POV Yasmin."Umi!" Panggil Aska dari ambang pintu. Bocah kecilku yang kini telah berumur tujuh tahun itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil.Aska berjalan mendekatiku dengan memeluk sebuah mainan yang teramat asing sekali untukku. Ia menaiki ranjang duduk tepat di sebelahku berada kini."Kenapa sayang!" ucapku mengusap lembut rambut Aska yang begitu lembut."Mi, besok ada pertemuan wali murid di sekolah," ujar Aska menghentikan kalimatnya. Wajahnya nampak ragu untuk meneruskan kalimat yang tertahan itu. Sesekali ia membuang wajahnya dari tatapanku."Terus!""Kata Bu guru yang harus datang itu wali murid laki-laki soalnya mau diajarkan berkebun di sekolah, Mi," jelas Aska.Aku tersenyum kecil, merangkul tubuh Aska dalam pelukanku. Aku tidak mau jika anakku mera
Terik sinar matahari kain menyengat pori-pori kulit. Aku lebih memilih berdiam di dalam ruanganku mengecek beberapa laporan keuangan butik yang meningkat pesat dari bulan ke bulan.Sesekali aku menoleh pada bunga mawar putih yang berada di atas meja kerjaku kemudian beralih pada layar monitor di hadapanku.Aku tersenyum kecil. Bang Rasyid selalu saja membuatku merasa senang. Meskipun aku belum bisa menerima cinta pria itu dalam kehidupanku sepenuhnya.Cekret!Pintu ruanganku terbuka. Bocah kecil itu lari ke arahku dengan senyum merekah, sementara bang Rasyid mengekori di belakang punggung Aska yang berjalan lebih dulu.Kubuka kedua tanganku menyambut pelukan Aska. Nampaknya hari ini putraku sedang sangat berbahagia. Hal itu tergambar jelas dari binar yang terbit pada kedua matanya."Umi!" ucapnya dalam p
Mataku membulat mendapati pria yang hampir tak pernah kulihat selama lima tahun itu. Pria yang mengenakan seragam dinas yang pernah membuatku bangga menjadi pendampingnya.Pria itu bangkit dari tempat duduknya. Menatap pada kehadiranku. Sementara ibu hanya terdiam duduk di kursi roda yang berada di samping mas Bagas."Yas, maaf!" ucapnya."Mas Bagas mau apa ke sini?" tanyaku memasang wajah datar. Rasa sakit yang telah lama ku pendam kembali terasa nyeri."Duduklah dulu Yas, biarkan Bagas berbicara," titah ibu.Aku menurut. Kududukkan bokongku pada bangku di hadapan mas Bagas. Pria dengan raut wajah yang tak pernah berubah itu juga kembali terduduk."Maaf Yas, jika kehadiranku mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu hal kepadamu."
POV RezaAku menoleh ke luar dinding kaca toko baju. Mas Rio dan Amira yang sedari tadi bermain di luar toko nampak menghilang. Aku segera membayar baju-baju yang telah aku pilih dan mencari keberadaan anak dan suamiku.Aku menyusuri lorong-lorong pusat perbelanjaan itu. Namun, aku sama sekali tidak menemukan keberadaan mereka. Hingga akhirnya aku mencoba mencari mereka di lobby mall. Aku melihat mereka sedang berbicara dengan seseorang. Sepertinya Amira lagi-lagi sedang membuat ulah.'Dasar bocah nakal," rutukku dalam hati.Ku percepat langkah kakiku menghampiri mas Rio dan Amira. Namun, sesuatu justru membuat langkah kakiku terasa berat untuk melangkah.Wanita dengan gamis coklat itu. Iya itu pasti Yasmin. Aku kenal sekali dengan wanita yang membuat mas Bagas berhenti mencintaiku. Wanita yang akan aku benci seumur hidupku. Wanita yang m
POV RezaDi akhir pekan biasanya Mas Rio akan mengajak Amira jalan-jalan di pusat permainan atau ke taman kota. Meskipun mas Rio bukanlah ayah kandung Amira. Tapi jangan di tanya kasih sayang yang mas Rio berikan pada putri haramku itu melebihi seorang ayah kandung kepada darah dagingnya sendiri."Mira pake kerudung dulu ya biar cantik," ucap Mas Rio di sambut senyum kecil oleh Amira. Pria itu dengan telaten mengenakan kerudung pada Amira. Hingga kini gadis kecil itu terlihat sangat cantik sekali.Aku bergeming, kubiarkan Mas Rio mengurus Amira sendiri seperti biasanya. Aku terus mengawasi mereka dari tempatku berada saat ini. Aku memang membenci Amira, semenjak Mas Panji tidak mau mengakui sebagai anak kandungnya, hingga kedua orang tuaku mengusirku karena tak tahan menanggung malu atas kehadiran Amira gadis bermata biru itu yang ternyata bukanlah anak Mas Bagas. Dasar anak pembawa sial, harusn
POV YASMINAku termenung dengan benak yang melesat jauh entah kemana. Gadis beriris biru itu seolah memberi jawaban atas semua pertanyaan dan kesalahan pahamanku selama ini pada Mas Bagas.Ini seperti jebakan yang membuat kumasuk ke dalam perangkap dan kemudian hancur. Aku baru menyadari jika semua ini hanyalah akal-akalan Reza. Ia sengaja memfitnah Mas Bagas demi menutupi kehamilannya. Lalu anak siapakah gadis beriris biru itu. Tidak mungkin jika gadis kecil itu adalah anak dari pria yang sering bersamanya itu."Yas!" Panggil Bang Rasyid membuatku tersadar dari lamunan."Eh, iya bang kenapa?" tanyaku menoleh pada pria yang duduk di kursi kemudi."Kok bengong aja!" ucapnya mengusap lembut bahuku sesaat menatap kepadaku dan jalanan di depan kaca mobil."Masih mikirin kejadian tadi,' ucap Bang Rasyid dengan tatapan penuh arti."Iya bang!" sahutku dengan suara berat'. Ada sesak yang berjeja
Aku berjalan masuk ke dalam toko dengan sewot. Bisa-bisanya aku salah orang dan orang itu adalah Mas Bagas. Kan aku jadi malu, dikirainnya aku memang masih menaruh harapan kepadanya. Membuat Mas Bagas pasti besar kepala. Padahal ... Ah, aku sangat benci sekali dengan lelaki pembohong seperti Mas Bagas itu."Yas, dari mana? Aku nungguin kamu loh!" celetuk pria yang duduk di kursi ruanganku setalah aku membukakan pintu ruangan. Lelaki itu menjatuhkan tatapan teduh ke arahku yang baru tiba."Abang!" cetusku dengan wajah yang masih di tekuk dengan rasa kesal yang belum hilang sepenuhnya."Lah, itu kenapa bunga kiriman dariku di bawa-bawa!" serunya menunjuk ke arah bunga yang berada di tanganku dengan wajah datar."Apa?" mataku membulat, "Bunga ini dari Abang?" ucapku setengah tidak percaya mendengar ucapan Bang Rasyid."Iya, itu dari Ab
Aku menoleh pada pria yang sedang terduduk di belakang punggungku. Ia nampak menarik sudut bibirnya tersenyum ramah kepadaku."Mas Bagas!" ucapku pada pria itu setengah terkejut."Bukan Mi, namanya paman Roby. Saudara nenek," jelas Aska menelangkupkan tangannya pada kedua pipiku memutar wajahku menatap kepadanya ingin meyakinkan."Betul itu, namaku Roby!" celetuk Mas Bagas tersenyum menyebalkan.'Apa-Apaan ini. Permainan apa lagi yang sedang Mas Bagas buat.'Aku segera bangkit dari posisiku. "Nak, kamu ganti baju dulu sana sama Bibi, Umi mau ngobrol dulu sama om, eh sama Paman," ucapku pada Aska.Aska bergeming menatap pada wajahku dan Mas Bagas secara berganti. Kemudian bangkit, berjalan gontai naik ke lantai atas.Setelah memastikan jika Aska telah menghilang pada ana
POV author.15 tahun kemudianLangit masih saja sama. Mendung datang bergulung-gulung. Lelaki bertubuh tinggi besar itu mempercepat langkah kakinya menuju sebuah rumah sederhana. Kedua tangannya menutup bagian kepalanya agar rintik hujan tidak membahasi tubuhnya. Menurut mitos hujan pertama kali itu bikin sakit.Cekret!Suara derit pintu yang terbuka menandakan bahwa pintu itu sudah lama tidak diberi pelumas. Seseorang yang duduk pada bangku kursi goyang melihat ke arah kedatangan lelaki tampan berkulit sawo matang yang menenteng sebuah kantong plastik di tangannya."Aska!" suara serak itu menandakan bahwa kini usia lelaki yang duduk di kursi goyang itu sudah tidak lagi muda. Sebuah senyuman tersungging dari bibir lelaki tua itu saat melihat kedatangan Aska."Papa, maaf jika aku terlambat datang ke sini. Tadi hujan turun cukup deras, jadi aku memutuskan untuk tinggal di ka
POV Reza"Apa? Bagaimana bisa?" Aku terhenyak saat salah satu karyawan tempatku karaoke melaporkan bahwa ada satu dari karyawanku yang membawa uang kantor."Bodoh!" hardikku kesal pada seorang karyawan yang mengadu kepadaku."Berapa juta uang yang dibawa oleh kariawan itu?" cetusku bersungut-sungut. Dadaku bergemuruh menahan amarah yang membuncah.Gadis muda yang tertunduk lesu di hadapanku itu tak bergeming. Sesekali ia melirik ke arahku dengan wajah' takut. "Sekitar seratus juta, Bu!" lirihnya seraya mengigit bibir bawahnya."Apa?" Seketika kedua bola mataku membulat penuh dan hampir lepas dari cangkangnya. "Seratus juta!" Kepalaku terasa berdenyut. Hampir saja tubuhku jatuh pingsan mendengar kerugian tempat karaoke yang baru saja aku rintis. Bagaimana bisa semua seperti ini."Bu Reza, Bu Reza!" Seseorang membantuku duduk pada bangku sofa saat aku hampir terjatuh. Dadaku
POV Bagas"Apakah kamu yakin Yasmin akan menerima kamu kembali, Bagas?" suara renta itu terdengar meragukanku.Bayangan pantulan wanita yang berada di kursi roda itu dari cermin itu terus mengawasiku. Aku tak bergeming, melihat pantulan diriku pada cermin yang berada di depanku."Aku yakin Bu, Yasmin pasti akan kembali padaku!" sahutku sekilas menoleh ke balik punggung.Aku segera menyelesaikan persiapanku. Meskipun aku bisa melihat dengan jelas keraguan dari wajah Ibu."Bagas!" lirih Ibu saat aku menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas.Wajah sendu itu mengawasiku yang berjalan menghampirinya. "Ada apa ibu?" tanyaku menjatuhkan tubuhku di depan kedua pangkuan ibu."Jangan terlalu mengharapkan Yasmin. Kini Yasmin sudah memiliki kehidupan sendiri. Berhentilah mencintainya, Bagas!"Sorot mata nanar itu menatap lekat padaku. Aku tersenyum k
POV Yasmin."Meskipun aku masih mencintai Mas Bagas. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Bang Rasyid. Karena bagaimanapun juga aku sudah berjanji pada diriku sendiri, apapun yang terjadi aku akan mempertahankan pernikahan ini sampai kapanpun," batinku."Tidak Bang! Aku sudah mengubur semua kenanganku bersama Mas Bagas," jawabku.Lelaki yang duduk di hadapanku tersenyum bahagia melihat padaku. Sorot matanya nanar namun penuh haru. Perlahan lelaki itu pun bangkit mendekatiku lalu menjatuhkan pelukannya pada tubuhku."Terimakasih, Yas! Terimakasih!" ucap Bang Rasyid menghujani wajahku dengan kecupan. Begitu juga dengan Aska yang berada di pangkuanku. Kami saling berpelukan penuh kasih sayang.Beberapa saat Bang Rasyid tenggelam dalam kesedihan dan rasa haru. Sementara aku, bayangan Mas Bagas sedikitpun tidak beranjak dari benakku meskipun kini Bang Rasyid berada di sampingku.
POV Rasyid.Semua sudah terjadi dan tidak mungkin kembali. Dari rekaman CCTV rumah aku bisa tau siapakah yang sudah mencuri hartaku. Dalam rekaman itu terlihat jelas sese"Lihat, sekarang kamu bisa melihat siapakah Reza sebenarnya kan?" cetusku pada Ratih yang duduk di sampingku.Gadis muda itu hanya terdiam, tidak mampu berucap apapun. Wajahnya pun seketika berubah pucat. Tergambar jelas penyesalan dari wajah gadis itu."Maaf Abang!" lirih Ratih. Sesaat kemudian terdengar isakan yang disertai dengan bahu yang bergerak naik turun. Meskipun wajahnya tertunduk, aku bisa melihat jika gadis itu kini sedang menangis."Coba saja kamu mau mendengar nasehat Abang dan Mbak Yasmin, pasti semua tidak akan terjadi seperti ini Ratih!" cetusku benar-benar sangat kecewa pada Ratih. Aku terduduk lesu, menatap iba pada Ratih.Gadis muda itu hanya terisak. Tidak seperti biasanya berani mela
POV Reza."Baiklah! Jika kamu memang menolakku Mas. Tidak apa-apa, tapi setidaknya aku harus mengeruk habis semua harta-harta kamu hingga kamu jatuh miskin.""Kak Reza!"Ratih tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya memelukku dengan terisak membuatku tersadar dari lamunan."Ada apa Ratih?" tanyaku bersikap hangat kepada gadis bodoh yang mudah sekali untukku peralat.Beberapa saat Ratih terus menangis sesegukan. Ia menumpahkan semua beban yang berada di dalam dadanya. Tanpa aku tau apa yang sudah membuatnya menangis.Perlahan kulepaskan pelukan Ratih dari tubuhku. "Ada apa Ratih, katakanlah!" bujukku agar gadis itu berhenti menangis.Butiran bening dari dua bola mata itu justru semakin mengalir deras. Satu tangan Ratih menyodorkan sesuatu kepadaku."Astaga! Ratih!" sergahku terkejut saat meraih tespek berga
POV Rasyid"Karena pasien yang bernama Ratih Wijayanti tidak menggunakan BPJS maka untuk bagian administrasinya sebesar dua ratus juta. Ini perinciannya ya, Pak!" Wanita yang berada di loket administrasi itu memberikan rincian biaya pengobatan Ratih kepadaku."Baik Mbak, hari ini juga akan saya lunasi," ucapku pada wanita itu."Oh, ya Mbak bagaimana dengan tagihan pasien' atas nama Yasmin, apakah sudah dibayar?" imbuhku penasaran.Rasa malu bertemu dengan Yasmin membuatku mengurungkan diri untuk menjenguknya. Terlalu banyak kesalahan yang sudah Ratih lakukan kepada wanita itu begitu juga dengan diriku. Namun, justru Yasminlah yang sudah datang untuk menolong Ratih."Sebentar ya, Pak?" Wanita itu terlihat mengetikkan sesuatu pada keyboard, sesekali sorot matanya melihat pada layar monitor yang menyala."Untuk biaya pengobatan pasien yang bernama Yasmin sudah dilunasi
POV Yasmine"Terima kasih Mas sudah datang di saat yang tepat. Maaf aku sudah membohongi Mas Bagas!"Lelaki itu menyungingkan ulasan senyuman kecil padaku. "Iya Yas, sama-sama!" sahut Mas Bagas terdengar begitu lembut."Lalu bagaimana dengan pemuda itu, Mas!" tanyaku penasaran dengan nasib pacar Ratih yang tega ingin menggugurkan darah dagingnya sendiri."Polisi sudah meringkusnya bersama Dokter abal-abal itu. Semoga saja mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatan yang sudah mereka lakukan," sahut Mas Bagas."Lalu ..!""Ratih!" seru Mas Bagas memotong ucapanku. Seolah lelaki itu sudah tahu pertanyaan apalagi yang akan aku lontarkan kepadanya.Aku mengangguk lembut. "Ratih sudah melewati masa kritisnya. Meskipun terjadi luka pada rahimnya dan memungkinkan dia tidak akan bisa memiliki anak lagi.""Astaghfirullahaladzim!" Aku tid
POV RasyidTiba-tiba Reza menghilang bagaikan ditelan bumi. Wanita itu seolah tahu bahwa sebentar lagi keluarga dan suaminya akan datang ke sini untuk mencarinya. Ratih hanya mengatakan bahwa ia sempat mengantarkan Reza menuju terminal sebelum akhirnya nomor ponsel Reza pun tidak dapat dihubungi. Apakah kini aku sedang tertipu? Tidak aku rasa tidak, tapi mengapa Reza melarikan diri dari semua orang.Kuhempaskan tubuhku pada tepi ranjang berukuran king size yang berada di kamar Reza. Semua barang-barang wanita itu sudah raib tak tersisa. Sejenak aku berpikir, sepertinya Reza sudah merencanakan kepergiannya.Aku meraih ponsel yang berada di dalam saku celana. Beberapa kali benda pipi itu bergetar. Sesaat aku menjatuhkan pandanganku pada layar ponsel yang masih berkedip. Sebuah nomor tanpa nama sedang melakukan panggilan padaku."Halo!" sapaku setelah menekan tombol hijau pada layar"Ha