Janice seketika merasakan debaran aneh di dalam dirinya. Brandon benar-benar sudah ada di hotel? Seriusan? Nekat juga dia. Lalu, sekarang dia harus bilang apa kepada Toni? Laki-laki itu ‘kan managernya. Atasannya. Masak dia pergi tanpa ada alasan yang jelas? Think, Janice!
Drtt … drttt …
Jantung wanita itu terasa akan copot saat Brandon meneleponnya. Akh! Biasanya juga dia berani mengangkat telepon Brandon di depan Toni. Kenapa sekarang mendadak tidak berani? Apakah ini dipengaruhi fakta kalau hari ini mereka ada janjian ingin anu di hotel?
“Halo, Pak?” Janice memutuskan mengangkatnya saja. Semoga saja Brandon tidak aneh-aneh. Dari sudut matanya, terlihat Toni menoleh sekilas kepadanya.
“Oh, sudah dalam perjalanan pulang, Pak. Oh begitu? Urgent banget ya, Pak? Baiklah kalau begitu, saya akan beri tahu pak Toni. Di mana, Pak? Halte depan? Baik, Pak. Terima kasih, Pak.”
Klik.
Urgent ndasmu, B! Janice
“Aku ingin kita saling menyentuh, Janice ….” Sekujur tubuh Janice kaku mendengar permintaan gamblang dari Brandon. Sepertinya pria itu sudah tidak bisa menahan diri lagi. Selama ini mereka bisa tidur di kasur yang sama tanpa melewati batas. Hanya berpelukan dan ciuman panas. Selebihnya, Brandon masih bisa mengontrol tangan dan seluruh dirinya. Kemarin sore, saat di laundry room itu adalah untuk pertama kalinya B kehilangan control. Entah kenapa. Mungkin efek obrolan rencana pernikahan, gairah keduanya menjadi tiba-tiba meningkat. Baik Brandon, maupun Janice, sama-sama menyukai cara mereka mulai saling terbuka kemarin sore. Lantas, apakah siang ini mereka juga akan buka-bukaan seperti kemarin? Saling jujur tentang keinginan dan kerinduan satu sama lain yang sebenarnya ingin melangkah lebih jauh? Membuktikan adanya korelasi usia matang dengan tingkatan gairah yang berbanding lurus. Mereka … sama-sama saling menginginkan. “Hanya menyentuh. Tidak lebih.”
Rencana ingin menyentuh ini dan itu pun berlanjut, namun masih dalam tahap aman. Masih terkontrol dan tidak ada pengeluaran sedikitpun. Mereka berhasil dikuasai kewarasan hingga akhir. Bahkan saat keduanya sudah sama-sama polos dan saling memuji area keintiman masing-masing. Tidak ada cairan berlebih yang keluar. Hanya Janice yang tidak bisa menghindari kebasahannya. Namanya juga perempuan. Jika pria akan berubah ukuran juniornya saat gairahnya bangkit, ya wanita harus rela tidak nyaman dengan bagian tengah paha yang basah. Begitulah yang dialami Janice. Apalagi sentuhan-sentuhan Brandon membuat sekujur tubuhnya begitu lemas. Pukul empat sore, mereka pun bersiap untuk kembali ke kantor. Saling mencari pakaian dan dalaman yang sudah berserakan di atas lantai marmer. Janice hendak ke kamar mandi untuk membilas diri duluan. “Aku ikut.” “Hehh? Aku dulu saja, B!” “Kau tidak tertarik untuk membilaskan ini untukku?” Brandon menunjuk bawahnya lagi dengan nada
"Si pak Sandi?" Dominic menimpali pembicaraan Brandon dan Chris yang sedang mengobrol saat mereka semua sedang makan siang di salah satu restoran yang ada si kawasan Malioboro. "Sandi toko buku xx?" "Iya, tau yang mana orangnya, bro?" tanya Brandon. "Tau lah. Beliau mantan klien Inti Global. Kenapa dia? Berulah?" "Mantan? Hmh. By the way dia memaksa anak buah ku untuk menaikkan plafon pengambilannya. Aku yakin dia ingin buang ke daerah lain." "Memangnya kenapa dia tiba-tiba meminta tambahan barang?" tanya Chris masih tidak mengerti. Sandi itu memang kenalannya. Namun yang dia tau, Sandi tidak akan sanggup jika upgrade plafon. Dana yang dia miliki tidak mumpuni untuk membeli barang banyak-banyak. "Kami juga tidak tau, Pa. Sudah dua minggu ini Toni dan Janice repot gara-gara dia." "Setau papa keuangannya hanya sanggup di pengambilan skala kecil. Kalau tiba-tiba minta penambahan, harus diusut dia akan buang ke mana barangnya. Jangan sampa
Kepala Brandon dan Janice mendadak seperti tertimpa batu yang begitu berat. Foto mereka? Di hotel? WHATT!!!!! Janice seketika mematung, sedangkan Brandon langsung meraih ponselnya sendiri. Begitu pun dengan Chris, Amber dan Dominic. Jantung mereka semua sudah memukul kencang dan tidak sabaran melihat foto apa yang Chalondra maksud. Tapi … Hah! Ya Tuhan! Sekujur tubuh Brandon langsung merasakan kelegaan yang luar biasa. ITU FOTO DIA DAN CHELSEA!!! “Ini aku dan Chelsea. Saat di reuni kemarin. Siapa yang sudah mengambil foto ini?! Iseng sekali!” Namun amarah tetap meledak di dalam dada Brandon karena foto dia dan Chelsea saat di lorong waktu itu seperti sengaja diambil dari angle yang membuat mereka seperti sedang berciuman. Belum lagi headline beritanya sangat menjurus, seolah-olah ingin membuktikan jika mereka berdua memang sedang memiliki hubungan yang serius. 'Diam-diam, influencer ternama berinisial CF, menjalin hubungan dengan pewaris Cakra
Kaki Brandon bergerak tidak beraturan saat keluar dari ruangan Ruhiyat dan masuk ke dalam lift. Pikirannya kacau. Kalut. Tidak percaya akan apa yang baru saja dilihatnya. Tidak ada orang lain yang datang lagi ke lorong itu selain Janice. Brandon dan Ruhiyat sudah memastikannya sampai ke bagian dia dan Chelsea meninggalkan tempat itu. Benar-benar tidak ada orang lain. Dan di video tersebut, Janice memang benar terlihat mengambil ponsel dan mengarahkannya ke dalam lorong. Brandon tidak tau apa yang ada di dalam pikirannya sekarang. Otaknya buntu. Bingung harus mulai berpikir dari mana. Kenapa Janice mengambil fotonya dan Chelsea? Untuk apa? Lantas apa dia adalah orang dibalik berita yang viral itu? Kalau iya, kenapa? Apa alasan dia membuat berita tersebut? Tapi kenapa juga rasanya seperti tidak mungkin? Tapi jelas-jelas foto itu adalah miliknya. Apakah dia bekerja sama dengan orang lain? Oh Tuhan! Kaki Brandon begitu lemah hingga merosot saat sudah berada di dal
Masih pagi sekali, Brandon masuk kek kamar ayahnya dan menceritakan semua Analisa dia dan Janice tadi malam. Seperti pesan Amber ibunya, dia harus berdiskusi dengan Chris. Oleh karena itu, dia pun menceritakan semuanya dari awal, mulai dari hasil cctv yang dia dapat dari direktur hotel. Oke, dia harus menjilat kata-katanya di depan Amber, karena tadi malam dia sudah terlanjur bilang tidak mendapat apa-apa dari hasil pemantauan cctv. Dia meminta maaf karena ingin membahas ini dengan Janice dulu sebelum menceritakannya kepada siapa pun, agar image Janice tidak jelek di mata kedua orang tuanya. “It’s oke, Bang. Sikap kamu sudah benar. Nanti kalau kalian sudah menjadi suami dan istri, pastikan kalau ada masalah hanya kalian berdua yang tau. Jangan sampai cerita ke orang lain sekalipun ke kita, orang tua kalian,” nasehat Amber. Dia sama sekali tidak marah karena alsan Brandon benar-benar mencerminkan kebijaksanaan pria tersebut. “Jadi Toni dan Dika ini bekerja sama mengam
Ruangan divisi pemasaran mendadak hening dan sunyi, walaupun Brandon sudah kembali masuk ke dalam ruangannya bersama Dika dan Toni. Ah, tadi Dika sempat menolak tuduhan yang diarahkan kepadanya. Masih mencoba peruntungan dengan berpura-pura tidak paham dengan apa yang dibicarakan Brandon dan Janice. Namun Toni seperti tidak ingin masuk ke dalam masalah sendirian. Dia menyeret Dika ikut masuk ke dalam ruangan Brandon. Janice sendiri sudah kembali menyentuh pekerjaannya. Demi apapun, dia sudah tidak nyaman duduk di kursinya. Rasanya ingin cabut saja. Tapi Brandon tidak mengijinkan. Lewat chat singkat, pria itu mengatakan ingin makan siang bersama. Mau tidak mau Janice harus menunggu meski rasanya semua orang sedang memperhatikannya. Sedang menatap punggungnya, sedang membicarakannya. Siapa juga yang tidak terkejut mengetahui wanita itu diam-diam adalah kerabat dekat keluarga Ellordi. Bahkan Janice tinggal satu atap dengan Brandon, si atasan yang menjadi idaman semua ka
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri