Herra berjalan dengan lesu menuju ke kamar mandi. Walaupun tubuhnya saat ini sangat letih. Mau tidak mau dia harus berangkat kerja. Entah kenapa saat ini ia tak memiliki gairah untuk hidup sejak kejadian itu.
Hidupnya perlahan semakin berubah. Rizhan yang mulai mengaturnya sangat membuatnya terbatas untuk pergi ke manapun. Rizhan benar-benar mengekangnya. Entahlah, setiap bangun pagi tubuhnya senantiasa kelelahan seperti remuk.
Tak butuh waktu lama untuknya membersihkan tubuhnya. Setelah mandi ia segera memakai pakaian kantornya dan berdandan sedikit.
Baru membuka pintu kamarnya, ia dibuat terkejut dengan kehadiran Rizhan di depan pintu kamarnya. Refleks Herra memundurkan langkahnya.
"A-Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Herra seraya menundukkan pandangannya.
Sejak kej
Herra meregangkan ototnya yang kaku karena terus mengerjakan pekerjaannya di depan komputer. Ia juga melepas kacamatnya untuk sejenak lalu meneteskan obat mata karena matanya terasa kering.'tok-tok'"Permisi Nona""Iyah, silahkan masuk Tella," ucap Herra pada salah satu karyawan.Wanita yang bernama Tella itu segera masuk."Ada seorang wanita di depan yang mengatakan ingin bertemu dengan Nona," ucap Tella"Tella, udah berapa kali aku bilang. Jangan panggil aku 'Nona', panggil aja aku Herra. Lagipula kita sama-sama karyawan di sini," timpal Herra"Iya Nona. Eh? Herra," balas Tella seraya tersenyum."Kau ini. Ya udah orangnya ada di mana?" tan
22. Rizhan and Nightmare"Hahh hah""Hahh hah"Seorang wanita terbangun dalam sebuah rumah yang tampak gelap. Ia merasakan bahwa dia berada di atas ranjang. Namun, kasur ranjang itu tampak sedikit keras.Ia mencoba menuruni ranjang itu secara perlahan. Wanita itu mencoba meraba dinding di kamar itu untuk mencari saklar. Nihil, tak ada satu pun saklar di kamar itu."Ahh!"Wanita itu terjatuh karena telah menabrak sesuatu. Ia merasakan nyeri di kakinya. Namun, ia berusaha untuk bangkit kembali untuk mencari penerangan. Sungguh kegelapan itu sangat menakutkan baginya.Alih-alih mendapat salkar, ia lebih mendapatkan sebuah pintu kamar itu. Ia mencoba meraih kenop pintu itu. Akhirnya ia menemukannya dan membuka pintu itu.'cklek'Wanita itu bernapas lega saat mendengar bunyi pintu itu terbuka. Ia pun segera membuka pin
Seorang pria tengah memasuki kawasan Volker Group. Ia sedikit takjub dengan interior perusahaan itu yang begitu mewah. Ia pun berjalan menuju meja resepsionis."Permisi Nona. Ada karyawan yang bernama Herra Laiba?" tanya seorang pria pada salah satu resepsionis."Oh, ada Tuan. Kalau boleh tau anda siapanya yah?" tanya resepsionis itu balik."Saya temannya. Bisakah saya bertemu dengannya?" tanya pria itu lagi."Bentar ya Tuan. Saya akan menelpon nona Herra dulu," balas resepsionis itu seraya menghubungi Herra.Pria itu berdiri menunggu jawaban dari resepsionis."Oh ya, baik Nona," celetuk resepsionis itu seraya menutup telponnya."Bagaimana? Apakah Herra bisa diajak untuk bertemu?" tanya pria itu."Iya Tuan. Sekarang anda bisa menunggunya di lobi yah," balas resepsionis itu."Baiklah, t
Herra kembali ke apartemennya tepat pukul tujuh malam. Pekerjaannya di perusahaan cukup banyak. Apalagi tadi harus tertunda karena kehadiran Vian. Herra masih memikirkan ajakan Vian untuk kembali padanya. Sebenarnya dalam hatinya tidak ingin melanjutkan hubungan itu karena ia akan dilema. Lain dari pihak Dara maupun Rizhan. Ia yakin jika kembali lagi berhubungan dengan Vian, dapat dipastikan Dara akan datang marah-marah kembali padanya. Entahlah, siapa yang benar antara Vian atau Dara. Mereka sama-sama menjelaskan hal yang berbeda. Herra pun tak tau harus mempercayai yang mana. Lain lagi dengan Rizhan. Ia sangat takut jika Rizhan mengetahui kalau Vian mengajaknya balikan, dapat dipastikan Rizhan akan membuat perhitungan dengan Vian. Parahnya lagi Rizhan akan membunuhnya. Sudah pasti dia tak akan menginginkan hal itu terjadi. Ia tak mau melihat orang mati lagi karena dirinya. 'cklek'
Seorang wanita datang dengan tergesa-gesa memasuki perusahaan Volker Group. Wajahnya tampak merah menahan amarah. Apalagi tatapannya yang begitu tajam. Ia segera menuju ke bagian resepsionis."Permisi, saya ingin bertemu dengan Herra," ucap wanita itu."Kalau boleh saya tau, anda ini siapa yah?" tanya bagian resepsionis."Bilang aja Dara ingin segera menemuinya. Cepetan yah Mba," ketus wanita yang ternyata adalah Dara.Bagian resepsionis sedikit terkejut dengan nada bicara Dara. Buru-buru ia mengambil telpon untuk menghubungi Herra."Iya, Nona. Ada orang bernama Dara ingin bertemu dengan Nona," jelasnya[...]"Baik Nona. Akan segera saya sampaikan."Ia segera menutup telponnya dan menghadap ke arah Dara lagi."Begini Nona. Anda bisa menunggu sebentar di ruang lobi. Karena Nona Herra sedang kerjaan sedikit. Lagi sebentar di
Herra kembali ke apartemennya tepat pukul sembilan malam. Karena habis acara pemakaman, Herra langsung membantu acara layatan di rumah Vian. Apalagi Vian adalah seorang anak yatim piatu. Ia sudah hidup sendiri sejak kecil. Jadi tentu saja ia harus membantu karena bagaimanapun Vian adalah teman sekaligus mantan pacarnya juga.Saat di acara layatan itu, lagi-lagi Dara menunjukkan sikap curiga kalau Herra-lah penyebab dari kematian Vian. Herra hanya bisa pasrah. Padahal hubungan mereka baru saja membaik. Tapi datangnya masalah ini membuat hubungannya dengan Dara kembali retak. Tak ada sapaan saat dia masuk ke dalam apartemennya. Herra melegang masuk ke dalam tanpa melihat Rizhan yang tengah duduk di kursi ruang tengah. "Kenapa lama banget pulangnya?" tanya Rizhan Herra menghentikan langkahnya begitu mendengar suara Rizhan. Ia segera membalikkan tubuhnya dan melihat Rizhan yang tengah berjalan ke arahnya.
Hari ini Herra tidak berangkat ke tempat kerjanya. Ia sudah meminta izin kepada pihak HRD. Sungguh kepalanya masih begitu pening akibat kejadian kemarin. Ia masih sangat marah atas sikap Rizhan yang dengan kejamnya membunuh Vian.Herra jadi dilanda kebingungan saat ini. Bagaimana bisa nanti polisi menemukan pelakunya? Sedangkan pelakunya adalah Rizhan yang notabene-nya bukanlah manusia. Bagaimana juga ia harus menjelaskan pada Dara siapa pembunuh sebenarnya? Mana mungkin ia menjelaskan kalau Rizhan yang merupakan teman khayalannya lah yang membunuhnya.Herra juga saat ini dilanda oleh rasa bersalah yang besar. Bagaimanapun juga semua ini terjadi karena Rizhan yang cemburu dengan Vian. Herra benar-benar menyesal sudah menggunakan aplikasi itu.Herra keluar dari kamarnya dengan keadaan lesu. Ia membuka kulkas dang mengambil sebotol air mineral."Kamu udah bangun, Herra," celetuk Rizhan yang sedang menyadarka
"Enghh"Herra membuka matanya ketika rasa pening di kepalanya begitu menyerangnya. Saat bangun dari tidurnya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Keanehan itu ia lihat dengan tangan dan kakinya yang diikat.Sontak ia melebarkan matanya karena terkejut. Herra melihat sekelilingnya yang ternyata adalah kamarnya sendiri. Dapat dipastikan jika pelaku yang mengikatnya itu adalah Rizhan. Ia mencoba berusaha melepaskan ikatan itu. Namun, usahanya sia-sia. Karena nyatanya ikatan itu sudah diberi mantra oleh Rizhan agar tidak dapat terbuka tanpa persetujuan darinya.Di tengah usahanya yang berusaha membuka ikatan itu, pintu kamarnya terbuka. Kemudian masuklah si pelaku utama yang telah mengikatnya itu. Rizhan masuk ke dalam kamar Herra dengan membawa nampan berisi makanan.Rizhan mengambil langkah untuk duduk di kursi dekat ranjang Herra."Bagaimana keadaanmu?" tanya RizhanHerra meman