin tahu. Hal ini bukan tanpa alasan karena rekan-rekan Zhafar mendapati wanita yang barusan keluar dari ruangan Zhafar itu sedang menahan tangisnya dan berlari keluar hingga berpapasan dengan rekan-rekan Zhafar di loby. Hal ini sungguh mengejutkan mereka semua. Sebenarnya apa yang terjadi? “Zhaff? Wae? Ada apa? Tadi kulihat seorang gadis menangis keluar dari sini. Wae?” Tanya Suho, rekan kerjanya dari Divisi Produksi. Zhafar yang mendengar itu hanya diam melirik mereka dan bahkan terkesan enggan untuk menjawabnya. Sangat terlihat jelas di wajah Zhafar kalau Pria ini ingin sendiri. “ . . . ” Zhafar masih sibuk dengan dokumen dan data-data di komputernya
KLIK! Pocket doors otomatis terbuka dan Zhafar bersiap untuk pergi dari ruangannya akan tetapi saat akan beranjak pergi, sebuah seruan mengagetkannya hingga membuat Zhafar berbalik arah. “ASTAGA! Lipstik siapa ini, Zhaff???” Seru Kai kurang ajar dan mengejutkan semuanya. Si Kai selalu saja bisa menemukan hal-hal yang menurutnya ganjil untuk sahabat-sahabatnya. Ha . . . ha . . . LIPSTIK?? “Hah? Lipstik? Sejak kapan ada lipstik di ruanganku? Sebentar, jangan-jangan??! Hahh! Tidak mungkin punya Eritha??! Tapi . . . apa saat tasnya ia lempar padaku, lipstik itu terjatuh, ya? What?? Dasar bod*h!! Bagaimana bisa terjadi? Aku harus menjelaskan bagaimana coba pada mereka ini? Eritha bod*h! Awas saja Kau! Kenapa juga tidak ingat kalau lipstiknya tertinggal di sini! Baka!!!” Rutuk Zhafar kesal dan sedikit gugup, tiba-tiba telinganya memerah saat mengingat kejadian panas tadi malam. Ha
#Flashback End # 1 Tahun kemudian @ Ruang Presdirut, PT Deluxe Tower, Lantai 10, Jumat, Tanggal 05 Januari 2018, Pukul 11.00 KST ‘’Oppa!! Zhafar Oppa!!! Yakh!!!’’ Seruan seseorang berhasil membuat Zhafar terkesiap. Ia menatapi seseorang itu yang menatapinya dengan pandangan keheranan. ‘’Hahh!!! Erina! Arthur! Astaga! Aku melamun! Jinjja!’’ Ucap Zhafar akhirnya dan mengusap wajahnya kasar. Ia menerawang jauh ke depan tentang semuanya. ‘’Kau melamun ternyata! Astaga! Zhaff, aku minta bantuanmu untuk menyebar undangan pernikahan kita, ya??’’ Permintaan dari Arthur begitu mengagetkan Zhafar. ‘’Akh! O-oke! Siap! Aku akan bantu kalian! He . . . He . . . ‘’ Jawab Zhafar sedikit gugup seraya memeluk Arthur bahagia. ‘’He . . . He . . . Terima kasih, Kawan! Ku harap kau segera menyusul, ya!’’ Ucap Arthur penuh ketulusan dan diamini oleh Zhafar dan Erina. Mereka bertiga berbincang lama sambil sesekali bernostalgia. Mereka Nampak sangat bahagia sekali bahwa persahabatan mereka masih terja
# Tiga hari berlalu, Seorang gadis cantik membuka matanya perlahan. Ia mengerjap matanya perlahan untuk menyesuaikan keadaan di sekitarnya. Ia mendapati ruangan putih bersih yang lumayan luas. Ia terheran-heran. Saat sedang mengamati keadaan di sekitarnya, sebuah sapaan berat mengusik pendengarannya. ‘’Sudah siuman? Syukurlah,’’ Sapaan lembut seorang Pria begitu hangat hingga membuat seorang gadis cantik ini mengalihkan perhatiannya. ‘’Zhafar Oppa? Aku dimana??’’ Tanya gadis cantik ini dengan keheranan. ‘’Kau di rumah sakit. Sudah tiga hari kamu dirawat di sini, Erina!’’ Jawab Zhafar tenang seraya mengupas apel untuk Erina. Ia tersenyum hangat pada Erina. ‘’Hahh?? Aku di rumah sakit? Kenapa?’’ Erina begitu terkejut saat mendapati kenyataan bahwa dirinya dirawat di rumah sakit. ‘’Iya, kau luka parah. Ehm . . . ‘’ Zhafar menggantung kalimatnya. Ia ragu harus memberitahu apa tidak perihal lukanya tersebut. ‘’Oppa!!! Oppa kenapa? Cerita padaku? Aku sakit apa??’’ Erina sedikit memak
‘’Eungghh!!! Sa-sakiitt, Oppaaah!! Argh!! Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Teriak Erina tertahan saat Javier memasukkan sesuatu ke dalam tubuh Erina dan mengunci bibir Erina. Erina hilang akal! Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia lelah dan tidak berdaya. Ia merasa akan mencapai kenikmatan tersebut disertai dengan perlakuan Javier padanya yang semakin menggila. Hingga akhirnya . . . ‘’Eunggghhh . . . Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Seru keduanya saat keluar bersamaan. Javier menciumi lembut kening Erina dan memeluk erat gadis itu. Sementara Erina terlelap seketika. Javier manatapi Erina dengan penuh kasih. Ia begitu memuja gadis ini. Ia memakaikan pakaian Erina dengan lembut dan menyelimutinya sebelum pergi meninggalkan Erina seorang diri. ‘’Bye, Erina!!! Terima kasih!’’ Ucap Javier seakan mengucapkan salam perpisahan. Sungguh kejam sekali!!! £♥¥€ @ Ruang CTO, Lantai 08, Senin, 06 Maret 2017, Pukul 13.00 KST ‘’Huek!! Huek!! Arghh!! Ahh, aku
Erina menebak siapa gerangan tamu ini dan seketika terkejut mengetahui siapa tamu tersebut. Ia menahan nafasnya sejenak tatkala tamu tersebut membalikkan badannya menghadap dirinya. ‘’Akkh!!!’’ Ucap Erina tertahan saat mendapi tamu yang sangat dihindarinya. ‘’Halo! Selamat Malam, Erina!’’ Deep voicenya begitu mengusik pendengaran Erina dan mampu membuat Erina sedikit menjauh. ‘’Akh! Ya, selamat malam. Ehm, A-ada perlu apakah?’’ Tanya Erina dengan sopan dan pelan seraya menghindari tatapan mata dengan tamu tersebut. ‘’Hem, tidak! Ini! Aku hanya ingin memberikan ini,’’ Tamu tersebut tiba-tiba menyerahkan sebuah kado besar kepada Erina. Erina terkejut dengan semua sikap tamu tersebut yang memberikannya kado. Seketika itu juga ia terpana bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya dan tamu tersebut pun masih mengingatnya. Ia menutup mulutnya seketika seakan tidak mempercayai fakta yang ada. ‘’Aku dengar kamu cuti kemarin, makanya sekalian aku ingin menjengukmu. Aku fikir kau sedang sa
BUG!!! Terdengar pukulan lumayan keras yang dilayangkan oleh Javier kepada Zhafar. Pria tampan ini ternyata juga tidak siap akan pembalasan dari Javier. Ia terhuyung ke belakang seraya memegangi pipi kanannya. ‘’Cih! Sial!’’ Umpat Zhafar kesal karena pukulan Javier. Ia menyeka darah di sudut pipi kanannya dengan ibu jarinya. Ia juga menatapi Javier dengan tatapan kebencian. Javier dan Zhafar sama-sama bangkit dari posisinya. Mereka berdua siap-siap akan melakukan pembalasan dengan sengit. Akan tetapi belum sempat terjadi, seseorang memergoki keduanya hingga berteriak histeris. ‘’KYAAAA!!! Kalian!!! Ada apa ini?’’ Teriak Eritha, seseorang itu dan segera berlari ke arah kedua Pria tersebut. Posisi Eritha berada di tengah di antara kedua Pria tampan tersebut dan memandangi keduanya secara bergantian. ‘’Yakh!!! Kalian kenapa, ha??? Kenapa berkelahi?? Ada apa??’’ Tanya Eritha sedikit emosi karena kelakuan kedua Pria tersebut. ‘’ . . . ‘’ ‘’ . . . ‘’ Mereka berdua sama-sama terdia
‘’Nona Erina hamil!’’ Ucap Dokter ini pelan seraya tersenyum hangat kepada Zhafar dan Eritha. Bagaikan petir di siang bolong, kalimat sederhana dari Dokter Perusahaan mampu membuat Zhafar terkejut. Zhafar hanya bergeming saja. Ia menatapi surat hasil pemeriksaan dengan nanar dan tangannya bergetar. Ia menerka-nerka bagaimana bisa Erina hamil? Erina hamil? Sejak kapan? Dengan Arthurkah? Apakah Arthur sudah mengetahuinya? Bagaimana kalau ternyata Arthur juga tidak mengetahuinya? Bagaimana dengan keluarganya Arthur yang berada di sana? Astaga! Pertanyaan itu semua memenuhi seluruh fikiran dan hati Zhafar. Pria tampan ini masih meresapi dan memahami situasi yang pelik ini. Ia menggeleng pelan seakan tidak mempercayai semuanya. Ia meremas surat itu dengan tangan yang bergetar. Hal ini disadari oleh kedua wanita yang berada di depannya dengan perasaan iba. ‘’Hahhh . . . Astaga!!! Erina . . . ‘’ Hanya itu kata-kata yang berhasil keluar dari mulut Zhafar. Ia bersandar pada kursi da
GREP!!! Zhafar, Pria tampan inilah yang dengan sigap menangkap tubuh Erina yang kondisinya memang sedang tidak sehat. Ia lantas mendekap erat Erina dan segera memeriksa kening gadis ini. Alangkah terkejutnya saat Zhafar memeriksa keadaan Erina yang memang benar-benar sakit, badannya demam tinggi. Zhafar segera mengangkat tubuh Erina, menggendong gadis ini ala bridal style dan berjalan keluar meninggalkan ruangan meeting untuk menuju Ruang Kesehatan. Sebelum meninggalkan ruangan, Zhafar meminta ijin untuk pamit sebentar dan meminta Eritha menemaninya. “Ehm, Maaf, saudara-saudara sekalian! Kejadian tidak terduga terjadi dan Saya meminta ijin untuk membawa rekan kerja kita, Erina untuk ke Ruang Kesehatan. Mohon tunggu sebentar! Eritha, tolong temani Saya! Saya akan segera kembali. Selamat Pagi! Terima kasih!” Ucapan tegas dan tenang Zhafar disambut oleh para tamu dengan sedikti was-was. Mereka semua khawatir dengan kondisi Erina. Zhafar dan Eritha membungkuk hormat tanda mereka undu
SRET!!! “Selamat Pagi!!! Eh, sudah ada kalian?? Halo!” Sapa Kai dengan lantang dan sedikit kikuk saat mendapati bahwa Erina sedang bersama dengan mantan kekasih gadis itu. “Ne, selamat Pagi semuanya!” Ucap Javier tenang dan kembali fokus pada pekerjaannya. Semua undangan duduk di kursi masing-masing dan bersiap dengan meeting hari ini. Mereka bercakap-cakap dan bersenda gurau. Dari sekian banyak orang di ruangan meeting ini hanya satu orang yang terlihat acuh dan diam saja. Keadaan orang tersebut disadari oleh sahabatnya dan berusaha berbicara dengannya. “Erina?? Kau kenapa?” Tanya Eritha, sahabat Erina yang sungguh khawatir dengan keadaan sahabatnya ini. Orang yang dipanggil namanya pun hanya menoleh sekilas dan tersenyum pucat pada Eritha. Hal ini langsung mendapat reaksi kekhawatiran. “Erina!!! Kau sakit? Kau pucat sekali! Astaga!” Ucapan Eritha berhasil mengusik seluruh pendengaran tamu yang hadir. Begitupun dengan Zhafar. Pria ini seketika memperhatikan Erina dari tempat
Erina menyerah! “Erina, maaf! Aku hanya ingin memelukmu saja. Hanya itu. Aku hanya ingin melepaskan semua kerinduanku padamu setelah sekian lamanya. Maafkan aku!!!” Jelas seseorang itu dengan lembut seraya melepaskan Erina dan bergerak menjauhi Erina satu langkah. “ . . . ” Erina tidak sanggup mengatakan apapun dan hanya bisa diam saja mencoba memahami situasinya. Ia menyeka air matanya yang tadi hampir saja terjatuh tatkala seseorang itu memeluknya erat. “Aku tahu aku salah, tapi aku hanya ingin memelukmu saja saat ini. Aku tahu kamu sudah tidak ingin melihatku lagi, tapi ijinkan aku berada di sisimu saat proyek ini berlangsung dan selebihnya terserah dirimu, Erina. Maaf,” Ucap seseorang itu jujur dan masih menatapi Erina dengan penuh perhatian. “Ehm . . . A-aku. Aku . . . Ehm, maybe, sulit bagiku menerima semua keadaan ini di hidupku dengan tiba-tiba. Takdir yang mempertemukan kita kembali di sini. Mempertemukan kita semua dalam sebuah ikatan benang merah yang kita tidak tahu ap