Terlihat Sarah sedang duduk dengan bertopang dagu, sesuatu menganggu pikirannya. Kenapa Raisi dan Martin tiba-tiba bermusuhan dalam waktu yang sangat singkat. Dia juga tidak menyangka bahwa Raisi bisa sangat berani pada ayahnya padahal Raisi adalah anak yang penurut dan hormat pada orang tua selama ini.
Saat ini Sarah sedang ada di ruangan kerjanya di kantor. Dia masih merenung, dan tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Masuk," balas Sarah.
Seseorang membuka pintu dan masuklah dia, seorang pria yang langsung saja mengejutkannya.
"Kakak," panggilnya, Raynaldi dengan wajah yang masih terlihat luka datang menemui Sarah.
"Ray?" balas Sarah.
Raynaldi kemudian duduk di hadapan Sarah dimana mereka dipisahkan oleh meja kerja Sarah. Istri dark Martin Dailuna itu terkejut dengan kedatangan sang adik.
"Ada apa? Kenapa kemari? Kau tidak ke
---------------------------------------------------------------------Jika aku mati saat ini, maka izinkan aku untuk mati dengan memeluk nama cinta dan melebur ke dalamnya. Aku saat ini gila akan obsesiku terhadapnya.Bagaimana bisa aku akan memilikinya, jika dia tak ingin dimiliki olehku.Aku terbakar saat ini, dan buta akan cahayanya. Matanya membakar ku, dan tatapannya membutakan ku, sekarang tak ada yang bisa menyembuhkan keduanya.---------------------------------------------------------------------Martin saat ini mengemudikan mobilnya dimana Andira berada di sampingnya, sesekali Martin menatap ke arah Andira yang hanya menatap kosong ke depan. Tatapan Andira seperti sangat lelah dan lemah."Jika kita sudah sampai, kau istirahat saja dulu, ok, tidak usah berkerja dulu, kau masih tidak sehat," ucap Martin menampakkan senyum indah di bibirnya.Andira hanya mengangguk tanda dia mengiyakan apa yang dikatakan Martin.Akhirnya Martin s
Andira sudah terlihat berkerja walau kondisinya masih lemah, dia sudah menyiapkan makan malam untuk keluarga Dailuna.Satu persatu keluarga Dailuna datang dan duduk di meja makan, semua diantara mereka melihat Andira dengan luka di kening dan juga di pinggir bibirnya.Saat Andira mulai menaruh makanan di piring Sarah, terlihat Sarah memandangi Andira dengan tatapan heran."Ada apa denganmu Andira? Kemarin kau menghilang dan sekarang kau kembali dengan kondisi yang seperti itu," ucap Sarah di dengar oleh Martin dan Raisi. Martin memandang Andira dan ingin mendengar bagaimana Andira akan menjawabnya."Mm, aku terjatuh di tangga Nyonya," jawab Andria berbohong. Raisi memandang wajah Andira dan dalam benaknya Andira tak begitu polos seperti yang terlihat."Oh, cepat sembuh ya," kata Sarah.Keluarga Dailuna terlihat tenang makan malam bersama setiap hari. Dan seperti biasa Andira makan sendiri di kamarnya.Andira memandang ke arah bi
Martin yang tengah mengetik keyboard laptop tiba-tiba mendengar dari bawah suara benda yang terjatuh.Matanya langsung teralihkan dari layar laptopnya. Martin berdiri dari duduknya dan pergi mencari tahu apa yang terjadi. Dia berjalan keluar dari ruang kerjanya dan berjalan turun dari dapur.Dia melihat ke arah meja makan di samping meja itu terlihat keluarganya sedang berkumpul mengelilingi sesuatu.Martin langsung saja berjalan ke sana dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."Kau seharusnya lebih berhati-hati, lihat kau memecahkan gelas dan piring yang banyak, apa kau mampu membelinya?" ucap Sarah, nada bicaranya memang terdengar tenang namun mampu membuat Andira merasa tersinggung."Tentu saja dia mampu membayarnya, dia bisa dengan muda menggunakan kecantikannya," ucap Raisi, tiba-tiba pecahan beling menusuk kelingkingnya. Mendengar Raisi yang pertama kalinya mengatakan hal itu membuat Sarah langsung terheran-heran dengan anaknya.
Martin berdiri tepat di depan pintu kamar Andira. Dia mendengar isakan di dalam sana. "Aurora is the mericle of the broken me."Andira tentu saja bersedih. Akhir-akhir ini Raisi sering kali mengatakan yang tidak-tidak padanya. Apalagi Martin tahu, kalau Andira juga memiliki rasa terhadap putra sulungnya itu.Karena malam sudah larut, anggota keluarga lain pasti sudah berada dalam kamarnya. Tertidur dan menikmati mimpi mereka. Martin dia perlahan meraih gagang pintu dan membukanya dengan sangat pelan.Pintu kamar yang tak terkunci.Martin berdiri tepat pada bingkai pintu. Dia melihat tubuh kecil itu duduk di atas ranjang dengan tangis di wajahnya.“Apa aku mengganggu?” tanyanya. Dia masih berdiri tepat di tempatnya.Andira mendongak ke arahnya. Dan mata basahnya menatap Martin yang prihatin terhadapnya.“Anda tidak seharusnya di sini Tuan.”“Ouh, kau benar, aku seharusnya
Dengan siapa aku akan ditakdirkan?Jangan sampai pada dia yang tak menginginkanku.Siapa yang mungkin akan tulus mencintaiku?Jangan sampai hanya karena wajah milikku.Aku muak dengan mereka yang memujikuSetelahnya mereka mengejekku. Memandangku rendah dan menjadikanku yang tidak penting.Suasana pagi yang sunyi. Hembusan angin pagi dirasakannya. Akhir pekan yang sepi. Tenang. Tak ada yang mengusik. Raisi menghindar, tak lagi muncul di hadapannya. Katanya. Dia sekarang tinggal di kondominium yang dibelikan Martin untuk anaknya. Sarah tentu saja sibuk dengan dirinya sendiri. Entah dimana. Randy dan Nadira mungkin memiliki ekstrakurikuler di sekolah.Andira diam di dalam kamar. Luka masih berada di keningnya. Dia terlihat meneteskan air mata. Apa dia menyesal? Ciuman pertamanya adalah milik seorang pria tua. Pria dewasa yang
Apa yang lebih indah dari kedua kelopak mata itu?“Apa impianmu?”Suara Martin serak. Kini dia duduk berdampingan dengan Martin Dailuna di sofa merah tengah taman. Andira menyadari bahwa saat ini dia terjebak dalam dua lingkar berbahaya. Martin Dailuna yang menginginkannya, dan Raisi Dailuna yang diinginkannya.“Aku tidak tahu.”Tatapannya berpaling tak menatap ke arah pria yang juga tak menatap ke arahnya. Mereka masing-masing menatap ke arah depan. Ke arah tanaman yang telah terpangkas indah.“Kau tidak mengimpikan apapun saat ini?”“Mungkin ada.”“Apa itu?”Tatapan Martin langsung menoleh pada gadis berwajah sedih yang tetap indah.“Pergi, pergi ke mana saja. Asal tidak berada di sini.”Suaranya lambat dan sedih. Dia dengan pelan membalas tatapan Martin yang berada di sampingnya. Mereka kini saling bertatap.“Kau
“Berapa yang kau minta?” Raisi bertanya pada gadis yang mulai mengenakan pakaian mininya.“Aku bukan pelacur!”Raisi tersenyum sinis.“Kau putra Martin Dailuna bukan?”“Apa itu penting?”“Tentu.”Pakaian mininya sudah lengkap di tubuhnya. Dia kini kembali berjalan ke arah Raisi yang masih bersandar di kepala tempat tidur. Separuh tubuhnya ditutupi selimut dan separuh yang lainnya tak tertutupi apa-apa. Raisi telanjang dada.Wanita muda itu menunduk lalu kemudian berkata, “Apa kau punya pacar?”“Apa pentingnya itu?”Wanita itu menyinggungkan senyum.“Setiap laki-laki yang bercinta denganku, pasti akan jatuh padaku. Namun tidak denganmu. Kau pasti memiliki seseorang di dalam sana.”Dia kembali berdiri tegak, terlihat angkuh dan tidak murah. Namun dia tanpa sadar sangat terlihat murah di mata Raisi.
Tangannya sibuk memencet-mencet gedget-nya. Dia terus menelpon seseorang, namun sama sekali tidak ada jawaban. Hatice baru saja mendapat kabar bahwa suaminya telah mendarat sejak semalam di Bandara. Namun saat ini suaminya belum saja pulang. Dia takut jika terjadi sesuatu pada sang suami.Sudah banyak kali dia menghubungi sang suami, namun dia sama sekali tak mendapat jawaban apa-apa.Sementara itu...Sekarang ini, Lutfi tengah asyik memandangi Sarah yang sudah selesai dengan makanannya. Sarah terlihat mengusap lembut bibirnya dari noda makanan dengan menggunakan tisu yang sudah tersedia di sana.“Enak bukan?”“Lumayan.”Lutfi juga sudah selesai dengan makanan miliknya, dan mereka bergegas pergi. Lutfi mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya dan memberikan salah satu orang pelayan di sana.Tidak lama melakukan transaksi, mereka kembali masuk ke dalam mobil.“Kau ingin ke mana?” Lutfi bertany
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k