Akhir-akhir ini Atlanta lebih sering bekerja di gedung Hilton daripada di apartemennya sendiri. Suasana apartemen tanpa seorang Dylan tidak lah lengkap.
Sambil memegang segelas kopi yang baru saja Atlanta buat menggunakan mesin kopi, Atlanta berjalan kembali ke meja kerjanya. Melihat Atlanta lewat, Lay segera menegur Atlanta.
“Leona, jangan lupa carikan transaksi terakhir perdana menteri dan berikan kepadaku.”
“Aku tahu, aku akan mencarinya tengah malam nanti. Kau lupa jika siang hari semua akses pemerintah jauh lebih aman dikarenakan banyaknya perangkat yang aktif?”
Atlanta menghela napas setelah kembali duduk di kursi kerja. Suasana hati Atlanta menjadi lebih baik setelah meneguk kopi buatannya.
“Siapa yang membeli kopi ini? aku ingin juga untuk di rumahku,” kata Atlanta.
“Aku membeli kopi itu secara online. Di laci masih ada dua kotak lagi, kau bawa saja. Aku akan memesan lagi yang baru,&rdq
“Lay, kau dimana? Segeralah kembali, pesananmu sudah siap,” kata Atlanta melalui telepon.“Baiklah, tunggu aku sepuluh menit.”Atlanta menaruh ponselnya di atas meja secara kasar. Punggungnya terasa sangat pegal karena telah menghabiskan waktu lama hanya untuk duduk. Atlanta baru menyadari jika tersisa dirinya dan Leonis saja di gedung Hilton.Melirik jam yang terdapat di sudut layar komputer, sudah menunjukkan pukul satu dini hari.Setelah mematikan komputer, Atlanta membereskan barang-barangnya. Tak lupa Atlanta meletakkan pesanan Lay di atas meja kerja Lay. Atlanta menepuk-nepuk pipi Leonis pelan untuk membangunkannya.“Leonis, bangunlah. Ayo kita pulang.”Atlanta tidak bisa membawa Leonis ke apartemennya karena berpotensi ketahuan Dylan yang katanya hari ini akan pulang. Lebih repot urusannya nanti jika Dylan dan Leonis kembali di pertemukan.“Ayo bangun Leonis.&rdq
Pandangan terindah ketika Atlanta bangun tidur adalah mendapati sosok Dylan yang sedang terpejam. Atlanta menatap suaminya penuh kagum. Jari-jari lentik Atlanta perlahan menyentuh wajah Dylan secara lembut, mulai dari dahi, turun ke pipi, geser ke hidung lalu turun ke bibir.Ada banyak sekali yang ingin Atlanta katakan. Mulai dari identitas sebenarnya hingga hal-hal yang baru terjadi kepadanya. Atlanta juga ingin membagi kesehariannya dengan Dylan seperti pasutri pada umumnya.“Sedang mengagumi ketampanan suamimu?” suara Dylan membuyarkan lamunan Atlanta.“Selamat pagi,” sapa Atlanta.“Apakah jam sebelas siang masih pagi?” Dylan mengecup dahi Atlanta dengan lembut.Dylan menarik tangan Atlanta untuk membantu istrinya bangun tidur. “Ayo bangun, kita sarapan. Ah tidak, waktu sarapan sudah habis. Mari kita makan siang.”Atlanta menggelengkan kepala, enggan bangun dari kasur. Pekerjaannya selama sa
Menu makan siang yang Dylan buat cukup sederhana tetapi berhasil menggugah selera makan. Ada ayam panggang, mashed potato, salad buah, kacang-kacangan dan air putih. “Apa ini tidak berlebihan?” tanya Atlanta ragu begitu melihat Dylan menyajikan makanan dengan porsi lebih di atas meja makan.“Wajahmu terlihat sangat lelah. Kau membutuhkan asupan makan lebih banyak. Tidak masalah jika kau tidak bisa menghabiskannya,” jawab Dylan.Ketika Atlanta hendak menyupa makanan ke mulutnya, ponsel Atlanta bergetar, mengurungkan niat Atlanta makan. Refleks, Atlanta kembali menaruh garpunya ke piring karena kesal.Tanpa pikir panjang Atlanta langsung menolak panggilan nomro tidak di kenal yang sangat ia hapal dan memblokir nomor Leondra supaya tidak bisa lagi menghubunginya.“Kenapa tidak di angkat?” Dylan tampak bingung melihat reaksi Atlanta.“Hanya iklan tawaran asuransi. Aku sudah memblokir nomorny
Atlanta menoleh pada Dylan. “Kenapa kau mengajakku ke hotel mewah ini?”Pasalnya hotel ini adalah hotel milik keluarga Adams. Hotel Adams, salah satu properti milik keluarga Adams. Menginjakkan kaki di rumah mewah Adams saja Atlanta sudah tidak ingin, apa lagi berkunjung ke hotel milik keluarganya.Mendadak perasaan Atlanta menjadi cemas. Menghadapi sesuatu yang berkaitan dengan Adams jauh lebih sulit dari pada Atlanta harus melumpuhkan seorang musuh yang sangat hebat. Berkaitan dengan keluarga membuat perasaan Atlanta menjadi tak tenang. Perasaan buruk masa kecil terkadang kembali menghantuinya. “Kita sudah hampir satu tahun menikah, tapi kita tidak pernah pergi bulan madu karena aku terlalu sibuk. Maafkan aku.”Atlanta masih heran mendengar alasan yang Dylan berikan walau kaki mereka tak berhenti melangkah masuk ke dalam gedung mewah hotel Adams. Tangan Dylan setia merangkul Atlanta, ingin menunjukkan kepada dunia bahwa wa
Atlanta terus melamun sepanjang koridor, membuntuti Dylan yang membawanya menuju kamar. Saat Dylan hendak membuka kunci kamar mereka, Atlanta membuka suara.“Sayang, aku ingin makanan penutup di restoran bawah lagi untuk aku bawa ke kamar. Makanan penutup mereka sangat lezat,” ungkap Atlanta.Dylan menoleh. “Tiba-tiba? Kalau begitu ayo kita turun.”Atlanta memegang lengan Dylan, menahan Dylan supaya tidak ikut dengannya. “Aku bisa sendiri. Hanya sebentar, tidak akan lama. Kau istirahat dulu saja di dalam kamar.”Dylan menatap Atlanta ragu. “Kau yakin? Sendirian? Tidak perlu aku temani?” tanyanya meyakinkan Atlanta.Wanita itu tersenyum. “Aku hanya sebentar, aku janji.”“Tapi—"Atlanta mendorong pelan punggung Dylan dan memaksanya segera masuk ke dalam kamar. “Hanya sebentar, aku bisa sendirian. Percaya padaku. Aku janji akan segera kembali.”&ld
Dylan mengambil alih makanan penutup tersebut kemudian meletakkan ke atas meja yang tak jauh dari mereka. Belum selesai disitu, Dylan menarik pinggang Atlanta dan mulai mencium bibir Atlanta dengan lembut.“Kau pikir aku membawamu kemari hanya untuk makan?” bisik Dylan di tengah cumbuan mereka.Atlanta menahan senyuman dan membalas ciuman Dylan tak kalah panas. Tangan Dylan perlahan bergerak untuk menurunkan gaun Atlanta. Tapi ciuman mereka berhenti ketika Dylan merasakan sesuatu yang basah di punggung Atlanta.Mata Dylan sukses membulat sempurna melihat jari-jarinya yang terkena darah setelah menyentuh punggung Atlanta. Dylan langsung menyingkap rambut Atlanta dan melihat punggung istrinya.Benar saja, lagi-lagi tubuh Atlanta mendapatkan luka. Padahal mereka baru berpisah selama dua puluh menit.“Sayang, apa yang terjadi?” suara Dylan terdengar panik.“Hah?” Atlanta masih melongo karena Dylan yang mengakh
Dylan selesai mengobati luka Atlanta dengan cekatan. Selama terdiam juga Atlanta baru bisa berpikir jernih. Atlanta tahu jika marahnya Dylan tadi adalah bentuk rasa khawatir kepadanya. Hal tersebut sangat wajar terjadi.Suami mana yang tidak khawatir setengah mati melihat istrinya tiba-tiba mendapatkan luka yang cukup parah? Hal itu adalah reaksi alamiah. Seharusnya Atlanta senang karena hanya Dylan yang satu-satunya peduli kepadanya di muka bumi ini.Walau Atlanta tidak bisa menebak apakah Dylan masih berpihak padanya atau tidak setelah identitas Atlanta terbongkar nanti.“Sayang,” panggil Atlanta dan Dylan secara serempak.“Kau dulu.” Dylan kembali mengalah dan memberikan Atlanta kesempatan untuk bicara duluan.Atlanta mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Dylan kemudian menundukkan kepala.“Maafkan aku. Aku salah. Aku sudah kelewatan padamu. Aku sungguh minta maaf. Kau pantas menghukumku,” ujar Atl
Atlanta bangun dalam posisi tengkurap. Ternyata luka di punggungnya terasa jauh lebih perih saat terkena air sabun. Dalam hati Atlanta menyesal karena seharusnya ia membuat Jonathan terluka lebih parah darinya.Setelah bangun, Atlanta menggunakan bath robe kemudian duduk melamun di pinggir ranjang. Terlalu banyak hal di benaknya saat ini.“Sayang?” Atlanta tak bisa menemukan Dylan di kamar hotel setelah Atlanta memeriksa semua ruangan yang ada.Satu setel pakaian di atas meja makan enarik perhatian Atlanta, beserta sebuah kertas kecil di sampingnya.“Aku pergi ke restoran bawah untuk membeli makanan kesukaanmu. Menu sarapan pesan antar hotel bukan menu kesukaanmu, jadi aku memutuskan untuk membelinya lagi.” Atlanta membaca pesan singkat yang Dylan tinggalkan untuknya.Atlanta berdecak pelan. “Kenapa dia mau repot-repot karena aku tidak suka makanan itu?”Atlanta segera mengganti pakaiannya menjadi pa
Dylan meraba saku celana dan menemukan sebuah kuku palsu milik Atlanta ketika hendak menaruhnya ke dalam tumpukan pakaian kotor. “Kuku Atlanta?” Sejenak Dylan memperhatikan kuku palsu cantik tersebut dengan detail. Saat mengarahkannya ke arah sinar matahari, Dylan menyadari jika ada yang berbeda. “Ini bukan hiasan biasa. Ini chip. Manikur menanam chip.” Dlan bergegas untuk membuka data dalam chip tersebut. “Kapan Atlanta meninggalkan ini di dalam saku celanaku?” gumam Dylan. Mendapatkan info-info penting untuk menyelesaikan kasusu, Dylan mencetak informasi yang Atlanta tinggalkan untuknya. Ini sama seperti Atlanta meninggalkannya sebuah peta dengan keterangan rinci. Hal yang harus Dylan lakukan adala mengikuti semua ptunjuk yang telah Atlanta tinggalkan untuknya. “Pelaku pembunuhan hilton selama ini adalah Olivia? Ayah Olivia juga membunuh Ibu kandung Atlanta? Oliver selama ini menggunakan replika sidik jari Atlanta untuk menutupi jeja
Johnattan menggebrak pintu kantor Interpol. Ada Leondra membuntuti Johnattan. Tak lupa Johnattan membawa beberapa ajudannya. Johnattan datang ke kantor dengan penuh emosi setelah mendapati kabar darii Dylan apa yang terjadi dengan putri kesayangannya.“DIMANA ANAKKU?” bentak Johnattan.Ketika ada salah seorang anggota Interpol yang hendak menenangkan Johnattan, dengan cepat Johanattan menghempaskan tangan tersebut lalu memaksa untuk masuk.Langkah kaki Johnattan berhenti ketika melihat Dylan berdiri lesu. Hidung dan mata Dyan merah, menunjukkan Dylan telah nangis untuk waktu yang lama.“Apa yang terjadi dengan anakku? Aku tahu jika anaku pergi jauh untuk keluar dari orginasasi sialan itu, tapi bagaimana bisa Atlanta bunuh diri?” Johnattan mencengkram kemeja menantunya.Dylan sendiri diam saja. Perasaan Dylan sama hancurnya dengan Johnattan saat ini. Dylan tak bisa mengatakan apa-apa selain kata,“Maaf,” gu
Atlanta pergi keluar setelah selesai berpakaian menggunakan kaos milik suaminya. Ketika membuka pintu toilet, Atlanta dikejutkan dengan kehadiran Dylan. Sesaat Dylan dan Atlanta saling menatap tanpa kata-kata. Detik selanjutnya Atlanta menarik kerah seragam Dylan dan mencium bibirnya. Dylan yang awalnya terkejut pun perlahan menetralkan reaksinya sebelum membalas cumbuan itu. Tangan Dylan terangkat untuk merengkuh pinggang Atlanta. Betapa besarnya kerinduan yang terpendam dalam diri mereka satu sama lain. Meskipun tidak ada kata-kata yang terlontar, tetapi Atlanta dan Dylan tahu betul bagaimana perasaan pasangannya yang sesungguhnya. “Aku merindukanmu dengan buruk. Sangat merindukanmu,” bisik Dylan begitu pangutan mereka berakhir. Atlanta mengulum senyum dan menundukkan kepala. Tak berani menatap Dylan sebagai seorang suami setelah apa yang ia lalui selama ini. “Maafkan aku. Sebenarnya aku—” “Aku tahu, aku tahu jika kau sebenarnya melakukan in
CHAPTER 146 Atlanta membaca satu persatu kertas tersebut. Pembunuhan, perampokan, sabotase, spionase Industri, penyerangan siber, dan penipuan. Lengkap sekali. “Kenapa sejak awal kalian tidak menunjukkan ku semua bukti ini? Jika sejak awal aku melihat ini, bukankah akan lebih cepat selesai?” Atlanta berdecak kagum membaca buku kasus dalam rentang tiga belas tahun yang mengarah kepada namanya, Leona. “Ini lebih buruk dari buku kasusku ketika masih SMU dulu,” komentar Atlanta. Atlanta memisahkan tumpukan dokumen bukti-bukti sesuai jenisnya. Pertama, Atlanta menyingkirkan tumpukan dokumen mengenai kasus pembunuhan. “Aku juga baru tahu jika sidik jariku pernah ada di bukti-bukti pembunuhan. Pasti selama sepuluh tahun terakhir, kalian kehilangan jalan untuk menyelesaikan kasus bukan karena bukti selalu mengarah kepada orang yang sudah meninggal. Menemukan sidik jari yang tidak ada pemiliknya. Tapi aku yakin jika sidik jarik
“Kau terlambat lima belas menit. Tidak ada waktu. Letakkan saja barang milik Leona di sini dan pergi dari sini,” pinta Lay dingin, tanpa menatap Dylan. “Apa?” Dylan mundur satu langkah, menyadari ada sesuatu yang janggal. Lay berbalik badan, melayangkan tatapan meremehkan kepada Dylan. “Aku pikir kau setampan dewa hingga Leona rela menjadi orang normal ketika menikah denganmu. Ternyata kau tidak sehebat yang aku bayangkan.” “Letakkan saja barang Leona disini. Aku akan membereskannya,” sambung Dylan. Dylan menaikkan alisnya sebelah. “Setidaknya kita harus berkenalan terlebih dahulu bukan? Aku rasa kita memerlukan sedikit formalitas.” Lay memasang kaca mata hitam. “Untuk apa? Bukannya aku sudah mengenalmu?” Dylan tersenyum miring dan melemparkan ransel hitam ke arah Lay. “Itu yang kau inginkan? Ransel Atlanta? Kau memintanya secara paksa seakan ini berisi harta karun,” Ketika Lay menunduk, Dylan menodongkan pistol ke arah Lay. Be
Dylan membuka video terakhir, video yang belum lama di ambil. Tepat hari jadi kedua tahun pernikahan mereka.“Hari ini adalah hari jadi tahun kedua pernikahan kita. Aku tidak menyangka jika pernikahan kita masih bertahan.”Di dalam video itu Atlanta tampil anggun menggunakan gaun putih pendek. Rambutnya yang penjang di sanggul dan membiarkan anak rambut menjuntai. Video ini diambil sebelum mereka makan malam.“Sayang, Atlanta, manis, cantik, kenapa aku sangat menyukai setiap panggilan itu setelah menikah denganmu? Setiap kali kau memanggilku ‘sayang’ atau ‘Atlanta’, aku sangat menyukainya hingga ingin melupakan namaku asliku.” Sejak detik pertama, di video terakhir ini Atlanta tersenyum sendu. Tidak ada lagi senyuman ceria yang ia pancarkan.“Mungkin, ini akan menjadi video terakhir yang aku rekam untukmu. Aku tahu jika Interpol mulai menyelidikiku. Untuk kali ini aku akan
“Apakah aku di masa depan sudah ketahuan?”Atlanta tampil menawan menggunakan gaun pernikahan. Sudah jelas jika video ini telah di rekam lebih dari dua tahun yang lalu.“Hari ini adalah hari pernikahanku. Aku kira aku tidak akan menikah seumur hidup, ternyata aku masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan pangeran berkuda putih dalam hidupku.”Walau Atlanta terus mengatakan hal negatif, tapi senyuman manis yang menunjukkan kebahagiaan terus Atlanta tunjukkan sejak detik pertama video di mulai.“Jika video ini telah sampai kepada suamiku, artinya sesuatu yang buruk telah terjadi kepadaku.”Rupanya, Atlanta sudah mengetahui jika hari seperti ini akan mendatangi kehidupan pernikahan mereka yang damai. Atlanta sudah mempersiapkan diri sejak memutuskan menikah dengannya.“Ah, kau pasti tidak mengenal siapa aku. Tujuanku membuat video ini supaya kau lebih mengenal diriku.
“Sudah aku bilang aku bukan Atlanta. Leona bukanlah istrimu.”Dylan mencengkram bahu Atlanta, menatap mata Atlanta lekat-lekat. Mata Dylan sudah berkaca-kaca. Mencari sisa-sisa ketulusan dari pernikahan mereka.“Jika itu benar, tatap mataku.”Atlanta masih tidak bergeming dan tidak kuasa untuk menatap Dylan saat ini.“TATAP AKU ATLANTA!” Dylan mulai frustasi.“Tatap mataku dan katakan hal itu sekali lagi jika kau memang bersungguh-sungguh,” pinta Dylan.Perlahan, Atlanta memberanikan diri menatap mata Dylan. Sorot mata Dylan masih menunjukkan kehangatan sebagai seorang suami sekaligus tempatnya berpulang.Atlanta tidak bisa menyingkirkan suaminya sendiri dari hidupnya. Atlanta juga tidak ingin meninggalkan tempatnya berpulang. Tapi apa boleh buat? Atlanta tidak ingin menarik Dylan dalam bahaya lebih lanjut lagi.“Aku…” sesaat Atlanta lupa bagaimana caranya berna
“Zunaira, bukankah kau harus duduk di sini bersamaku untuk bercerita? Bagaimanapun kau juga terlibat secara langsung dalam kematian Lila. Kau harus menjelaskan kronologis bagaimana sahabat tersayangmu yang menjadi selingkuhan kekasihmu itu bisa tewas mengenaskan. Sepertinya kita harus bernostalgia bersama.”Johnny dan Orion sontak menatap Zunaira penuh tanda tanya. Zunaira berdeham dan menyalakan alat pengeras suara yang terhubung langsung dengan ruang introgasi.“Apa maksudmu Leona? Apa yang kau bicarakan?”Zunaira berusaha menahan amarahnya. Melihat raut wajah menyebalkan Atlanta selalu berhasil memancing amarah Zunaira. Sama seperti pertemanan mereka sepuluh tahun yang lalu.Atlanta mengerutkan dahi, pura-pura kebingungan. “Kenapa kau menanyaiku kembali? Aku mempunyai bukti yang konkret mengenai hubungan kalian. Datanglah kemari dan duduk bersamaku untuk membuktikan jika kau ingin membuktikan bahwa dirimu adalah manusia ta