Suara kecipak sepasang bibir beradu terdengar riuh bersama sentuhan panas seolah hasrat itu tak tertahankan lagi dan harus segera mendapat pelepasannya. Mereka berhubungan erat dengan seorang gadis yang sedang mengintip dari balik pintu VIP room Heracles Night Club tersebut. Namun, sayangnya pasangan selingkuh itu tak menyadari sedang diperhatikan oleh sepasang mata basah dengan hati remuk redam.Kepalan tangan gadis itu terkepal hingga memutih buku-buku jemarinya. Tak sabar dia ingin keluar sekarang juga dari persembunyiannya tanpa peduli konsekuensi hubungan pertunangannya dengan Austin Robertson akan kandas."BRAKKK!" Pintu kayu mahoni itu terjeplak lebar dan bergedebuk menghantam tembok ruangan. "Plok plok plok. Bravo, Esme dan Austin. Ckckck ... ternyata desas desus itu bukan sekadar isapan jempol belaka. Jadi sudah berapa lama kalian menyembunyikan hubungan kotor ini di balik punggungku, hahh?!" Celia tertawa kering sembari berdiri bersedekap defensif, dia menatap galak ke sepa
Sentuhan penuh hasrat dari partner ranjangnya membuat tubuh Celia bergetar pelan, matanya masih terpejam karena kelopak itu terasa berat. Namun, suara deru napas yang melingkupinya terdengar begitu jelas. Lambat, tapi yakin gerakan pria itu membimbingnya menuju ke sebuah penyatuan."Aargh!" pekik Celia saat selaput daranya terkoyak karena liangnya yang masih suci diterobos oleh seorang laki-laki. "Shit! Kau masih perawan?" rutuk Morgan setengah tak percaya bercampur panik. Dia merasa bersalah telah merenggut kegadisan wanita yang disangkanya seorang pramuria. Matanya memicing penuh selidik, sejenak kemudian dia berkata, "Nona, aku ... ehm ... aku akan memberikan kompensasi yang besar untuk malam ini!"Bukannya berhenti melampiaskan gairah, Morgan malah semakin larut dalam permainan panasnya bersama Celia. Dia senang mulut manis wanita itu mendesahkan panggilan sayang untuknya, My Honey Bee. Memang cocok, pikir Morgan jenaka. Dia laksana lebah jantan penghisap madu dari bunga yang sed
"Ouch ... kepalaku pening sekali!" gerutu Morgan Bradburry yang baru saja bangun selepas tengah hari. Dia terlalu banyak bercinta semalam.Seiring kesadarannya muncul dia mencari-cari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Morgan bangkit dan melenggang ke kamar mandi, tetapi sosok yang dicarinya tak nampak di mana pun. Setelah mencuci wajah, dia kembali ke tempat tidur dan menyibak selimut tebal yang menutupi kasur. Noda darah yang kontras dengan seprai putih menjadi bukti nyata bahwa wanita yang melayaninya semalam adalah perawan. Sebentuk gelang emas berhiaskan permata hijau berkilau tertimpa sinar matahari dari jendela kamar VIP night club itu. Tangan Morgan bergerak mengambil perhiasan yang terlihat mahal di atas kasur berseprai kusut. Dia memeriksa dengan seksama benda tersebut. "CR, inisialnya? Lambang ini mungkin bisa dilacak. Hmm ... bagaimana bisa aku tak menyadari kepergiannya pagi ini? Bodoh sekali!" Morgan mengomeli dirinya sendiri. Dia segera meraih ponsel di nakas. No
"Tidak. Buat apa aku menyesali keputusanku meninggalkanmu, Austin?" balas Celia, berusaha untuk tegar. Pernikahan yang seharusnya menjadi miliknya justru kandas dan mempelai wanita digantikan oleh Esmeralda.Namun, Austin yang berpikir bahwa Celia hanya bersandiwara tak menyesal telah membiarkan dia menikahi Esmeralda segera menangkap pergelangan tangan mantan tunangannya itu. "Pembohong!" desisnya.Senyum sinis dengan tatapan jijik itu tertuju ke wajah Austin. Dia menepiskan tangan yang mencengkeram erat dirinya hingga terasa sakit. "Jangan menyentuhku lagi. Kau tak layak!" hardik Celia bernada tajam. "Kau masih mencintaiku, bukan? Mana mungkin hanya karena masalah sepele lantas perasaan cinta yang dalam itu lenyap begitu saja, Celia!" cecar Austin yang masih menginginkan wanita bermata ungu di hadapannya. "Apa kau tuli? Kisah kita telah usai sejak aku memergokimu bersama Esme di night club—" Kata-kata selanjutnya tercekat di tenggorokannya karena ingatan bahwa pada malam yang sama
"Hey, Celia. Seharusnya aku dan suamiku yang pergi berbulan madu, kenapa kau yang justru buru-buru terbang ke Bahama?" protes Esmeralda dengan nada meliuk-liuk. "Sudahlah, Esme Sayang. Kita pergi bulan madu kapan pun kau mau? Biarkan Celia memilih yang ingin dia lakukan," bela Austin. Dan istrinya langsung mendelik menatap dia.Celia pun angkat bicara. "Bagian terpentingnya, aku tak akan mengganggu kalian, bukan? Sudah waktunya aku berangkat ke bandara. Sampai jumpa ketika aku pulang jalan-jalan di Carribean Island!" Dia bangkit dari kursi makan lalu berpelukan dengan papa mamanya. Celia hanya melambaikan tangan sekilas ke arah pasangan pengantin baru itu sebelum menenteng tas tangannya menuju teras depan.Hari masih pagi sekali ketika Celia bertolak menuju ke Bahamas Island, pilihan pertamanya untuk bertamasya di Carribean Island. Fabio Hernandez mengawalnya selama berada di luar Kansas. Iklim tropis yang kaya akan sinar matahari membuat Celia serasa lahir baru setelah menghadapi b
Private jet yang membawa Carlos Peron bersama selusin pengawal berbadan tegap mendarat di Bandara Internasional Owen Roberts (ORIA) yang terletak di Grand Cayman. Mereka segera menaiki beberapa taksi bandara menuju resort tempat nona muda Richero menginap. Pesawat sewaan itu tetap terparkir di bandara karena mereka akan langsung kembali ke Kansas City."Apa kau yakin, Nona Celia akan menuruti keinginan papanya, Carlos?" tanya George yang duduk di bangku sebelah sopir taksi."Hmm ... mustahil. Gadis itu terlalu bengal untuk patuh dijodohkan dengan pria pilihan Mister Arnold. Pokoknya jaga jangan sampai dia kabur. Aku sendiri yang akan memanggulnya di bahu bila dia menolak dan berusaha melarikan diri!" jawab Carlos Peron. Penampilan Celia yang lemah gemulai nan anggun hanya kamuflase dan dia tahu itu karena Celia penggemar olahraga atletik sejak kecil, tubuh gadis itu sangatlah lentur dan lincah.Empat taksi bercat kuning itu berderet berhenti di depan lobi resort mewah. Pria-pria bertu
Suara denting peralatan makan di meja panjang bertaplak putih itu terdengar di sela-sela obrolan yang didominasi para orang tua. Celia yang duduk berseberangan dengan Harry Livingstone nampak cuek dan memilih mengisi perut dengan hidangan lezat di hadapannya.Dengan terang-terangan Harry menatap calon mempelainya dengan penuh minat. Dia pun memberi kode dengan suara berdesis agar Celia memperhatikannya alih-alih terus mengunyah makanan ini dan itu. "Sstt ... Celia, apa besok kita bisa bertemu di cafe? Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi, Sweetheart!" ucapnya."Hmm ... boleh. Jam sepuluh pagi di Riverside Cafe dekat rumahku, apa kau bisa, Harry?" jawab Celia yang ingin tahu sifat asli calon suaminya. Pembicaraan orang tua mereka sepertinya sudah pasti akan terjadi pernikahan kilat beberapa hari ke depan. Itu sedikit membuat Celia tak nyaman. Dia tidak ingin memilih suami seperti membeli kucing dalam karung. "Okay, aku pasti akan menemuimu di sana besok pagi, Celia. Ngomong-ngomong,
"Master Morgan, ini berita yang sangat gawat!" Alfons Boudin berlari masuk tanpa mengetuk pintu kantor bosnya lebih dahulu."Ada apa, Alfons?" tanya Morgan dengan dahi berkerut.Alfons menata napasnya yang tersengal-sengal di kursi seberang Morgan lalu menjawab, "Sir, wanita incaran Anda akan menikah besok di The Catedral of Saint Peter The Apostle!""WHAT?!" Morgan sontak bengong. "Yeah, ini bukan hoaks. Nona Celia Richero akan menikah dengan Harry Livingstone karena dijodohkan oleh papanya, Sir!" tutur Alfons.Morgan menghela napas. Sebenarnya dia ingin mengamuk. Berbulan-bulan dia menunggu Celia kembali ke Kansas. Namun, justru wanita itu akan dipersunting menjadi istri pria lain."Apa Celia setuju dinikahkan dengan pria pilihan papanya?" tanya Morgan tenang sekalipun penasaran. Dia kuatir calon suami Celia tidak menikahi wanita itu karena cinta melainkan terpaksa atau lebih buruknya hanya demi harta.Alfons mengendikkan bahunya, dia hanya mengetahui highlight berita itu dari Matt
Pesawat lokal yang membawa Morgan, Celia, dan para pengawal mereka mendarat mulus di Bandara Internasional Lombok, Mandalika, Tanak Awu, Nusa Tenggara Barat. Mereka mengagumi betapa indah pulau kecil yang ada di sebelah timur Pulau Bali itu sejak taksi meluncur dari bandara menuju ke resort tepi pantai yang telah direservasi beberapa kamarnya oleh Morgan melalui booking online."Hubby, tidak percuma kita membelokkan rute liburan bulan madu ke mari sebelum ke Vietnam!" ujar Celia sembari melayangkan pandangan ke luar kaca jendela taksi. Pulau Lombok tidak sepadat Bali penduduknya. Masih banyak sekali daerah yang menyerupai hutan rimbun di kanan kiri jalan raya beraspal yang dilalui rombongan itu. Celia menurunkan kaca jendela untuk menghirup udara beraroma pantai yang dibawa angin yang berhembus dari arah garis pantai yang mengelilingi daratan."Yes, Baby Girl. Kuharap kamu akan puas dengan kunjungan kita karena ini khusus untuk menyelam di beberapa Gili. Apa tidak terlalu melelahkan
Esmeralda tahu mantan suaminya menatapnya terus menerus. Akan tetapi, kisah cintanya bersama Austin telah usai dengan ketok palu hakim di pengadilan negara bagian Kansas. Dia menghela napas perlahan-lahan lalu berjalan sesuai antrean pelayat pemakaman Tuan Brian Robertson untuk menaruh setangkai mawar putih ke atas gundukan tanah merah yang masih basah.Dia tak menyangka mantan ayah mertuanya akan pergi secepat ini semenjak perceraiannya dengan Austin. Setelah itu Esmeralda sengaja melangkah menjauhi kerumunan untuk menuju ke area parkir mobil. Karena langit sangat mendung dan aroma tanah begitu menyengat seolah pasti akan segera turun hujan, Dokter Jeffrey mengambil payung untuk mereka berdua di mobilnya.Pergelangan tangan Esmeralda dicekal erat dari belakang oleh seseorang. Dia pun membalik badannya. Sosok familiar yang memang sengaja dia hindari itu memandangi wajahnya dengan alis tebal berkerut."Apa maumu, Mi
Ricky Eston melirik melalui kaca spion tengah mobil, dia mulai cemas karena majikannya memejamkan mata dalam posisi duduk miring di bangku belakang. Tanpa menunda lagi, sopir keluarga Robertson itu menepikan mobil ke trotoar. Dia keluar dan membuka pintu sisi penumpang untuk memeriksa denyut nadi serta napas Tuan Brian.Namun, saat dia tidak menemukan tanda-tanda vital kehidupan pria berusia 65 tahun itu, Rick segera berseru, "Demi Tuhan! Mister Brian sudah tak bernyawa. Damn! Sudahlah tetap kubawa ke rumah sakit saja!" Dia langsung naik lagi ke bangku pengemudi dan menginjak gas dalam-dalam hingga kecepatan mobil melaju tinggi.Sesampainya di rumah sakit, Ricky Eston meminta paramedis memindahkan Tuan Brian Robertson ke brankar untuk dibawa ke poli IGD. Tak perlu waktu lama, Dokter John Karlson segera muncul menemui Rick lagi."Apa Anda keluarga pasien atas nama Mister Brian Robertson?" tanya dokter dengan wajah serius."Saya sopir beliau, Dok. Bagaimana kondisi Mister Brian?" sahut
"Lucas, terima kasih sudah meluangkan waktu menemuiku!" Tuan Arnold Richero berdiri berjabat tangan menyambut calon rekanannya."Ohh ... kau ini. Jangan sungkan. Ada hal penting apa sampai Tuan Besar Richero turun gunung? Bukankah Esme yang menangani perusahaan sekarang?" balas Lucas Stralin, kolega dekat grup Richero. Mereka duduk bersama di sofa sebuah coffeshop exclusive lobi hotel bintang lima di Kansas City. Waitress cantik menyajikan minuman pesanan dua pria berumur itu."Yeah ... urusan perusahaan Richero memang sudah kuserahkan sepenuhnya ke anak-anak. Ini berbeda, aku ingin perusahaanmu menjadi pesaing kuat untuk perusahaan ekspor impor milik keluarga Robertson. Rencananya aku akan menyuntikkan dana jumbo ke perusahaanmu sebagai investor!" terang Tuan Arnold Richero.Lucas Stralin menanggapi penuh semangat, "Wah, dengan senang hati aku akan menerima kucuran modal darimu, Arnold! Perusahaanku memang bersaing dengan perusahaan Robertson yang dijalankan oleh Austin, menantumu—"
"Kate, kau diminta menemui Don Barlow di ruang bunker bawah tanah sekarang!" kurir pembawa pesan itu menemui Katlin Rookie saat jam bebas di penjara wanita. Wanita berkulit putih pucat yang jarang terkena sinar matahari dan berambut pirang kusam agak berantakan itu menjawab sambil tertawa sombong, "Ohh, apa big boss merindukanku?" "Entahlah, jangan berlama-lama!" tukas Julio yang langsung meninggalkan Katlin Rookie. Dia tahu tujuan dari pemanggilan wanita itu, tetapi dia tutup mulut.Katlin berpamitan dengan heboh kepada pengikutnya yang bertambah banyak semenjak dia menghajar Emilia Pilscher sampai babak belur. Sudah lebih dari 24 jam wanita itu belum kembali ke sel tahanannya dan terbaring lemah di pusat kesehatan penjara."Semangat, Kate. Kau pasti berhasil menyingkirkan perempuan lemah itu sehingga Don Barlow memanggilmu kembali untuk melayaninya!" ujar Velice sok tahu."Pastinya ... hanya wanita kuat yang cocok dengan pria yang berkuasa seperti John Barlow!" sahut Katlin dengan
"Don, lapor ... di penjara wanita ada kericuhan. Katlin menganiaya Emilia Pilscher bersama anak buahnya!" ujar Ricardo, tangan kanan John Barlow. Surat dari Zelda telah sampai di tangannya baru saja."Praang!" Gelas kaca dilempar hingga membentur tembok sel penjara pria hingga pecah berkeping-keping."Lantas apa yang terjadi? Katakan selengkapnya, jangan sepotong-sepotong, Bodoh!" teriak John Barlow tak sabar. Dia mencemaskan Emilia karena posisi bangunan penjara pria dan wanita terpisah. Ricardo pun menyeka peluh yang bermunculan di keningnya karena ketakutan menghadapi amarah big bossnya. "Ampun, Don. Saya hanya menerima secarik surat yang dikirim si tua Zelda. Ini silakan Anda baca langsung!" jawabnya sembari menyerahkan kertas kecil berisi tulisan tangan tak rapi seperti cakar ayam ke tangan John.Dengan mata melotot menyeramkan John Barlow membaca tulisan jelek yang mengabarkan bahwa Emilia dikeroyok oleh Katlin bersama enam anak buah wanita itu dan kini dirawat di pusat kesehat
"Jadi kita akan meluncur ke Taman Safari Bali Marine Park, Tanah Lot, Pura Besakih, kemudian lanjut siang nanti ke Kawasan Patung Garuda Wishnu Kencana. Sorenya Mister Morgan meminta diantar ke Pantai Dreamland untuk berselancar ombak!" Bapak Wayan Krishna menjelaskan rute wisata hari ini kepada Celia dan Morgan sembari mengemudi mobil van berisi delapan orang tamu tersebut.Keenam pengawal Morgan masih sigap mengamankan bos dan nyonya bos mereka. Semuanya dalam kondisi sehat meskipun berpindah-pindah negara mengikuti perjalanan bulan madu penuh kenangan indah itu. Hanya di Selandia Baru saja Morgan meminta mereka tidak mengawal ketat saat berada di Canterbury karena memang jarang bertemu orang di kawasan yang masih alami.Perhentian pertama pagi ini di sebuah wahana taman safari yang memelihara berbagai hewan liar dan juga yang terlatih. Celia bersama Morgan sempat melihat pertunjukan burung Kakaktua, memberi makan gajah jinak, dan juga menonton sendratari harimau dengan para talent
Pesawat Qantas yang terbang dari Sydney menuju ke Pulau Bali, Indonesia mendarat mulus di Bandara Ngurah Rai pada sore hari Waktu Indonesia Bagian Tengah. Rombongan Celia-Morgan bersama para pengawal mereka dijemput oleh mobil resmi Melia Resort Nusa Dua Bali.Sopir mobil tersebut orang asli Bali yang bernama Bapak Wayan Krishna. Bahasa Inggrisnya bagus dan ramah menyambut wisatawan asing. Sepanjang perjalanan dia menjelaskan tempat-tempat yang mereka lalui dan juga mempromosikan tempat wisata menarik di Pulau Bali yang mungkin ingin dikunjungi Mister Morgan Bradburry dan Madam Celia Richero-Bradburry."Nah, kita sampai di tujuan, Sir, Madam! Bell boy akan membantu menurunkan barang bawaan rombongan ini. Silakan langsung check-in saja di bagian resepsionis!" kata Bapak Wayan Krisna setelah memasang hand rem mobil."Okay, terima kasih, Mister Wayan Krisna. Kami turun dulu ya!" pamit Morgan sembari menolong Celia turun dar
Pertunjukan balet opera bertajuk Swan Lake yang dipentaskan di panggung Sydney Opera House di malam hari menutup rangkaian traveling bulan madu Morgan dan Celia di negeri kangguru, tepatnya di New South Wales. Siang tadi pasangan mesra itu mengunjungi Bondi Beach yang berpasir putih dan berombak sedang. Morgan mengajari Celia berselancar di atas papan surfing, dia jago menunggangi ombak terutama yang tinggi nan menantang.Tujuan mereka berikutnya adalah Pulau Bali, Indonesia. Morgan sangat bersemangat segera terbang ke sana karena banyak pantai berombak tinggi yang asik untuk berselancar. "Jadi ... besok kita akan meninggalkan Sydney, Celia. Apa kamu yakin tidak ingin menambah waktu liburan di sini?" tanya Morgan sambil merangkul bahu istrinya menyusuri halaman luas di depan Sydney Opera House yang memiliki pemandangan ke arah lautan."Aku mencemaskan molornya durasi bulan madu kita, Morgan. Katamu, kita masih akan ke beberapa negara Asia lainnya, bukan?" jawab Celia seraya menghela