"Bukan itu yang kumaksud, melainkan apa yang sebenarnya terjadi diantara kau dan Alberth?" Audrey memotong perkataan Zoya dengan pertanyaannya.
Suasana canggung menyelimuti keduanya sebab ucapan ayah tiri Zoya yang bahkan sudah meninggalkan tempat ini. Entah mengapa ayah tiri Zoya selalu mengikutsertakan nama Alberth disetiap kesalahan yang Zoya lakukan sendiri, gadis itu sebenarnya sangat muak. Ia muak dianggap sebagai kekasih pria itu, karena pada kenyataannya bukan ia kekasih Alberth.
"Tidak ada apapun, abaikan saja ucapan ayah tiriku" Zoya berusaha membuat Audrey mengganti topik pembicaraan mereka, tetapi sepertinya akan terasa sangat sulit.
"Hubungan kalian hanya sekedar teman bukan? Lalu mengapa ayahmu menyebutnya dengan sebutan pria mu itu?" sesuai dugaan, Audrey terus mempermasalahkan apa yang ia dengar beberapa menit yang lalu.
"Itu hanya sebuah kesalahan Audrey, lupakan semua itu" Zoya tak ingin membahas hal tersebut, tetapi Audrey terus mem
Napas yang tersengal-sengal, keringat yang membanjiri tubuh, dan kepala yang mulai terasa berat membuat Audrey memutuskan untuk pulang sekarang. Suasana yang kembali hening, bahkan lebih hening dari pada sebelumnya, membuat Audrey bisa menarik napas lega tanpa perasaan takut yang menyelimutinya sedari tadi. Fenomena aneh yang mungkin hanya bisa dialami oleh gadis itu saja.Sesaat setelah ia mulai kembali melangkah berniat untuk pulang, wajah wanita menyeramkan yang penuh dengan darah muncul dihadapannya secara tiba-tiba. Bola matanya hilang dan muncul ulat-ulat kecil dari dalam sana. Sontak Audrey berteriak kencang dan menutup wajahnya.Dengan kedua tangan ia menghalangi pemandangan mengerikan itu. Apakah ini benar terjadi ataukah hanya ilusi yang ia ciptakan karena terlalu lelah? Audrey tak bisa membedakannya, bahkan napas yang keluar dari wajah mengerikan itu terasa semakin dekat. Hembusan napas dingin berbau busuk itu secara tiba-tiba berubah menjadi harum bunga bah
Aroma menggiurkan yang tercipta dari satu ekor kalkun panggang menggelitik perut Audrey dan Zoya. Mereka meneteskan liur sesaat setelah kalkun tersebut dikeluarkan dari alat pemanggang. Beberapa sayatan yang sengaja dilakukan oleh Audrey akhirnya mengoyak daging yang nampak empuk dan berminyak itu.Gadis itu lantas mengambil piring bersih yang sudah ia siapkan dan menaruh potongan daging kalkun diatasnya. Tak lupa, ia juga menaburkan bumbu tambahan agar kalkun tersebut semakin terasa lezat. Lalu sebagai pelepas dahaga, Audrey mengambil dan membuka satu botol anggur mahal berusia ratusan tahun yang ia beli secara khusus hanya untuk menjamu Zoya."Silahkan dinikmati, aku harap kau akan menyukainya" senyuman manis Audrey berikan ketika menuang anggur tersebut ke dalam gelas milik Zoya.Kemudian tak perlu menunggu lama, masing-masing dari mereka segera melahap daging kalkun yang sudah ada di atas piring. Zoya terlihat begitu menikmati dan sesekali memberikan pujian
Audrey melangkahkan kaki secara perlahan, gadis itu datang dengan kedua tangan memegang kantung plastik yang penuh dengan makanan ringan. Ia memasuki ruang apartemen miliknya dan melihat Zoya tak ada ditempatnya semula. Lantas, Audrey meletakkan kantung plastik berisi makanan ringan yang ia bawa dan menoleh kearah satu pintu yang sengaja ia buka. Zoya telah masuk dalam jebakannya. Audrey Dianne hanya bisa tersenyum dan menyilangkan kedua tangannya tepat di depan dada. Gadis itu mengamati Zoya, raut wajahnya berubah, sepertinya Zoya begitu terkejut. Tak la kemudian, Zoya berbalik dan melihat kearahnya. Tingkahnya yang menunjukkan perasaan panik membuat Zoya mencoba berbasa-basi padanya. Audrey tertawa dalam hati tetapi pandangannya menunjukkan tatapan tajam. "Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku sengaja membuka sedikit pintu ruang koleksiku itu untukmu?" Audrey tak menjawab maupun memberikan respon apapun tentang segala sesuatu yang diucapkan oleh Zoya.
Tawa Zoya memenuhi ruang apartemen milik Audrey, sedangkan sang penyewa apartemen hanya menatap Zoya dengan tatapan serius. Apakah ucapan yang baru saja keluar dari celah mulutnya bagaikan lelucon yang lucu? "Kau adalah Audrey si babi gendut itu? Bagaimana bisa? Berapa ratus kali kau melakukan sedot lemak dan operasi wajah? Ratusan? Ribuan? Jutaan?" Zoya kembali meledek, walau sebenarnya ia begitu terkejut. "Aku bahkan datang dari masa depan! Kau tahu? Audrey anak kesayangan semesta ini diberi kesempatan yang luar biasa untuk menjalani kehidupan yang jauh lebih mudah. Lihatlah aku sekarang. Oh iya, kau butuh uang? Aku bisa memberikannya secara langsung. Uang debutku terlalu banyak untuk kusimpan dalam rekening bank" Audrey sengaja bersikap sombong. Bahkan gadis itu pergi ke kamar tidurnya dan mengambil satu kotak yang penuh dengan uang dollar. Tanpa berkata apapun lagi, Audrey menyiram wajah Zoya dengan semua lembaran uang yang ada dikotak itu. "Kau sangat me
Brrakkk!! Brrakkk!!Audrey Dianne terus saja mengejar Zoya bagaikan seorang psikopat yang telah menargetkan musuhnya, sampai pada akhirnya terdengar suara barang berat jatuh. Mengejutkan dirinya.Gadis itu seolah mendapatkan kembali alih tubuhnya, belum sadar akan apa yang terjadi. Semua ruangan gelap tak terlihat, ia pun mengambil ponsel untuk menyalakan penerangan. Audrey perlahan menuruni tangga dan melihat apa yang terjadi. Awalnya gadis itu tersentak ketika penerangan yang berasal dari ponselnya memperlihatkan sesuatu, darah pada beberapa anak tangga yang mengarah ke bawah.Anehnya Audrey tak lari melarikan diri, ia justru berjalan mendekat untuk melihat 'hal itu' dengan lebih jelas. Terlihat temannya tergeletak bersimbah darah yang mengalir dari kepalanya. Audrey segera membungkam mulutnya sendiri agar ia tak berteriak.Tak menunggu lama gadis itu segera berlari kembali keatas meninggalkan Zoya yang kemungkinan saja sudah kehilangan nyawa.&nbs
"Ini pak" Audrey memberi beberapa lembar uang dollar sebagai upah untuk sopir taksi online yang mengantarnya menuju rumah duka. Sebagian besar orang yang ada disana tentunya memakai pakaian serba hitam untuk menunjukkan suasana duka. Rumah duka yang terletak di salah satu rumah sakit terlihat dipenuhi oleh seluruh kerabat dan kenalan Zoya. Mereka semua memakai pakaian serba hitam yang beragam. Terlihat Mr. David beserta istrinya juga datang ke tempat ini dan tentunya Alberth juga turut hadir. Lelaki itu nampak menangis hebat seraya memeluk peti mati dimana Zoya terbaring disana. Audrey segera mendatanginya dan berniat untuk memeluk kekasihnya itu, tetapi Audrey justru mendapat tatapan tidak enak dari Alberth Galvin. "Alberth" panggil Audrey seraya menyentuh pundak kekasihnya secara perlahan. Alberth yang mendengar suara Audrey tepat disebelahnya segera memalingkan wajah. Entah apa yang terjadi dengannya, tak ada yang tahu. Alberth mengusap
Audrey Dianne yang berada disana turut dapat merasakan apa yang Alberth rasakan. Gadis itu merasa iba, lantas ia memeluk kekasihnya yang sedang menangis itu. Alberth kini dapat bersandar di pundak Audrey dan mencurahkan semua yang ia rasakan."Semua ini terasa menyakitkan mengingat bahwa kematiannya dekat dengan hari yang spesial bagiku" isak tangis Alberth terdengar memilukan karena ia takkan bisa merayakan hari spesial itu bersama dengan Zoya (lagi).Ucapan itu lantas membuat Audrey tersadar bahwa bulan Maret merupakan bulan kelahiran lelaki itu. Zoya sempat tak mengingatnya, sebab terlalu banyak hal yang terjadi di bulan ini.Bulan ini sangat berat, banyak cobaan yang harus dihadapi. Suka dan duka yang berjalan seiringan membuat perasaan begitu campur aduk, dan kini semua diwarnai dengan tangis akan kepergian Zoya. Lelaki itu telihat lebih terpukul dari pada siapapun.Baiklah, ini terakhir kalinya Audrey melihat Alberth menangis, sebab bagaimanapun car
"Mobil ini? Apakah itu tak terlalu berlebihan?" pekik Marlyn ketika melihat mobil yang Audrey tunjukkan melalui salah satu web di internet. "Ayolah, lagipula dengan mobil ini lelaki itu bisa menjemputku kapan saja. Aku tahu Alberth sangat menginginkannya, tetapi ia tak mampu membelinya sebab gaji yang tak terlalu besar" bukan bermaksud merendahkan, Audrey hanya membeberkan fakta bahwa Alberth selalu mengeluh bahwa uang bulanannya selalu kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Walau Audrey sendiri tak tahu berapa penghasilan Alberth. "Baiklah, jika kau mampu dan tak merasa keberatan, silahkan saja" Marlyn membiarkan Audrey melakukan apa saja yang gadis itu inginkan. "Tenanglah, aku menyisihkan semua uang yang kudapat sebagai model majalah, walau itu belum cukup untuk melunasinya sekaligus, tetapi uang itu bisa digunakan untuk melakukan pembayaran di muka" Audrey begitu bersemangat mencari uang dan berhemat selama satu tahun ini hanya untuk mewujudkan cita-ci
Situasi kemudian berlanjut di sebuah gedung yang menjulang tinggi. Terdengar suara teriakan memenuhi lorong yang sepi. Beberapa orang dengan pakaian serba putih segera datang dengan tali yang mereka bawa.Brak!!"Dokter Kenzler, pasien itu kembali mengamuk" seorang wanita yang memakai pakaian sama, membuka pintu ruangan psikiater yang menangani pasien itu. Mereka segera berlari menuju ke sumber suara, teriakan seorang perempuan yang terdengar semakin histeris. Terlihat seorang perempuan bertubuh besar dengan bekas luka bakar di wajah kirinya terikat di tempat tidurnya.Perempuan yang diketahui bernama Audrey Dianne itu terlihat mengamuk dan berusaha menyakiti dirinya sendiri. Tak hanya itu, ia juga sempat melukai pasien lain."Bagaimana dengan wali pasien ini?" tanya psikiater itu kepada para perawat."Mereka sudah dalam perjalanan dan kami sudah memberi obat penenang kepada pasien itu" perawat yang ditanya oleh psik
"Alberth bersama perempuan lain?" Audrey kembali bertanya untuk memastikan apa yang ia dengar."Benar dan kurasa kali ini tindakan Alberth sudah terlalu berlebihan" ucapan Steve membuat degup jantung Audrey berdenyut semakin kencang.Sama halnya seperti perempuan lain ketika mendapat kabar bahwa pasangannya sedang bersama dengan orang lain. Hati yang hancur? Sudah pasti.Tring!Tanpa menunggu lebih lama lagi, Steve segera mengirimkan sebuah alamat di mana Alberth sedang menghabiskan malam di sana.Secepat kilat, Audrey mengambil jaket dan tasnya untuk segera memesan sebuah taksi online. Kejadian ini terasa tak begitu asing. Kejadian serupa tapi tak sama seperti apa yang ia alami waktu itu, kejadian yang bahkan turut hadir di dalam mimpinya.Sepanjang perjalanan, tentunya Audrey begitu gelisah, ia terus melakukan panggilan kepada Alberth, namun selalu berakhir tak terjawab. Mau bagaimana lagi, kecurigaan Audrey selama ini seakan t
- London, 1 Februari 2021 -Beberapa minggu telah berlalu, Audrey kini menekuni pekerjaan yang sama seperti Steve, selain karena tidak adanya panggilan untuk pemotretan, Audrey merasa bahwa ia lebih menyukai pekerjaan sederhana ini.Tanggal satu bulan februari tahun dua ribu dua puluh satu, akhirnya, gadis ini sampai juga di hari yang paling sial bagi hidupnya di kehidupan lalu. Audrey kembali merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Namun situasi lalu dan sekarang sangat berbeda jauh, jika pada waktu itu Audrey berniat untuk mengakhiri hidupnya di kamar kost yang sempit, Audrey kini merasa sedikit lebih bahagia dan tinggal di apartemen mewah. Entah apakah ini semua nyata atau tidak, kehidupan baru yang ia jalani terasa hampir sempurna sejauh ini.Pagi ini, Audrey tengah menggunakan pakaian yang sedikit terbuka di bagian atasnya, tak hanya itu ia juga merias tipis wajahnya agar tak nampak seperti mayat hidup. Setelah itu, Audrey segera memposisikan
Situasi kembali pada Alberth dan Audrey yang sedang berada dalam posisi canggung. Masing-masing dari mereka terus saja membungkam mulut, sehingga tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka.Situasi ini terjadi cukup lama sampai mereka tiba di apartement yang mereka tinggali. Audrey yang merasa takut, bergegas untuk pergi ke kamar kecil guna menghindari tatapan Alberth, sementara lelaki itu sepertinya hendak membicarakan sesuatu dengan kekasihnya.Alberth yang terus mengikuti Audrey kini terpaksa harus menghentikan langkahnya ketika gadis itu mengunci pintu kamar kecil rapat-rapat. Setelah itu terdengar suara air yang mengalir dari keran.Alberth yang entah sedang memikirkan apa kemudian membuka ponselnya. Ia terlihat sedang mengetik suatu pesan kemudian keluar tuk berbincang dengan seseorang melalui ponsel yang ada digenggamannya.Waktu terasa berjalan begitu lambat, Audrey yang dapat meredakan rasa takutnya kini mulai memberanikan diri unt
"Mungkin itu merupakan sifat aslinya" Marlyn memberi tanggapan setelah mendengar kisah yang diceritakan oleh Audrey."Benar, aku setuju dengan hal itu" terlihat pula Steve ikut mengeluarkan pendapatnya.Mereka bertiga kini tengah berkumpul untuk menikmati waktu minum teh, hal ini bukan merupakan pertama kalinya, bahkan sebelum Audrey terlibat suatu kasus pun, mereka sudah pernah berkumpul beberapa kali.Fakta uniknya adalah Steve ternyata merupakan keponakan dari Marlyn. Hal ini sudah diketahui oleh Audrey lebih awal melalui cerita dari Marlyn."Apakah ia pernah mengatakan kata-kata tak pantas kepadamu?" Steve kembali bertanya."Ehm, sepertinya tidak. Dia hanya membentakku dan berteriak keras. Lelaki itu bahkan belum pulang ke rumah, ini sudah hari ke tiga" gadis itu menekuk wajahnya, ia tak tahu harus berkeluh kesah kepada siapa selain pada Marlyn dan Steve teman barunya."Kau tak menghubunginya?" tanya Marlyn penuh selidik, juj
Audrey mengangkat sebuah benda kecil berwarna hitam seukuran telunjuk jarinya di hadapan manik matanya. Secara perlahan ia membuka tutup benda tersebut dan memutar bagian bawahnya, ini adalah sebuah pewarna bibir dengan warna merah menyala.Sontak, Audrey jelas menaruh curiga pada Alberth, terutama setelah ia menemukan bukti bahwa kekasihnya sering bertemu dengan para perempuan selama ia berada di rumah sakit jiwa. Benda ini milik siapa?"Itu hadiah buatmu" ucap Alberth secara tiba-tiba."Untukku?" Audrey memincingkan mata, sebab Alberth tahu bahwa Audrey tak menyukai pewarna bibir dengan warna yang terlalu menarik perhatian, merah menyala terlalu berlebihan baginya."Iya, aku membelinya sebelum menjemputmu. Aku mengambil secara acak, kukira aku telah mengambil warna yang tepat, jadi aku membukanya untuk memastikannya, dan ternyata-" ucap Alberth yang tidak diketahui kebenarannya."Baiklah kalau ini memang untukku, terima kasih" Audrey memaks
Audrey mengangkat sebuah benda kecil berwarna hitam seukuran telunjuk jarinya di hadapan manik matanya. Secara perlahan ia membuka tutup benda tersebut dan memutar bagian bawahnya, ini adalah sebuah pewarna bibir dengan warna merah menyala.Sontak, Audrey jelas menaruh curiga pada Alberth, terutama setelah ia menemukan bukti bahwa kekasihnya sering bertemu dengan para perempuan selama ia berada di rumah sakit jiwa. Benda ini milik siapa?"Itu hadiah buatmu" ucap Alberth secara tiba-tiba."Untukku?" Audrey memincingkan mata, sebab Alberth tahu bahwa Audrey tak menyukai pewarna bibir dengan warna yang terlalu menarik perhatian, merah menyala terlalu berlebihan baginya."Iya, aku membelinya sebelum menjemputmu. Aku mengambil secara acak, kukira aku telah mengambil warna yang tepat, jadi aku membukanya untuk memastikannya, dan ternyata-" ucap Alberth yang tidak diketahui kebenarannya."Baiklah kalau ini memang untukku, terima kasih" Audrey memaks
-Awal Tahun 2021-Rumah Sakit Jiwa Nasional, London-Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini Audrey kembali memasuki tahun dua ribu dua puluh satu dan sepertinya telah banyak hal yang terjadi di luar sana Audrey lewatkan begitu saja karena gadis malang itu harus mendekam di rumah sakit jiwa milik pemerintah.Seharusnya semua ini tidak akan terjadi karena gadis itu sebenarnya harus mendekam di balik jeruji besi selama dua puluh lima tahun lamanya. Entah apa yang dilakukan psikater dan pengacara yang ia andalkan itu, sebab dipersidangan akhir Audrey sama sekali tidak terbukti bersalah walau ia tetap harus mendekam di rumah sakit jiwa sampai dokter mengijinkan pulang."Kondisimu semakin membaik, kau menghabiskan makananmu hari ini" perawat yang bertugas merawat Audrey memberi tanggapan positif akan perilaku gadis itu akhir-akhir ini."Lantas, apakah aku bisa bebas secepatnya?" Audrey tak ingin berlama-lama berada di tempat ini, baginya, tempat ini
Lorent dinyatakan meninggal di tempat akibat benturan keras yang menghantam bagian belakang kepalanya, selain itu ia juga mengalami patah tulang terbuka di beberapa bagian tubuhnya, hal inilah yang menyebabkan darah segar membanjiri tempat kejadian perkara.Selain itu, Audrey yang berada di lokasi kejadian saat peristiwa mengerikan itu berlangsung, kini ditetapkan sebagai tersangka utama. Lagi-lagi gadis malang itu harus berurusan dengan hal semacam ini.Di suatu ruangan sempit dengan penerangan minim, Audrey tampak sedang duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang tak asing di matanya, psikiaternya. Pihak kepolisian memutuskan hal ini karena Audrey dicurigai memiliki penyakit mental yang belum sembuh sepenuhnya."Begini Audrey, sudah lama kita tidak bertemu, aku pikir kau tidak ada masalah dan dapat menjalani hidup dengan baik. Apa yang sebenarnya terjadi Audrey?" psikiater itu bertanya dengan lembut dan terlihat begitu mengkhawatirkan gadis yang sudah l