Hubungan Jo dengan Ezra pun membaik, sekalipun Ezra belum sepenuhnya menerima keberadaan Jendra yang kini selalu berada di sekitar Jo. Namun, tetap tak bisa dipungkiri, bahwa Jo hanya menganggapnya sebagai kakak dan sahabat, tak pernah lebih. Ezra hargai itu, dan kini ia mencoba untuk benar-benar menerima kenyataan yang sedikit melukainya. Namun, hal yang paling menyakitinya adalah ketika melihat Jo takut padanya.
Akhir pekan ini, Jendra yang mengajaknya untuk kencan dengan rencana yang Jendra buat. Pagi jam 8, Jendra menjemput Jo dengan mobil milik Fiona. Kebetulan, Fiona sedang dinas ke Bandung bersama rekan dokternya, sehingga mobil sengaja ditinggal. Sama seperti yang Jo lakukan, Jendra sama sekali tidak memberitahukan tujuan pertama mereka.
Jo hanya duduk manis dan melihat pemandangan jalan kota Jakarta, sesekali mengajak Jendra berbicara, sesekali diam dan bernyanyi dengan suaranya yang membuat Jendra terk
Bohong kalau Jo tidak takut. Bahkan, ia hampir tidak fokus saat melaksanakan salatnya. Meski Jendra sudah berkali-kali mengeluarkan kalimat penenang, bahkan sampai memeluknya dan mengelus punggungnya, Jo tetap tak merasa tenang. Mungkin ini efek penyakit mematikannya itu, membuat pikirannya sulit dikendalikan dari rasa cemas dan takut.April telah berdiri di samping mushola itu. Ia mengulas senyum lembutnya dengan tatapan yang penuh dusta. Tidak ada Jendra di sana, ia sengaja menunggu di depan mushola. Namun, bukan berarti ia akan membiarkan Jo berdua saja dengan kakak perempuan tirinya itu yang ia tahu pernah melakukan hal-hal tak terduga.Tak lama semenjak Jo resmi bergabung sebagai keluarga Chakraditya, April pernah sengaja datang ke Jakarta dari Tasikmalaya hanya untuk membuat Jo hampir mati tertabrak. Pernah juga April datang untuk menculik Jo dan membunuhnya. Tapi, semua itu gagal dilakukan karena memang J
Pantai Timur Ancol, sebuah hamparan pantai coklat di timur Ancol yang memang banyak dikunjungi pengunjung untuk menikmati matahari terbenam. Bukan hanya Jo dan Jendra, tapi banyak juga pasangan kekasih dan keluarga yang duduk di tepi pantai untuk menikmati matahari terbenam hari ini.Jo memang baru bangun jam 4 sore setelah susah payah mencoba tidur untuk melupakan rasa sakit terhadap penyakit maupun sakit hati oleh sikap April. Jendra sengaja tidak tidur demi memastikan Jo masih bernapas. Ia selalu takut ketika harus melihat Jo memejamkan mata. Ia takut kekasihnya pergi sebelum berpamitan. Jujur, ia tak akan pernah siap untuk ditinggal kekasihnya menemui ayahnya di sana. Namun, ia tak pernah bisa membantah rencana Tuhan. Tuhan selalu tahu yang terbaik untuk umatnya. Dan, ia percaya, mereka yang baik akan dipanggil lebih dulu agar tidak terlalu lama menderita oleh kejamnya kehidupan.Jendra ternyata membawa tika
Hazell dan Oliver sudah siap dengan sebuah tas tak begitu besar untuk menaruh pakaian ganti dan keperluan lainnya. Ia sudah duduk di ruang tamu dengan pintu utama rumah dibiarkan terbuka, sementara mobil di luar sedang dipanaskan. Kini, hanya perlu menunggu Jo sebelum mereka berangkat ke Bandung pagi ini. Besok, adalah hari peringatan pernikahan Rendyka dan Jully yang ke-30.Sebenarnya, mereka tidak ingin berangkat terburu-buru. Mereka pun membiarkan Jo bersiap-siap lebih lama. Ia tahu bahwa hal ini adalah hal berat untuk Jo tiap tahunnya. Jika tahun-tahun sebelumnya mereka tak tahu, kini mereka sudah tahu bagaimana hubungan Jo dengan Rendyka. Sebelumnya, mereka tahu bahwa hubungan Jo dan ayah mereka baik-baik saja meski awalnya sempat sulit. Tapi, saat Jo sakit, barulah mereka mengetahuinya. Sebenarnya, Hazell dan Oliver pun enggan ke Bandung, tapi mereka tak bisa menolak ajakan Jo yang tampaknya cukup semangat untuk ke Bandung, bahkan tiap tahunnya untuk acara-aca
Spesial hari ulang tahun pernikahan Rendyka dan June tahun ini, mereka berdua memakai warna pakaian yang sama, yaitu brukat abu muda untuk June dan kain batik hitam untuk bawahannya, dan kemeja batik dengan motif sama untuk Rendyka dengan bawahan celana putih. Sementara, Hazell dan Oliver memakai kemeja abu muda dan celana hitam, sedangkan Jo memakai kemeja hitam dan rok berwarna abu muda. Tentu saja kompak, untuk memperlihatkan keharmonisan keluarga Chakraditya.Pesta tersebut dirayakan di sebuah hotel bintang lima di Bandung. Temanya adalah garden party, di mana mereka menyewa sebuah restoran yang terhubung dengan taman dan kolam renang. Sudah seperti acara-acara keluarga kaya raya yang mewah. Nuansa tempat pun dibuat sama, yaitu putih dan abu. Entah atas dasar apa, tapi setiap tahunnya selalu memakai tema yang berbeda.Jam menunjukkan pukul 19.00 saat acara dibuka. Rendyka sengaja menjadikan asisten pribadinya, Gading, sebagai pembawa acara sekal
Sebenarnya, Opa Jun dan Jo tidak banyak melakukan perbincangan. Sementara Hazell dan Oliver berkeliling untuk ikut dengan Rendyka yang memperkenalkan mereka dengan beberapa tamu undangan. Sementara June berkeliling untuk menyapa para istri tamu undangan. Sesekali memang ada yang mendatangi meja untuk menyapa Opa Jun dan Jo, tapi hanya beberapa saat sebelum mereka berdua kembali dalam keheningan.Mereka sudah membicarakan tentang sekolah Jo, tentang pertemanan Jo, bahkan membicarakan Jendra yang merupakan pacar Jo. Opa Jun juga banyak bercerita tentang Jerman, tentang tempat wisatanya, maupun makanan enak di sana. Tentu saja Jo senang mendengarnya, dan berkali-kali ia berharap bisa ke Jerman. Namun, ia kembali harus menghapus harapan itu. Ia tak mungkin punya waktu untuk bersenang-senang di Jerman, sementara masalah di sini belum ia selesaikan. Ia tak mau pergi meninggalkan masalah. Ia tak mau menjadi hantu gentayangan yang merasa masih terikat dengan Bumi dan kehidu
Bohong jika June tidak tahu apa-apa. Ia bukan istri ataupun wanita yang bisa berdiam diri saat merasa perasaannya tidak tenang. Sejak awal ia menerima Jo dalam keluarganya, ia mencoba untuk bersikap biasa saja, termasuk bersikap pura-pura tidak tahu apa yang selama ini Jo alami dan bagaimana hubungan Jo dengan suaminya. Ia hanya diam dan mencoba menunggu sampai tiba waktu untuk dirinya memukul Rendyka. Selama ini ia diam karena Rendyka tidak pernah bermain fisik ataupun bersikap kasar pada Jo. Kali ini, ia tak bisa tinggal diam.June punya banyak koneksi dari kepolisian, mengingat ia dulu seorang psikolog dan sempat menggeluti psikologi kriminal. Sampai saat ini pun ia masih sering diajak berdiskusi oleh Hazell atau rekan-rekan polisinya. Berkat itu, ia berhasil mengumpulkan banyak informasi tentang Rendyka dan Jo. Termasuk tentang satu kenyataan yang membuatnya semakin sulit menahan diri. Bukan hanya tentang Jo, tapi tentang hal yang awalnya ia pikir telah berakhir
Sehari setelah Jo sadar, ia dikirim ke Jakarta dengan ambulans yang dikirimkan Hazell. June ikut bersamanya di dalam ambulans selama perjalanan. Dan, sejak hari itu, Jo tak punya bahan percakapan dengan June. Rasa bersalahnya karena merahasiakan penyakitnya hingga membuat June pingsan membuat dirinya seakan segan untuk memulai percakapan.Hazell memaksa June untuk pulang ke rumah mereka hari itu. Hazell dan Oliver khawatir melihat June yang terlihat sangat kurang istirahat dan nafsu makannya menurun, sekalipun June berhasil menipu semua itu dengan sikapnya yang tetap tenang seperti biasa. Sebenarnya, Hazell dan Oliver tidak sadar, tapi Jo yang memberitahu dan meminta mereka untuk membawa June pulang.Hari ini adalah hari kedua Jo dirawat di Jakarta, di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Ia sedang duduk di atas kasur kamar VIP-nya, di temani oleh Aisyah yang kenetulan hari itu adalah jadwalnya libur. Sebenarnya, Jo ingin di kamar rawat yang ada temannya, t
Sejak kejang itu, kondisi Jo memang membaik, tapi ia belum diperbolehkan pulang, karena beberapa gejala mengkhawatirkan lainnya datang bertubi-tubi. Berawal dari tak bisa digerakkannya kedua tungkainya, kemudian lanjut dengan melemahnya otot wajah, hingga hilangnya ingatan-ingatan selama beberapa saat. Tentu saja semua sangat khawatir dengan Jo. Umur Jo seakan memendek hingga tersisa sebulan.Akhir pekan ini, banyak yang bisa datang untuk menjenguknya. Namun, Jo melarang Hazell, Oliver, hingga June untuk datang menemaninya di pagi hingga siang hari. Alasannya tentu sangat penting, karena ini merupakan keputusan Jo yang sangat berat baginya. Ezra dan Eva. Tapi, ia tak akan sendirian. Akan ada Jendra yang menemaninya, menguatkannya.JoEva, Ezra.Sebelumnya aku minta maaf.Tapi, ada yang mau aku jelasin.Apa kalian bisa datang?EvaDi mana?EzraNgapain minta maaf?
Dulu, bagi Jo, nggak ada musim semi. Adanya musim dingin terus, sampai Jo nggak bisa gemuk karena lemak Jo dipake buat menghangatkan tubuh Jo.Walaupun nggak sampai setengah waktu Jo di musim dingin, akhirnya Jo ngerasain musim semi.Makasih buat:1. Papa yang udah ajarin Jo arti hidup2. Ayah yang udah ajarin Jo arti memaafkan3. Ibu yang udah ajarain Jo arti keadilan4. Kak Zell yang udah ajarin Jo arti kejujuran5. Kak Olv yang udah ajarin Jo arti persaudaraan6. Eva yang udah ajarin Jo arti persahabatan7. Ezra yang udah jagain Jo dari dulu, itu berarti banget buat Jo8. My first and last love, Jendra, yang udah ajarin Jo cinta dan kasih sayangNggak banyak yang bisa Jo sampaikan, soalnya Jo nggak kuat ngomong banyak. Ini aja udah take kesekian sampai bener-bener selesai. Jadi, maaf kalau rekaman suaranya putus-putus.Jo udah siapin kenang-kenangan buat kalian semua. Na
Jendra menggenggam tangan Jo yang terbebas dari infus, namun di jari telunjuknya tersemat pulse oxymeter yang terhubung ke monitor pasien untuk memastikan saturasi oksigen.Jo sudah sadar, tapi saat Jendra masuk, Jo kembali memejamkan mata. Kini, sudah 15 menit Jendra hanya memandangi Jo yang terlelap. Terdapat memar di pipi Jo. Meski terhalang oleh masker oksigen, tapi memar itu terlihat sangat jelas. Jendra mengelus pelan pipi itu. Tampaknya sangat menyakitkan. Amarah menggemuruh di dadanya. Kalau Rendyka bukan ayahnya Jo, Jendra pasti akan mencekik Rendyka sampai mati."Jen... mual..."Jendra terlonjak dan berdiri tiba-tiba. Ia berlari ke kamar mandi untuk mengambil baskom untuk mandi. Ia kembali dan sudah melihat Ara terduduk dengan membungkuk sambil menutup mulutnya, membiarkan masker oksigen menggantung di lehernya. Jendra langsung menyelipkan ember itu di atas pangkuan Jo, membiarkan kekasihnya memuntahkan isi lambungny
Membunuh adalah tindakan dengan konsekuensi besar. Ia mati-matian memaki dan menghina Adianto karena membunuh istrinya sendiri akibat stres karena dirinya telah membuat Adianto menderita. Dan kini, tanpa ia sadari, ia membunuh anak kandungnya sendiri. Ia sadar anaknya sekarat, tapi ia tak benar-benar serius akan membunuh anaknya. Yang ia inginkan hanyalah keputusan istri dan anak pertamanya untuk menarik tuntutan dengan mempertaruhkan anak perempuan hasil hubungan ilegalnya.Nafas Jo hilang dan timbul dengan jarak yang sangat panjang, bukan lagi Senin-Kamis, tapi sudah seperti dari Senin ke Senin. Pucat pasi di wajah, bahkan tangan yang terluka akibat jarum infus yang dilepas paksa itu sudah seputih mayat. Kepalanya terkulai ke depan, seiring dengan tubuhnya yang ikut jatuh ke depan. Kalau tidak terikat pada kursi, tubuh itu pasti sudah jatuh ke lantai."C-Cek nadinya!" titah Rendyka.Beberapa anak buahnya tampak ragu, bahkan
Perlahan, kondisi Jo mengalami perkembangan baik. Tidak, bukan berarti ia telah sembuh. Nafsu makannya perlahan kembali, ia mulai mencoba untuk berjalan dan menggunakan kedua tangannya dengan lebih aktif, daya ingatnya yang masih baik, dan tentunya adalah semangat untuk terus bertahan sekali lagi sebelum Mawar mengajaknya.Jo telah berhenti sekolah, sudah resmi. Tapi, setiap harinya pasti akan ada teman sekelas yang datang untuk menjenguk secara bergantian, tentu saja selain Eva, Ezra, dan Jendra. Jangan tanyakan mereka. Mereka akan datang kapanpun sesuka hati mereka, seakan rumah sakit sudah seperti rumah Jo yang bisa seenaknya mereka datangi tanpa izin.Sudah berlalu lima hari semenjak Jo sadar dari komanya. Siang ini, tak ada yang menemani Jo. Bukan berarti ia ditinggalkan. Ia yang memaksa semua orang untuk tidak menemaninya siang itu. Pun, takdir nyatanya memberi izin atas keinginan Jo. Hazell dan June pergi mengurus persidangan kedua yang masih
Jendra sedang duduk di kursi sebelah brangkar sambil mengupas jeruk yang dibawa teman-teman sekelasnya. Ia ingat Jo suka sekali dengan jeruk, terutama aromanya. Selama ia menemani Jo di kamar rawat ini, ia selalu memakan sebuah jeruk di sebelah Jo. Ia berharap itu bisa merangsang Jo untuk sadar. Meski sudah 10 hari ia mencoba dan Jo tak kunjung sadar, ia tetap mencoba. Ia tahu babwa kekasihnya itu akan bangun. Masih terlalu cepat bagi Jo untuk pergi selamanya.Beberapa menit lalu, teman-teman sekelasnya berpamitan untuk pulang. Hari masih cukup sore, masih jam 5. Seharusnya Oliver sudah datang, tapi entah di mana dan tak ada kabar. Sementara, June dan Hazell masih mengurus persidangan ketiga. Sidang kedua beberapa hari lalu tak bisa berlangsung sempurna, karena Rendyka belum bisa ditemukan. Waktu untuk menemani Jo pun berkurang, namun hal ini menjadi keuntungan bagi Jendra untuk berada di samping Jo lebih lama lagi."Bunda..."Jendr
Waktu bagi Jo seakan telah berhenti. Mata itu tidak pernah terbuka selama 5 hari ini. Entahlah. Tuhan mungkin sudah memberi kode, tapi umat-Nya mencoba untuk mempertahankan Jo hingga saat ini. Meski bertahan hidup dengan alat ventilator yang memberinya kesan mengenaskan, namun Jo seakan paham bahwa orang-orang disekitarnya menginginkannya untuk bertahan lebih lama, meski ia harus beristirahat cukup lama kali ini.Sementara itu, kehidupan terus berjalan seakan tak terpengaruh oleh ketidakhadiran Jo. Tidak, itu hanya untuk mereka yang tak menaruh banyak porsi keberadaan Jo di hati mereka. Bagi Jendra, Ezra, dan Eva, keberadaan Jo sudah melebihi setengah luas hati mereka. Hal tersebut pun begitu terasa di kelas. Teman-teman sekelas seakan bisa merasakan kekosongan dan kehampaan Jendra, Ezra, dan Eva. Mereka tahu bagaimana dekatnya hubungan mereka dengan Jo.Awalnya, pihak sekolah memang merahasiakan perihal kondisi Jo. Namun, June, Hazell, dan Oliver p
Kondisi Jo tidak mengalami peningkatan. Alih-alih June dan Hazell mengizinkannya menemui Rendyka, Jo berkali-kali mengalami mimisan, muntah, demam, hingga kejang. Sudah seminggu, namun tak ada perkembangan yang 'sedikit' membaik. Bahkan, meski Jo terus meminta June dan Hazell untuk mengizinkannya bertemu Rendyka, tapi janji tetap tak bisa Jo penuhi.Semakin Jo berusaha untuk membaik secepatnya, semakin ia tak yakin bahwa kondisinya akan membaik sebelum persidangan kedua dilangsunkan, yaitu dua minggu setelah persidangan pertama. Nyatanya, waktu Jo hanya tersisa tiga minggu dari prediksi. Ia semakin yakin bahwa ia memang tak punya kesempatan untuk berdamai dengan Rendyka, seperti yang ia lakukan pada Jully.Semalam, Jo mengalami kejang dan mimisan. Hingga pagi ini, suhu tubuh Jo masih berada di angka 39⁰C, belum menunjukkan tanda-tanda akan turun meski sudah diberi obat menurunkan demamnya. Tubuhnya semakin kurus, semakin terlihat lemah, semaki
Malam itu, kondisi Jo menurun secara mendadak dan tiba-tiba. Malam di hari persidangan pertama. Sikap aneh Jo saat sidang hingga saat mereka pergi makan bersama, tak dianggap serius oleh yang lain. Mereka hanya berpikir bahwa sikap Jo yang kekanakkan itu adalah hal biasa pada gejala penyakit mematikannya. Mereka tak sampai berpikir bahwa senyum yang Jo tunjukkan seharian itu adalah pengingat bahwa waktu Jo memang tidak banyak lagi.Sudah dua bulan berlalu semenjak Jo didiagnosis menderita Glioma Brainstem. Sejak saat itu, memang tak sering Jo mengeluh, bahkan hampir tidak pernah. Jo bersikap biasa, seakan ia baik-baik saja, seakan ia tidak sakit. Tapi, nyatanya, ia benar-benar menderita tanpa ingin membuat orang-orang disekitarnya khawatir.Malam itu, saat ia baru saja pulang setelah bersenang-senang dan makan-makan, begitu kakinya menyentuh teras rumah, tubuhnya jatuh seakan tak bertulang. Debuman keras benturan tubuh dan kepalanya pada lantai tera
Keberadaan Ferdy tidak bisa dijangkau oleh Jo, sehingga Jo hanya mengirimkan sebuah amplop berisikan dua lembar surat yang ia tulis dengan tangannya yang mulai sering mengalami kelumpuhan sementara. Bersyukur Ferdy tidak merahasiakan kepindahannya ke daerah Jawa Timur. Meski sudah dua hari Jo mengirimkan surat itu, ia tak berharap Ferdy membalas suratnya. Asalkan suratnya sudah diterima, selanjutnya akan menjadi keputusan Ferdy untuk membacanya atau membuangnya.Tepat sehari setelah Jo menemui Jully, tiga polisi datang dengan membawa surat panggilan untuk Jully. Tanpa penolakan, Jully menerima panggilan itu. Dan, di sinilah Jully, seminggu kemudian, duduk di tengah-tengah ruang sidang, didampingi pengacara yang menawarkan diri untuk membantunya. Bukan membantu untuk memenangkan persidangan, melainkan membantunya untuk melewati persidangan dan mendapatkan hukuman yang adil untuk semua tindakannya.Jika kalian berpikir Jo tidak datang, itu salah. Jo s