Eritha masih setia mendampingi Zhafar dan masih menunggu di samping Pria ini. Ia dengan cermat memperhatikan begitu lihainya tangan kekar Pria ini saat mengetik sesuatu. Eritha begitu takjub dengan kecerdasan Pria ini.
Hebat!
“Eritha, tolong sini sebentar!” Permintaan tiba-tiba dari Zhafar begitu mengejutkan Eritha hingga membuat Eritha refleks mendekat ke arah Zhafar.
“Akh, Ne,” Eritha menunduk dan mendekat ke Zhafar. Jaraknya begitu dekat bahkan ia mampu mencium aroma parfum maskulin milik Zhafar yang sanggup menghipnotis setiap gadis seketika.
“Aku minta tolong padamu. Bisakah Saya pinjam handphonemu sebentar? Handphone Saya masih Saya charge,” Ucap Zhafar seraya menatap Eritha sebagai tanda persetujuannya.
“Akh, Ne. Ini, silakan,” Jawab Eritha sambil menyerahkan handphonenya begitu saja pada Zhafar.
Pria ini menerimanya dengan tenang dan tersenyum hangat.
Eritha masih memperhatikan a
Kemudian Zhafar mendekatkan tubuhnya menghadap Eritha dan berdiri menjulang tinggi di depan gadis manis ini yang terkesan mungil. Zhafar berdiri diam menatapi Eritha namun tatapannya mengisyaratkan sesuatu hingga mampu membuat Eritha salah tingkah. “Hahh? Akh . . . Ke . . . Kenapa?” Tanya Eritha dengan polosnya dan sedikit gugup. Tingkah polos Eritha membuat Zhafar semakin gemas. Pria ini menundukkan sedikit tubuhnya dan mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan tinggi Eritha, menatap lekat kedua manik mata Eritha dan menguncinya. “Astaga! Jinjja! Ya jelaslah! Kau ini sekarang sekretaris Saya, pasti pulangmu menunggu Saya pulang duluan. Kau faham, 'kan?” Zhafar menjawab dengan lembut seraya menepuk pelan pundak Eritha dan tidak lupa ia tersenyum manis pada gadis ini. “Akh, Nde. Baik, Sajang-Nim! Saya mengerti!” Ucap Eritha sambil menundukkan kepalanya karena tidak tahan bertatapan dengan Zhafar. Ia tidak sanggup untuk terjatuh terlalu dalam.
“KYAAA!!!” Teriak Eritha tidak sadar saat ia merasa ada orang di belakangnya karena hembusan nafas terdengar jelas. Teriakan Eritha juga mengejutkan seseorang itu hingga tidak sadar ia mengarahkan benda kecil di depan wajah Eritha dan mengancamnya. Eritha tidak mengetahui siapa orang ini karena memakai pakaian serba hitam. Gadis ini benar-benar ketakutan sekali dan perlahan ia melangkah mundur hingga terhalang oleh dinding di belakangnya. Eritha terpojok! Seseorang itu juga semakin menepis jarak antara keduanya. Ia mengangkat benda runcing itu dan mengarahkan pada wajah Eritha yang membuat Eritha terdiam seketika. “Hahh!!! Pisau kecil?! Siapa? Kenapa? Hikss, jinjja! Dia siapa? Apa salahku? Ya Tuhan, Tolong Aku!!” Ucap Eritha dalam hati sambil menatap takut seseorang itu. Ia yakin dirinya tidak pernah menyakiti seseorang. Eritha mendengar sesuatu. PIP!!! Pintu otom
“ . . . ” Zhafar sedang menatap tajam objek di depannya. Ia berfikir cepat. Tangannya yang sedang menggenggam handphone ia arahkan kamera itu pada objek di depannya. Zhafar menekan tombol record. Zhafar begitu terpukul saat kedua matanya menangkap pemandangan yang melukai hatinya. Ia melihat seseorang mendorong tubuh Eritha hingga membentur dinding dengan begitu keras. Dan itu mengingatkannya pada dirinya saat ia menyudutkan gadis itu di dinding beberapa waktu yang lalu dan mengakibatkan Eritha meringis kesakitan. Dan lagi-lagi Eritha merasakan hal yang sama dan ini kemungkinan lebih menyakitkan mengingat keadaan gadis itu selalu menahan sakitnya. Zhafar tidak sanggup melihat Eritha dilukai seperti itu, ia juga melihat Eritha tertunduk seraya menahan sakitnya. Zhafar berusaha mengingat kembali sebelumnya sesaat ia berada di ruangannya. Zhafar yang saat itu masih sibuk dengan pekerjaan di ruangannya tiba-tiba merasakan gelisah dan cemas. Peras
“Hahh, jinjja! Ada apa dengannya? Aku tidak habis fikir kenapa dia tega melakukan itu padamu, Eritha-a?” Tanya Zhafar khawatir dan melangkah mendekati Eritha. Zhafar memperhatikan dengan lamat sikap gadis manis di depannya ini karena sedari tadi hanya diam saja. “ . . . ” “Astaga! Kau kenapa? Punggungmu bagaimana? Apa ada yang terluka? Jawab Aku, Eritha-a!” Zhafar sedikit meninggikan nada suaranya hingga membuat Eritha tersadar dan menatap lelah Zhafar. “Akh, maaf, Sajang-Nim! Saya . . . Saya minta maaf. Saya juga tidak tahu apa-apa. Saya tadi hanya menyiapkan perlengkapan di sini tapi tiba-tiba dia berada tepat di belakang Saya dan hampir melukai Saya dengan pisau itu. Hiks . . . ” Eritha sedikit bergetar saat menyampaikan pernyataannya dan menunjuk benda runcing kecil berkilau yang berada di samping kaki Eritha hingga membuat Zhafar mengarahkan pandangannya. GREP!!! Zhafar meraih tubuh mungil itu dan memeluknya erat
HAHH! APA DIA GILA??! ASTAGA! Tolong kuatkan hatiku!!! “Akh, kyaaaa!!! Sajang-Nim ngapain masuk ke sini, sih?? Astaga!” Ucap Eritha panik dan berusaha mengambil blazernya kembali yang tergeletak di meja wastafel di samping Zhafar berdiri namun gagal. Blazer Eritha kini telah berada di tangan Zhafar dan itu membuat Eritha gugup. Benar saja, karena blouse renda yang dikenakan Eritha sedikit transparan oleh karenanya ia menutupinya dengan blazer birunya. Sungguh ia sangatlah malu terlebih seorang Pria yang sedang melihatnya. Pipinya semakin memerah. TAP!!! Zhafar berdiri tepat di depan Eritha dan semakin mengikis jarak di antara keduanya. Semakin Zhafar melangkah maju ke depan, Eritha juga reflek mundur hingga ia terhimpit di antara dinding dan tubuh besar Zhafar. “Akh! Hahh . . . hahh . . . Appoo . . . Ya Tuhan, kenapa dengan diriku? Hahh, Anda mau apa?” Tanya Eritha dengan suara sangat pelan ser
Tangan kekar Zhafar terulur merapikan rambut dan kemeja Eritha yang berantakan akibat ulahnya. Ia pun tersenyum tipis. “Kamu bilang saja padaku kalau Kau tidak nyaman dengan diriku dan sikapku! Ok? Kalau tentang perasaan, Aku tidak pernah memaksakan kehendak pada orang lain. Dan Aku hanya ingin Kau tahu dan memahami semua perasaanku. Jadi, Aku mohon jangan berubah dan menghindariku, ne?” Ucap Zhafar lembut dan menunggu jawaban dari Eritha. “Nee . . . terima kasih. Aku tidak akan pernah berubah!” Ucap Eritha lembut dan senyum manisnya terukir hingga membuat kedua pipinya memerah. Zhafar yang gemas selalu ingin mencubit pipi gadis ini. “He . . . he . . . kajja! Kita ke ruangan meeting sekarang? Tentang Hana, biar Aku yang urus! Kau akan selalu denganku! Saat berangkat dan pulang kerja, Kau akan bersamaku, Eritha-a! Dan Aku tidak menerima penolakan! Kau mengerti?” “Yakh! Aishh! Baru saja 2 menit sudah posesif. Jinjja!” Eritha memanyunkan bi
Arthur dan Kai tertegun seketika saat mendapati kenyataan bahwa sejoli itu bergandengan tangan. Hal itu cukup membuat Arthur dan Kai terdiam mencoba mencerna semuanya. “Yakh! Kalian kenapa?? Seperti orang bodoh saja! Ck!” Deep Voice Zhafar mampu mengejutkan Arthur serta Kai. Mereka berdua mengerjap pelan seraya menatap Zhafar dan Eritha dengan kikuk. “Akh, selamat sore! Kalian lama sekali? Kita sudah lumutan di sini. He … he … ” Pernyataan ambigu Kai mampu membuat Arthur tertawa terpingkal-pingkal. Sepertinya Arthur sudah tidak peduli dengan image coolnya. Bahkan Kai dan Zhafar saja juga heran dengan sikap Arthur. Zhafar menatapi Arthur dengan tatapan tajamnya. Ia mendekati Arthur dan membisikkan sesuatu di telinga Arthur. Tingkah tiba-tiba Zhafar mampu membuat Kai dan Eritha terkejut. TAP!!! “Ada yang tidak beres denganmu? Kau kenapa? Apa ini menyangkut Erina??” Pertanyaan dar
@ Loby lantai 1 PT DELUXE TOWER Pukul 17:30 KST Terlihat seorang gadis sedang duduk dengan malas di kursi tunggu. Tangan mungilnya memainkan handphone dengan malas. Ia memasukkan handphonenya ke dalam tasnya dan merebahkan tubuhnya di sofa. Ia terlihat lelah sekali menunggu seseorang. Gadis ini menatap sekeliling ruangan. Lampu kantor sudah menyala dengan temaram. Kantor sudah sunyi dan sepi. Tidak ada aktivitas para rekannya di sini kecuali yang ikut meeting sore tadi. “Ahh, kenapa lama sekali, ya? Ihh, apa mereka tidak tahu apa kalau di sini ‘tuh nyeremin? Jinjja! Hihh! Besok-besok Aku akan pulang sendiri! Ihh, ngeselin!” Rutuk gadis ini sambil memukul tasnya pelan. Gadis ini tidak menyadari bahwa barusan terdapat siluet bayangan melintas di belakangnya dan menyisakan angin yang sedikit dingin namun menakutkan. Hal itu membuat gadis ini merinding seketika. “Hahh! Apa itu? Kenapa Aku tiba-tiba merinding, ya? Siapa tadi yang b
#Flashback End # 1 Tahun kemudian @ Ruang Presdirut, PT Deluxe Tower, Lantai 10, Jumat, Tanggal 05 Januari 2018, Pukul 11.00 KST ‘’Oppa!! Zhafar Oppa!!! Yakh!!!’’ Seruan seseorang berhasil membuat Zhafar terkesiap. Ia menatapi seseorang itu yang menatapinya dengan pandangan keheranan. ‘’Hahh!!! Erina! Arthur! Astaga! Aku melamun! Jinjja!’’ Ucap Zhafar akhirnya dan mengusap wajahnya kasar. Ia menerawang jauh ke depan tentang semuanya. ‘’Kau melamun ternyata! Astaga! Zhaff, aku minta bantuanmu untuk menyebar undangan pernikahan kita, ya??’’ Permintaan dari Arthur begitu mengagetkan Zhafar. ‘’Akh! O-oke! Siap! Aku akan bantu kalian! He . . . He . . . ‘’ Jawab Zhafar sedikit gugup seraya memeluk Arthur bahagia. ‘’He . . . He . . . Terima kasih, Kawan! Ku harap kau segera menyusul, ya!’’ Ucap Arthur penuh ketulusan dan diamini oleh Zhafar dan Erina. Mereka bertiga berbincang lama sambil sesekali bernostalgia. Mereka Nampak sangat bahagia sekali bahwa persahabatan mereka masih terja
# Tiga hari berlalu, Seorang gadis cantik membuka matanya perlahan. Ia mengerjap matanya perlahan untuk menyesuaikan keadaan di sekitarnya. Ia mendapati ruangan putih bersih yang lumayan luas. Ia terheran-heran. Saat sedang mengamati keadaan di sekitarnya, sebuah sapaan berat mengusik pendengarannya. ‘’Sudah siuman? Syukurlah,’’ Sapaan lembut seorang Pria begitu hangat hingga membuat seorang gadis cantik ini mengalihkan perhatiannya. ‘’Zhafar Oppa? Aku dimana??’’ Tanya gadis cantik ini dengan keheranan. ‘’Kau di rumah sakit. Sudah tiga hari kamu dirawat di sini, Erina!’’ Jawab Zhafar tenang seraya mengupas apel untuk Erina. Ia tersenyum hangat pada Erina. ‘’Hahh?? Aku di rumah sakit? Kenapa?’’ Erina begitu terkejut saat mendapati kenyataan bahwa dirinya dirawat di rumah sakit. ‘’Iya, kau luka parah. Ehm . . . ‘’ Zhafar menggantung kalimatnya. Ia ragu harus memberitahu apa tidak perihal lukanya tersebut. ‘’Oppa!!! Oppa kenapa? Cerita padaku? Aku sakit apa??’’ Erina sedikit memak
‘’Eungghh!!! Sa-sakiitt, Oppaaah!! Argh!! Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Teriak Erina tertahan saat Javier memasukkan sesuatu ke dalam tubuh Erina dan mengunci bibir Erina. Erina hilang akal! Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia lelah dan tidak berdaya. Ia merasa akan mencapai kenikmatan tersebut disertai dengan perlakuan Javier padanya yang semakin menggila. Hingga akhirnya . . . ‘’Eunggghhh . . . Hahh . . . Hahh . . . ‘’ Seru keduanya saat keluar bersamaan. Javier menciumi lembut kening Erina dan memeluk erat gadis itu. Sementara Erina terlelap seketika. Javier manatapi Erina dengan penuh kasih. Ia begitu memuja gadis ini. Ia memakaikan pakaian Erina dengan lembut dan menyelimutinya sebelum pergi meninggalkan Erina seorang diri. ‘’Bye, Erina!!! Terima kasih!’’ Ucap Javier seakan mengucapkan salam perpisahan. Sungguh kejam sekali!!! £♥¥€ @ Ruang CTO, Lantai 08, Senin, 06 Maret 2017, Pukul 13.00 KST ‘’Huek!! Huek!! Arghh!! Ahh, aku
Erina menebak siapa gerangan tamu ini dan seketika terkejut mengetahui siapa tamu tersebut. Ia menahan nafasnya sejenak tatkala tamu tersebut membalikkan badannya menghadap dirinya. ‘’Akkh!!!’’ Ucap Erina tertahan saat mendapi tamu yang sangat dihindarinya. ‘’Halo! Selamat Malam, Erina!’’ Deep voicenya begitu mengusik pendengaran Erina dan mampu membuat Erina sedikit menjauh. ‘’Akh! Ya, selamat malam. Ehm, A-ada perlu apakah?’’ Tanya Erina dengan sopan dan pelan seraya menghindari tatapan mata dengan tamu tersebut. ‘’Hem, tidak! Ini! Aku hanya ingin memberikan ini,’’ Tamu tersebut tiba-tiba menyerahkan sebuah kado besar kepada Erina. Erina terkejut dengan semua sikap tamu tersebut yang memberikannya kado. Seketika itu juga ia terpana bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya dan tamu tersebut pun masih mengingatnya. Ia menutup mulutnya seketika seakan tidak mempercayai fakta yang ada. ‘’Aku dengar kamu cuti kemarin, makanya sekalian aku ingin menjengukmu. Aku fikir kau sedang sa
BUG!!! Terdengar pukulan lumayan keras yang dilayangkan oleh Javier kepada Zhafar. Pria tampan ini ternyata juga tidak siap akan pembalasan dari Javier. Ia terhuyung ke belakang seraya memegangi pipi kanannya. ‘’Cih! Sial!’’ Umpat Zhafar kesal karena pukulan Javier. Ia menyeka darah di sudut pipi kanannya dengan ibu jarinya. Ia juga menatapi Javier dengan tatapan kebencian. Javier dan Zhafar sama-sama bangkit dari posisinya. Mereka berdua siap-siap akan melakukan pembalasan dengan sengit. Akan tetapi belum sempat terjadi, seseorang memergoki keduanya hingga berteriak histeris. ‘’KYAAAA!!! Kalian!!! Ada apa ini?’’ Teriak Eritha, seseorang itu dan segera berlari ke arah kedua Pria tersebut. Posisi Eritha berada di tengah di antara kedua Pria tampan tersebut dan memandangi keduanya secara bergantian. ‘’Yakh!!! Kalian kenapa, ha??? Kenapa berkelahi?? Ada apa??’’ Tanya Eritha sedikit emosi karena kelakuan kedua Pria tersebut. ‘’ . . . ‘’ ‘’ . . . ‘’ Mereka berdua sama-sama terdia
‘’Nona Erina hamil!’’ Ucap Dokter ini pelan seraya tersenyum hangat kepada Zhafar dan Eritha. Bagaikan petir di siang bolong, kalimat sederhana dari Dokter Perusahaan mampu membuat Zhafar terkejut. Zhafar hanya bergeming saja. Ia menatapi surat hasil pemeriksaan dengan nanar dan tangannya bergetar. Ia menerka-nerka bagaimana bisa Erina hamil? Erina hamil? Sejak kapan? Dengan Arthurkah? Apakah Arthur sudah mengetahuinya? Bagaimana kalau ternyata Arthur juga tidak mengetahuinya? Bagaimana dengan keluarganya Arthur yang berada di sana? Astaga! Pertanyaan itu semua memenuhi seluruh fikiran dan hati Zhafar. Pria tampan ini masih meresapi dan memahami situasi yang pelik ini. Ia menggeleng pelan seakan tidak mempercayai semuanya. Ia meremas surat itu dengan tangan yang bergetar. Hal ini disadari oleh kedua wanita yang berada di depannya dengan perasaan iba. ‘’Hahhh . . . Astaga!!! Erina . . . ‘’ Hanya itu kata-kata yang berhasil keluar dari mulut Zhafar. Ia bersandar pada kursi da
GREP!!! Zhafar, Pria tampan inilah yang dengan sigap menangkap tubuh Erina yang kondisinya memang sedang tidak sehat. Ia lantas mendekap erat Erina dan segera memeriksa kening gadis ini. Alangkah terkejutnya saat Zhafar memeriksa keadaan Erina yang memang benar-benar sakit, badannya demam tinggi. Zhafar segera mengangkat tubuh Erina, menggendong gadis ini ala bridal style dan berjalan keluar meninggalkan ruangan meeting untuk menuju Ruang Kesehatan. Sebelum meninggalkan ruangan, Zhafar meminta ijin untuk pamit sebentar dan meminta Eritha menemaninya. “Ehm, Maaf, saudara-saudara sekalian! Kejadian tidak terduga terjadi dan Saya meminta ijin untuk membawa rekan kerja kita, Erina untuk ke Ruang Kesehatan. Mohon tunggu sebentar! Eritha, tolong temani Saya! Saya akan segera kembali. Selamat Pagi! Terima kasih!” Ucapan tegas dan tenang Zhafar disambut oleh para tamu dengan sedikti was-was. Mereka semua khawatir dengan kondisi Erina. Zhafar dan Eritha membungkuk hormat tanda mereka undu
SRET!!! “Selamat Pagi!!! Eh, sudah ada kalian?? Halo!” Sapa Kai dengan lantang dan sedikit kikuk saat mendapati bahwa Erina sedang bersama dengan mantan kekasih gadis itu. “Ne, selamat Pagi semuanya!” Ucap Javier tenang dan kembali fokus pada pekerjaannya. Semua undangan duduk di kursi masing-masing dan bersiap dengan meeting hari ini. Mereka bercakap-cakap dan bersenda gurau. Dari sekian banyak orang di ruangan meeting ini hanya satu orang yang terlihat acuh dan diam saja. Keadaan orang tersebut disadari oleh sahabatnya dan berusaha berbicara dengannya. “Erina?? Kau kenapa?” Tanya Eritha, sahabat Erina yang sungguh khawatir dengan keadaan sahabatnya ini. Orang yang dipanggil namanya pun hanya menoleh sekilas dan tersenyum pucat pada Eritha. Hal ini langsung mendapat reaksi kekhawatiran. “Erina!!! Kau sakit? Kau pucat sekali! Astaga!” Ucapan Eritha berhasil mengusik seluruh pendengaran tamu yang hadir. Begitupun dengan Zhafar. Pria ini seketika memperhatikan Erina dari tempat
Erina menyerah! “Erina, maaf! Aku hanya ingin memelukmu saja. Hanya itu. Aku hanya ingin melepaskan semua kerinduanku padamu setelah sekian lamanya. Maafkan aku!!!” Jelas seseorang itu dengan lembut seraya melepaskan Erina dan bergerak menjauhi Erina satu langkah. “ . . . ” Erina tidak sanggup mengatakan apapun dan hanya bisa diam saja mencoba memahami situasinya. Ia menyeka air matanya yang tadi hampir saja terjatuh tatkala seseorang itu memeluknya erat. “Aku tahu aku salah, tapi aku hanya ingin memelukmu saja saat ini. Aku tahu kamu sudah tidak ingin melihatku lagi, tapi ijinkan aku berada di sisimu saat proyek ini berlangsung dan selebihnya terserah dirimu, Erina. Maaf,” Ucap seseorang itu jujur dan masih menatapi Erina dengan penuh perhatian. “Ehm . . . A-aku. Aku . . . Ehm, maybe, sulit bagiku menerima semua keadaan ini di hidupku dengan tiba-tiba. Takdir yang mempertemukan kita kembali di sini. Mempertemukan kita semua dalam sebuah ikatan benang merah yang kita tidak tahu ap