"Raka... Kirain gue lo nggak akan dateng lagi ke tempat ginian." Doni melihat Raka langsung semangat merangkul temannya itu duduk di sampingnya. "Masih inget pulang ya," ledek Doni. Raka tersenyum kecut.
"Lo dari mana pake baju formal," cibir Doni melihat penampilan Raka. Sangat berbeda, terlihat keren. "Jangan bilang pakaian lo ini sengaja, biar lo kelihatan paling ganteng diantara kita." Ujar Doni sinis. Lalu meraih gelasnya ke mulutnya.
"Lo bahagia banget gue dateng. Nggak ada lagi yang ngasih lo free minum ya," cibir Raka dengan santai.
"Yaelah, lo pikiran negatif mulu sama gue. Semenjak lengket sama Nayla, lupa lo sama soulmate lo satu ini," balas Doni dengan manja yang dibuat-buat. Raka bergidik ngeri.
Raka duduk di salah satu sofa di bawah lampu yang remang-remang. Terlihat Erga dan Mike berjoget menikmati dentuman music yang dimainkan disk joki
Pagi itu Nayla mulai sibuk mencari baju apa yang akan digunakan untuk date pertamanya dengan Raka. Seluruh isi kamarnya ia bongkar."Masa nggak ada baju yang cewek banget gitu. Kaus, kaus lagi." Nayla melempar-lempar baju ke atas tempat tidur dengan kesal.Di atas tempat tidurnya sudah ada beberapa setelan baju yang sudah disatukan.Tok! Tok!"Astagaaa. Nayla kenapa kamar kamu berantakan sekali?" ibunya mengerling. Kamar anak gadisnya berantakan bak kapal pecah."Maa. Nayla lagi buru-buru. Nanti Nayla beresin ya. Nayla mau pergi," kata Nayla, tangannya berkacak pinggang menatap serentetan baju yang di atas kasurnya."Dengan siapa? Cowok kah?"Nayla tersenyum malu-malu pada wanita yang melahirkannya. Tebakan ibunya bena
Raka menghentikan motornya di depan gerobak ketoprak, entahlah dia semakin suka makan ketoprak. Apalagi saat makan berdua dengan Nayla."Pak, ketoprak dua," pesan Raka."Siap, tunggu sebentar ya."Mereka duduk bersampingan di bangku panjang, tak berapa lama pesanan mereka datang."Makasih," ucap Nayla. Ia mengaduknya lalu memasukkan ke mulutnya."Kita sudah dua kali makan ketoprak, kamu suka banget ya makan ketoprak. Kenapa?" Kadang Nayla bingung, Raka kan tajir ya tapi nggak pernah bawa ke restoran berbintang gitu."Kamu nggak suka?" Raka mengusap bibir Nayla yang ada bumbu kacang dengan tangannya."Suka," jawab Nayla cepat, karena kamu selalu memperhatikan aku saat makan. Seperti ini. "Kamu suka juga kan?"
"Nayla... " panggil Beca. Beca dan Tina berjalan mendekati mereka. Mata Tina tidak lepas dari Reno yang asyik menatap Nayla."Kalian udah selesai?" tanya Nayla."Udah, Bu Maya cuma minta tolong bantu periksa tugas kita kemarin. Ka Bagas belum dateng?" tanya Beca, lalu melihat Reno di samping Nayla."Belum. Makanya gue main basket sama Reno." sahut Nayla."Hati-hati, Ra--"Nayla menutup mulut Beca dengan tangannya. "Raka tahu bisa ngamuk." Ucapan itu keluar di balik tangan Nayla."Hati-hati apa?" tanya Reno penasaran, melihat Nayla dan Beca sikut-sikutan."Ka Bagas," jawab Nayla cepat, "Ka Bagas, kakak gue bawel." Nayla menggigit bibirnya."O. Yaudah gue ke sana ya. Gue sama anak-anak mau latihan basket." Reno pergi membawa bola basketnya."Eh, Ren. Mau minuman." Tina menawarkan minuman botol yang dipegangnya be
"Tante mau masak apa?" Beca menemani ibu Nayla di dapur. Sepertinya mereka sudah semakin dekat. Beca gadis ceria yang mudah untuk beradaptasi dan ibu Nayla juga orang yang welcome dengan siapapun kawan Bagas dan Nayla. "Beka, suka makan apa?" tanya Ayu melihat Beca, sudah umur kepala 4 wanita itu masih terlihat cantik dan segar. "Beka nggak pilih-pilih makanan kok Tante. Semuanya suka." Beca membuntuti Ayu kemanapun dengan senyum yang riang. Nayla yang duduk di ruang makan melirik Beca sambil menggeleng kepala. Baru tahu Beca penghuni dapur kirain pemalas. "Kalau gitu tante masakin capcay, kesukaan Bagas. Kamu pasti suka." Ayu mengambil sayuran dari kulkas. Beca mengangguk dengan senyum lebar, pendekatan sama carmer itu nggak boleh nolak. Di kasih kodok goreng juga cewek itu mau aja. "Iya Tante, suk
Pukul 7 malam Ayu sudah mempersiapkan makanan di atas meja dengan berbagai menu. Sedangkan Nayla sedang cemas menunggu kedatangan Raka, Beca berhasil menghasut Nayla untuk mengajak Raka. Yang paling antusias Beca, lihat saja cewek itu terus menggoda Nayla dengan matanya. "Udah nggak usah panikan, udah kayak mau di lamar aja," ujar Beca setelah mengelap piring dan diletakkan ke atas meja. Nayla mendelik padanya. "Seriusan lo udah punya pacar? Entar temen doang, lonya aja yang baperan." Bagas muncul di ruang makan dan langsung duduk. "Ih Ka Bagas... Maa Ka Bagas tuh." Nayla bersedekap dada dengan wajah cemberut. Kali ini ibunya tidak membela, malah ikutan tertawa den
"Lo nggak beneran pergi sama dia kan, La?" Tina menekan suaranya, matanya tajam pada Nayla. Seakan memberi peringatan. "Apaan sih tiba-tiba horor," ketus Nayla memutar bola matanya lalu menyedot minuman. "Lo kan bisa minta Raka anterin," lanjut Tina di sampingnya. "Raka kuliah. Dia sering anter jemput gue ngorbanin mata kuliahnya, so what's? Reno cuma ngawanin." Tina berdiri dari kursinya dan melihat Nayla, "Kadang gue nggak ngerti jalan pikiran lo," ucap Tina dengan dingin. "Yang gue bingung dan yang mau gue tanyain dari dulu. Lo sebenarnya ada hati sama siapa? Raka atau Reno?" serang Nayla dengan bola mata ke depan melihat Tina. "Yang jelas gue nggak kaya lo, nggak punya pendirian," hardik Tina kemudian pergi. Membuat Beca dan Rangga ka
Raka membawa motornya dengan perasaan campur aduk, kecewa dan marah yang ia rasakan. Ia melampiaskan kemarahannya dengan kecepatan motornya yang semakin bertambah. Sepanjang jalan, Raka terus terbayangkan Nayla turun dari mobil Raka. Gadis itu memakai jaket Reno. Sungguh, ia benci rasa cemburu itu.Sadar Raka. Reno anak SMA, hanya pengecut yang berani mukul juniornya. Raka menghentikan motornya tepat di parkiran Club malam. Ya, dia ingin mencari ketenangan di tempat seperti ini. Berkumpul dan minum bersama kawannya, mungkin bisa mengikis kemarahannya. Pengunjung belum terlalu ramai. Biasanya Doni tidak ingat waktu untuk datang ke tempat seperti ini. Siang, pagi, malam, kalau perlu nginap di club. Raka mengedarkan pandangannya. Matanya terhenti pada seorang gadis. Tina terlihat cantik dan modis. Gadis itu terlihat berbeda dengan yang dia lihat di Sekolah.&n
"Ka Raka lagi emosi. dulu--" "Tina menyentuh pundak Raka, terlalu bahaya kalau Raka mulai tidak stabil emosinya. Raka menghempaskan tangan Tina yang ingin menyentuhnya. Gadis itu tercekat. "Apa hubungan mereka?" "Mereka nggak ada hubungan apa-apa.Tapi, emang Nayla yang nggak cinta sama lo." Tina menghela nafas, dia menggigit sudut bibirnya lalu berkata. "Selama ini dia udah berbuat berbagai cara supaya lo ninggalin dia. Lo yang maksa dan pertahankan dia. Nayla nggak cinta sama lo, nggak sama sekali."Raka mengepalkan tangannya, apakah dia termakan ucapan Tina. "Bullshit!" "Gue sama temen Nayla yang lain tau lo maksa dia. Lo ngasih dia waktu sebulan untuk kalian pacaran. Kejadian di kampus lo itu juga sengaja dia lakuin.
Kilasan tentang pertemuannya dengan Jenny saat ini kembali. Jenny tidak terlalu banyak perubahan, dia sangat pintar merawat dirinya. Namanya model memang lebih berpengalaman dalam perawatan. Tubuhnya terbentuk dengan indah, tatapannya masih lembut tapi terkesan angkuh.Nayla menatap perempuan di depannya ini dengan senyum tipis, masih bingung dengan situasinya saat ini. Sepertinya semua orang terfokus padanya bukan pada Beca yang punya acara.Kemudian Nayla melirik jari manis Jenni, lalu tersenyum tipis. Dia jadi ingat pesan terakhir Jenni saat itu.Aku harap kamu mundur, Nayla. Karna kamu akan menyebabkan pertunangan aku sama Raka batal. Aku harap kamu masih punya hati nurani."Selamat ya untuk hari bahagia kamu."Nayla hanya tertegun mendengar ucapan Jenny, dia masih tak bergeming dengan balutan kebaya putih da
Mike, Doni, Erga, dan Rangga berpenampilan rapih dengan jas berwarna senada. Sebagai groomsmen mereka datang lebih awal dibanding para tamu undangan. Rangga yang paling antusias dengan acara ini sudah memegang camera sambil memasuki tempat itu. Bermaksud mengabadikan acara sakral temannya."Bro, lo kelihatan pucat banget. Nervous ya?" Rangga meledek sambil menyorot laki-laki berpenampilan serba putih itu. Wajahnya yang tampan dan berpenampilan paling menonjol itu dari tadi menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan dengan pelan. Sangking nervousnya."Jangan diganggu Ga kepala suku, dia lagi berdoa biar acaranya gak bubar karena ditolak calon pengantin." Suara itu dari Doni, karena yang di sorot tidak merespon ucapan Rangga.Rangga memberikan cameranya pada Mike untuk bergantian memvideokan, lalu dia menepuk bahu cowok yang terlihat tegang itu. "Gue mah nitip dia aja ya. Jaga baik-baik jangan sampe lepas lagi. Terus nitip keponakan yang cakep-cakep."
"Tunggu di situ jangan kemana-mana!"Suara cemas itu terdengar dari balik ponsel. Cewek berambut lurus sepunggung itu baru saja turun dari pesawat."Gue bisa naik taxi.""Gak bisa lo udah gue jemput." Bagas menegaskan."Gue kan udah bilang gak mau dijemput. Pokoknya gue pulang sendiri," ucapnya seraya mengambil barangnya lalu melangkah bersama para penumpang yang lainnyaSetelah 17 jam perjalanan dan untungnya hanya sekali transit. Akhirnya Nayla kembali menghirup udara di Jakarta. Jika kalian mau tahu berapa lama Nayla tinggal di London, jawabannya sangat membanggakan. Dia berhasil menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan hasil yang pas-pasan. Tapi pengalaman hidup yang dia dapat sangatlah berharga. Sambil kuliah Nayla menyibukkan dirinya dengan berkerja part time. Pekerjaan serabutan, berkali-kali dia pindah pekerjaan.Menjadi pelayan di McDonald's, penjaga toko, dan Nayl
Dear, my Boy...Untuk kamu yang selalu punya tempat di hatiku.Entah apa yang harus aku tuangkan dalam secarik kertas ini. Sekalipun ada goresan tinta yang indah, tapi nggak akan bisa mengalahkan indahnya perasaanku untuk kamu, sayang.Enggak ada yang kusesali dari hubungan ini. Bertemu dengan kamu adalah anugrah. Dan berpisah dengan kamu adalah takdir yang harus terjadi.Aku tahu, aku nggak cukup sempurna. Dan caraku mencintai kamu mungkin salah, hingga membuat wanita lain terluka. Aku sadar, aku bukanlah satu-satunya wanita yang ada tempat di hati kamu.Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja muncul dalam pikiranku, apakah aku pantas mendampingi kamu? Apa aku bisa bahagia saat wanita lain terluka.Perpisahan ini berat, percayalah aku pun merasakannya. Tapi ini yang terbaik untuk kita. Sampai kita sama-sama
Aku mencintai kamu.Rasa ini teramat nyata hingga hati ini terlalu sakit, saat sadar kamu meninggalkanku lagi. Nayla sudah berada di bandara bersama keluarga dan teman-temannya. Sungguh, perasaannya bercampur aduk sekarang ini. Nayla menarik nafas berat, tangannya menggenggam travel bagnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan pergi sendiri ke tempat yang jauh.FlashbackNayla mendongak melihat Raka sudah berdiri di depannya, cowok itu menatapnya penuh perasaan."Lain kali, jangan pernah pergi sendirian. Apalagi ke tempat yang masih baru buat lo."Nayla mengangguk pelan, ia menerima uluran tangan Raka. "Janji sama gu
"Gue harus pergi sekarang." Nayla tersenyum kecil pada Jenni. Sedikit menoleh Doni. Laki-laki itu hanya diam dari tadi tapi Nayla tahu Doni sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Nayla beranjak membuka pintu. "Nayla... Mungkin kalau nggak ada Raka diantara kita. Gue pengen lo jadi kawan gue. Seharusnya kita bisa jadi sahabat," ucap Jenni memandang Nayla yang berdiri di depan pintu.Nayla hanya mendengar itu tanpa menoleh dan pergi meninggalkan kamar Jenni. "Gue harus nelpon Raka." Ucap Doni mengambil handphone-nya dari saku celana. "Jangan berani lo ngomong apa-apa sama Raka! Bentar lagi dia ke sini, lo pergi dari sini kalau mau bikin Raka tahu tentang kepergian Nayla," bentak Jenni, dia terlalu takut kehilangan Raka. Doni menjambak rambutnya, frustasi. Jennife
Matanya melihat ke arah langit. Langit yang gelap dihiasi bintang. Pemandangan langit sama saja bukan, saat kita dimana pun melihatnya. Nayla menyenderkan bahunya ke belakang sambil mendengus. "Kamu bilang pendidikan penting, tapi kenapa kamu sekarang gak ada buat dukung aku." Monolognya. Nayla melihat ponsel yang dipegang-nya, jangan berharap karena berharap itu sakit. Padahal dia sangat membutuhkan bahu laki-laki itu untuk bersandar. Lupakan mungkin Raka sedang berada di rumah sakit. Nayla menutup matanya yang perih, menahan air mata yang ingin jatuh.Kamu terlalu sibuk dengan dia, Raka. Kamu nggak tau aku butuh kamu sekarang. "Nggak usah ngelamun di sini. Nanti diculik setan." Nayla membuka matanya karena kaget. Bagas sudah ada di dep
Langit seakan tak biru lagilaut seolah menghempas sepiberibu malam aku tangisimengalun sepi menyiksa hatiDan malam ini, Nayla terdiam. Isak ibunya terdengar perih, terasa gendang telinganya robek tersayat. Ia mengunci masuk hatinya dalam dipan bergembok.Meyakinkan diri ini adalah keputusan terbaik. "Mama nggak setuju!" Ayu bersuara serak sambil menyeka air matanya. Setelah makan malam dan meja makan dibersihkan, Nayla mengatakan keputusannya. Nayla menahan air matanya supaya tidak tumpah, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya ia membuat wanita yang melahirkannya menangis dan Ayahnya terdiam dengan wajah muram. Semua ucapan Nayla berhasil membuat senyum keluarganya pudar. Nayla yang manja, tidak pernah hidup sendirian selama 18 tahun usianya kini mengambil ke
"Coffee..." Doni menyerahkan segelas coffee pada Raka, dia membelinya pada mesin otomatis yang ada di rumah sakit, sangat praktis bukan. "Thanks," ucap Raka, dia lagi tidak ingin tersenyum pada Doni. Mereka duduk di kursi yang berada diluar kamar Jenni padahal Raka sedang ingin sendiri tapi Doni menghampirinya. "Gue tahu hati lo lagi bercabang. Dari dulu gue iri sama lo, selalu aja banyak cewek yang ngejer-ngejer lo," ucap Doni dengan senyum pahit, laki-laki itu duduk di samping Raka. Raka tidak menggubris omongan Doni, apakah tepat membicarakan hal seperti itu dalam situasi seperti ini. Raka menaikan bahunya sedang menyeimbangkan posisi duduknya. "Dan yang paling gue iri. Lo bisa dapetin cewek kayak Nayla Anastasya Susanto. Menurut gue dia sedikit bodoh." Doni te