Sesampainya di apartemen, Atlanta langsung mematikan total ponselnya dan pergi tidur setelah mandi. Sementara Dylan masih duduk di ruang tengah, sibuk berkutat dengan pikiran di ruang tengah.
“Atlanta pemilik hotel itu? Sungguh? Kenapa aku bisa tidak tahu? Selama ini Atlanta tak pernah terlihat sibuk di hadapanku.”
Belum puas, Dylan mengambil laptop pribadinya dan mengetik nama hotel ‘Luxirious’ di kolom pencaharian. Anehnya Dylan hanya menemukan berita pembukaan dan diskon besar-besaran dalam rangka penyambutan. Tak menemukan nama dari pemilik hotel ini ataupun dari anak perusahaan apa.
“Kenapa tidak ada informasi perusahaan lain yang terikat dengan hotel ini ataupun nama dari pemilik hotel?”
Secara kesimpulan, Dylan tak bisa menemukan informasi sesuai yang ia cari.
“Bukankah itu hotel bintang lima? Kenapa aku tidak bisa menemukan informasi lain? Aku juga tak pernah melihat Atlanta sibuk mengurus bisnis.”
Diliriknya jam dinding yang s
Kevin dan Sarah menuruni anak tangga dengan perasaan riang karena mereka tak perlu bekerja lembur hari ini dan bisa pulang tepat waktu. Posisi gedung kedutaan besar yang harus menaiki anak tangga dari tempat parkir ke gedung, bisa membuat semua orang melihat dengan jelas siapa saja yang masuk dan keluar gedung kedutaan melalui pintu utama. Melihat ada seorang pria yang tak lagi asing, refleks Kevin berpindah posisi di belakang Sarah. Menjadikan sekretaris cantiknya itu sebagai tameng pelindung. “Pak? Kau kenapa bersembunyi? Apakah kau tidak malu bersembunyi di balik punggungku?” omel Sarah. Kevin berdecak. “Berpihak padaku sebentar Sarah. Kau tidak lihat jika ada penampakan.” Dahi Sarah mengerut. “Penampakan?” Pandangan Sarah mengikuti arah pandang Kevin saat ini. Di posisi jam tujuh, Sarah bisa melihat ada kehadiran Dylan yang sedang berdiri menyandar pintu mobil. Dylan menggunakan kacamata dan melipatkan kedua tangannya di depan dada.
Malam ini Dylan membawa Atlanta menuju rumah Veronica. Padahal Atlanta dan Dylan sudah menikah lebih dari setahun, tapi ini adalah pertama kalinya Atlanta mengunjungi tempat tinggal masa kecil Dylan. Rumah lantai dua, cukup luas, tapi tak sebesar rumah keluarga Adams.“Sayang, aku baru sadar jika ini adalah pertama kalinya kemari. Apakah aku akan di cap sebagai menantu yang buruk?” tanya Atlanta.Dylan tersenyum geli dan menepuk pelan punggung tangan Atlanta yang berada di sikutnya. “Tidak mungkin. Ibuku juga sama sibuknya sepertimu. Pasti tidak akan berpikir seperti itu.”“Aku gugup, ini adalah pertama kalinya aku merayakan ulang tahunku,” aku Atlanta.“Kalau begitu kau harus bersiap karena kita masih memiliki tahun-tahun berikutnya untuk di rayakan.”Atlanta tersenyum saat Dylan membawanya menginjak lantai kediaman Jordan. Rumah masa kecil Dylan menunjukkan kehangatan ketika Atlanta masuk ke dalam.
Acara ulang tahun belum selesai, Dylan sedang membantu Veronica membereskan piring-piring di dapur. Sementara Atlanta di larang membantu Veronica karena Atlanta adalah bintang acara malam ini, dan untuk Samuel sendiri memang tak berniat membantu.“Aku harus mengakui kemampuan aktingmu. Bagaimana bisa kau berpura-pura di saat ini bukan ulang tahunmu?” cibir Samuel.Saat ini mereka berdua berada di ayunan halaman belakang rumah sehingga bisa berbicara secara leluasa.“Berhenti membicarakannya,” tegur Atlanta. Takut jika ada yang mendengar perbincangan mereka.“Apakah ini sungguh racun?” tanya Atlanta. Ia sungguh penasaran jika belum bisa membuktikannya sendiri.“Aku membuatnya sendiri. Batas di gunakan hanya tiga kali, jadi manfaatkan secara baik-baik. Kau bisa mencobanya ke dirimu sendiri jika memang sepenasaran itu.”“Reaksi apa yang akan bisa ditimbulkan jika aku menancapkan ujung
Beberapa bulan kemudian . . . “Sayang, aku mau memberitahumu jika aku sudah berhenti magang di kedutaan.” Atlanta menuangkan susu ke dalam mangkuk sereal. Menjepitkan ponsel diantra telinga dan pundaknya. Sudah sebulan Dylan tak pulang ke rumah karena sibuk bekerja. Sebenarnya ada kasus panjang yang harus Dylan selesaikan, tapi ia memberitahu Atlanta jika jam penerbangannya sedang mengalami gangguan. Untuk menebus rasa bersalahnya tak bisa pulang ke rumah, Dylan menjadi lebih sering menghubungi Atlanta. “Sungguh? Kau sudah keluar?” Dylan sedikit terkejut. Ternyata Atlanta menepati ucapannya. Atlanta bergumam. “Hmm. Hanya setengah tahun saja aku menghabiskan waktu di kedutaan.” “Kenapa kau memutuskan keluar secepat itu? Siapa tahu kau bisa menjadi pegawai tetap mereka.” Dari yang Dylan dengar dari Sarah, performa kerja Atlanta di tempat kerja sangat bagus. Sungguh di sayangkan jika Atlanta kel
Atlanta mulai terjun ke dalam laut seraya membawa botol besar yang berisi bensin. Kini Atlanta akan beraksi setelah Lay dan beberapa anak buah Hilton lainnya memberikan kode. Dikarenakan tugas Atlanta kali ini hanyalah menghilangkan barang bukti. Kepala Atlanta sedikit di munculkan ke permukaan air, lalu membuka alat oksigen yang menutup mulutnya. “Kenapa kapalnya tak kunjung datang? Astaga, Valeria benar. Suhu air laut malam ini sangat dingin. Aku seperti berendam di dalam air es.” Mulai mendengar suara sirine kapal, Atlanta kembali menyelam ke dalam laut dan bersembunyi di pinggir. Atlanta dengan sabar menunggu kedatangan kapal pengiriman barang di dalam air yang dingin. Perlu waktu hampir satu jam di dalam air untuk menunggu kapal tersebut terparkir secara sempurna dan membuka pintu utama. Atlanta berenang mendekati pintu kapal. Bersembunyi di bawah jembatan. Atlanta belum melihat tanda-tanda kedatangan Lay dan anak buah lainnya. Dalam hati
Dylan sengaja tidak memberitahu Atlanta bahwa dirinya akan langsung pergi membeli oleh-oleh sebelum pergi ke bandara untuk kembali ke kampung halaman. Dikarenakan Dylan sudah tahu jika Atlanta telah menyelesaikan pekerjaannya di kedutaan besar, Dylan sengaja merahasiakan hal ini dari Atlanta. Berencana memberikan Atlanta kejutan. Sesampainya di apartemen, Dylan menekan tombol bel pintu rumah. Sudah satu menit menunggu dan terus menekannya berulang kali, Dylan mengernyit bingung karena tak kunjung mendapatkan jawaban. “Apakah Athena sedang pergi ke super market?” gumam Dylan. Dylan membuka pintu dan mendapati apartemennya sepi. Tak ada orang. “Atlanta?” Dylan mencari ke seluruh ruangan dan tak mendapatkan jejak Atlanta. Mencoba menghubungi Atlanta pun operator yang membalas bahwa ponsel Atlanta sedang tidak aktif. Ketika Dylan pergi ke kamar, Dylan menemukan ponsel Atlanta tergeletak di atas nakas sebelah ranjang. “Kemana Atlanta pergi
Atlanta tidak bisa melarikan diri di saat misinya belum tuntas. Semenjak pulang ke rumah, Dylan menjadi lebih protektif daripada biasanya. Bahkan jadwal Atlanta minum air pun sampai Dylan pantau. “Sayang, kau sudah minum?” Atlanta menghela napas. Sepertinya keputusan ia memberitahu Dylan bahwa kondisinya tak baik adalah keputusan yang salah. “Aku sudah minum.” Atlanta berusaha tetap sabar. “Minumlah lagi kalau begitu.” Atlanta mengambil gelas di atas nakas dan minum seteguk. “Kurang. Minum lagi.” “Kau—” “Minumlah,” ulang Dylan tegas. Atlanta minum hingga tersisa setengah gelas. Barulah Dylan tersenyum puas. “Kau mau makan malam apa?” tanya Dylan, sudah siap menggunakan celemek. “Aku mau bubur dengan campuran jamur dan daging.” Dahi Dylan mengernyit. “Kenapa kau rakus sekali?” “Ya sudah kalau kau tidak ingin membuatnya.” Atlanta mengercutkan bibirnya sebal. “Baiklah, baikla
Mata Dylan membulat sempurna melihat kapal mulai memunculkan api sebelum meledak besar. “Mobil ini sangat langka dan sangat mewah. Harganya sebesar 4,4 juta US dollar. Bugatti Chiron edisi terbatas, hanya ada dua puluh jenis yang di produksi di dunia ini. Bugatti Chiron Noire, setiap modelnya menampilkan serat karbon, gril unik, dan kaliper rem berwarna hitam. Tersedia dua varian: versi ‘Sportive’ dan edisi ‘Élégance’. Ini edisi elegance,” Dylan membuka suara setelah terbungkam cukup lama. Dylan meneguk salivanya dalam. “Pemilik mobil mewah itu adalah pelakunya, bukan?” “Bagaimana kau tahu tentang mobil ini hanya sekali lihat?” tanya Johnny. Tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. “Ini adalah mobil langka, sangat mudah untuk mengetahui jenisnya,” jawab Dylan. “Berikan aku salinan rekamannya. Aku akan pergi mengunjungi seseorang,” pinta Dylan terburu-buru. Juno segera memberikan sebuah diska lepas pada Dylan. “Zunaira, aku pin
Dylan meraba saku celana dan menemukan sebuah kuku palsu milik Atlanta ketika hendak menaruhnya ke dalam tumpukan pakaian kotor. “Kuku Atlanta?” Sejenak Dylan memperhatikan kuku palsu cantik tersebut dengan detail. Saat mengarahkannya ke arah sinar matahari, Dylan menyadari jika ada yang berbeda. “Ini bukan hiasan biasa. Ini chip. Manikur menanam chip.” Dlan bergegas untuk membuka data dalam chip tersebut. “Kapan Atlanta meninggalkan ini di dalam saku celanaku?” gumam Dylan. Mendapatkan info-info penting untuk menyelesaikan kasusu, Dylan mencetak informasi yang Atlanta tinggalkan untuknya. Ini sama seperti Atlanta meninggalkannya sebuah peta dengan keterangan rinci. Hal yang harus Dylan lakukan adala mengikuti semua ptunjuk yang telah Atlanta tinggalkan untuknya. “Pelaku pembunuhan hilton selama ini adalah Olivia? Ayah Olivia juga membunuh Ibu kandung Atlanta? Oliver selama ini menggunakan replika sidik jari Atlanta untuk menutupi jeja
Johnattan menggebrak pintu kantor Interpol. Ada Leondra membuntuti Johnattan. Tak lupa Johnattan membawa beberapa ajudannya. Johnattan datang ke kantor dengan penuh emosi setelah mendapati kabar darii Dylan apa yang terjadi dengan putri kesayangannya.“DIMANA ANAKKU?” bentak Johnattan.Ketika ada salah seorang anggota Interpol yang hendak menenangkan Johnattan, dengan cepat Johanattan menghempaskan tangan tersebut lalu memaksa untuk masuk.Langkah kaki Johnattan berhenti ketika melihat Dylan berdiri lesu. Hidung dan mata Dyan merah, menunjukkan Dylan telah nangis untuk waktu yang lama.“Apa yang terjadi dengan anakku? Aku tahu jika anaku pergi jauh untuk keluar dari orginasasi sialan itu, tapi bagaimana bisa Atlanta bunuh diri?” Johnattan mencengkram kemeja menantunya.Dylan sendiri diam saja. Perasaan Dylan sama hancurnya dengan Johnattan saat ini. Dylan tak bisa mengatakan apa-apa selain kata,“Maaf,” gu
Atlanta pergi keluar setelah selesai berpakaian menggunakan kaos milik suaminya. Ketika membuka pintu toilet, Atlanta dikejutkan dengan kehadiran Dylan. Sesaat Dylan dan Atlanta saling menatap tanpa kata-kata. Detik selanjutnya Atlanta menarik kerah seragam Dylan dan mencium bibirnya. Dylan yang awalnya terkejut pun perlahan menetralkan reaksinya sebelum membalas cumbuan itu. Tangan Dylan terangkat untuk merengkuh pinggang Atlanta. Betapa besarnya kerinduan yang terpendam dalam diri mereka satu sama lain. Meskipun tidak ada kata-kata yang terlontar, tetapi Atlanta dan Dylan tahu betul bagaimana perasaan pasangannya yang sesungguhnya. “Aku merindukanmu dengan buruk. Sangat merindukanmu,” bisik Dylan begitu pangutan mereka berakhir. Atlanta mengulum senyum dan menundukkan kepala. Tak berani menatap Dylan sebagai seorang suami setelah apa yang ia lalui selama ini. “Maafkan aku. Sebenarnya aku—” “Aku tahu, aku tahu jika kau sebenarnya melakukan in
CHAPTER 146 Atlanta membaca satu persatu kertas tersebut. Pembunuhan, perampokan, sabotase, spionase Industri, penyerangan siber, dan penipuan. Lengkap sekali. “Kenapa sejak awal kalian tidak menunjukkan ku semua bukti ini? Jika sejak awal aku melihat ini, bukankah akan lebih cepat selesai?” Atlanta berdecak kagum membaca buku kasus dalam rentang tiga belas tahun yang mengarah kepada namanya, Leona. “Ini lebih buruk dari buku kasusku ketika masih SMU dulu,” komentar Atlanta. Atlanta memisahkan tumpukan dokumen bukti-bukti sesuai jenisnya. Pertama, Atlanta menyingkirkan tumpukan dokumen mengenai kasus pembunuhan. “Aku juga baru tahu jika sidik jariku pernah ada di bukti-bukti pembunuhan. Pasti selama sepuluh tahun terakhir, kalian kehilangan jalan untuk menyelesaikan kasus bukan karena bukti selalu mengarah kepada orang yang sudah meninggal. Menemukan sidik jari yang tidak ada pemiliknya. Tapi aku yakin jika sidik jarik
“Kau terlambat lima belas menit. Tidak ada waktu. Letakkan saja barang milik Leona di sini dan pergi dari sini,” pinta Lay dingin, tanpa menatap Dylan. “Apa?” Dylan mundur satu langkah, menyadari ada sesuatu yang janggal. Lay berbalik badan, melayangkan tatapan meremehkan kepada Dylan. “Aku pikir kau setampan dewa hingga Leona rela menjadi orang normal ketika menikah denganmu. Ternyata kau tidak sehebat yang aku bayangkan.” “Letakkan saja barang Leona disini. Aku akan membereskannya,” sambung Dylan. Dylan menaikkan alisnya sebelah. “Setidaknya kita harus berkenalan terlebih dahulu bukan? Aku rasa kita memerlukan sedikit formalitas.” Lay memasang kaca mata hitam. “Untuk apa? Bukannya aku sudah mengenalmu?” Dylan tersenyum miring dan melemparkan ransel hitam ke arah Lay. “Itu yang kau inginkan? Ransel Atlanta? Kau memintanya secara paksa seakan ini berisi harta karun,” Ketika Lay menunduk, Dylan menodongkan pistol ke arah Lay. Be
Dylan membuka video terakhir, video yang belum lama di ambil. Tepat hari jadi kedua tahun pernikahan mereka.“Hari ini adalah hari jadi tahun kedua pernikahan kita. Aku tidak menyangka jika pernikahan kita masih bertahan.”Di dalam video itu Atlanta tampil anggun menggunakan gaun putih pendek. Rambutnya yang penjang di sanggul dan membiarkan anak rambut menjuntai. Video ini diambil sebelum mereka makan malam.“Sayang, Atlanta, manis, cantik, kenapa aku sangat menyukai setiap panggilan itu setelah menikah denganmu? Setiap kali kau memanggilku ‘sayang’ atau ‘Atlanta’, aku sangat menyukainya hingga ingin melupakan namaku asliku.” Sejak detik pertama, di video terakhir ini Atlanta tersenyum sendu. Tidak ada lagi senyuman ceria yang ia pancarkan.“Mungkin, ini akan menjadi video terakhir yang aku rekam untukmu. Aku tahu jika Interpol mulai menyelidikiku. Untuk kali ini aku akan
“Apakah aku di masa depan sudah ketahuan?”Atlanta tampil menawan menggunakan gaun pernikahan. Sudah jelas jika video ini telah di rekam lebih dari dua tahun yang lalu.“Hari ini adalah hari pernikahanku. Aku kira aku tidak akan menikah seumur hidup, ternyata aku masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan pangeran berkuda putih dalam hidupku.”Walau Atlanta terus mengatakan hal negatif, tapi senyuman manis yang menunjukkan kebahagiaan terus Atlanta tunjukkan sejak detik pertama video di mulai.“Jika video ini telah sampai kepada suamiku, artinya sesuatu yang buruk telah terjadi kepadaku.”Rupanya, Atlanta sudah mengetahui jika hari seperti ini akan mendatangi kehidupan pernikahan mereka yang damai. Atlanta sudah mempersiapkan diri sejak memutuskan menikah dengannya.“Ah, kau pasti tidak mengenal siapa aku. Tujuanku membuat video ini supaya kau lebih mengenal diriku.
“Sudah aku bilang aku bukan Atlanta. Leona bukanlah istrimu.”Dylan mencengkram bahu Atlanta, menatap mata Atlanta lekat-lekat. Mata Dylan sudah berkaca-kaca. Mencari sisa-sisa ketulusan dari pernikahan mereka.“Jika itu benar, tatap mataku.”Atlanta masih tidak bergeming dan tidak kuasa untuk menatap Dylan saat ini.“TATAP AKU ATLANTA!” Dylan mulai frustasi.“Tatap mataku dan katakan hal itu sekali lagi jika kau memang bersungguh-sungguh,” pinta Dylan.Perlahan, Atlanta memberanikan diri menatap mata Dylan. Sorot mata Dylan masih menunjukkan kehangatan sebagai seorang suami sekaligus tempatnya berpulang.Atlanta tidak bisa menyingkirkan suaminya sendiri dari hidupnya. Atlanta juga tidak ingin meninggalkan tempatnya berpulang. Tapi apa boleh buat? Atlanta tidak ingin menarik Dylan dalam bahaya lebih lanjut lagi.“Aku…” sesaat Atlanta lupa bagaimana caranya berna
“Zunaira, bukankah kau harus duduk di sini bersamaku untuk bercerita? Bagaimanapun kau juga terlibat secara langsung dalam kematian Lila. Kau harus menjelaskan kronologis bagaimana sahabat tersayangmu yang menjadi selingkuhan kekasihmu itu bisa tewas mengenaskan. Sepertinya kita harus bernostalgia bersama.”Johnny dan Orion sontak menatap Zunaira penuh tanda tanya. Zunaira berdeham dan menyalakan alat pengeras suara yang terhubung langsung dengan ruang introgasi.“Apa maksudmu Leona? Apa yang kau bicarakan?”Zunaira berusaha menahan amarahnya. Melihat raut wajah menyebalkan Atlanta selalu berhasil memancing amarah Zunaira. Sama seperti pertemanan mereka sepuluh tahun yang lalu.Atlanta mengerutkan dahi, pura-pura kebingungan. “Kenapa kau menanyaiku kembali? Aku mempunyai bukti yang konkret mengenai hubungan kalian. Datanglah kemari dan duduk bersamaku untuk membuktikan jika kau ingin membuktikan bahwa dirimu adalah manusia ta