Dihamparan rumput yang luas nan hijau, gadis cantik dengan gaun putih selutut, memandangi seluruh hamparan hijau yang panjang. Disini sangat bersih, tak ada sampah sekecil ataupun kecuali batu kerikil yang tertutup oleh rumput."Dimana aku?" tanya gadis kecil dengan bingung."Olivya," gadis kecil itu menoleh dan mendapati kakaknya dan juga kedua orang tuanya. Olivya memandangi dirinya, kenapa ia masih berumur 14 tahun?"Olivya, sini nak." panggil seorang ayah yang sangat Olivya rindukan."Dady, Momy, Kakak?" seru Olivya dengan senyuman yang tulus.Olivya berlari kearah mereka, semakin dekat dan semakin dekat, hingga akhirnya jatuh kedalam pelukan mereka."Dady? Momy? Oliv nggak mau ditinggal sendiri. Oliv mau ikut kalian." ucap Olivya dengan wajah yang sedih."Tidak bisa sayang, kamu harus bisa hidup tanpa kami. Ada seseorang yang sangat mencintaimu, tapi bukan itu yang Momy maksud, dia orang yang saat ini berjuang untuk Momy, Dady dan Kak Ranelly." ucap Orlan--Momy Olivya dengan sang
Brakk"Tuan, Nona Olivya mencoba lompat dari balkon kamar!" Mad yang tengah menenangkan kepalanya kembali tersentak. Secepat kilat ia berdiri dan menuju kamarnya. Ia melihat Olivya yang tengah mencoba mencoba menaiki railing balkon. Namun, kedua tangannya ditahan oleh pengawal Mad.Mad berjalan kearah Olivya. Dengan kasar, Mad membalikan tubuh Olivya hingga menatap dirinya. Tubuhnya gemetar karena tangis. "You crazy hah?!" bentak Mad dengan amarah yang meluap.Mad memberikan isyarat kepada pengawalnya untuk pergi meninggalkan Mad dan Olivya sendiri."Olivya?" Verlyn datang dengan wajah yang terkejut. Dari ambang pintu Ia melihat Olivya yang tengah berhadapan dengan Mad. Salah pengawal Mad yang baru keluar dari kamar Mad memberikan isyarat untuk meninggalkan Olivya dan Madrick berdua. Verlyn pun mengangguk dan pergi meninggalkan kamar Mad.Olivya menangis sesenggukan. Jujur, Olivya paling tak bisa jika harus dibentak. Paling tidak bisa.Mad memegang pipi Olivya dengan sedikit kasar, hi
Mad berjalan menuju dapur. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun untuk berolah raga. Disana, ia melihat para koki yang sedang menyiapkan makanan pagi dibantu oleh para maid lainnya."Ambilkan sarapan untuk Vya, biarkan aku yang mengantarnya." perintah Mad dengan dingin."Tuan tak ingin sarapan terlebih dahulu?" tanya kepala Maid disini."Kalau aku tak minta berarti tak makan, bodoh!" balas Mad.Maid itupun mengangguk dan pergi menyiapkan sarapan pagi untuk Olivya. Sesuai perintah tuannya. Mad duduk disalah satu kursi yang ada diruang makan. Ruang makan yang mewah dan elegan."Tuan," Mad menoleh kearah sumber suara yang memanggil namanya. Mad mendapati Gaston yang tengah berlari kecil kearahnya."Ada apa?" tanya Mad dengan wajah yang amat datar."Tuan, ada seorang wanita yang ingin menjadi pembantu disini." ucap Gaston saat sudah berdiri didepan Mad.Mad mengerutkan alisnya. "Kau yakin dengan wanita itu?" tanya Mad.Gaston mengangguk dengan ragu. "Wanita itu seperti lugu sekali tuan. Jika b
"Lepasin!" Verlyn mencoba memberontak dengan mendorong dada bidang Renzo, membuat Renzo mundur beberapa langkah. Verlyn membuka pintu kamar mandi dan berhasil. Verlyn berlari keluar kamar mandi. Banyak sekali mahasiswa dan mahasiswi yang menyaksikannya keluar dari kamar mandi. Verlyn menyerobot segerombolan mahasiswa dan mahasiswi itu yang sedang meneriakinya dan juga mengejek dirinya. Ia merasa hancur dan sangat hancur. Ia malu, anggapannya sekolah diluar negeri hanya ingin menambah ilmu lebih luas. Bukan mencermarkan namanya hingga luas.BrakVerlyn menangis sesenggukan dengan posisi yang terduduk. Tak sengaja ia menabrak seseorang.ByurrrVerlyn mendongak saat kepalanya diguyur oleh jus tomat. Minuman yang paling Verlyn benci baunya dan entah salah apa dia, kini ia kena guyuran minuman itu."What the fuck, what are you doing?" bentak Verlyn dengan kencang. kesabarannya sudah habis."Wow, sudah berani berkata kasar rupanya." balas Violin yang merupakan anggota Genk bullying Renzo.V
Madrick memasuki perusahaannya dengan langkah panjangnya. Semenjak ada Olivya dimansionnya, Mad lupa dengan posisinya yang juga sebagai CEO. Madrick memasukki lift khusus untuk dirinya. Ia memencet tombol lantai paling atas, yaitu ruang kerjanya.Madrick keluar dari dalam lift. Ia membuka pintu ruang kerjanya. Banyak sekali berkas yang menumpuk diatas meja kerjanya. Mad membanting bokongnya pada kursi kebesarannya. Mad melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Menunjukkan pukul dua belas siang. Madrick menghebuskan nafasnya dengan gusar. Ia mengambil satu persatu berkasnya untuk ia teliti dan juga tanda tangani.Ponselnya bergetar. Ia melihat ada pesan masuk dari Gaston, tangan kanannya.Tuan, aku izin untuk kembali kerumah. Tuan tau? Verlyn adalah putri kandungku yang selama ini aku rindukan.Itulah isi pesan Gaston. Mad hanya mengerutkan dahinya. Hal yang baru ia dengar, Verlyn putri kandung Gaston?Tak mau banyak berpikir, Mad tak peduli akan itu. Mad kembali fokus pad
"Olivya!!!" Mad berteriak kencang, saat kaki mulus Olivya terkena tembak Hingga mengeluarkan darah segar."Hiks.... Sakit.." erang Olivya yang sudah ambruk."Gaston, gerakkan pengawal cepat!!" perintah Mad yang langsung diangguki oleh Gaston.Violin dan Verlyn bingung harus melakukan hal apa. Mad pun sudah membopong tubuh mungil Olivya."Kalian, beritahu para Maid untuk membawakan obat." ujar Mad pada Violin dan Verlyn."Ayo!" ajak Verlyn dan langsung memasuki kedalam mansion.Mad membawa tubuh Olivya kedalam kamarnya. Karena, kamarnya lah yang akan menjadi tempat teraman untuk Olivya."Hiks... Mad, sakit..." Mad merasa dicambuk hatinya sangat mendegar lirihan Olivya."Tuan, ini obatnya." ucap Maid dengan sopan dan diikuti Verlyn dan Violin dibelakangnya."Kamarnya mewah. Beruntung gadis itu." bisik Violin pada Verlyn."Ssttt, diam." balas Verlyn dengan bisikan.Mad mengobati luka tembak Olivya dengan sangat hati-hati. Sebelumnya, Mad telah memberikan Olivya obat bius hingga membuat O
Verlyn melangkah keluar kamar."Bagaiman keadaanmu? Apakah sudah baikan?" tanya Violin.Olivya masih sangat canggung dengan Violin. Ia pun hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Jangan malu padaku, aku akan dengan senang hati berteman denganmu." kata Violin, seakan tahu apa isi pikiran Olivya.Verlyn pun kembali dengan membawa segelas air. "Ini, diminum." Verlyn menyodorkan gelas berisi air putih kepada Olivya. Olivya pun menerima gelas itu."Terima kasih" ucap Olivya dengan tulus. Verlyn berjongkok dan mulai mengambil satu persatu pecahan gelas untuk ia buang."Kenapa kau repot membersihkannya? Disini banyak pembantu kan?" tanya Violin."Mungkin kau terbiasa menyuruh orang lain, tapi aku tidak. Aku dari kecil selalu diajari oleh mama untuk melakukan hal apapun dengan mandiri tanpa bantuan orang lain selagi itu masih bisa kulakukan." ucap Verlyn melanjutkan aksinya."Mama? Apakah itu sebutan bagi seorang ibu?" tanya Olivya dengan bingung. Pasalnya, di negara ini lebih sering men
Tok tok tok"Masuk!" ucap Mad pada orang dibalik pintu.Seseorang yang mengetuk pintu pun masuk dengan menenteng plastik putih yang berisi obat."Tuan, ini obatnya nona Olivya." ucap anak buahnya."Letakkan diatas meja dan keluarlah." balas Mad. pria tersebut pun menuruti perintah Mad. Setelah meletakkan obat, Pria itupun melenggang keluar.Mata Mad tak sedikitpun beralih pada wajah Olivya. Hingga suara deringan ponsel berbunyi menggagalkan Mad yang sedang menikmati wajah damai Olivya. Mad mengambil ponselnya didalam saku celananya. Ponsel yang elegan berlogo apel digigit dengan warna yang ia sukai yaitu hitam. Mad membaca sebuah pesan yang dikirim oleh salah satu anak buahnya. Mad melangkah keluar kamar, Ia segera menuju ruang tamu. Mad menggulung lengan kemejanya hingga kesiku. Menuruni anak tangga dengan lincah.Saat sampai diruang tamu, Mad mendapati dua orang pria. Yang satu bersetelan jas elegan, Mad tahu pria itu kaya, namun tak sebanding dengan kekayaannya."Selamat siang Mad,
Setelah makan utama selesai, Olivya melarang mereka untuk beranjak dari tempat. Ia juga memerintahkan maid yang lain untuk membereskan semua sisa makan. Mereka berbincang-bincang di ruang makan sambil melemparkan candaan satu sama yang lain."Kate, dimana pacarmu?" tanya Olivya untuk menggoda anak itu."Hah? Aku tidak punya pacar, aunty. Apakah Allcy mengatakan kepada aunty kalau aku punya seorang pacar?" balas Kate."Tidak, Kate. Aku pikir kamu sudah punya pacar. Kamu cantik, masa iya tidak punya pacar.""Masa sih tan aku cantik?" tanya Kate untuk memastikan.Olivya mengangguk sambil tersenyum."HAHHHH, GUYS, AKU CANTIK MMPH–" Jenny menutup mulut sahabatnya ini saat berteriak cukup kencang, yang membuat seluruh orang kaget.Mereka semua tertawa saat melihat Kate yang berteriak karena baru saja dipuji cantik."Apa sih, Jen? Kamu ga suka kalau aku dipuji cantik? Kamu iri ya?" tanya Kate dengan nada mengejek yang dibuat-buat olehnya."Kak Kate engga cantik. Kalau cantik, berarti kak Kat
Tok tok tokSeseorang mengetuk pintu kamar Olivya. Olivya yang sedang menyisiri rambutnya didepan cermin meja rias pun segera bangkit dan membuka pintunya untuk mengetahui siapa yang telah mengetuk pintunya."Allcy, ada apa?" tanya Olivya. Allcy lah yang telah mengetuk pintu kamar Olivya."Mama, apakah ruang bioskop nya sudah bisa aku gunain?" tanya Allcy."Sudah, sayang. Tapi bentar, sekarang jam berapa?" tanya Olivya.Allcy menatap kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Pukul lima sore, Ma." jawab Allcy."Pukul tujuh harus sudah haru berada di ruang makan ya, bersama ketiga sahabat mu. Kita makan malam bersama."Allcy mengangguk saja dan berpamit untuk pergi. Olivya menutup kembali pintu kamarnya. Ia berjalan menuju sebuah lemari berukuran cukup besar. Ia membuka lemari itu dan mengambil sesuatu di dalamnya. Saat mendapatkan apa yang dia ambil, Olivya kembali menutup pintu lemari besar itu. Ia berjalan menuju meja baca sambil membawa sebuah kotak berukuran panja
Milan, Italy 03.00 PMHampir menjelang sore hari, jalanan kota Milan terus saja ramai kendaraan yang berlalu-lalang. Mulai dari mobil, pejalan kaki, truck besar, sepeda motor, serta kendaraan lainnya.Empat orang gadis cantik yang sedang berada dalam mobil, sedang menikmati hujan di sore hari. Mereka merasa segar, karena baru saja melalukan perawatan wajah dan tubuh. Ditambah udara sejuk di sore hari.Lampu hijau berubah menjadi merah. Kate yang saat ini menggantikan Jenny untuk menyetir mobil milik Jenny. Radio musik di putar dengan cukup kencang.Elizabeth terus menatap jalanan yang ramai. Baru kali ini ia pergi keluar bersama seorang sahabat dan melalukan aktifitas seperti orang normal. Mungkin bagi diri Elizabeth, ini tidak normal. Setiap hari hidupnya selalu diatur dua puluh empat jam.Hari ini ialah hari yang cukup membahagiakan bagi Elizabeth dan juga ketiga sahabatnya. Kesempatan bagi dirinya untuk membebaskan diri."Allcy, apakah kita mampir dulu ke supermarket?" tanya Kate s
Allcy baru saja usai menelpon Mama nya untuk meminta izin jika dia akan pulang lambat. Selain itu, ia juga meminta izin agar diperbolehkan sahabat-sahabatnya ini menginap dirumah. Allcy, Elizabeth, Kate dan Jenny berjalan masuk kedalam mobil milik Jenny. Jenny sengaja menyetir mobil sendiri tanpa menyuruh sopirnya.Elizabeth juga sudah menelpon sopirnya agar datang ke sekolah dengan membawa pakaian ganti Elizabeth untuk menginap dirumah Allcy. Elizabeth juga tak lupa memberikan tas sekolahnya kepada sopirnya dan ia membawa tas yang berisi pakaian ganti yang dibawakan oleh sopirnya.Allcy duduk didepan, disebelah kursi sopir. Sedangkan, Elizabeth dan Kate duduk dibelakang. Jenny memutar musik untuk menghilangkan kesunyian."El, kenapa kamu tidak beli saja pakaian baru di mall nanti? Biar sopirmu tidak perlu membawakan baju ganti mu." tanya Kate yang berada di samping Elizabeth.Elizabeth tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak, Daddy tidak memberikan aku izin."Kate mengerutka
Elizabeth melangkah sepanjang koridor sekolah. Seperti biasanya, dia tetap menjadi sorotan mata seluruh siswa. Apa mungkin kulitnya yang terlalu putih?Elizabeth menundukkan pandangannya. Ia tak memiliki cukup keberanian untuk mengangkat kepalanya dan menatap balik semua siswa disini. Saat ini ia datang lebih awal dari ketiga sahabatnya.Brukkk"Aww!" ringis Elizabeth dengan pelan saat ada seseorang yang menabrak dirinya."Hei, jalan pake mata bisa nggak?" bentak seorang gadis yang bertabrakan dengan dirinya."M-maaf, sekali lagi aku minta maaf." gumam Elizabeth dengan pandangan yang senantiasa menunduk."Lain kali gunakan mata untuk jalan, jangan nunduk terus."Plakkk"Aww.."Elizabeth mengangkat pandangannya saat gadis di depannya ini meringis kesakitan. Dia melihat kota susu kosong yang di lemparkan seseorang kepada gadis didepannya ini."Bodoh! Jalan itu pakai kaki." ujar seorang gadis yang sudah berada di samping Elizabeth.Kate. Gadis itu yang melempar kota susu kosong kearah ga
Olivya sedih jika harus pulang sekarang. Baginya, waktu begitu sangat cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Adrian, Olivya dan Allcy hendak bersiap-siap untuk masuk kedalam mobil milik keluarga Midleton.Mad merengkuh pinggang Olivya dengan cukup erat. Rasanya, tidak ingin ia harus berpisah dengan istrinya itu."Daddy, kapan Daddy akan ikut bersama kami?" tanya Adrian.Mad berjongkok didepan Adrian untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya."Saat di rasa sudah waktunya, Daddy akan sesegera mungkin untuk pulang." balas Mad."Tapi Daddy janji ya kalau sudah pulang ke mansion, tidak boleh lama lagi."Madrick mengangguk kepalanya. Ia mengecup puncak kepala Adrian dan setelah itu mengecup puncak kepala Allcy."Jaga Mommy ya. Adrian kan jagoan Daddy." pinta Mad pada putra kecilnya."Pasti Daddy."Mad mengantarkan Olivya, Allcy dan Adrian untuk masuk kedalam mobil. Keluarga kecil Midleton hanya melihat adegan itu dari ambang pintu castle.Mad terus memantau mobil yang di t
Olivya dan Mad saling berpelukan satu sama lain. Mereka saling mengeratkan pelukan dan seakan tak ingin melepaskan. Allcy yang melihat kejadian di depannya pun merintikkan mata tanda bahagia.Setelah penantian yang cukup lama akhirnya Mama dan Papanya bertemu. Tanti hentinya Allcy mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan karena telah pertemukan Olivia dengan Mad.Adrian yang berdiri tidak jauh dari kakaknya pun kebingungan melihat Mommy nya berpelukan dengan seorang pria yang belum dia ketahui.Apakah dia Daddy? batin Adrian.Mad melepaskan pelukannya ia menatap wajah Olivya dengan sesakma. bibir mendarat ke dahi Olivya tanda sebagai memberikan sebuah ciuman setelah sekian lama berpisah."Mad, akhirnya.." gumam Olivya.Mad menggangguk, ia begitu bahagia disaat melihat istri tercintanya ada di depan matanya."Mom?" panggil seorang anak laki-laki. Olivya menoleh kearah Adrian yang tadi memanggilnya.Mad pun melihat kearah Adrian. Pria itu berjalan kearah Adrian. Mad hendak memeluk Adrian, n
KringggggSuara bel sekolah berbunyi untuk memberitahu kepada seluruh siswa, bahwa pelajaran jam pertama akan dimulai.Allcy, Kate, Elizabeth dan Jenny berjalan bersama sepanjang koridor sekolah untuk menuju kelas mereka. Tak sedikit pasang mata yang menatap kearah mereka."Tidak biasanya kita di lihatin seperti ini." bisik Kate pada Jenny."Semenjak kita berteman dengan Elizabeth, banyak yang memperhatikan kita." balas Jenny."Eumm, apakah aku melakukan kesalahan karena berteman dengan kalian?" tanya Elizabeth."Tidak!! Kenapa kamu berpikiran seperti itu?" seru Kate.Mereka pun melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan tatapan dari seluruh siswa.Setelah sampai di kelas, Allcy meletakkan tas nya dengan malas. Entah mengapa ia tak begitu semangat untuk hari ini."Allcy kenapa?" tanya Elizabeth pada Kate.Kate pun mengalihkan pandangan nya kearah Allcy. "Itu sudah hal yang biasa terjadi pada Allcy. Hampir tiap pagi, ia tak begitu semangat."Elizabeth berjalan menuju meja Allcy."Allcy,
Olivya berjalan mendekati Adrian. Ia menarik putranya kedalam rangkulan nya. Dipeluknya Adrian dengan sangat erat, dan membiarkan putra sulungnya ini menangis."Adrian sayang, Adrian nggak boleh ngomong gitu ya. Daddy disana juga merindukan Adrian." ucap Olivya dengan nada pelan."Mommy bohong kan? Daddy engga sayang Adrian lagi Mom.""No, baby. No. Daddy sangat sayang padamu." Olivya melepaskan pelukannya. Ia menghapus air mata putranya sambil tersenyum.Olivya mengajak putranya untuk duduk di sofa panjang yang terdapat di ruang kerja Mad."Adrian mau tau sesuatu ga?" tanya Olivya."Apa Mom?"Olivya tersenyum hangat. "Dulu, saat Adrian masih berada di perut Mommy, Daddy terus saja mencium perut Mommy. Daddy terus saja mengajak Adrian bicara. Dan Ian tau ga? saat Ian lahir, Daddy adalah orang pertama kali yang Ian liat saat membuka mata. Mommy tau, Ian engga akan ingat hal itu, tetapi Ian harus percaya kalo Daddy sangat menyanyangi Ian melebihi apapun." cerita Olivya pada putranya."L