Di ruangan utama di rumah Martin Dailuna, Syarif kembali datang dan duduk sebagai tamu. Dia bertanya apakah dia masih dibutuhkan? "Apa Anda masih membutuhkanku?" tanya Syarif pada Martin yang sedang membaca catatan Syarif tentang suspek utamanya, Ibrahim. Namun juga dia menulis Nigel sebagai suspeknya atas dendam dan hal-hal yang melibatkan kecemburuan. Martin menghela nafas kasar lalu menaruh kembali catatan milik Syarif di atas meja. "Aku rasa aku sudah menemukan siapa pelakunya," ucap Martin. "Benarkah?""Iya.""Siapa?""Nigel, sepupuku, aku yakin dia yang melakukannya, aku sangat yakin," ucapnya. "Lalu aku?" "Aku memberitahu beberapa anggota kepolisian yang berposisi penting untuk mempertimbangkan mu, kau polisi yang baik dan juga masuk akal, aku akan memberikan Andre upahnya lewat akun rekeningmu, dan, terimakasih," ucap Martin, dia menjabat tangan Syarif. Dan Syarif berkata, "Jika Nigel bukan pelakunya, maka pikirkan lagi tentang Ibrahim. Dan jika Anda tidak menemukannya,
------------------------------------------------------------------Hatiku adalah miliknya, dan hatinya adalah milikku. Gadis impianku dalam setiap nafasku. Aku akan selalu merindukannya dalam setiap detak jantungku. Dia memilikiku bahkan saat aku tak dapat melihatnya. Dia adalah alasan setiap langkahku, aku akan selalu menanti untuk kembali bertemu, dengan dia yang kurindukan. --------------------------------------------------------------------Tangan Andira menyentuh tulisan dan gambar seorang gadis yang memang cukup mirip dengannya, bagaimana mungkin dia bisa semirip ini dengan orang yang bahkan tidak pernah ditemuinya. Seberapa cinta Martin pada gadis ini. Dan kenapa Ibrahim begitu ingin membalaskan dendam pada Martin. Kematian setragis apa yang membuat Ibrahim sangat-sangat dendam pada Martin. Dan apa hubungan Ibrahim dengan gadis ini. Andira berhenti memandang gambar wajah gadis ini, dia menyandarkan kepalanya di tempat tidur dan mulai membayangkan kembali masa dimana dia b
Setalah puas memukuli pria yang menayangkan video tentangnya, juga beberapa kru yang lain, Martin dan Rami sekarang keluar dari gedung studio dan masuk ke dalam mobil. "Kau ini apa-apaan! Kau bilang kau tidak akan melakukan hal bodoh!" Rami, dia terus mengomel sejak tadi, dia sendiri yang mengemudikan mobilnya dan Martin, wajahnya sedikit terluka, hanya beberapa pecahan pada bibir dan area mata. "Itu sama sekali bukan hal bodoh! Mereka pantas mendapatkannya!" balas Martin, tangannya masih mengelus-elus pelipisnya dan juga kadang menyentuh pinggir bibirnya yang terlihat pecah. "Sekarang apa? Ha? Kau akan kembali viral! Namamu akan kembali disebut, video saat kau memukulinya akan tersebar! Ah, semaunya sia-sia!" keluh Rami, dia terlihat memukul-mukul setir mobil. "Sejak awal sudah sia-sia. Aku menyesal mendapatkan wawancara saat itu." Rami hanya menggeleng-geleng. Dia hanya terlihat fokus menyetir dan tak ingin lagi membalas perkataan Martin. "Sekarang aku ingin ke rumah Nigel."
Lembaran demi lembaran, Andira, yang berusia dua belas tahun sedang membaca sebuah buku, namun dia sama tidak terlihat membaca, hanya membuka lembaran-lembaran tanpa membacanya. Dia juga terlihat bosan di dalam perpustakaan, toh perpustakaan sepi dan kini hanya tinggal dirinya saja, temannya yang lain sudah kembali ke kelas, dan dia yang tidak ingin mengikuti pembelajaran tetap tinggal di perpustakaan. Dan saat dia menyimpan buku yang sempat dibacanya, dia melihat lembaran koran yang sempat dibaca oleh seorang pegawai perpustakaan. Gadis pendiam ini melangkah ke arah penjaga perpustakaan yang sedang membaca itu. "Apa aku bisa meminjamnya, Pak?" Pria dengan rambut yang sudah kehilangan rambut yang berlebih itu memandang gadis berkulit putih pucat itu, terlihat polos dan senyap. "Kau ingin ini?" Andira mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi, hanya mengangguk memandang korannya. "Kalau begitu ambillah." Dia mengulurkan koran yang dibacanya, sambil memandang Andira dengan tatapan yan
"Martin! Martin! Aku menjalankan bisnis haram ayahmu! Kau tidak ingin menolongku sekarang? Ha!" Nigel terlihat mendesak dan menatap Martin dengan sangat kecewa bercampur marah. Saat ini mereka berdua berada di ruang kerja Martin di perusahaan besar Dailuna. "Kau harus menolongku Mart!" Dia berdiri dari duduknya, menatap Martin yang masih terlihat tenang dan acuh tak acuh dengan apa yang dikatakan Nigel. "Apa yang harus aku lakukan, ini kesepakatan kau dengan ayahku, bukan aku denganmu! Ini bukan urusanku Nigel!" Martin hanya menatap Nigel tanpa harus berdiri, tatapannya sama tajam, pria berkacamata ini tampak sangat menyebalkan di mata Nigel. "Benarkah? Benarkah sekarang kau mengatakan itu? Kau tidak ingat rencana mu? Saat kau menyuruhku untuk membunuh ayahmu sendiri bajingan! Kau tidak ingat itu?" "Apa kau membunuhnya? Apa kau berhasil membunuhnya? Ha! Tidak bukan!""Tapi dia meninggal ketika itu juga Martin. Aku bisa mengatakan bahwa kaulah yang memerintahkan pembunuhan ayahmu,
Nigel terlihat duduk di kursi kebesarannya, dengan kaki di atas meja, dia menyuruh Lizzia untuk segera menghubungi Martin, karena dia sudah berada di rumahnya dan sudah siap untuk berbicara dengan Martin. Nigel sendiri tidak akan pernah melupakan bagaimana dia diabaikan oleh Martin, rasa dendam dalam dirinya tidak akan pernah hilang. Martin telah menghancurkan kepercayaan Nigel, dan telah membuat Nigel membusuk di dalam penjara, kali ini, dia akan membuat Martin betul-betul hidup tidak tenang dalam masa-masa kehilangan. Karena larut dalam lamunannya dan masa lalu yang dia bayangkan, Nigel tidak mendengar ketukan dari pintu yang tak tertutup. Hingga pelayannya betul-betul masuk dan berkata, "Tuan, sepupu Anda sudah tiba." Pelayanannya tanpa berani menatap Nigel. Kini Nigel sudah terbangun dari lamunan masa lalunya dan berkata dia, "Antar dia kemari." Tidak lama kemudian, Martin datang dan pintu tertutup. Nigel berdiri dari duduknya, terlihat ruangan itu agak pengap dan gelap, tak a
"Aku akan pergi, di sini hanya buang-buang waktu." Martin, dia memasukkan ponselnya ke dalam saku miliknya. Dia berdiri dan berniat pergi. "Minuman mu bahkan belum datang, kenapa buru-buru?" Nigel ikut berdiri seiring berdirinya Martin. "Aku adalah seorang pebisnis, aku punya banyak urusan, jika bukan kau yang melakukan ini padaku maka berarti ada yang lain. Jadi aku mohon, biarkan aku pergi," ucap Martin lagi, dia berniat pergi dari sana namun kembali Nigel masih bersikeras menahannya. "Ayolah Mart. Kenapa harus buru-buru, apa ad sesuatu yang mengganggu?" Nigel, dia masih berdiri di belakang meja menatap ke arah Martin. Martin yang kesal sekaligus mulai cemas kini memilih untuk berbalik dan berkata lagi, "Apa yang kau inginkan dariku? Katakan, katakan Nigel, kenapa kau melakukan semua ini?""Semua apa?" Mereka saling bertatap curiga, Nigel berpikir, apa Martin mengetahui sesuatu? Namun Martin hanya berkata, "Biarkan aku pergi," ucapnya, dan kembali berbalik membelakangi Nigel. K
Tidak sia-sia Andira menceritakan pada Martin tentang senjata pensil runcing, bagaimana gadis itu terlepas dari pria yang pernah berniat jahat padanya, dan kini Martin, dia berdiri di depan mobilnya, bersandar dan membiarkan kaki telanjang miliknya dibasahi oleh ombak. Dia menatap laut ke depan, dia juga tidak mengobati wajah yang terluka. Perkelahian antara Nigel dan dirinya bukanlah hal yang menyakitkan baginya, sudah biasa dia dipukuli, dicambuk dan disiksa, dan pukulan Nigel bukanlah apa-apa. Benaknya, kini dipusingkan oleh adiknya, dan siapa pria utama yang telah melakukan ini padanya. Dia hanya diam menatap laut lepas beserta kapal-kapal laut yang berlayar jauh di sore hari. Martin mengingat Andira, dan segera menghubungi gadis yang selalu berhasil membuatnya lupa akan masalah-masalah yang dia hadapi. Dia juga berharap tidak terjadi apa-apa pada anak-anaknya yang tidak bersalah. Mungkin saat ini anak-anak Martin malu bertemu dengan ayah mereka. Martin sadar betul, bahwa untuk
"Kau sudah mendapatkan, dia kan?" tanya Ibrahim yang sekarang berada di hadapan Nigel. "Cepatlah akhiri ini, Nigel. Kau pasti akan segera mendapatkan apa yang kau inginkan, bukan?" Ibrahim yang saat ini duduk di hadapan meja Nigel dan Nigel tampak berpikir tetapi tidak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ibrahim. "Jangan terlalu tergesa-gesa, Ibrahim. Aku tahu kau sangat ingin membunuhnya sama seperti aku ingin sekali melenyapkan dia. Tapi kita tunggu, ya tunggu." Ibrahim tidak senang dengan aoa yang dikatakan Nigel, dia berdiri dan menghentakkan kursi, "Menunggu? Astaga aku sudah sangat lama menunggu dan menantikan momen ini, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Apa yang sebenarnya kau rencanakan!" Nigel tersenyum dan ikut berdiri, "Aku sudah katakan padamu. Kau cukup menjaga Andira dan biarkan dia merasa nyaman di sini, karena sebentar lagi dia akan berguna," kaga Nigel yang sekarang berjalan ke arah pintu. Dia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Ibrah
"Nigel berhasil menangkap ayahmu, Raisi." Suara Litzia tenang. Sedangkan Raisi yang tampak tak berdaya itu hanya bisa menundukkan kepala. Dia lemas dan tidak tahu bagaimana dia akan merespon. "Akhirnya, dendam Nigel akan terselesaikan. Dia bisa menghabisi ayahku kapan saja. Tapi kenapa dia hanya menangkapnya?" Tatapan Raisi kini mengarah kepada Litzia yang terlihat tidak menemukan jawaban apa pun dari pertanyaan Raisi. Dia bahkan tidak tahu kenapa Nigel tidak menghabisi Martin saat ini juga. Kenapa dia harus menunggu waktu yang lama. "Entahlah, tapi untuk saat ini aku hanya mau kondisi mu lebih baik Raisi, kau harus makan sesuatu," kata Litzia yang masih menawarkan makanan untuk Raisi, "Jika tidak maka kau akan berada dalam kondisi yang buruk." "Saat ini aku bahkan jauh lebih buruk dari kematian itu sendiri, Litzia. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya makanan." Litzia lalu meraih piring itu dan berusaha untuk membuat Raisi memakan sesuatu, dia menyuapi Raisi dan tidak akan pe
Martin terjatuh dan tidak bisa merasakan tubuhnya, apa yang baru saja dikatakan oleh Nigel adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Martin sudah kehilangan Nadira dan dia tidak bisa kehilangan anak lagi. Tubuhnya yang sudah mulai kurus itu terus dihentakkan lelah Nigel yang penuh dengan kebencian dan dendam. Yang pada akhirnya Nigel mendapatkan Martin hidup-hidup. Ini adalah sebuah kesempatan baginya. Bagi Nigel untuk memberikan penderitaan mutlak pada Martin Dailuna. Martin yang tidak berdaya diseret menuju bangunan tua yang cukup terlihat besar, dan tubuh itu langsung dijatuhkan di atas lantai yang lembab. "Bawa dia ke tempat yang seharusnya." Nigel yang terlihat berjalan pergi dan meninggalkan tubuh Martin yang setengah sadar dan tak berdaya. Dan kemudian dibawalah tubuh itu menuju ke tempat yang seharusnya, dan kemenangan Nigel sudah di depan mata. Andira, Raisi dan Martin, adalah pion untuk balas dendam Nigel. Di sisi lain ada Ibrahim yang sama sekali tidak terima Dnegan sikap
Lalu ketika itu, Martin yang tidak berdaya dan diseret paksa oleh Nigel membuat pria ini, yang sangat tak berdaya dan seolah tak bisa apa-apa dijatuhkan ke atas rerumputan yang lembab. Dia tentu tak bisa melakukan apa pun karena tak bersenjata dan tak ada yang bisa menyelamatkan Martin sekarang, dalam benak Martin mungkin inilah saatnya dia akan tiada. Tetapi apakah Martin akan menyerah bahkan sebelum dia bertemu dengan Andira dan juga Raisi, bagaimana jika kondisi Raisi dan Andira saat ini tidak lagi naik-naik saja dan dalam masalah yang besar? Martin tentu tidak ingin semua itu terjadi apa lagi untuk kehilangan seorang anak lagi, dia tidak mau dan tidak akan membiarkan hal yang tidak senonoh itu terjadi pada keluarganya. "Lihat sekarang diri mu, Martin, kau bukan siapa-siapa lagi dan kau tidak punya apa-apa, kau bahkan tidak tahu caranya melawanku, seakan kau bukan lagi Martin Dailuna." Tawa terdengar dari bibir Nigel, dia kemudian terbahak-bahak dan tak punya belas kasihan kep
Martin menendang senapan yang berada di tangan Nigel dan akhirnya senapan itu terjatuh di atas rerumputan basah di malam hari, dia berlari sekuat mungkin dan Nigel hanya tertawa, berpikir bahwa Martin tidak akan lolos. Senyum jahat tampak di bibirnya yang di mana saat ini, Martin berusaha keras untuk menghindari moncong senjata panas dari Nigel. Sementara itu, langkah kaki Nigel semakin cepat, dan mengikut dengan langkah kaki Martin yang berlari. Nigel menganggap bahwa pantang dilakukan oleh Martin adalah sesuatu yang sia-sia yang membuat Nigel tertawa terbahak-bahak. "Kali ini siapa yang akan menyelamatkan kau, ha, bukanlah yang telah memenjarakan aku selama ini! Martin. Aku selama ini menjadi pelindung kau, tapi apa balasan mu, ha!" Nigel membentak dan ketika Martin terjatuh, dia seolah terjatuh ke dalam sebuah memori yang pernah dialami olehnya sebelumnya, dia dikejar oleh Nigel ketika itu, saat Nigel diperintahkan oleh Mark untuk memata-matai Martin. "Aku tidak mungkin t
Masa lalu adalah yang paling menyakitkan dan yang paling ingin dilupakan oleh Martin Tapi sayangnya orang-orang yang berada di sekitar Martin selalu mengingatkan Martin terhadap Apa yang membuat pria setengah baya ini selalu terluka. Tak ada yang bisa dilakukan Martin sekarang di hadapan moncong senapan yang dihadapkan ke arah kepala Martin dan hanya satu gerakan saja ketika jari Nigel menarik pelatuk itu maka meledak lah kepala Martin. Sementara pria ini hanya menunggu kapan Nigel akan meledakkan kepalanya dan dia akan terbebas dengan apa yang selama ini terjadi tetapi sayangnya hal yang paling diinginkan Martin saat ini adalah untuk membebaskan Raisi dan Andira. Tetapi di mana Andira saat ini? Tentu Hal itu membuat Martin merasa bingung luar biasa dan ingin segera menemukan di mana mereka berdua karena jika Martin tiada sebelum menemukan Andira dan Raisi, maka kehidupan Martin akan berakhir dalam ketidaktenangan. "Sebelum kau menarik pelatuk itu, sebaiknya kau katakan apa yang s
"Aku tidak percaya aku bisa menemukan kau di sini, Martin Dailuna." Suara yang begitu mengagetkan, Martin yang berada di tengah hutan saat ini, di malam hari dan masih dalam perjalanan di mana dia harus menemukan bangunan tua di mana Nigel menyembunyikan Andira. Ketika Martin berbalik kemudian Martin melihat siapa yang berada di belakang Martin, yang di mana saat itu dan yang berada di belakang Martin ternyata adalah Nigel. Dengan senapan di tangan Nigel dan ditodongkan tepat ke arah kepala Martin membuat pria setengah bahaya ini langsung mengangkat kedua tangannya dan saling berhadapan dengan Nigel Dailuna. Beberapa kali Martin menelan saliva dan tentu saja terkejut dengan apa yang baru saja dilihat oleh Martin dan siapa yang berada di hadapan pria setengah baya ini. "Sangat mengejutkan bahwa aku bisa menemukan engkau di malam hari tepat di tengah hutan ketika aku sedang ingin berburu, yang pada akhirnya buruhan ku pun aku temukan." Nigel membuat Martin merasa bahwa Martin haru
Terjadi kekacauan antara Sarah dan Randy, di mana mereka berdua tidak ada satu pun yang bisa saling meredakan, kini hanya ada Ray yang melihat aksi Sarah dan Randy yang sekarang berlutut di lantai sambil meraih pecahan demi pecahan yang ada di atas lantai. Pecahan biola yang kini remuk dan tidak utuh lagi serta tali biola dan tak akan bisa utuh secara instan, atau mungkin dia harus membuang biola itu, Sarah langsung tersadar bahwa dia sedang melakukan sebuah kesalahan yang membuat hati Randy patah. Tentu hal ini membuat Sarah menyesal luar biasa, dia lalu dengan perlahan ikut berlutut di hadapan Randy sementara Ray hanya diam sambil menggelengkan kepala melihat aksi kakaknya itu. "Keluar." Randy bergumam dan Sarah mengabaikan ucapan Randy, dia tetap membantu Randy memungut serpihan biola itu, yang hanya membuat Randy merasa kesal dan berkata, "Aku bilang keluar dari sini!" Sebuah suara yang kini membentak dan membuat Saran terhentak. "Ibu minta maaf, sayang," kata Sarah tapi Randy
"Ibu hanya ingin memastikan, Randy bahwa sama sekali tidak ada masalah di sekolah lagi, agar kau bisa belajar dengan tenang, atau Ibu mungkin akan membawa kau ke sekolah lain," kata Sarah yang mengelus lembut rambut Randy tapi Randy memalingkan wajah dan tidak senang dengan jawaban sang ibu. "Itu hanya akan memperburuk masalah Ibu, jika Ibu datang ke sekolah dan memarahi anak nakal itu, maka mereka tidak akan berhenti mengganggu aku," kaya Randy dengan nada suara yang kesal. "Tapi sayang ibu hanya berusaha melakukan sesuatu yang terbaik untukmu," ucap Sarah sekali lagi tapi Randy tidak peduli, dia memalingkan wajah dan tidak senang dengan sang ibu, membuat Sarah merasa tersindir, dia sudah melakukan hal yang luar biasa untuk Randy tapi bahkan untuk saat ini Randy masih saja tidak melihat kepedulian ibunya sendiri. "Kenapa Ibu tidak bisa diam, seharusnya ibu duam saja dan tidak usah melakukan apa pun," kata Randy sambil menghentakkan tangan Sarah yang mengelus lembut rambut Randy, k