Pesawat American Airlines yang membawa keluarga Richero mendarat jelang tengah hari di Bandara Blue Grass, Lexington, Kentucky. Sebenarnya ada enam bandara yang beroperasi secara komersil untuk pesawat umum di Kentucky. Namun, yang terdekat dengan tempat tinggal keluarga Hopkins adalah bandara tersebut.Celia melangkah turun dari kabin pesawat hanya membawa tas selempang saja karena kopernya akan diurusi oleh para pengawal. Selama penerbangan, dia memilih untuk tidur saja. Esmeralda dan Austin berada sederet dengan bangkunya. Dia malas sekali melihat kemesraan mereka."Ke marilah bersama Papa saja, Celia!" panggil Tuan Arnold. Dia melangkah menuju gerbang kedatangan penumpang dan mencari-cari sosok Adam Hopkins yang jangkung dengan badan tegap berotot.Pria muda jelang 30 tahun itu melambaikan tangan dengan wajah penuh senyuman ketika melihat calon istrinya dan calon papa mertuanya. Adam menyambut ramah dengan jabatan ta
"Celia ... jangan memacu Downy terlalu kencang!" seru Adam bernada kuatir. Dia mengejar dengan Shinning Star, kuda betina Thoroughbred berwarna putih di belakang Celia yang menunggangi Don Mazzerano.Namun, Celia menggenggam tali kekang kuda hitam itu dengan kokoh. Dia tahu apa yang dilakukannya. "Tenanglah ini aman!" sahut Celia sembari merundukkan badan rendah ke badan Downy. Kedua tungkai kakinya menjepit bagian perut kuda itu agar tidak terjatuh saat larinya kencang.Angin dari arah Sungai Mississippi berhembus kencang menerbangkan rambut panjang cokelat keemasan yang terurai indah di kepala Celia. Sesaat dia merasa bebas seakan-akan sedang mengendarai angin tanpa beban pikiran apa pun. Ketika mereka nyaris sampai di ujung daratan yang berbatasan dengan tepian sungai berbatu kerikil tajam dan berkarang besar, Celia menarik tali kekang Downy agar mulai melambat dan berhenti.Detak jantung Celia masih terasa kencang di
'Ohh ... damn! Papa masih saja berniat menjodohkan aku dan memaksakan sebuah pernikahan yang tak kukehendaki!' gerutu Celia dalam hatinya seraya melangkah perlahan-lahan ke teras belakang. Dia memikirkan apa yang harus dilakukan. Acara makan malam bersama keluarga Hopkins diadakan di patio belakang rumah induk. Celia merasa nyaman dengan suasana tenang ala pedesaan dan juga temperamen keluarga Hopkins yang kalem. Orang tua beserta saudara-saudari Adam begitu ramah dan rendah hati. Sulit untuk menemukan hal negatif dari mereka. Nyonya Amanda Hopkins senang bercerita dengan gaya yang seru dan humoris, mommy Adam itu pandai memasak. Sedangkan, Tuan Royce Hopkins tipikal bapak-bapak yang sabar dan penyayang, beliau sangat dekat dengan putra-putrinya melebihi papa Celia.Putri bungsu keluarga Richero itu duduk di samping kursi Adam. Dia memperhatikan semua orang yang berada di sekeliling meja makan kayu buatan sendiri yang berbentuk oval besar. Satu-satunya yang terlambat datang adalah A
"Halo, di mana Celia sekarang, Matt?" tanya Morgan panik. Dia tak mungkin menyusul ke Kentucky dan membuat kehebohan di sana. Namun, perasaannya sangat gelisah mencemaskan nasib Celia.Matt Davis yang masih berada di peternakan kuda Blue Ivy pun menjawab, "Dia ikut memancing di Harrington Lake bersama para pria dari keluarga Hopkins dan beberapa tetangga. rombongan berangkat tadi pagi sebelum aku sampai di peternakan, Bos!"Sejenak Morgan memutar otak untuk membantu Celia kabur dari pernikahan yang kemungkinan besar tidak diketahuinya. Dia yakin tempat asing di mana Celia berada akan menyulitkan bagi wanita itu untuk kabur dari perjodohan yang dipaksakan. Sungguh Tuan Arnold keterlaluan memaksakan pernikahan putrinya begini, pikir Morgan dengan kesal."Okay, Matt. Susul Celia ke danau. Kau harus benar-benar menemukannya dan membantu dia pergi dari Kentucky. Biaya tambahan akan kutransfer ke rekeningmu. Katakan saja bahwa
"Hari sudah pagi, ini waktunya kita pulang ke rumah. Adam, kau bangunkanlah calon istrimu!" ujar Tuan Royce Hopkins kepada putranya yang masih berdiang di depan bekas api unggun yang beruap hangat."Okay, Dad!" sahut Adam lalu bangkit menuju ke tenda di mana dia meninggalkan Celia tadi malam. Dia membuka simpul kain penutup pintu tenda berwarna hijau tua itu lalu mendadak bengong mematung di tempat. Tak ada wanita asal Kansas tersebut."Dad ... Dad! Celia tak ada di tenda!" teriak Adam yang membuat rombongan memancing itu berlarian menghampirinya."Ohh my God! Semua berpencar cari Celia, dia pasti belum jauh dari sini!" seru Tuan Royce dengan wajah galak berbeda dari biasanya.Dengan jantung berdegub kencang Adam masuk ke area hutan kecil di sekitar danau. Dia dicekam rasa panik karena calon mempelai wanitanya menghilang beberapa jam sebelum pernikahan kejutan itu dimulai di peternakan kuda Blue Ivy.
Suasana gelap remang-remang di tepi Harrington Lake yang hanya diterangi cahaya rembulan separuh membuat Celia harus berjuang keras meninggalkan tenda nyaman yang didirikan Adam untuknya. Dia menyelinap melalui sisi belakang tenda lalu mengendap-endap tanpa suara menuju cahaya senter ponsel milik Matt Davis di antara pepohonan tua."Nona Celia, tolong agak cepat berjalan. Jangan sampai mereka menyadari bahwa Anda kabur!" ucap lirih Matt Davis sembari memandu langkah mereka melalui jalan setapak hutan kecil menuju ke mobil rental yang telah menunggu mereka di tepi jalan raya."Terima kasih banyak atas bantuan Anda, Sir. Okay, aku usahakan berjalan cepat!" sahut Celia dengan detak jantung seperti derap lari kuda pacu di turnamen balap. Dia menahan rasa perih goresan beberapa ranting pohon tajam yang tak sengaja melukai kulit kakinya.Perjalanan menuju ke mobil terasa bagai melayang saking cepatnya, napas Celia tereng
Celia kehilangan kata-kata yang tadi sudah ada di ujung lidahnya. Di hadapannya Morgan masih setengah basah bertelanjang dada dengan handuk putih melilit pinggul ramping pria itu. Bulu-bulu gelap yang menyemak di dada bidang berotot padat Morgan membuat Celia menelan ludah."Hai, Cantik. Senang bisa melihatmu lagi!" sapa Morgan seraya membelai pipi halus Celia yang merona seperti apel Fuji."Hello, Chef. Aku juga!" sahut Celia singkat. Posisi berdiri mereka di mana punggung Celia bersandar di tembok dekat pintu dan Morgan memepet dia dengan badan besarnya membuat gairah itu muncul begitu cepat."Apa boleh aku menciummu, Celia?" tanya Morgan sembari menatap sepasang mata ungu itu lekat-lekat.Celia mengangguk perlahan dan membuka bibirnya menerima pagutan yang awalnya lembut hingga semakin dalam dan intens. Lututnya terasa goyah dan dia bergelanyut di bahu Morgan. Lidah pria itu bermain-main mel
"Hmm ... ini sungguh berbahaya!" gumam Morgan sebelum memisahkan dirinya dari Celia di atas ranjang."Apa yang berbahaya, Morgan?" tanya Celia kebingungan karena mereka baru saja selesai bergumul panas hingga bermandikan peluh.Morgan segera bangkit dari tempat tidur lalu berlarian ke kamar mandi. Dia telat! Pesta pernikahan tycoon paling disegani di pesisir pantai barat Amerika tak boleh dianggap remeh."Ohh ... aku tahu!" tukas Celia. Dia pun menyusul Morgan ke kamar mandi dan bersandar di bingkai pintu mengamati chef tampan itu bersiap-siap. "Baju chef itu terlihat keren ketika kau yang memakainya, Morgan!" puji Celia. Dia menyukai perut six pack pria itu dan juga lengan kekarnya yang membuat Celia teringat tokoh kartun Popeye si pelaut.Morgan menatap Celia dari pantulan bayangan cermin dan mengerling genit. "Harus keren, sulit sekali membuat kau terpikat, Nona Muda Richero!" sahutnya
"Kau kenapa, Morgan?!" seru Elizabeth berpura-pura panik. Dia lalu berteriak meminta tolong ke pegawai bar and lounge hotel agar membantunya memapah Morgan ke lift untuk kembali ke kamarnya.Rencana Elizabeth nampaknya berjalan mulus. Mata chef tampan itu nyaris terpejam tak fokus lagi melihat sekelilingnya, badan kekarnya limbung ditopang oleh dua waiter di dalam lift."Ada apa dengan tuan ini, Nona? Apakah Anda istri atau kekasihnya?" tanya salah satu waiter bernama Ronny."Dia terlalu lelah beraktivitas dan tadi minum-minum sedikit. Aku istrinya!" jawab Elizabeth berakting begitu meyakinkan.Akhirnya, kedua waiter itu membawa Morgan ke kamar Elizabeth dan membaringkannya di atas tempat tidur. Dengan segera Elizabeth memberikan tip untuk mereka lalu berterima kasih. Dia langsung mengunci pintu kamar lalu berjingkat-jingkat menghampiri mantan kekasihnya itu. "Morgan Darling, apa kau mendengarku?" ucap Elizabeth sembari membelai wajah pria itu. Peluh Morgan bercucuran di dahinya, di
Morgan semakin merindukan Celia setelah telepon mereka berakhir. Dia menghela napas lalu mengisi daya ponsel di nakas samping tempat tidur. Masih lusa barulah dia bisa kembali ke Kansas. Pekerjaan memasak di Gedung Putih tidak bisa diwakilkan bila tidak dalam keadaan sangat terpaksa karena menyangkut reputasi bisnis jasa boga Tasty Guaranted yang dia besarkan dari nol.Malam bergulir lambat menuju pagi, alarm di handphone Morgan meraung-raung berusaha membangunkan chef tampan yang masih membenamkan wajahnya di bantal. "Huhh ... cepat sekali pagi tiba!" gumam Morgan seraya meraih benda pipih yang terus berisik memekakkan telinganya.Dia menatap angka jam di layar ponsel lalu menyeret tubuhnya ke bawah shower. Air dingin menjadi opsi terbaik agar sel-sel sarafnya dapat tersegarkan setelah terlelap semalaman.Pikiran Morgan terbagi antara pekerjaan dapur yang akan dikerjakannya di The White House dan istrinya. Dia sangat ri
"Creamy Mushroom Black Pepper Salmon with Spinach apa sudah siap?" seru Morgan di tengah dapur Gedung Putih yang hectic dengan suara alat masak berbunyi bergantian bak orchestra.Chef Eugene Botswa yang terbiasa menjadi asisten executive chef menyahut, "Ready, Chef!""Minta pelayan mengeluarkan kereta hidangan salmon setelah ini kita fokus ke dessert sebagai penutup makan malam tamu Mister President!" ujar Morgan sembari memeriksa progres Tres Leches Cake atau yang dikenal dengan nama Dulce De Tres Leches, dessert lezat berupa kue bolu ringan yang direndam dalam tiga campuran susu manis dengan topping whipcream dan stroberi segar. Kue dingin ini terkenal di Mexico dan Amerika.Aroma manis susu menguar di dalam dapur dan menerbitkan air liur bagi siapa pun yang menciumnya. Kepiawaian Morgan sebagai executive chef tak diragukan oleh kru dapurnya. Pilihan menu darinya tak pernah monoton dan selalu extraordinary
Hurricane Restoran. Papan nama berhias lampu neon terang mengelilingi tulisan berwarna merah keemasan yang menyiratkan kemewahan itu menyambut mobil-mobil para pengunjung yang berhenti menurunkan penumpang. John memarkir sendiri mobilnya dan menolak jasa vallet parking usai menurunkan Emilia Pilscher di depan pintu masuk restoran. Alasannya agak jika terjadi sesuatu tak terduga, dia dapat langsung kabur dengan mobil miliknya karena tahu di mana lokasi terparkir.Sesaat menunggu John bergabung dengannya di depan pintu restoran menyisakan ketegangan di wajah Emilia. Dari kaca pintu restoran dia melihat keluarga Richero ditemani seorang pria muda perlente duduk mengelilingi meja makan bundar. Mereka tertawa riang sembari berbincang seru.'Ahh sialan! Bagaimana bisa restoran yang dimiliki kolega John juga dipilih sebagai tempat keluarga laknat itu makan malam?!' gerutu Emilia sambil mengamati rombongan kecil itu dari depan pintu restoran.John menghampiri wanita itu dan menepuk bahunya.
"Wow, Emmy kau sangat beruntung dipuja oleh sang penguasa penjara!" sanjung Anne yang melihat koleksi perawatan tubuh dan juga kosmetik yang dimiliki teman satu sel tahanannya itu.Lilly pun menimpali, "Rambutmu yang dipangkas cepak oleh Katlin Rookie juga sudah tumbuh makin panjang berkat shampo dan krim yang diberikan oleh John Barlow!"Senyuman sombong terukir di bibir Emilia Pilscher, dia memang bak seorang ratu kecil di penjara wanita Kansas City saat ini melengserkan posisi Katlin Rookie. Wanita malang sok hebat itu mengalami depresi berat akibat pembalasan dari John tempo hari karena memimpin pengeroyokan serta penganiayaan atas dirinya.Katlin kini dijauhi oleh seisi penjara wanita, terkadang senior juga membully dia seenak perut mereka. Tak ada lagi bekingan dari John Barlow yang membuat narapidana berkepala plontos itu mengangkat dagunya arogan di hadapan penghuni penjara lainnya."Aku mema
"Peter, pulanglah duluan ke rumah. Petang ini aku akan diantarkan oleh Dokter Jeffrey Norton!" titah Esmeralda kepada sopir yang menjemputnya di depan pintu keluar Richero Center Building.Dokter tampan itu memang belum tiba di tempat kerja Esmeralda, lalu lintas sore pada jam pulang kantor selalu macet. Maka Esmeralda duduk menunggu di coffee shop yang ada di lantai lobi. Dia memesan segelas Iced Caramel Machiato untuknya dan Caffe Americano untuk Dokter Jeff sembari memeriksa ponselnya.Nampaknya Celia sudah pulang dari perjalanan bulan madu panjangnya bersama Morgan sore ini, Esmeralda mendapat pesan dari papanya. Sejenak memang Esme pernah merasa tertarik dengan Morgan Bradburry. Chef itu sangat tampan dan berkharisma, wanita mana yang tidak jatuh hati. Akan tetapi, hubungannya dengan Celia semakin membaik pasca Emilia Pilscher dijatuhi vonis pidana. Esmeralda memupus rasa suka yang berlebihan di hatinya.Saat dia se
Pesawat yang membawa rombongan kecil itu kembali ke Kansas seusai liburan bulan madu Celia bersama Morgan. Penerbangan dari Asia Tenggara itu menuju Amerika Serikat menghabiskan waktu seharian."Hubby, apa kau tidak kelelahan? Sesampainya di Kansas, kamu harus segera berangkat ke Washington!" ujar Celia cemas. Dia sendiri merasakan badannya begitu letih dan mulai jetlag."Memang pasti melelahkan, tetapi aku harus menjalani pekerjaan itu, Sayang. Yang terpenting, selama kutinggalkan ke luar kota, kamu jaga diri baik-baik ya!" pesan Morgan. Dia tetap akan menempatkan pengawal menjaga Celia, tetapi istrinya juga harus berhati-hati."Iya. Aku janji akan jaga diri baik-baik selama kamu pergi bekerja. Dan tolong beri kabar sesering yang kau bisa selama berada di Washington. Aku pencemburu bila menyangkut pria yang kucintai, ada Elizabeth di sana bersamamu. Sebenarnya aku kurang suka!" Celia mengungkapkan keberatannya, te
"Okay, jadi apa malam ini aku boleh tidur sambil memeluk tubuhmu, Celia?" tanya Morgan seusai mereka menghabiskan menu makan malam berdua.Celia bangkit dari kursinya tanpa menjawab pertanyaan suaminya. Dia memang sengaja menguji kesabaran Morgan. Tak biasanya Celia bersikap tidak sopan dan acuh begitu kepada orang yang disayanginya. Namun, dia masih belum bisa meredakan api amarah di hatinya.Tiba-tiba kakinya terangkat dari permukaan lantai kamar hotel dan tubuhnya mendarat di dekapan Morgan. "Kau ini membuatku terkena serangan jantung! Apa maumu sih?" omel Celia memukuli dada suaminya."Aku ingin menerkam istriku yang menggemaskan ini!" jawab Morgan sembari terkekeh. Dia langsung membawa Celia menuju ke ranjang dan mengecupi ceruk lehernya yang harum. "Arhh ... hentikan, Morgan!" protes Celia. Namun, bibirnya segera menjadi bulan-bulanan pria yang teramat bergairah mencumbunya. 'Ckk ... dia ini! Aku masih kesal karena kebohongannya ... aakh tapi tubuhku mengkhianatiku!' batin Celi
"TING TONG." Suara bel kamar yang ditekan dari luar berbunyi nyaring memupus keheningan di dalam kamar presidential suite yang dihuni oleh pasangan yang tengah berbulan madu itu.Langkah kaki Morgan terasa berat, itu room service yang mengantarkan menu makan malam pesanannya tadi. Dia juga memesan untuk Celia, tetapi istrinya terdiam di ranjang pura-pura tidur mengabaikannya."Permisi, Sir. Saya mengantarkan menu pesanan Anda!" ucap pemuda berkebangsaan Vietnam bermata monolid bermanik hitam itu seraya mendorong kereta susun tiga."Hidangkan di meja dengan rapi!" sahut Morgan. Dia berdiri di tepi pintu mengawasi pegawai room service hotel itu.Setelah pemuda itu pergi, Morgan menutup pintu lalu menghampiri tempat tidur di sisi istrinya berbaring. "Kamu pasti lapar, bukan? Jangan menyiksa diri kalaupun kamu marah kepadaku, Celia!""Kenapa tidak kau biarkan saja aku mati, Morgan? A