Di pinggiran kota Jincheng, di sebuah rumah sederhana Mariam Song, beserta suaminya Lou Shen tinggal. Mereka berdua mendapat kabar bahwa putri mereka Yunita, telah melakukan pembunuhan dan itu terjadi pada teman satu selnya sendiri.
Mereka berdua syok bukan main, tubuh Mariam tiba-tiba merosot ke bawah, begitu pula dengan Lou Shen, dia mundur beberapa langkah hingga akhirnya dia terduduk di lantai. Padahal Clarisa telah memutuskan untuk meringankan hukuman Yunita. Namun siapa sangka kejadian ini akan terjadi.
“Ti-dak, tidak mungkin.”
“Tidak mungkin putriku melakukan itu!”
“Tidak mungkin,” teriaknya. Tidak percaya akan kenyataan yang menghampiri mereka.
Mariam tidak ingin mempercayainya, mulutnya ternganga, tatapannya begitu kosong, tubuhnya bergetar hebat, ekspresi wajahnya begitu sedih. Begitu pula dengan Lou Shen. Sangat terpukul kala mendapat kabar yang begitu menggemparkan, kini Yunita adalah seorang pembunuh
Mariam beserta suaminya Lou Shen datang untuk mengunjungi putrinya Yunita. Namun nahas mereka tidak bisa mengunjunginya karena Yunita berada di ruang isolasi. “Aku mohon padamu, aku mohon izinkan kami bertemu dengannya,” pinta Mariam pada penjaga sipir penjara. “Maaf Nyonya, tapi saudari Yunita kini sedang berada di isolasi.” “Tidak ada yang boleh mengunjunginya,” ucap sang sipir penjara. Mariam menelan pahit kekecewaannya karena tidak bisa menemui putrinya yang malang itu. Kedua mata Mariam berkaca-kaca, dia begitu terpukul karena tidak bisa membantu putrinya. Lou Shen bahkan tidak bereaksi, ketika kekayaannya telah menghilang dia sangatlah tidak berdaya. Berbeda dengan Clarisa dia begitu menikmati hari-harinya bersama anak-anak beserta Lukas. Sejak kepulangannya 1 minggu yang lalu, dia semakin dekat dengan kedua putranya, maupun dengan kedua orang tua Lukas. Saat dia menerima kabar apa yang telah terjadi pada Yunita, dia tida
Conan menghela napas beratnya, dia tidak mengerti mengapa keduanya malah berkelahi di depan umum. Dia berjalan dengan lemah mencoba untuk melerai keduanya, namun nahas Conan malah terdorong ke belakang.“Awww...” Conan mengaduh kesakitan karena terjatuh, kepalanya serasa berputar. Sampai akhir Conan mencoba bangkit lagi dia kembali menghampiri keduanya, dan dia pun kembali terpental karena Shanon mendorong tubuh kecilnya. Saat dia akan terjatuh Lukas dengan sigap menangkap tubuh Conan.“Apa kau tidak apa-apa?” Tanya Lukas pada Conan.Conan menganggukkan kepalanya. Seraya berkata. “Ibu,” ucapnya lemah.Lukas menurunkan Conan, dia setengah berteriak. "BERHENTI...” teriaknya.Seketika mereka berdua berhenti, Shanon segera melepaskan tangannya dari rambut Clarisa, begitu pula dengan Clarisa.Lukas memijat dahinya yang pening, karena melihat penampilan keduanya yang semrawut tak karuan. Clarisa menundukka
Di dalam kamar Dokter Anand sedang memeriksa keadaan Conan, Lukas begitu cemas kala melihat keadaan Conan yang terbaring lemah di ranjangnya, Lukas bertanya dengan cemas. “Bagaimana keadaannya?” Dokter Anand menjawab. “Untungnya lukanya tidak parah.” “Bila di obati dengan baik lukanya akan cepat pulih.” “Namun sebaiknya Conan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Aku takut dia mengalami fraktur tengkorak,” Dokter Anand menjelaskan situasinya. “Aku sudah memberikan infus untuknya, dan sudah mengobati lukanya.” “Untuk saat ini kita hanya bisa mengamati pemulihannya, ku harap kau bisa memperhatikan Conan lebih ketat lagi,” ujar Dokter Anand pada Lukas. Setelah mendengarkan penjelasan Dokter Anand raut wajah Lukas menggelap. Tatapannya begitu dingin. Aura di dalam kamar begitu mencekam sampai Dokter Anand merasakan kemarahan dari Lukas. Dokter Anand berkata. “Aku akan meresepkan obat untuknya, aku akan memberikannya pada
Di kamar Conan masih tertidur, dia di temani oleh ibunya. Christian juga tidur bersama Conan. Lukas kembali ke mansion saat tengah malam. Di tatapnya Clarisa yang tertidur sera memegang tangan kecil Conan.Lukas menggendong Clarisa yang tertidur dengan perlahan dia memindahkannya ke kamar. Lukas meletakan tubuh Clarisa di tempat tidur, dengan lembut dia menyelimuti tubuh istrinya, dikecupnya lembut kening istrinya seraya dirinya pergi ke kamar mandi.Di tengah tidurnya Conan terbangun, dia meringis kesakitan. kepalanya seakan berdenyut, pandangannya kabur.“Christian apa kau di situ?” dengan suara lirih Conan memanggilnya.Christian yang terbangun karena suara Conan pun sedikit terperanjat kala melihat Conan yang begitu kesakitan.“Ada apa?”“Mengapa kau begitu kesakitan?” ucapnya yang cemas.“Ayah... di mana Ayah?” Tanya Conan pada Christian.“Aku akan memanggil ayah, berta
Shanon kembali ke kediaman Ahmed dalam keadaan mabuk, Ahmed yang akan berangkat kerja merasa sangat frustrasi dengan perilakunya, walaupun mereka dijodohkan namun Ahmed menyimpan sedikit rasa terhadap Shanon. Tercium aroma alkohol yang sangat menyengat dari mulutnya. Shanon yang terkapar di ruang tamu sedikit membuat hati Ahmed terluka.Sebenarnya saat Lukas menindasnya ingin rasanya dia membelanya dan menentang namun apalah daya, dia tak bisa melakukan itu. Dirinya bahkan tak bisa mengalahkan Lukas dalam hal apa pun, lagi pula kedudukan dirinya lebih rendah dari Lukas.Kini dia menyesali perbuatannya dulu seandainya dulu dia tidak tamak akan uang posisi dirinya tak akan tergeser oleh Lukas. Dirinya tidak akan dipandang rendah oleh keluarganya. Ahmed menggosok wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Perlahan dia menghampirinya. Mencoba menepuk pelan pipinya, seraya berkata. “Istriku kau mabuk lagi?”“Istriku bangunlah,” pint
Di Mansion terasa sangat hening, Conan sedang tertidur di kamarnya sedangkan Clarisa membawa Christian untuk bermain. Lukas terdiam di ruang kerjanya, bukan karena pekerjaan yang tak usai. Namun ini tentang kondisi putra sulungnya. Yang kian hari tubuhnya semakin lemah. Lukas teringat akan perkataan dokter. Conan harus segera mendapatkan perawatan dan melakukan kemoterapi.Lukas beranjak dari tempatnya dia berdiri di depan jendela besar di tatapnya Christian yang tengah bermain bersama Athes dan juga Istrinya Clarisa. Di halaman belakang. Mereka tertawa bahagia menikmati waktu sore hari. Lukas kembali menghisap rokok di tangannya.Dia berpikir sejenak. “Sepertinya aku harus mempercepat pesta pernikahan, jika di tunda lagi. Mungkin nanti tidak akan ada lagi waktu,” batinnya seraya menjentikkan abu rokok ke dalam asbak.Lukas berjalan keluar, kebetulan dia bertemu dengan seorang pelayan. Dia berkata. “Kemarilah,” panggilnya.Sang pel
Lukas sangat sibuk sekali, mulai dari tunangan, sampai pernikahan, lalu bulan madu semua itu membutuhkan waktu, namun Lukas memintanya untuk menyelesaikannya dalam waktu dua minggu. asistennya Martin secara intensif sedang mengatur jadwalnya, berusaha keras agar jadwal Lukas tidak bentrok dengan yang lainnya. Setelah rapat rutin, Lukas berjalan keluar dari ruang rapat, tangan kirinya memegang sebuah dokumen, sambil berjalan, sambil berpesan sesuatu pada Jay. Asisten Martin datang dari depan, dengan hormat berkata. “Presdir Lukas, orang dari perusahaan penyelenggara pernikahan datang, saya sudah mengaturnya di ruang tamu kecil untuk menunggumu.” “Mmm.” Lukas mengangguk pelan, berjalan memasuki ruang tamu kecil. Jay adalah salah satu orang kepercayaan Lukas, dan juga sahabat baginya. Maka dari itu setiap Lukas merencanakan sesuatu, dia akan selalu ikut andil di dalamnya. Jay segera mengikutinya masuk ke dalam. Perusahaan penyelenggara pernikahan datang 3 orang, satu adalah direktur p
Di samping mobil, bersandar seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, ia mengenakan jas berwarna hitam yang pekat, dengan gayanya yang sedikit santai, satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya, dan tangan yang lainnya memegang rokok, asap rokok berkerlap-kerlip di tengah malam yang dingin.Clarisa baru keluar dari gedung apartemen Joana. Saat dia sosok Lukas, matanya begitu bersinar. Clarisa segera berlari menghampiri Lukas. Dia berhambur ke dalam pelukan Lukas seperti seekor burung, “Kenapa kamu bisa ada di sini?”Lukas tidak menjawab, tetapi dia mendekap tubuh Clarisa, lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir merah mudanya yang ranum itu.Keduanya berdiri di bawah cahaya rembulan dan berpelukan saling berciuman, mereka seolah-olah ingin melampiaskan kerinduan mereka yang tak ada habisnya walau hanya berpisah beberapa jam saja namun mereka seperti tidak bertemu bertahn-tahun lamanya.Lengan Clarisa dengan lembut merang
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem