Luna terbangun dari tidur dan langsung mengecek ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia sangat berharap ayahnya tidak melupakan hari spesialnya. Gadis itu segera menyalakan ponselnya untuk melihat barangkali ada pesan masuk. Tetapi dia harus menelan kecewa hari itu, tidak ada pesan masuk sama sekali. "Mungkinkah Ayah benar-benar sudah tidak peduli padaku?" gumamnya sembari mengelus dadanya yang terasa berdenyut nyeri. Air mata menganak sungai dan ia mulai menangis tergugu. "Bahkan aku tidak yakin Matteo tahu kalau ini adalah hari ulang tahunku." Ini adalah hari ulang tahun tergetir seumur hidup Luna. Gadis itu menangis tergugu mendapati kenyataan bahwa hari ini sangat jauh berbeda dari ekspektasinya. Luna berharap, setidaknya dia akan menerima ucapan selamat ulang tahun hari ini, tetapi kenyataan seakan mentertawakannya. "Matteo selalu sibuk akhir-akhir ini. Apakah pekerjaan bisa membuatnya dengan cepat melupakan aku?" Luna mengungkapkan kekesalannya saat satu-satunya orang
Matteo memegangi bahu Luna yang terguncang karena menangis. Gadis itu terus saja menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Apa yang sudah mengganggu pikiranmu? Apakah seseorang sudah membuatmu bersedih saat aku sedang bekerja?" tanya Matteo sembari menarik tubuh Luna ke dalam pelukannya. Pria itu menepuk punggung Luna dan mengecupi kepala gadis itu. Setelah tangis Luna mereda, barulah Matteo menanyakan sebab Luna menangis. "Apa yang terjadi saat aku sedang tidak ada di dekatmu?" tanya Matteo dengan kedua tangan menangkup wajah Luna. Luna ragu untuk mengatakan apa yang membuatnya kecewa hari itu, tetapi tatapan Matteo yang menghangat membuatnya yakin untuk meneritakan kekecewaannya hari itu. "Aku berharap hari ini Ayah akan menghubungiku dan mengucapkan selamat ulang tahun untukku hari ini. Sepertinya dia benar-benar sudah melupakan aku. Ini adalah hari ulang tahun tergetir dalam hidupku. Bahkan tidak ada yang tahu bahwa hari ini adalah hari yang penting bagiku." Kembali air mata men
Bugh! Mata Luna yang terpejam saat menanti kecupan bibir dari Adrian seketika terbuka lebar saat melihat kekasihnya, Adrian, sudah tersungkur di atas tanah. Seolah belum puas melihat Adrian kesakitan dengan pukulan yang baru saja Matteo daratkan, Matteo Vicenzo yang merupakan bodyguard Luna, kembali menghujani pukulan di perut Adrian. "Teo, hentikan!" pekik Luna Winterbourne yang berhasil membuat Matteo menghentikan pukulannya, sehingga tangan mengepal pria itu berhenti di udara. Gadis itu mendekati Adrian yang susah payah berusaha bangkit ke posisi duduk. Sentuhan Luna pada wajah Adrian yang memar seketika mendapat tepisan kasar dari kekasihnya. "Aku sudah berulang kali mengatakan padamu untuk tidak membawa bodyguardmu saat kita bertemu! Dia selalu saja mengacaukan segalanya!" geram Adrian sebelum akhirnya bangkit perlahan dan pergi meninggalkan Luna. Alis Luna bertaut, dia sendiri tidak tau dari mana arah datangnya Matteo. Pria itu muncul tiba-tiba tanpa terdengar suara derap
"Apa yang membuat wajahmu babak belur begitu?" tanya Emily saat mendapati wajah Adrian memar. "Bodyguard bodoh Luna menghajarku tanpa sebab." jawab Adrian berbohong dan memasang raut wajah polos, karena tidak mungkin dia mengaku kepada Emily bahwa memar di wajahnya terjadi karena dia berusaha mencium Luna, yang tak lain adalah saudara tiri Emily. Bisa-bisa Emily marah saat itu juga. Pria itu menyesap minuman yang sudah Emily pesan beberapa menit sebelum pria itu datang ke cafe tempat mereka berada saat ini. Di kursi seberang meja, Emily menatap lekat pada wajah kekasihnya tesebut. Karena sedingin apa pun pembawaan Matteo, tetapi menurutnya pria itu bukanlah orang dengan gangguan jiwa yang akan menyerang siapa pun tanpa alasan. Emily meragukan jawaban Adrian. “Kau pasti berbohong! Pasti kau melakukan sesuatu yang membuat amarahnya tersulut.” desak Emily dengan tatapan penuh selidik.Andrian pun menarik nafas berat dan menghembuskannya perlahan sebelum akhirnya mengakui kesalahannya
"Bastard!" geram Matteo saat mendapati tubuhnya terjerembab di atas lantai tanpa menyadari siapa pelaku yang mendorongnya.Pria 32 tahun itu berjalan gontai menuju ke sebuah ranjang, karena dalam keadaan mabuk berat pun dia tau bahwa berbaring di ranjang jauh lebih nyaman dari pada di atas lantai yang dingin.Dibawah pengaruh psikedelik yang Adrian masukkan ke dalam minumannya, menjadikan Matteo berhalusinasi dan mulai bereuforia saat melihat gadis yang dia sukai terlelap di atas ranjang hanya menggunakan pakaian dalam, sementara gaun indah yang melekat pada tubuhnya tergeletak di atas lantai."Ah, Luna, aku nyaris berpikir bahwa harapanku akan pupus malam ini." gumam Matteo sembari menyentuh pipi Luna yang sehalus porseline cina. "Ternyata aku salah, kau datang dan menyerahkan tubuhmu sepenuhnya padaku! Sekarang aku sadar, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan!" Dalam halusinasinya, Matteo melihat Luna seolah sangat berhasrat padanya, sehingga ia pun tertawa renyah karenannya."Baik
Diliputi perasaan gelisah, Luna ahirnya memenuhi panggilan ayahnya ke ruang tamu diikuti oleh Matteo yang juga memenuhi panggilan Alex. Ternyata tidak hanya Alex yang ada di sana, ada Adrian dan juga kedua orang tuanya, Robert Carter dan Sarah Carter. Semua orang yang ada di sana menatap Matteo dan Luna dengan tatapan benci. Seketika atmosfer di ruangan tersebut terasa berat bagi Luna. "Ada apa Ayah memanggilku?" tanya Luna yang sama sekali tidak tahu apa tujuan Alex memanggilnya. Raut wajah polos Luna seketika menambah kemarahan Alex. "Jangan berpura-pura bodoh di hadapanku!" gram Alex dengan kedua tangan mengepal di atas pangkuan. "Apa maksudmu, Ayah?" dahi Luna mengernyit dalam, dia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya dibicarakan oleh ayahnya. "Kau masih saja bertanya apa maksudku?" Alex bertanya dengan seringai tajam yang membuat bulu kuduk Luna meremang. Itu adalah kali pertama dia melihat raut menyeramkan sang ayah. "Ayah melihatmu melakukan hal yang tak pantas
Semua penjaga kediaman Winerbourne menatap Luna yang baru saja keluar dari rumah dengan tatapan iba, meski mereka tahu perbuatan Luna tidak bisa dibenarkan. "Sayang sekali, di balik wajah cantik dan sikap baiknya selama ini tersimpan hati yang busuk. Ugh, aku bahkan merasa mual hanya karena melihanya yang melintas di depanku." Umpat James sembari menutup hidung. Scurity bertubuh gemuk itu melihat ke arah Luna seolah gadis itu adalah sebuah benda kotor yang menjijikkan. Untuk beberapa menit Luna berhenti dan mengerling ke arah James. Dia tidak menyangka, semua pekerja di rumahnya yang selama ini begitu menghormatinya kini berubah menatapnya dengan tatapan merendahkan, tidak tersisa sedikitpun rasa hormat mereka terhadap Luna. Kenyataan perih harus dia terima, semua itu terjadi atas sebuah persoalan yang dirinya sendiri tidak menyadari mengapa hal itu bisa terjadi."Jaga ucapanmu, James," sanggah penjaga lain yang berdiri tak jauh dari James. James hanya menghela nafas lelah merespo
Sayup-sayup mata Luna membuka saat aroma lezat masakan menggoda penciumannya. Perut kosongnya yang belum diisi sejak pagi mengeluarkan protes, sehingga gadis itu pun meringis sembari memegangi perut. Dia ingat sarapannya pagi tadi hanyalah cacian dan makian dari ayahnya dan Sarah, yang tentunya membuat ulu hatinya kembali terasa dicubit.Dengan rasa malas dia bangkit dan berjalan mencari sumber aroma lezat masakan tersebut. Penciuman gadis itu menuntunnya ke dapur. Berpegangan pada kusen pintu dapur dan berulang kali mengerjab untuk menjernihkan pandangan, dia berusaha meyakinkan bahwa penglihatannya saat ini salah. Sulit dipercaya, tetapi dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, punggung besar pria yang sangat familiar baginya sedang menghadap pada kompor yang menyala sementara kedua tangannya sangat lihai memainkan alat masak. Matteo yang baru saja menyadari suara derap kaki mendekat melihat ke belakang dari ekor mata. Didapatinya Luna dengan wajah yang masih mengantuk sedang berd