“Bagaimana bisa kamu kehilangan jejak Sea? Dia tidak mungkin pergi begitu saja, dia bukan anak kecil lagi!” ucap Jacob dengan penuh tekanan.“Aku juga tidak tahu!”“Kamu yang terakhir bersama Sea!”“Dia meminta izin pergi ke toilet sebelum keluar, dan dia tidak kembali, hanya itu yang aku tahu, aku tidak tahu apapun karena sejak tadi aku di sini menunggunya datang!” sanggah Kevan karena merasa tersudutkan.Jacob mengerang frustasi, setiap sudut klub malam sudah di telusuri, namun keberadaan Rosea tidak ditemukin. Mustahil Rosea tersesat, bahkan jika dia kehilangan ingatan, Rosea adalah perempuan yang mandiri.Kemana Rosea sebenarnya pergi?“Bantu aku mencari Sea di luar, mungkin dia keluar lebih dulu. Aku akan kembali ke hotel untuk memastikan apakah dia pulang lebih dulu atau tidak,” pinta Jacob.***Dalam tidur nyenyaknya Rosea mulai merasa terusik oleh desakan mual yang mengganggu tenggorokannya. Jantung Rosea ikut berdebar tidak beraturan.Pengaruh alcohol sedikit berkurang membua
Perjalanan panjang melintasi kota meredakan ketegangan karena lelah, Rosea yang semula memberontak pada akhirnya tertidur sampai pagi. Rosea tidak ingat kapan mereka sampai dan kapan Leonardo membawanya masuk ke rumah.Sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar, gorden hitam di jendela yang terbuka bergerak lembut diterpa angin.Rosea terusik dalam tidurnya, perlahan dia membuka matanya melihat sebuah lampu besar yang menggantung, pandangan Rosea mengedar ke penjuru arah mencoba mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi semalam hingga dia bisa sampai di tempat ini.“Dimana aku sekarang?” bisik Rosea kian bingung dengan tempat asing dan pakaian yang sudah tergantika.Perlahan Rosea duduk dan bersandar, keningnya sakit berdenyut begitu ingat jika semalam Leonardo telah membawanya dengan paksa dari klub malam.“Syukurlah dia melepaskan borgolnya,” gumam Rosea memperhatikan tangannya yang terbebas dari apapun.Suara pintu yang terbuka terdengar, bibir Rosea terkatup rapat begit melih
“A-apa yang kamu lakukan?” tanya Rosea dengan wajah pucat ketakutan.“Aku hanya ingin melihat kamu.”“Pergilah!” usir Rosea.“Berbaliklah, aku akan membantu kamu,” ucap Leonardo dengan senyuman, dia tidak menggubris apapun yang dikatan oleh Rosea.“Aku bisa melakukannya sendiri.”Pandangan Leonardo terjatuh ke bawah, melihat tangan Rosea yang terkepal kuat menutupi dadanya yang belum tertutup, kakinya menyilang rapat. “Bagaimana jika kamu melepaskan pakaiannya lagi, lalu kita naik ke ranjang?”“Apa kamu sudah gila? Tidak!” Rosea menyelak keras.“Kalau begitu, berbaliklah, aku ingin membantu kamu.”Rosea menelan salivanya kesulitan, dengan ragu dia berbalik dan menghadap cermin. Ditempat ini, dia sendirian, bagaimana jika Leonardo Abraham memiliki tempramen kasar saat sedang marah? Tidak ada pilihan lain untuknya selain menurut.Diam-diam Rosea melihat Leonardo melalui cermin, memperhatikan gerak-gerik Loenardo yang berdiri kian dekat dengannya.Leonardo menarik pelan resleting gaun Ro
Ketika Rosea datang ke ruang makan, dia sudah melihat Leonardo yang tengah duduk menunggu kedatangannya. Leonardo sempat beranjak dari duduknya hanya untuk membantu menarikkan kursi untuk Rosea duduk.Sesungguhnya, harus diakui bahwa hal sederhana yang Leonardo lakukan barusan gantleman, ditunjang lagi dengan penampilannya yang sempurna dan dia memiliki kedudukan penting yang jarang dimiliki kebanyakan orang, akan sangat mudah untuk Leonardo mendapatkan hati seorang perempuan. Namun jika mengingat kembali kebenaran bahwa kini Rosea tengah diculik, Rosea menjadi takut.Dia takut, terjerat dalam pesona yang menyesatkan.Rosea takut pesona Leonardo mempengaruhi pikirannya sebelum dia berhasil kabur menyelamatkan diri. Rosea ingat, ada banyak beberapa kasus Stockholm syndrome, yang mana korban penculikan akan membangun ikatan dan membangun perasaan dengan penculik, bahkan terkadang ada kejadian korban penculikan akan jatuh cinta kepada sang penculik.Hal itu tidak boleh sampai terjadi pa
Setelah selesai sarapan pagi, Rosea memilih mengurung diri di dalam kamar, dia tidak tahu dengan apa yang harus dilakukan, dia juga sedikit takut keluar kamar karena disetiap sudut ruang terdapat cctv, begitupun dengan para pengawal yang berkeliaran. Leonardo melakukan penjagaan yang sangat ketat.Butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian agar bisa bersikap tenang, sebaik apapun di rumah ini Rosea diperlakukan, Rosea tetaplah tawanan dan seluruh kebebasan hidupnya sedang dikekang.Rasa sakit berdenyut yang muncul dikepala mengingatan Rosea akan tas yang dibawanya semalam dan sampai detik ini belum terlihat sama sekali keberadaannya dimana.Rosea harus segera menemukan tasnya karena di dalamnya terdapat obat pereda sakit kepala dan sebotol obat penenang yang sering dia konsumsi.Rosea sangat membutuhkannya. Semenjak terbangun dari komanya, Rosea memiliki masalah ketakutan yang berlebih seiap kali dia tidak sengaja melihat hal-hal yang bersangkutan dengan kecelakaan yang telah terjadi
Kota Annecy, sebuah kota yang tidak pernah Rosea bayangkan akan memiliki pemandangan yang jauh lebih indah dari Paris. Sepanjang jalan dia berjalan, Rosea masih berpikir jika ini seperti sebuah mimpi.Kebetulan juga langit hari ini cerah dan bersih. Sangat sempurna dengan kota Annecy yang bersih dan memiliki penataan bangunan yang artistik, setiap bangunan memiliki cat yang cerah, sungai sepanjang jalan yang mengalir bersih, jauh dari pandangan mata, ada gunung dan lautan.Rosea tersenyum merasakan sapuan udara segar yang mengusap wajahnya, rambutnya yang terurai bergerak tidak beraturan. Ini untuk pertama kalinya Leonardo mengizinkannya pergi keluar setelah hampir dua hari lamanya terkurung di dalam rumah tanpa melakukan apapun.Sepanjang jalan Leonardo menggenggam tangannya dan tidak membiarkannya pergi jauh.Rosea sadar sepenuhnya jika kini dia tengah di culik, namun dia tidak tahu apakah harus menikmati waktunya di sini sejenak atau segera mencari kesempatan kabur dan meminta per
“Prince, dimana ayah kamu sebenarnya?” tanya Mikhaila.“Aku tidak tahu ayah di mana,” jawab Prince pelan, tangan mungilnya hanya memaikan sendok di atas piring dengan makanan yang baru beberapa suap saja dia cicipi.Mata Mikhaila menyipit memperhatikan ketegangan Prince. “Kamu tidak berbohong kan? Ibu yakin, ayahmu pasti menelepon kamu,” tekan Mikhaila.Prince menggeleng, memang benar Leonardo dan Prince sempat berbicara tadi, namun Leonardo tidak memberitahukan apapun mengenai keberadaannya dan hanya memberitahu jika Prince akan menyusul datang untuk melakukan liburan.“Kamu tidak berbohong kan? Prince, kamu tahu kan, ibu sangat benci anak yang suka berbohong,” ucap Mikhaila dengan tegas.“Aku tidak berbohong,” jawab Prince pelan.Mikhaila membuang napasnya dengan berat, wanita itu melihat ke sekitar dan berakhir pada satu pengawal Prince yang sejak tadi berdiri menunggu. Mikhaila selalu berbicara bahasa Indonesia dengan Prince saat berada di dekat pengawal pribadi Prince, dengan beg
Seperti apa yang dijanjikan, Leonardo benar-benar memberikan handpone kepada Rosea untuk menghubungi Jacob sekadar untuk memberinya kabar.Kebaikan yang diberikan Leonardo sebenarnya tidak cukup membuat Rosea puas, pria itu memberi syarat jika Rosea dapat menghubungi Jacob asalkan panggilan suaranya harus diperbesar sehingga Leonardo bisa mendengarkan apa yang tengah dibicarakan.Ini sangat menyebalkan namun tidak ada pilihan lain daripada sama sekali tidak memberi Jacob kabar. Rosea harus memutar otak agar permintaan tolongnya kepada Jacob tetap tersampaikan.Rosea mundur sedikit menjauh begitu sudah mendapatkan handponenya, ini adalah kesempatan untuk dia meminta bantuan Jacob selagi Leonardo memberinya kelonggaran.“Kamu bicaralah di sini,” pinta Leonardo yang tengah duduk tenang di sebuah bangku kayu, sementara ketiga pengawalannya berdiri di belakang dengan siaga.“Duduk di sini Sea,” panggil Leonardo lagi sambil menepuk-nepuk bagian bangku kosong di sisinya.“Aku ingin menanyaka
Angin berhembus kencang begitu yacht bergerak, langit cukup gelap pekat, berbanding balik dengan terangnya lampu-lampu bangunan rumah di pinggiran dermaga, cahanya menyebarkan pantulan terang di permukaan air laut.Rosea mengambil gelas anggur dan mencicipinya satu tegukan kecil, lalu meninggalkannya karena kini dia harus memikirkn kandungannya. Usapan lembut tangan Leonardo menyentuh permukaan perut Rosea. “Aku dengar, perempuan yang sedang hamil sering mengalami perubahan emosi karena hormonal. Kapan kamu akan mengalaminya?”Rosea langsung membuang muka sambil menutup mulutnya yang tidak dapat menahan senyuman malu. Leonardo tidak tahu saja, sejak beberapa hari terakhir ini justru Rosea merasa pikiran dan perasaannya lebih santai tanpa alasan yang bisa dia mengerti, dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk membaca buku.Lebih anehnya lagi, Rosea menjadi lebih sering merindukan Leonardo. Logika dan perasaannya bertentangan begitu jauh. Logika Rosea masih terbayang dengan ketakut
“Sea!” tangan Prince melambai di udara, anak itu berlari secepat yang dia bisa, menghampiri Rosea dan menghembur kedalam pelukannya dengan tawa riang.Banyak kejadian baik yang datang padanya akhir-akhir ini. Ibunya, neneknya, mereka semua menjadi lebih lembut dari biasanya, tidak lagi menekan Prince untuk terus belajar dan bertemu berbagai guru less sepanjang waktu.Prince bahagia, neneknya tidak lagi berbicara buruk tentang Rosea, neneknya justru mendukung Rosea untuk menjadi ibunya.Setelah penantian panjang, dia akan segera memiliki seorang ibu yang tinggal bersama dengannya sepanjang hari, mengantarnya pergi ke sekolah dan menemaninya pergi camping sekolah.Prince memejamkan matanya merasakan pelukan hangat Rosea yang melingkupi tubuhnya. Pelukan yang menenangkan dan selalu dia rindukan.“Mengapa Sea tidak pernah mengangkat teleponku akhir-akhir ini? Aku pikir Sea sedang marah,” ungkap Prince.“Dokter bilang, aku tidak boleh menggunakan handpone saat sakit,” jawab Rosea berbohong
“Saya Leonardo Abraham, saya datang ke sini ingin melamar Rosea Gabriella, putri Anda.”Tubuh Kartika menegak, menatap lekat sosok pria yang datang melamar putrinya malam ini. Pria itu duduk dengan tegap dan berbicara tanpa keraguan. Sejujurnya, Kartika masih ragu karena dia belum mengenal sosok Leonardo. Masih ada banyak hal yang ingin Kartika ketahui darinya, disisi lain Kartika juga harus percaya dengan pilihan putrinya.Rosea tidak mungkin melabuhkan hidupnya pada lelaki sembarangan setelah menolak lamaran dari banyak lelaki.“Apa Anda yakin?” tanya Kartika.Leonardo tersenyum lembut. “Keyakinan saya tidak pernah berubah untuk menikahi Rosea sejak satu tahun yang lalun.” “Nak Leonardo, Anda tahu kan pernikahan dijalankan seumur hidup. Setiap manusia itu memiliki sisi baik dan buruknya, dan itu berlaku pada putri saya Rosea, jika Anda menikah dengannya, maka Anda harus menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Anda harus menerima Rosea apa adanya,” ucap Kartika.Leonardo menga
“Ayah, kita mau pergi kemana sebenarnya?” tanya Prince memperhatikan jalanan yang ramai. Sudah satu tahun lebih Prince meninggalkan Indonesia, dia merindukan suasanannya yang jauh berbeda dengan suasana eropa.Prince melihat ke belakang, memperhatian mobil Berta yang terus mengikutinya sejak tadi. Tidak seperti biasanya, neneknya ikut bepergian.Menyadari keterdiaman Leonardo, Prince bergeser memeluk lengan ayahnya, anak itu memperhatikan Leonardo yang terlihat gelisah tidak seperti biasanya. Sejak dari rumah Prince memperhatikan ayahnya yang bergerak kesana-kemari tanpa melakukan apapun. “Ayah kenapa? Ayah sakit?” tany Prince mengguncang lengan Leonardo.“Ayah tidak sakit, Prince,” jawab Leonardo.“Tapi wajah Ayah pucat.”Leonardo mendengus malu, sejujurnya, semenjak berpisah dengan Rosea di bandara, dia gugup setengah mati. Ini adalah pengalaman pertama Leonardo, segala keperluan ditangani oleh Adam dan Bety karena Berta sendiri tidak begitu tahu tentang budaya melamar di Indon
Hogan memijat batang hidungnya dengan kuat, lelaki paruh baya itu berpikir keras dengan ketidak mengertiannya, mengapa putrinya yang tidak suka menmiliki ik, kini secara tiba-tiba memutuskan untuk menikah.Hogan lebih tidak mengerti karena lelaki yang Rosea pilih adalah Leonardo Abraham. Padahal, ingatan Rosea telah kembali, seharusnya Rosea ingat jika selama ini dia selalu berusaha menghindar dari Leonardo karena sifat ibunya yang bermasalah.“Ya Tuhan..” Kartika menghembuskan napasnya dengan berat kesulitan berkata-kata.Beberapa kali Kartika mengatur napasnya agar bisa berpikir rasional, dilihatnya kembali Rosea yang duduk begitu tenang. Ketenangan yang Rosea tunjukan menyadarkan Katika bahwa putrinya tidak main-main dengan ucapannya.“Apa sebenarnya alasan yang membuat kamu memutuskan untuk menikah dengan Leonardo, Sea? Tidakkah kamu ingat apa yang telah dilakukan ibunya pada keluarga kita?” lirih Kartika bertanya.Hogan mengangguk setuju. “Ayah juga tidak begitu menyukainya Sea.
“Aku ingin mencantumkan dalam perjanjian pra-nikah kita, aku tidak menerima uang itu dalam bentuk apapun untuk anakku.”Kening Leonardo mengerut tidak mengerti. “Apa maksudmu Sea?”“Aku tulus menerima kamu Leonardo, dan aku tidak sudi dituduh hamil hanya untuk mendapatkan uang!”“Itu tidak bisa. Lagi pula, tidak ada yang pernah berpikiran seperti itu padamu.”“Ibumu yang mengatakannya tepat sehari sebelum aku tahu kehamilanku,” lirih Rosea menahan tangisan yang mendesaknya. “Aku tidak ingin memperpanjang masalah dengan siapapun. Aku hanya ingin anak yang akan aku lahirnya hidup dalam kedamaian tanpa menerima tuduhan buruk. Karena itu, cantumkan saja dalam perjanjian pra-nikah kita, jika harta kita akan tetap terpisah meski telah menikah dan anakku tidak akan menerima tunjangan masa depan. Aku masih mampu mempersiapkan tabungan masa depan anak kita.”Leonardo terpaku kaget hingga tidak mampu berkata-kata.Leonardo bisa memahami sakit hati Rosea, disisi lain dia tidak setuju dengan k
Leonardo keluar dari kamar mandi, didapatinya Rosea yang tengah duduk ditengah ranjang, ditangannya terdapat sebuah buku yang tengah dia baca. Segelas susu yang dia siapkan sebelum pergi mandi, kini telah kosong di meja.Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.“Kamu harus tidur Sea.”“Aku belum mengantuk,” jawab Rosea tetap fokus membaca bukunya.Dengan keadaan bertelanjang dada, Leonardo merangkak naik ke ranjang dan duduk disisi Rosea, melihat sebuah buku yang tengah dibacanya tanpa berbicara sepatah katapun.Ketenangan Rosea membuat Leonardo tidak mengerti. Setelah memberitahukan kehamilannya, dengan sikap yang manis Rosea memasakan makan malam untuk Leonardo, bahkan saat menemani Leonardo makan, Rosea hanya menanyakan kabar Prince.Sejujurnya, Leonado luar biasa bahagia dengan sikap manis Rosea. Namun, Leonardo juga menantikan Rosea untuk membicarakan tentang kedatangan ibunya karena ini masalah yang sangat penting.Tidak seperti biasanya Rosea menunda masalah..Padahal, Leona
Perlu waktu satu setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Prancis ke Monaco. Begitu sampai, Leonardo terburu-buru pergi menaiki taksi. Dia tidak ingin menunggu barang sedetikpun untuk bisa segera bertemu dengan Rosea.Taksi bergerak cepat melintasi jalanan.Semakin dekat jarak yang dia tempuh ke tempat tujuan, Leonardo gugup, beberapa kali dia menahan napasnya karena degup jantung yang berdebar kencang tidak terkontrol, kerinduan yang begitu kuat kini akhirnya akan menemukan peredanya.Leonardo tahu, akan ada sederet penjelasan yang menanti untuk diceritakan kepada Rosea, ada setumpuk kata yang harus dia ucapkan untuk meyakinkan Rosea agar tetap berada di sisinya.Namun, semuanya tidak akan sesulit sebelumnya.Ibu Leonardo sudah memberinya izin menikah dengan Rosea, dan ada seorang anak yang tengah Rosea kandung menjadi penguat hubungan mereka berdua.Senyuman menawan Leonardo langsung terlihat di jendela mobil.Betapa menyenangkannya membayangkan Prince akhirnya menjadi seorang
Prince bergerak gelisah menyadari jika Mikhaila membawanya terlalu jauh dari Berta dan Leonardo. Masih sulit untuknya percaya jika ibunya tidak akan melakukan apapun.Bukan tanpa alasan, Mikhaila sudah terlalu sering membohonginya dibalik janji.“Prince,” panggil Mikhaila berhati-hati, “tolong lihat ibu sebentar saja, ibu ingin berbicara dengan kamu. Ini penting.”Prince kembali memusatkan perhatiannya pada Mikhaila yang kini terduduk lesu tidak begitu bersemangat seperti biasanya. Cekungan di pipi, kantung mata yang membesar, hingga penampilan yang tidak terawat tidak mencerminkan Mikhaila yang selama ini Prince kenal. “Apa Ibu sakit? Ayo kita ke dokter,” ajak Prince berhati-hati, dia takut menyinggung perasaan ibnya.“Ibu baik-baik saja.” Mikhaila menggeleng dengan senyuman sendunya.Mikhaila meraih tangan prince dan menggenggamnya dengan lembut. Rasa sakit begitu terasa menusuk dada melihat wajah putranya yang telah dia sia-siakan semenjak berada dalam kandungan, hingga Mikhaila