Gerimis turun ditengah malam, Leonardo memasuki kamar dengan langkah yang hati-hati. Dilihatnya Rosea yang kini tengah meringkuk tidur dengan gaun yang masih terkoyak.Leonardo menarik napasnya dengan berat, dia merasa bersalah karena kemarahannya yang tidak terkendali sudah menyakiti Rosea lagi.Leonardo mendekat ke sisi ranjang, ditangannya terdapat sebuah sebuah buku kesukaan Rosea dan sebuah tablet yang mungkin bisa mengubah suasana hati Rosea yang tengah buruk.Leonardo tahu jika Rosea bukanlah seseorang yang bisa dibujuk dengan uang dan barang-barang mewah, sulit untuk mengesankan hatinya, terkadang Rosea justru sangat bahagia hanya dengan diperkenalkan pada hal-hal baru yang tidak Rosea tahu. Dengan hati-hati Leonardo duduk di sisi ranjang, pria itu mengambil tas Rosea yang tersimpan di atas laci. Leonardo ingin menyimpannya di dalam untuk sebuah kejutan.Belum sempat Leonardo meletakan tablet di dalam tas Rosea, pria itu lebih dulu dikejutkan oleh sesuatu yang tidak sengaja d
Suara yang penuh permohonan dan keputusasaan Rosea membuat Leonardo secara perlahan melepaskan cengkramannya dan bergerak lebih lembut untuk mencapai pelepasan terakhirnya.Suara isakan lemah terdengar dikesunyian, Rosea memejamkan matanya berharap jika Leonardo berhenti menyentuhnya karena seluruh tubuhnya sudah sangat sakit.Tubuh Rosea terbalik terlentang dengan kedua pahanya yang basah, suara napas yang compang-camping membuat dadanya naik turun, air mata kembali berlinang membasahi wajahnya yang memerah dan rambut yang acak-acakan.Pergelangan tangan Rosea sakit dan perutnya terasa mual, dia sudah tidak ingat lagi berapa lama dirinya bercinta dengan Leonardo. Andai Rosea tidak berkata sesuatu, mungkin saja ini semua tidak akan berakhir sampai Rosea membuka mulut memberitahu siapa orang yang sudah memberinya obat pencegah kehamilan.Rosea tidak memiliki tenaga lagi untuk bergerak meski hanya sekadar bergeser, matanya yang kecoklatan itu menatap samar-samar Leonardo yang sudah memb
“Apa yang terjadi padanya?” tanya Leonardo ketika Anastasia keluar dari kamar.Anastasia menutup pintu dengan hati-hati, wanita paruh baya itu masih tidak menyembunyikan kejengkelannya pada Leonardo Abraham yang sudah membuat seorang perempuan tidur setengah pingsan.“Hasil labnya akan keluar dalam beberapa hari,” jawab Anastasia.“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Leonardo lagi.Anastasia menyerahkan sisa-sisa obat penenang milik Rosea yang telah Leonardo perlihatkan kepadanya. “Perhatikan kondisi mentalnya, jika keadaannya terguncang dan terus menerus mengkonsumsi obat penenang, dia akan overdosis. Aku masih ingat, tiga hari yang lalu photo obat dalam botol ini lebih dari puluhan, dan kini tinggal beberapa butir lagi, itu artinya dia terus menerus mengkonsumsinya dalam jumlah yang melebihi dosis, ini akan merusak tubuhnya, terutama otaknya,” jelas Anastasia.Wajah Leonardo berubah pucat, pria itu terkejut oleh sesuatu yang tidak pernah sekalipun bayangkan. Rasa malu menampar dir
Waktu sudah menunjukan pukul delapan, Rosea terdiam mengurung diri di ruangan pakaian melihat kemewahan yang ada di sekelilingnya. Menyilaukan dan memanjakan mata.Sempat terlintas dipikiran Rosea, bagaimana caranya dulu dia bisa memiliki hubungan khusus dengan Leonardo Abraham?Rosea memiliki banyak koneksi dengan orang-orang kelas atas karena dia pengusaha perhiasan, namun dia selalu memiliki batasan agar bisa professional. Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian, pandangan Rosea langsung tertuju pada Leonardo yang masuk dan tersenyum lembut penuh ketenangan tidak menunjukan jika semalam telah terjadi masalah di antara mereka berdua.Rosea menerka-nerka, apakah sekarang suasana hati Leonardo sudah membaik?Rosea membuang muka, mengintip apa yang tengah Leonardo lakukan melalui cermin di depannya. Pria itu berdiri di depan rak sepatu, lalu mengambil sebuah heels berenda tali pita. Rosea tertunduk ketika Leonardo mendekatinya, sampai pada akhirnya dia bisa merasakan belaian
Pandangan Rosea mengedar sesekali langkah terantuk-antuk, Leonardo menggenggam tangannya dan membawanya pergi ke bandara karena penerbangan ke Athena sebentar lagi.Di sisi lain Prince yang ikut, beberapa kali anak itu melompat dan tertawa mengajak Rosea berbicara.Beberapa kali Rosea melirik Adam yang berdiri cukup jauh darinya, Rosea mencoba meneliti fisiknya begitupun satu persatu bodyguard hanya untuk memastikan bahwa mereka tidak babak belur akibat insiden Rosea yang memiliki obat kontrasepsi.Bola mata Rosea tidak berhenti melihat ke sekitar, di bandara dia bisa dengan mudah meminta bantuan orang lain agar bisa menolongnya mengantar ke kantor polisi atau kedutaan, namun keberadaan banyak pengawal yang berjaga disekitar membuat Rosea ragu untuk mengambil keputusan.Hukuman yang Rosea terima semalam masih membayangi pikirannya, Rosea tidak ingin ketidak sabarannya akan membuat Rosea kembali dihukum.Banyaknya pertimbangan yang ada dikepala akhirnya membuat Rosea tidak melakukan ap
Athena, Yunani.Cuaca hangat menyambut kedatangan mereka setelah melakukan penerbangan lima jam lebih lamanya. Sepanjang perjalanan Rosea yang bersikap patuh berhasil membuat suasana hati Leonardo menjadi senang. “Ayo.” Leonardo menuntun masuk Rosea masuk ke dalam sebuah mobil hitam yang menunggu, sementara Prince yang tengah tetidur berada dalam gendongannya.Beberapa pengawal yang ikut, kini mereka sibuk memasukan beberapa koper bawaan dan memasuki mobil yang lain.Mobil yang membawa Rosea perlahan bergerak meninggalkan bandara Internasional Eleftherios Venizelos menuju rumah dinas Leonardo.Athena, ibukota tertua wilayah eropa memiliki sejarah yang sangat penting, kota yang membentuk peradaban barat dan lahirnya sebuah demokrasi.Kota ini memiliki symbol acropolis karena memiliki arsitektur sejarah kuno yang terletak di sebuah bukit.Rosea menikmati setiap pemandangan sudut kota, banyak bangunan yang pernah dia lihat dibeberapa potret buku sejarah. Andai saja jika saat ini dia ben
Mikhaila keluar dari mobilnya menuju tempat pemotretan yang akan di laksanakan. Wajah lelah dan kantung mata yang membengkak terlihat jelas di bawah matanya.Pengusiran Leonardo dan pemblokiran semua akses fasilitas yang selama ini diberikan, membuat Mikhaila kebingungan setengah mati sepanjang malam. Mikhaila sampai harus berkendara puluhan kilo meter untuk menemui ayahnya.Tidak mungkin bagi Mikhaila menginap di hotel maupun di apartement temannya, dia sangat malu bila ketahuan memiliki masalah besar dengan Leonardo padahal mereka baru bertunangan.Seorang perempuan berambut pirang menghampiri Mikhaila yang baru datang.“Kamu kemana saja? Kenapa tidak bisa dihubungi sejak semalam?” tanya Niken menyambut kedatangan Mikhaila. “Ikut aku sebentar.” Niken menarik tangan Mikhaila dan membawanya pergi ke tempat yang sepi.“Ada apa?”“Kamu memiliki masalah?” Niken balik bertanya. “Mikhaila kamu tahu kan karier kamu saat ini masih berada di bawah dan kita baru memulainya kembali setengah ta
“Apa yang kamu lihat?” tanya Leonardo.Rosea teremung melihat document yang masih berada di tangannya. “Aku pernah memiliki laporan expenses seperti ini, tapi aku tidak ingat pernah mendapatkannya dimana.”“Kemarilah.” Leonardo segera duduk di kursinya, tanpa ragu pria itu menempatkan Rosea dipangkuannya.Rosea bergerak tidak nyaman, cara Leonardo memeluk dan menahannya terlalu intim sampai aroma parfume dan deru napas pria itu bisa Rosea rasakan di ujung kepalanya. “A-apa yang kamu lakukan?” tanya Rosea terbata.Leonardo mengambil document lain di atas meja, menunjukan beberapa laporan keuangan hanya untuk menguji ingatan Rosea yang masih tersisa sampai sejauh mana.Ada banyak harapan yang tumbuh begitu Leonardo menyadari Rosea masih mengingat banyak hal tentang pekerjaannya. Leonardo harus segera mencari seorang ahli untuk membantu memulihkan ingatan Rosea.“Sea, dulu kamu mengatur sendiri keuangan bisnis kamu, kamu juga yang mendesain setiap perhiasan, bertemu dengan kliean penti
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila