"Dunia ini terlalu sempit, menyesakkan, hingga dadaku rasanya tak sanggup menampung berjuta rindu yang menyesalkan!"
—Yasmin Aurora
__
"Yas, lo dipanggil Bu Saveta ke kantor tuh."
Yasmin yang terlalu fokus selfie, menghentikan aktivitasnya itu dan menatap si empunya suara.
"Kenapa?" tanya Yasmin bingung. Berharap Naura si pemanggil mempunyai jawaban dari pertanyaan itu.
"Mana gue tahu!" Naura mengedipkan bahu pertanda tidak tahu. Lalu berlenggang pergi meninggalkan ruang kelas begitu saja.
Yasmin menyimpan handphone ke saku rok. Berjalan keluar kelas. Namun sebelumnya, ia sempat mengembuskan napas gusar.
Khawatir? Tentu saja. Bu Saveta itu guru bahasa Indonesia yang memberi mereka tugas kelompok. Bisa jadi Maimunah sudah melapor bahwa ia terlambat datang saat berkumpul mengerjakannya.
"Maimunah!" Yasmin mengacak rambutnya frustrasi. Lagi-lagi dirinya harus mendatangi kantor guru karena si tukang mengadu.
Tangan terangkat mengetuk pintu yang terbuka sebagai penghormatan dan sopan santun. Yasmin tersenyum kikuk saat Bu Saveta menatapnya horor, lalu menggunakan isyarat mata menyuruh mendekat.
Dengan susah payah Yasmin menelan salivanya. Gugup bercampur takut. Aura horor mendominasi ruangan itu. Jika saja hanya Bu Saveta di dalam sana, Yasmin masih bisa mengelak dengan beribu alasan terbaik yang ia miliki. Tapi masalahnya, di kantor guru ada Bu Mawar dan juga Raja.
Mati gaya!
Bu Mawar itu galak bukan main. Memberi satu alasan saja belum tentu bisa diterima. Dan, bisa jadi ia berakhir di lapangan menghormati bendera.
Dan Raja?
Yasmin mengernyitkan kening bingung. Kenapa calon suami masa depannya ada di kantor? Apa Raja melakukan satu kesalahan?
"Yasmin, kamu dengar apa yang Ibu bilang barusan?"
Yasmin mengerjap, seketika tersadar dari lamunannya. Kembali fokus menghadap Bu Saveta.
"Ibu bilang apa tadi?" Cengiran polos ia sematkan di sudut bibir.
Bu Saveta menarik napas kasar. "Maimunah bilang kalau kamu—"
"Ibu, tolong deh, Maimunah jangan dibawa-bawa dalam pembahasan kita ini," keluh Yasmin memotong kalimat Bu Saveta. Namun, kemudian ia menutup mulutnya saat guru itu mendelik tajam.
"Maaf. Habis saya kesal, Bu. Ibu selalu mendengar apa yang dikatakan Maimunah."
Ekspresi Yasmin terlihat murung, menunduk tidak berani menatap Bu Saveta. Namun, percayalah ... separuh dari fokusnya tertuju kepada Raja dan Bu Mawar. Ia ingin tahu apa yang keduanya bicarakan!
"Itu karena Maimunah murid teladan. Baik dan patut dicontoh. Jujur dan juga pintar. Sedang kamu?"
Yasmin memutar bola matanya. "Iya deh. Tapi percayalah Bu, Maimunah itu tidak sebaik yang Ibu pikirkan. Nyatanya, dia selalu mengadukan saya pada semua guru."
Bu Saveta melotot. "Itu karena kamu selalu mencari masalah."
Yasmin tersenyum kikuk.
"Oke, fokus. Ibu kasih peringatan sekali lagi. Jika kamu tidak ikut mengerjakan tugas kelompok, Ibu akan mencoret nama kamu. Dan, nilai kamu bakalan Ibu kasih nol," peringat Bu Saveta. Yasmin mengangguk-angguk kecil. Sebenarnya ingin sekali membantah dan mengatakan kalau ia hadir meskipun telat, tapi ia urungkan saat ekor matanya menangkap bayangan Raja keluar dari ruang guru.
Intinya, Yasmin ingin segera menyelesaikan urusannya dengan Bu Saveta, lalu menyusul Raja, menggoda bahkan merayu pujaan hati.
"Jadi, untuk kali ini Ibu kasih kelonggaran. Namun, kamu tetap dapat hukuman. Bersihkan lapangan basket."
"What?" Yasmin menggeleng tidak percaya. Lapangan basket itu luas walau tidak seluas lapangan bola. Tapi tetap saja akan menguras tenaga.
"Kenapa? Mau Ibu tambahkan hukuman?" tanya Bu Saveta.
Yasmin menggeleng. "Oke, saya pergi, Bu." Lantas mengambil langkah seribu meninggalkan kantor guru.
Bu Saveta menggeleng, kemudian melirik ke arah Bu Mawar yang sedang menghela napas kasar.
"Kalau tidak sanggup menghadapi bocah gesrek itu, lemparkan pada saya," tukas Bu Mawar, dan Bu Saveta membalas dengan cara mengangguk.
****
"Gimana hasilnya?"
Yasmin yang baru keluar dari kantor guru langsung disambut oleh Devina. Senyum sahabatnya itu tercipta cukup lebar, layaknya model iklan pasta gigi.
Ingatkan Yasmin untuk menyumpal mulut Devina menggunakan kain kotor yang menumpuk di rumahnya.
"Yas, jawab dong." Devina mengikuti langkah Yasmin yang terus berjalan.
"Gue dihukum. Puas lo?" Yasmin menghentikan langkahnya, memutar tubuh menghadap pada Devina yang juga ikut berhenti.
"Wah, mantul dong." Devina mencolek pipi Yasmin gemas.
"Mantul kepala lo! Gue dihukum, bukan lagi kencan," ucap Yasmin kesal.
"Iya, maaf. Emang hukuman lo apa sih?" tanya Devina antusias.
Mimik Yasmin berubah sendu. "Bersihkan lapangan basket sampai kinclong."
Devina mengangguk. "Bagus dong."
"Bagus apanya? Lo bantu gue dong," mohon Yasmin, memasang mimik puppy eyes kepada Devina.
Sesaat terlihat menggemaskan layaknya anak kecil. Hingga membuat tangan Devina terangkat mencubit kedua pipi putih mulus itu.
"Ogah!" tolak Devina.
"Kasihani sahabat lo ini, dong," cicit Yasmin dengan nada pelan. Ekspresi wajahnya masih sama seperti tadi.
"Lo yakin mau gue temani?" Senyum menggoda Devina semakin tercipta.
Yasmin mengernyitkan kening. "Kenapa enggak yakin?"
Devina menarik tangan Yasmin agar kembali melanjutkan perjalanan mereka.
"Soalnya, tadi gue lihat Raja lagi jalan menuju lapang basket," jelas Devina.
Spontan Yasmin membulatkan matanya, menatap tidak percaya pada Devina.
"Serius?"
Devina mengangguk penuh semangat.
Senyum Yasmin mengembang. Kesempatan manis selalu berpihak padanya. Sejurus, ia melepaskan genggaman Devina darinya, lantas berlari meninggalkan sahabatnya itu menuju lapangan basket.
"Calon suami, tunggu gue!" teriak Yasmin layaknya orang kerasukan setan.
****
Yasmin tersenyum semringah saat punggung Raja terlihat olehnya. Sengaja berjalan pelan, bahkan terkesan seperti seorang maling. Niatnya tidak ingin membuat kegaduhan, agar bisa melancarkan aksinya mengejutkan Raja.
Namun, sayangnya takdir baik tidak berpihak padanya. Nyatanya, sebelum berhasil mengejutkan Raja, Yasmin malah tersungkur ke lantai lantaran memijak genangan air.
Raja yang mendengar bunyi benda jatuh menoleh seketika, kemudian mengernyitkan kening bingung.
Yasmin menengadah, menatap Raja dengan mimik sendunya.
"Raja, bantuin ...." Mengulurkan tangan pada Raja, berharap cowok pendiam itu segera meraih tangannya.
Namun, 1 detik, 2 detik hingga detik-detik berikutnya, cowok itu masih diam.
"Raja, help me?" mohon Yasmin masih dalam posisi tersungkur.
Sebenarnya, ia bisa saja berdiri tanpa bantuan Raja, hanya saja, ia tidak ingin membuang kesempatan yang ada di depan mata.
"Raja," cicit Yasmin memelas.
Raja melempar sapu yang ada di tangan begitu saja. Terpaksa mendekat pada Yasmin meskipun kekesalannya lebih mendominasi. Ia masih memiliki hati walau rasanya ingin mengubur Yasmin hidup-hidup.
Dengan sigap, membantu Yasmin berdiri, lalu memapah menuju bangku yang ada di sana. Raja terlalu serius, sedang Yasmin tersenyum begitu manis.
"Lain kali berhati-hati."
Yasmin mengangguk semangat. Binar mata bahagia terpancar! Meskipun kalimat itu diucapkan dengan nada datar, tapi bagi Yasmin itu suatu kemajuan. Untuk pertama kalinya, Raja Perhatian padanya.
"Karena dilain waktu, gue gak akan menolong lo."
Seketika binar bahagia itu redup. Raja begitu jago membuat hati Yasmin seperti diutak-atik layaknya mesin rusak yang hendak diperbaiki.
"Lo jahat. Cium baru tahu!" seru Yasmin sembari menggembungkan pipinya kesal.
Dasar Raja, manusia yang tercipta tanpa rasa peka!
******
Yasmin menampilkan senyum manis saat sang bunda menarik kursi dan ikut sarapan dengannya pagi ini.
Setelah sekian lama mendambakan kehangatan yang telah hilang, akhirnya setitik cerah menjelma dalam tali kasih yang suram selama ini.
Yasmin terlalu bahagia. Binar matanya tidak dapat membohongi keadaan.
"Bunda mau sarapan?" tanya Yasmin pelan. Senyumnya masih belum luntur sama sekali. Ia hendak berdiri dari tempat duduk untuk mengambil piring.
"Tidak. Bunda hanya ingin bicara sebelum pergi."
Hela napas kasar keluar dari mulut Yasmin. Suara bundanya lagi-lagi terkesan sangat dingin padanya. Lalu. Memilih duduk kembali, menunduk sembari mengaduk-adukkan nasi goreng yang masih baru 2 suap ia nikmati.
Jawaban sang bunda benar-benar menohok. Seperti duri yang menancap tepat pada luka hati yang membusuk!
"Yasmin."
Yasmin menengadah. Tidak menyahut karena ia lebih sedang menunggu kalimat berikutnya dari sang bunda.
"Bunda sudah memiliki kekasih." Diucapkan dengan sangat santai tanpa peduli pada satu hati yang teriris.
Ya Tuhan.
Yasmin menggenggam sendok sekuat tenaga. Menyalurkan rasa sesak yang terbentuk begitu saja saat kalimat itu meluncur bagai air hujan.
Terlalu jujur dan terucap tanpa beban.
"Namanya Abimana. Mungkin dalam waktu dekat, Bunda akan memperkenalkan kepada kamu."
Yasmin menggigit bibirnya.
Kenapa semakin lama ucapan bundanya semakin lancar terucap.
"Apa secepat itu Bunda melupakan ayah?"
Yasmin tidak sanggup menahan luapan hati yang sakit.
Terdengar helaan napas Viola. "Ayahmu sudah lama meninggal. Tidak ada salahnya jika Bunda mencari seseorang untuk menjadi pendamping masa depan. Apa Bunda harus terus larut dalam kesedihan? Apa Bunda tidak boleh bahagia?"
"Lalu, bagaimana dengan Yasmin? Apa anakmu ini bukan sumber kebahagiaan?" Nada suara itu sedikit meninggi.
Viola menatap dalam pada putrinya itu. Perasaannya bercampur antara sedih, kesal dan kecewa.
"Kenapa Bunda tidak menjawab?" tanya Yasmin mendesak saat melihat Viola beranjak dari duduknya.
"Bunda ada urusan di luar. Seperti biasa, jangan menunggu. Pesan aja makanan melalui ojol kalau malas masak." Viola meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja, jumlahnya 500 ribu.
Tidak ada sahutan dari Yasmin. Netra gadis remaja itu fokus pada Viola yang berjalan menjauh dari ruang tamu.
"Ayah ...," cicit Yasmin saat tubuh indah nan semampai milik Viola menghilang dari pandangan. Dan, sebulir air mata merembes keluar dari mata indah itu.
Sesakit itukah saat orang yang kamu cintai mengabaikan tanpa tahu sebab yang pasti.
Kejam atau menyedihkan?
****
Yasmin tergeletak di sofa dengan malas. Ia meniupkan rambutnya berkali-kali lantaran bosan karena sendiri di rumah. Hari libur selalu seperti ini, dan berakhir tanpa ada satu pun yang bisa ia lakukan selain mondar-mandir kamar, ruang tamu dan dapur.
Padahal, Yasmin sudah memikirkan berbagai hal yang bisa ia lakukan bersama bundanya seandainya perempuan cantik itu memilih tetap di rumah tanpa menghabiskan waktu di luar sana entah dengan siapa.
Seandainya menjadi kata yang mengerikan, selayaknya mantra yang mampu membunuh dalam dilema.
"Raja, gue butuh lo."
Yasmin mengerucut bibirnya.
"Telepon gak, ya?"
Masih setia bermonolog.
Dan pada akhirnya Yasmin memutuskan menghubungi nomor cowok tampan itu.
Jangan tanya dari mana Yasmin mendapatkan nomor Raja. Karena cewek berwajah manis sekaligus tengil dan centil dalam waktu bersamaan itu memiliki seribu cara. Salah satunya, Devina.
Devina itu layaknya Googletalk. Memiliki berbagai informasi yang akurat dan tidak perlu diragukan. Bisa menjadi agen mata-mata dalam urusan cinta.
Bermasalah dalam hubungan percintaan? Devina solusinya.
Sudah tahu kehebatan Devina, bukan?
Lupakan!
Yasmin segera menghubungi nomor Adiraja.
Tidak ada sahutan sama sekali dari seberang telepon. Tidak ada bunyi apa pun kecuali keheningan. Kening Yasmin mengerut, Devina tidak mungkin membohonginya dengan memberi nomor palsu, 'kan?
"Oke, Yas. Lo harus sabar. Untuk mendapatkan hati calon suami, lo harus kalem." Menyemangati diri sendiri.
Yasmin membenarkan posisinya. Duduk sembari bersandar pada sandaran sofa.
Ia mengetik sebaris pesan yang menggelitik.
"Calon suami, calon istri rindu. KUA, yuk!"
Senyum mengembang setelah berhasil mengirim pesan itu. Dan hingga 10 menit berlalu, tidak ada balasan sama sekali dari nomor Adiraja.
Ingin sekali Yasmin memaki cowok itu. Di zaman modern kayak sekarang ini, lelaki itu tidak memiliki WhatsApp.
Kolot atau masa bodoh?
Yasmin memutuskan ke kamar. Ia sudah mulai lelah juga. Lelah pikiran dan hati! Mungkin tidur siang bisa membuat hatinya kembali bersinar seperti sediakala.
Dengan langkat sengaja diseret, Yasmin menuju kamar. Melempar diri ke atas ranjang empuk lalu memejam mata. Namun, belum sempat ia menuju alam mimpi, sebuah pesan masuk ke ponselnya.
Dengan gerakan cepat, Yasmin memfokuskan netranya, berharap itu dari Adiraja.
"Bunda pulang sedikit telat. Jangan menunggu."
Yasmin mendengkus. Dari sang bunda, dan selalu seperti itu. Dari waktu ke waktu, bunyi pesan itu selalu sama.
Menyebalkan!
Kapan perempuan itu bertanya tentang keadaannya?
Kembali ponsel itu berbunyi. Kali ini bukan pesan melainkan telepon. Yasmin menekan tombol merah, mematikan secara sepihak tanpa mau tahu siapa yang tengah menghubungi nomornya.
Dan lagi, ponselnya kembali berbunyi. Yasmin menarik rambutnya kasar. Suasana hatinya selalu saja hancur tiap berada di rumah.
Tanpa pikir panjang, Yasmin menekan tombol hijau. Sambungan telepon terhubung.
"Terserah Bunda. Mau pulang atau enggak pun, tidak akan masalah. Yasmin bisa hidup sendiri."
Yasmin memburu kalimatnya tanpa memberi kesempatan berbicara pada orang di ujung telepon.
"Bersenang-senanglah. Pulang dengan selamat."
Hampir saja Yasmin mematikan sambungan telepon itu. Namun, tertahan saat suara si penelepon bukan milik bundanya. Kening Yasmin mengerut, dan segera melirik nomor ponselnya.
Bukan nomor sang bunda. Melainkan nomor asing yang entah siapa.
Yang ada di otak Yasmin adalah penipu via hipnotis secara menelepon. Namun, suara itu ....
"Halo, lo de-dengar gue?"
"Raja," cicit Yasmin pelan. Pipinya memanas dan seketika memerah layaknya tomat.
Jangan tanya soal jantungnya. Mungkin sebentar lagi ia akan dikirim ke rumah sakit karena teralu bersemangat.
"Lo pacarnya? Gue saranin mending lo ke sini segera, deh. Cowok lo dalam masalah besar."
Suara cewek!
Spontan Yasmin berdiri. Siapa cewek yang berbicara setelah Raja? Lalu ke-2, masalah apa yang menimpa Raja?
Tanpa berpikir panjang, Yasmin keluar dari kamar setelah mengambil dompet di laci meja belajar.
"Alamat?"
Tanya Yasmin serius.
Sambungan telepon mati. Dan beberapa detik berikutnya pesan masuk. Yasmin mengangguk setelah membaca pesan itu. Ternyata alamat di mana Raja berada.
Yasmin mengangguk. Alamat itu tidak jauh dari sekolah mereka.
"Gue butuh ojek online."
Lalu masuk ke aplikasi ojek online dan memesan tanpa peduli pada harga yang harus ia keluarkan nantinya.
Rasa khawatir memburu hati Yasmin.
"Ya Tuhan, semoga bukan prank!" Harapan hati Yasmin.
*****
Yasmin membayar ojek online setelah sampai pada tujuannya.Sepi!Itu yang menyambut Yasmin. Tidak ada kegiatan apa pun di sekitar, bahkan tak seorang pun di sana yang menunggunya.Lalu?Yasmin menjilat bibirnya yang kering. Oke, jika seseorang sedang bermain-main dengannya, tidak masalah sama sekali. Ia bisa menghadapi dengan sekali tendang.Hei, jangan tertawa dalam hati. Yasmin pemegang sabuk hitam Taekwondo meskipun ia sudah lama meninggalkan hobinya itu, dan memilih menjadi seorang yang lebih anggun.Yah, kenyataannya Yasmin tidak anggun sama sekali.Lupakan!Yasmin mulai menyusuri area sekitar. Menghubungi nomor Raja, tapi tak ada jawaban sama sekali. Lalu menghubungi nomor asing yang menyuruhnya ke lingkungan sepi saat ini.Terhubung? Jelas. Namun, anehnya tidak ada niatan dari empunya ponsel menyambungkan telepon itu."Aish!" Yasmin memasukka
Raja mengunci bibirnya rapat, sama sekali tak mengeluarkan satu kata. Hanya bunyi tapak kaki yang menyentuh aspal yang terdengar.Sesekali ekor matanya melirik ke Yasmin yang begitu setia menuntunnya berjalan. Cewek genit yang aneh itu begitu telaten dan sabar meskipun langkah Raja terseok-seok karena lututnya terkena tendangan.Sudut bibir Raja terangkat, membentuk segaris senyum saat netranya menangkap bayangan Yasmin yang kesulitan menyingkirkan helai-helai rambut yang menutupi pandangan mata.Ternyata ikat rambut cewek itu terlepas.Dan entah kenapa gerakan Yasmin membuat gejolak dalam hatinya tiba-tiba berdesir, menembus hingga ke pipi dan kemudian mendadak merona."Ikat dulu rambutnya." Raja akhirnya menyerukan suara sedatar mungkin, mencoba menetralkan jantung yang tidak karuan.Yasmin menghentikan langkah, menoleh ke Raja. Keningnya mengerut begitu saja, membuat Raja lagi-lagi tersenyum simpul."Ada apa
Raja mendorong pintu kaca, masuk ke dalam dengan terburu, lalu mendudukkan dirinya tepat di sofa yang tersedia di sana."Mencari Dokter Natasya?"Raja menengadah. Seorang perempuan cantik tengah berbicara padanya.Siapa? Asisten dokter Natasya? Sudah berapa lama ia tak berkunjung ke tempat ini?"Velin. Namaku Velin. Asisten Dokter Natasya, untuk sementara." Sepertinya perempuan cantik itu paham isi otak dan hati Raja.Raja mengangguk. Perempuan cantik bernama Velin itu sangat sopan meskipun ia tahu ada luka yang mendalam yang coba disembunyikan."Dokter Natasya?" tanya Raja. Terdengar ambigu sebenarnya, tapi Velin memahami apa maksud dari pertanyaan itu."Sebentar lagi akan turun. Dia sedang bermeditasi di kamar mandi," sahut Velin pelan.Raja terkekeh mendengar itu. "Baiklah, aku akan menunggu.""Mau minum apa?" tanya Velin."Tidak usah. Gue gak lama. Hanya ko
"Ada dua kemungkinan ketika kamu menyukai seseorang. Satu, jatuh cinta. Dua, ya ... galau!"—Senior itu...?****Raja terbangun dari tidurnya. Merenggangkan otot kaku karena tertidur terlalu lama. You know? Karena bantuan obat penenang yang ia konsumsi tadi malam.Mengerikan sebenarnya. Ia harus selalu berputar pada poros itu saja sejak dulu. Entah sudah berapa lama, yang jelas, ia tak ingin menghitung waktu yang telah mengurungnya dalam dunia sempit dengan dinding kokoh.Raja, menyibak selimut, mendekat pada jendela, guna membuka jendela agar cahaya matahari masuk ke dalam kamarnya. Sejenak, melirik jam digital yang menempel di dinding kamar, jam 11 siang. Cukup suang untuk dikatakan bangun pagi!Peduli setan!Setelah merasa urusan dengan jendela selesai, Raja menuju kamar mandi. Mencuci muka dan gosok gigi. Tidak ada niat mandi karena hari ini ia kan habiskan untuk bermalas-malasan di rumah. Soal papanya, lupak
"Jika pengadilan adalah tempat menjatuhkan vonis, maka aku akan ke sana dengan senang hati. Meminta hakim untuk memvonismu bersalah, karena telah mencuri seluruh perhatianku!” – Yasmin Aurora.“Berada di dekatmu itu seperti mendaki gunung Himalaya, penuh tantangan, tapi terkadang mengasyikkan.” – Adiraja Haydar.****Yasmin membuka pelan pintu kamar Raja, mengintip sedikit melalui celah dan kemudian menghela napas saat ia melihat sang pujaan hati sedang telungkup di atas ranjang. Pakaian yang dikenakan sungguh membuat Seira menelan ludah, bersusah payah untuk memalingkan wajah dari objek yang membuat nafsu nakalnya melejit.Astaga, Raja benar-benar menggodanya. Jika seperti ini bisa saja ia menyeret Jeza ke KUA secepat mungkin, tidak peduli tentang status mereka yang masih pelajar atau hal lainnya.Dia benar-benar tidak tahan melihat tubuh bagian atas Raja yang tidak mengenakan kain penutup, sedang bagian bawah hanya di tutupi menggunakan ce
Itulah hidup, selalu diterpa masalah dan gelintir cobaan lain. Kadang, orang yang tersenyum semanis madu belum tentu bahagia. Bisa saja, si tokoh sedang menutupi segala kepedihan hatinya membagi tawa. Tidak ingin yang lain tahu seberapa tersiksanya ia pada kehidupan yang dijalani saat ini.Yasmin adalah salah satunya. Dunianya kacau sebenarnya. Ada luka mendalam yang ia tutupi dengan segala tingkah konyol. Mengusili teman sekelasnya bukan karena ingin mencari masalah, tapi sebenarnya dirinya mencari perhatian.Mungkin hanya Devina satu-satunya orang yang paham akan tingkah laku keusilan Yasmin. Bahkan Viola saja tidak pernah mampu memahami apa yang dirasakan putrinya itu. Devina bisa diandalkan dalam hal menebak hati seseorang sedalam apa pun itu masalah. Mungkin karena keduanya memiliki sifat yang sama. Bedanya, Devina terlahir dengan keluarga yang utuh dan sayang padanya.Sedangkan Yasmin? Ah, ia dulunya juga baik-baik saja, tapi setelah ayahnya meninggal dalam kecelakaan semua ber
“Menatapmu meskipun sesaat membuat jantungku seperti melompat dari jasadku.” -Yasmin Aurora**Bolos sekolah.Yasmin dan Devina berakhir di pusat perbelanjaan. Hari ini keduanya sengaja tidak datang ke sekolah dengan alasan untuk menghibur diri. Hamdan dan Amara menyetujui bolosnya kedua bocah SMA itu dengan syarat besok tidak boleh lagi bolos. Bahkan Hamdan memberikan kartu kreditnya pada Devina dan menyuruh putri semata wayangnya itu untuk belanja sepuasnya bersama Yasmin.Papa yang baik dan bisa diandalkan.Bukan hanya itu. Diam-diam, Amara juga memberikan uang tunai sebesar 2 juta kepada Yasmin dan menyuruh sahabat anaknya itu belanja sepuasnya.Astaga. Dari mana sifat malaikat kedua manusia itu?Tangan Yasmin gemetaran saat menerima uang itu. Seumur-umur dirinya tidak pernah mendapatkan uang tunai sebesar itu. Paling banyak uang saku diberikan bundanya adalah ratusan ribu. Itu pun dengan disertai kalimat penghematan.“Yas, lo mau beli apa dulu? Sepatu, baju atau tas?” tany
Di sinilah Raja berada, di sebuah kamar serba putih dan bau obat yang terlalu menyengat indra penciumannya. Rumah sakit!Kepalanya di perban menandakan ada luka yang menganga di sana sebelumnya. Raja mengadu sakit saat hendak bangun dari posisi tidurnya.Dia tidak ingat bagaimana bisa berakhir di rumah sakit. Namun, satu hal yang melekat di pikirannya adalah papanya yang pulang ke rumah membawa kekasih.“Selamat pagi, Mas Adiraja. Akhirnya sadar juga, ya.” Seorang perawat yang baru masuk ke dalam kamar rawat Raja menyapa dengan senyum hangat. Memeriksa kondisi Raja dengan teliti.“Bagaimana gue bisa berakhir di sini?” tanya Raja penasaran. Ia mengamati setiap gerak gerik perawat itu tanpa berkedip sama sekali.“Mas Adiraja tidak ingat?” tanya balik sang perawat.Raja menggeleng.“Tadi malam sekitar pukul sepuluh, papa dan mama Anda membawa Anda ke sini. Kondisi Anda pingsan dan banyak darah yang keluar dari kepala.” Perawat itu menjelaskan.Sedikit demi sedikit Raja mengingat kejadia
Yasmin terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia merasa heran lantaran saat ini Ia berada di atas ranjang rumah sakit bukan di bangku lagi. Ia menoleh kanan dan kiri, tidak ada Raja sama sekali. Bahkan tiang infus juga tidak berada di tempatnya.Dengan cepat Yasmin turun dari ranjang, berlari keluar mencari suster untuk menanyakan keberadaan Raja. Ia takut jika Raja pergi darinya tanpa pamit sama sekali. Ia tidak ingin Raja kenapa-napa lagi.Yasmin bertemu dengan dua orang suster.“Sus, kalian liat pasien dari bernama Raja? Yang kebetulan dia ditangani oleh Dokter Natasya. Astaga, bagaimana gue mengatakannya, ya?” Yasmin khawatir sendiri.Salah satu suster tersenyum melihat tingkah Yasmin yang seperti itu.“Jangan khawatir. Pasien bernama Raja itu sedang berada di ruangan Dokter Hari bersama Dokter Natasya.”Yasmin lega mendengarnya. “Terima kasih, Sus,” kata Yasmin. “Boleh tahu ruangan Dokter Hari di mana?” tanya Yasmin lagi.“Lurus aja dari sini, baru ada belokan, nah pas belokan itu ada
Keduanya masih terdiam. Cangkir teh Yasmin sudah tandas tanpa sisa, entah kebisuan apa yang terjadi saat ini, Yasmin dan Natasya tidak memahami.Hingga pada akhirnya, Natasya memutuskan untuk mengatakan kenyataan tentang Raja pada Yasmin. Yasmin harus tahu itu pemikiran seorang Natasya sebagai dokter. Bukan apa-apa, ia tidak ingin pasiennya kembali merenggang nyawa karena terlalu lama bertindak dan juga salah prediksi. Cukup seorang Sean yang mengakhiri hidupnya karena kehilangan Velin dalam hidupnya, jangan Raja lagi.“Yasmin,” panggil Natasya.“Ya?” Yasmin menyahut.“Kamu harus tahu sesuatu soal Raja.”“Soal kejiwaan?” tebak Yasmin membuat Natasya terdiam. “Dokter itu spesialis kejiwaan, sudah pasti dokter akan membahas itu pada gue, kan?” tukas Yasmin.Natasya mengedipkan mata sebagai jawaban. “Kamu harus tahu jika Raja itu sakit. Dia itu sakit, Yasmin. Tapi bukan berarti dia gila.”Yasmin tersenyum. “Sakit jiwa yang dokter maksud sudah pasti tentang mental illness, bukan sakit jiw
Langkah memburu terdengar memasuki area lorong rumah sakit. Ya, pemiliknya adalah Natasya, seorang dokter spesialis kejiwaan. Ia sudah lama tidak mampir ke rumah sakit yang dulu pernah menjadi tempatnya mengabdi setelah membuka praktik sendiri. Namun, karena Dokter Hari yang merupakan seniornya dan sering membantunya dulu di rumah sakit ini menelepon dirinya agar datang sesegera mungkin, akhirnya ia memutuskan meninggalkan tempat praktiknya dan datang ke sini.Yang membuat Natasya semakin tergesa-gesa adalah saat Dokter Hari menyebut nama pasien itu, Raja. Bayangan Natasya langsung mengarah kepada Adiraja, pasiennya yang sore tadi datang ke tempat praktik untuk meminta obat.Natasya berharap itu bukan Raja yang ia kenal. Ya, Natasya berharap.Sayangnya, saat ia tiba di ruangan pasien, Natasya kaget bukan main karena kenyataannya adalah Raja yang dimaksud oleh Dokter Hari itu Adiraja si pasien yang i tangani selama ini.Natasya mendekat ke sisi ranjang. Menatap wajah Raja dalam diam da
Raja menendang vas bunga yang terletak di sudut ruangan saat ia melewati menuju ruang makan. Wajahnya memerah lantaran emosi, belum lagi rahangnya yang mengeras dan tangannya yang mengepal kuat. Tidak ada yang bersahabat dari ekspresi seorang Raja yang masih SMA itu. Lebih layak dipandang sebagai orang dewasa yang sedang ingin menguliti mangsanya.Lagi, Raja membuat kegaduhan dengan melemparkan benda berat ke arah lemari kaca yang biasa digunakan untuk menyimpan beberapa buku dan dokumen sang papa. Raj terlalu emosi sehingga segala hal yang menurutnya layak untuk dihancurkan maka akan ia hancurkan detik itu juga.Karen kegaduhan yang ditimbulkan Raja di ruang tamu membuat Viola dan Adam segera berlari ke ruang tamu. Kening keduanya mengerut bersamaan dengan mulut Viola yang menganga. Melirik Adam dan menggigit bibir lantaran yakin jika Raja sudah mengetahui jika yang menjadi saudara tirinya adalah Yasmin. Tidak mungkin bocah remaja itu melakukan tindakan buruk segila ini jika tidak me
Yasmin menelan salivanya susah payah saat kakinya menginjak lantai pekarangan rumah milik kekasih dari bundanya itu. Dalam hati bercampur aduk, antara khawatir, takut, sedih dan juga kecewa berat pada banyak hal. Salah satunya pada bundanya.Pemikiran Yasmin sedari tadi tertuju pada Raja yang entah bagaimana responsnya saat tahu dirinya akan menjadi adik tiri Yasmin. Jujur, Yasmin tidak bisa melepas hatinya pada Raja, ia sudah terlaku mencintai juniornya itu walau kebanyakan orang bilang termasuk sang bunda jika cinta yang dimiliki Yasmin hanya cinta monyet.Persetan dengan pendapat orang lain. Yang harus ia percaya adalah hatinya dan tentu saja Raja yang sudah mengikatnya dengan janji yang penuh ketulusan.Yasmin ingin Raja dalam hidupnya.“Yasmin, buruan!” Viola memanggil Yasmin yang masih melamun di depan pintu.Tidak ada sahutan yang keluar dari mulut Yasmin. Hanya kakinya yang terus berjalan menghampiri sang bunda yang menunggunya.“Jangan berulah apalagi membuat masalah. Ingat b
Raja membuka laci nakas untuk mengambil obat yang selalu ia konsumsi saat depresinya kambuh. Namun, di dalam laci itu hanya menyisakan botol tanpa isi. Tidak ada satu pil pun tersisa. Raja menghela napas kasar dan kembali meraung bersamaan dengan tangannya yang terus memukul lantai.Terduduk di keramik dingin, bersandar pada ranjang. Tangan kanan menarik rambut sedang tangan kiri terus saja bermain di lantai, memukul dan terus memukul.Sekarang bukan hanya dinding yang penuh noda darah, tapi juga lantai. Raja seolah tidak peduli akan itu, bahkan tangannya saja sudah terluka tidak terasa sakit sama sekali, karena luka sebenarnya ada di hati dan perasaannya.“Tuhan, kenapa Engkau hukum aku seperti ini?” Raja terisak.Tidak ada niat menyalahkan Tuhan, hanya saja Raja terlalu lelah menghadapi setip tekanan yang menyerangnya dari dalam.Raja mengambil ponselnya di atas nakas, menekan nomor Yasmin dan saat tersambung, ia langsung memanggil nama Yasmin lirih.“Yasmin ....”Yasmin di ujung te
Viola membantingkan majalah di depan Yasmin yang sedang duduk melentangkan kaki di atas meja kaca. Sempat kaget bahkan sempat memuncratkan cemilan yang sempat masuk ke mulut lantaran Viola melakukannya secara tiba-tiba.“Ada apa, Bun?” tanya Yasmin heran. Ia merasa Viola terlalu kejam padanya belakangan ini.Viola berkacak pinggang. “Bunda sudah bilang ke kamu untuk memutuskan hubunganmu dengan Raja. Kenapa kamu tidak melakukannya?” Viola berucap dengan nada tidak menyenangkan sama sekali.Yasmin menggelengkan kepalanya. “Bun, Yasmin tidak bisa melakukan itu. Yasmin mencintai Raja,” ucap Yasmin memberi pengertian.Viola menatap Yasmin tajam. “Cinta? Anak SMA mana yang mencintai secara tulus dan bertahan lama? Perasaan kalian itu hanya sekedar cinta monyet tidak akan lebih.”Yasmin kembali menggeleng. “Yasmin mencintai Raja bukan hanya sekedar cinta monyet, Bun.” Yasmin juga mencoba memberi penjelasan. “Kenapa bukan Bunda saja yang mengalah demi putri sendiri. Lagian, papa belum lama m
Devina melemparkan tas sekolah di sofa, mendaratkan bokongnya di samping sang mama. Helaan napas terdengar bersamaan kaki yang dientakkan ke lantai.Amara yang melihat itu kaget. Mengalihkan fokusnya pada Devina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya penuh kelembutan.Devina menggeleng. Tidak ingin menceritakan permasalahan antara dirinya dan Yasmin. Jika mamanya mendengar, yang ada ia akan dinasihati dan mungkin ... disalahkan, karena memang benar semua karena kesalahannya. Hanya saja Devina ingin menyelesaikan semuanya sendiri.“Sayang, ada apa? Coba katakan ke mama, dong.” Amara menutup majalah yang ia baca. Meletakkan di atas meja lalu menatap fokus wajah putri satu-satunya itu. Ada gurat kesedihan dan kekecewaan di sana. “Mama tahu kalau kamu ada masalah serius. Coba katakan?” Lagi, Amara mencoba membujuk Devina.Devina memeluk sang mama sembari berkata, “Tidak ada, Ma. Perasaan Mama aja kali.” Mencoba menutupi dengan senyum manisnya.Amara mengelus wajah Devina. “Mama tahu kalau kamu boho
Yasmin menatap Raja yang duduk diam di sampingnya. Seperti biasa cowok itu memasang mimik datar, dengan dinding kokoh sebagai pelindung. Namun, bagi Yasmin itu tidak mengapa, toh, Raja sudah membiarkan dirinya masuk ke sana dan mengunci pintu sehingga hanya Yasmin seorang dan tidak ada yang lain.Memang tidak terlalu percaya sebelum Raja mengatakan perasaan padanya, tapi tidak masalah untuk berbangga hati, kan?Sudah 10 menit di taman dekat kompleks rumah Raja, tapi tidak ada percakapan yang terjadi. Keduanya masih terdiam, atau tepatnya, Yasmin menunggu waktu yang tepat untuk mengeluarkan suaranya dan Raja menunggu apa yang Yasmin katakan.“Untuk lo!” Raja menyodorkan kotak kecil berwarna hitam kepada Yasmin.Kening Yasmin mengerut. “Apa ini?” tanyanya sembari mengambil kotak kecil itu.“Hadiah kecil. Anggap aja ini pengikat lo dan gue. Sehingga lo gak akan ninggalin gue apa pun yang terjadi.” Raja menoleh pada Raja. Mengambil kembali kotak itu dan membukanya.Yasmin membulatkan mata