Nyonya Jiang terkejut saat melihat Conan, karna Conan sangat mirip dengan Putranya Lukas Jiang, fitur wajah yang sangat tegas, dan anggun itu ya, itu milik Lukas Jiang.
Nyonya Jiang bergumam. “apakah anak ini adalah anak Lukas Jiang yang tidak aku ketahui?” Nyonya Jiang bertanya pada Conan.
"Nak, siapa namamu?
Conan hanya melirik nya dan berkata dengan acuh. “Conan Shen"
"Conan Shen. Ibumu namanya siapa?”
Conan kembali meliriknya dan menatapnya bingung, dia menjawab. "Clarisa Shen"
"Clarisa Shen. Lalu ayahmu siapa?” Nyonya Jiang kembali bertanya.
Tatapan Conan Langsung meredup, seraya berkata. "kami tidak memilikinya!"
Nyonya Jiang merasa sedikit bersalah.
"Conan apakah kau sudah selesai?
“ayo kita pulang!" Seru Christian.
"Ya." Conan menjawab.
Christian kembali bertanya. "Conan ini, mereka siapa?"
"Entahlah aku pun tidak mengenal mereka!” Ungkap Conan.
Seiring berjalannya waktu Clarisa Shen sudah beradaptasi dengan lingkungan tempat kerja. Dia mendapatkan teman dan juga mendapatkan promosi karna kinerja nya bagus. Semua yang didapatkan adalah hasil kerja kerasnya, namun di tempat kerja, di mana pun tetap ada yang suka dan tidak suka kepadanya, mereka memujinya di depannya, dan memakinya dibelakang-Nya. Itu sudah biasa terjadi kepada Clarisa Shen, karna Clarisa Shen Selain penampilannya yang menarik dia pun sangat cantik, dan juga seorang pekerja keras. Bahkan manajer pemasaran dan Manajer desainer, sangat menyukai Clarisa Shen karena kinerja nya yang detail dan bagus. Sehingga membuat karyawan wanita yang lain iri terhadap kesuksesan Clarisa Shen. Saat Clarisa Shen pulang dia tidak melihat kedua putranya dirumah, dia pun menelepon Christian. Dia berkata. “Nak kenapa kalian belum kembali?” "Aah, aku lupa memberitahumu ibu, bahwa aku dan Conan sedang bekerja lembur hari ini.” “M
Saat terbangun Clarisa Shen merasa sakit kepala, karna mabuk dimalam sebelumnya, saat dia melihat jam, dia melompat karena terkejut, dia ada pertemuan, dan dia terlambat bangun. “Ah, gawat, aku terlambat!” “Kenapa alarmnya tidak bersuara!” “Ah, sial!” Ungkap Clarisa seraya beranjak ke kamar mandi. Clarisa dengan terburu-buru bersiap berangkat kerja tanpa menyadari rumahnya yang berantakan. Dia pun pergi meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa. Saat Conan dan Christian kembali ke rumah. Mereka terkejut bukan main, bagaimana bisa rumahnya jadi seperti kapal pecah? Conan berkata. “Sebaiknya kita membereskan rumah terlebih dahulu!” Christian menjawab. “Baiklah, lagi pula aku tidak nyaman melihatnya berantakan!” Saat Conan masuk, dan akan membantu Christian membersihkan kamar ibunya, dia melihat pemandangan yang menyayat hati kecilnya, dia berpikir jika ibunya pasti tertekan ataupun dia kembali mengingat ma
Hari demi hari berlalu, di pikiran Lukas Jiang masih terlintas wajah Conan Shen, wajah anak yang tidak dikenalnya itu namun mampu menarik dirinya untuk mencari tahu siapa anak kecil itu. Disisi lain Clarisa Shen mulai terbiasa dengan pekerjaannya, kedua putranya juga sangat mendukungnya, mereka tidak pernah sekalipun merepotkan Clarisa Shen, bahkan kedua putranya yang selalu menyemangati Clarisa Shen agar tidak menyerah dengan pekerjaannya. Dia sangat bersyukur memiliki putra seperti mereka berdua. "Ibu..." Christian memanggilnya. "Hhmmppp..." jawab Clarisa. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Christian Clarisa Shen tersenyum seraya berkata. "Begitu beruntungnya ibu memiliki kalian berdua!” Conan hanya menyunggingkan sedikit senyuman. Seperti biasanya Christian dengan semangat dan ceria memeluk ibunya dengan erat dan membisikan sesuatu ke telinga Clarisa Shen, dengan lembut dia berbisik. "Kami sangat mencintaimu,
“Presdir...” Jay memanggil namanya, dan membuyarkan lamunannya, namun saat Lukas Jiang tersadar Jay mendapatkan tatapan yang menakutkan dari Lukas Jiang. Be-gi-ni presdir klien sudah menunggu Anda untuk membahas proyek, Lukas Jiang tidak mengatakan apa-apa saat beranjak pergi meninggalkan Jay. Saat melangsungkan meeting dengan klien pun pikirannya hanya tertuju pada bocah itu. Setelah selesai pun Lukas Jiang tidak mendengarkan Jay yang sedang membacakan Schedule untuknya. Brrruuggghhhhh... Tiba-tiba saja ada anak yang menabrak Lukas Jiang. "Maaf, maafkan aku tuan. Apakah Anda tidak apa-apa?" Christian berbicara dengan sopan Saat Lukas Jiang mencoba untuk membantu anak itu bangkit dia begitu kagetnya melihat wajah anak itu, dan dalam hati nya dia bersyukur bisa bertemu dengan anak yang selalu ada di pikirannya belakangan ini. Lukas Jiang tersadar seraya berkata. "Ya, aku baik-baik saja, bagaimana dengan
Christian bertanya. “Paman bukankah kau akan mengajak kami melihat-lihat laptop?” “Bisakah sekarang kita pergi?” Christian bertanya dengan nada sedikit memohon. Entah kenapa Lukas Jiang menyukainya dia terlihat menyunggingkan sedikit senyuman di wajahnya. Conan sedikit heran dari mana Christian mendapatkan orang seperti itu? seraya mengikuti mereka berdua di terus memikirkannya. "Conan ayo cepat..." Christian yang memanggilnya penuh dengan semangat. Conan tersadar dari lamunannya, seraya menganggukkan kepalanya tanpa sedikit pun berbicara. Sesampainya di toko besar yang menjual berbagai macam laptop dan komputer, Conan dan Christian sedang melihat-lihat laptop mana yang kira-kira cocok untuk mereka soal harga tidak masalah. Tiba-tiba hal yang tidak di duga datang, ada seorang anak yang lebih muda dari Conan menabrak Christian dengan sengaja. Sehingga menimbulkan keributan, dia menangis berlari menghampiri ibu nya mengatakan bahwa
Lukas Jiang marah atmosfer di dalam toko itu berubah semakin mencekam kala Lukas menghampiri. Memeriksa apa yang sebenarnya terjadi dan bertanya pada Christian seraya memeriksa luka di wajah mereka yang membengkak, Lukas Jiang merasakan sakit di dalam hatinya, seakan teriris-iris melihat keadaan mereka berdua yang terluka seakan dia merasakan ikatan batin yang kuat dengan anak-anak itu. Melihat Lukas Jiang datang bibinya langsung menyapanya mengatakan hal-hal baik tentang Xiao Le yang digertak Conan dan Christian. "Lukas, adik sepupumu ini di gertak oleh anak-anak ini. Apakah kau tidak mau membantunya?” “Xiao Le adalah anak baik, dia tidak mungkin memulai pertengkaran tanpa alasan,” ucap bibinya. Namun Lukas tidak menanggapi. Dia hanya menatapnya sinis dan dingin, saat bibi Lukas itu menyadari nya semuanya sudah terlambat. Dia berpikir bisa selamat dari masalah ini namun kenyataannya tidak sama sekali. namun dia tidak kehabisan ak
Di perusahaan akan ada sebuah proyek baru, dan mengusulkan siapa pun yang bisa mendesain perhiasan untuk model terbarunya bisa mengirimkan sketsa mereka ke manajer desainer. Jika desain sketsa nya menang akan menjadi model perhiasan musim ini. Semua orang mengikutinya dan mulai mengirimkan sketsa untuk perhiasan yang akan diproduksi musim depan, tak terkecuali Clarisa Shen pun mengikutinya. Dia mulai mendesain sketsa nya, dia sangat antusias dan bersemangat mengerjakan sketsa nya. Dia juga tidak lupa untuk menyemangati temannya yang juga mengikuti. Banyak yang sudah mengirimkan sketsa nya namun belum ada yang menarik bagi Lukas Jiang, hingga ada satu desain sketsa yang menarik minatnya yaitu milik Clarisa Shen. Lukas Jiang menyukainya karna desain nya yang klasik modern namun tetap elegan, baru kali ini Lukas Jiang memuji sketsa orang lain bahkan dia terlihat puas. Awalnya Clarisa Shen tidak terlalu berharap karna yang mengajukan sketsa untuk dip
Saat Clarisa menyampaikan persentase makna dari desainnya di ruang meeting semua nya terkejut saat mengetahui terkandung makna yang sangat dalam. Banyak orang yang memuji Clarisa. Semua orang setuju untuk memakai desain perhiasan dari Clarisa, orang-orang dari departemen lain pun mulai mengenal Clarisa dan memberikannya ucapan selamat dia sangat senang. “Selamat ya Clarisa.” “Terima kasih,” ucapnya “Selamat Clarisa.” “Terima Kasih,” ucapnya lagi “Selamat ya Clarisa.” “Ah. Ya terima kasih,” Clarisa membungkukkan badannya mengucapkan terima kasih yang tak terhitung jumlahnya. Di saat yang sama Lukas Jiang merasa jika dirinya dan Clarisa tidaklah asing. Dirinya merasa bahwa aroma tubuh nya itu sangat familier baginya. Namun dia tidak mengerti tentang perasaannya saat ini. Disaat Clarisa mempresentasikan karya nya Lukas hanya memperhatikannya seakan dunianya teralihkan oleh Clarisa. Jay yang memperhati
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem