Share

15

Penulis: mustika gadis
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

CELINE

Aku mengeringkan rambutku dengan handuk dan mencoba mendekati tubuh Gadis yang masih belum juga sadarkan diri. Ini sudah hari keenam sejak kecelakaan itu, dan Gadis belum juga membuka matanya.

Aku sedikit terbiasa dengan keadaan ini. Keadaan dimana aku berbicara dengan Gadis tanpa ada sahutan sepatah kata pun. Keadaan dimana aku sedikit melupakan pekerjaanku sebagai seorang pilot. Dan semua ini membuat hatiku teriris, menangis tanpa ada yang nengetahui.

Aku tidak pernah sedetik pun meninggalkan Gadis dan mempercayakannya kepada orang lain. Walaupun itu Bapak, Ibu, Valerie, ataupun Mbak Celine. Aku merasa lebih baik jika bisa melihat langsung kondisi kekasihku.

“Dis... apa kamu nggak kangen sama aku?” Aku mengelus fotonya yang menjadi wallpaper iPhone-ku. Dia terlihat sangat bahagia, berdiri dengan satu kakinya, dan kaki lain ia tekuk ke belakang. Menara Eiffel berdiri gagah dibelakang Gadis, menjadi saksi betapa bahagia

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • My Captain Pilot   16

    Aku mengepak beberapa pakaian dan barang bawaanku yang kubawa untuk menginap di rumah sakit. Hari ini kabar yang sangat menggembirakan setelah kesadaran Gadis. Gadis diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan.Bapak, Ibu, Mbak Celine, Valerie, dan juga Papa ikut mengantar Gadis pulang dan telah menyiapkan sedikit kejutan karena kepulangannya. Aku memandangnya yang sedang turun dari ranjangnya. Walaupun sudah jauh membaik, tapi aku tau bahwa tubuh dan raganya masih lemah.“Bisa?” Aku langsung meraih tangannya saat dia mulai berjalan. Ia tersenyum dan mengangguk.“Janji ya Dis, mulai sekarang kamu harus lupain hal-hal yang bikin pikiran kamu nggak fokus, yang bisa bahayain nyawa kamu sendiri.” Papa mencoba memberikan petuah kepada Gadis.“Iya Pa, Gadis janji.”Ya, Gadis memang memanggil Papa seperti itu. Atas paksaan Papa tentunya. Entahlah, akhir-akhir ini semuanya menjadi lebih indah dan satu persatu beban te

  • My Captain Pilot   17

    Tak terasa sudah satu bulan berlalu sejak kejadian yang hampir membuat nyawaku melayang. Dan sudah dua minggu ini aku tidak bertemu Kavaleri. Aku terus berpikiran positif jika dia sedang banyak kerjaan dan tidak bisa seenak jidat pulang untuk menemuiku. Aku tau jika bekerja menjadi seorang pilot selama berada di dalam pesawat handphone harus dimatikan. Tapi waktu dia landing atau mau take off bisa kan telfon aku dulu? Seperti kebiasaan sebelumnya yang rutin ia lakukan padaku?Entahlah, dia berubah. Dia berubah sejak kejadian itu. Dimana secara informal dia melamarku, dan secara terang-terangan aku menolaknya dengan halus. Bodoh? Mungkin iya. Tapi aku merasa itulah yang pertama-tama harus aku lakukan. Mengingat penyakitku yang sudah dua tahun ini mendiami tubuhku.“Dis?” Suara Kak Celine membuyarkan lamunanku. Aku menatapnya, memberikan senyumku untuk kakakku satu-satunya dan setia merawatku di rumah sakit.“Lagi ngelamunin apa?”

  • My Captain Pilot   18

    Aku mengenakan dress selutut berwarna biru tua dan high heels berwarna senada. Kubiarkan rambut hitam keunguanku tergerai. Untuk kesekian kalinya aku menghadap cermin lagi, memastikan bahwa penampilanku tidak berlebihan.Entahlah aku mau dibawa kemana, Kavaleri hanya berpesan untuk mengenakan pakaian formal, dan aku menurutinya saja. Setelah aku cukup yakin dengan penampilanku, aku menyambar tas tanganku dan turun ke lobi berniat menunggu Kavaleri.Saat aku duduk di sofa panjang dekat kolam ikan, sekilas aku melihat Asha sedang berjalan masuk ke lobi dan menggandeng tangan seorang pria bule. Tinggi, kekar, dan tampan. Untung saja dia tidak menyadari keberadaanku.“Syukurlah kalo dia udah dapet pengganti Kava...” gumamku pelan.“Mbak, sudah ditunggu di luar.” Seorang petugas keamanan menginterupsi gendang telingaku. “Oh ya, terima kasih Pak.” Aku berdiri, melangkahkan kakiku ke mobil Audi hitam milik Ka

  • My Captain Pilot   19

    Soekarno-Hatta International Airport, 05.12 WIBDisinilah aku berdiri, di antrian panjang para penumpang yang memiliki kepentingan sama denganku, check-in. Aku berdiri di urutan keempat dari meja petugas check-in, dari sini aku bisa melihat Kavaleri sedang berbicara dengan beberapa petugas bandara yang mungkin dikenalnya. Sedangkan Kak Celine sedang memainkan smartphone-nya tepat di samping Om Gandi. Ya, hanya aku yang berdiri mengantre di sini.“Selamat pagi, bisa saya lihat tiketnya?” Sapa mbak-mbak cantik di depanku dengan ramah. Aku menyodorkan empat tiket agar diperiksa dan kami semua bisa menuju ruang tunggu. Tak berapa lama petugas check-in tersebut mengembalikan tiketku.“Terima kasih dan semoga perjalanan anda menyenangkan.”“Terima kasih mbak...” ucapku dengan ramah, membalas keramahan petugas itu.Aku berjalan ke arah Kavaleri dan dia menyambut

  • My Captain Pilot   20

    5 bulan kemudian...Aku memandangi jari manisku, tersenyum simpul dan merasa sangat bahagia. Di sana, bertengger cincin bermata berlian pemberian Kavaleri saat lamaran dahulu. Sekali lagi aku tersenyum bahagia.“Nggak nyangka deh gue sekarang bisa jadi nyonya Kavaleri wanna be.” Suaraku terdengar sangat bangga.“Woy! Lagi apa lu?” Valerie membuka pintu ruanganku tanpa permisi. Tapi, itulah kebiasaannya. Dan aku tidak mempermasalahkannya karena dia adalah sahabat terbaikku di kantor.“Nih, lihatin ini.” Aku menyodorkan tanganku dan dia hanya cemberut. “Enak deh udah lamaran gitu, gue kapan kali ah dapetin cowoknya?” Valerie duduk di sofa dan aku menghampirinya.“Hahaha, ya makanya lu tuh cari dong! Jangan kaya Kak Celine dulu selalu sibuk mikirin kerjaan.”“Gue mah udah sekuat tenaga Dis nyarinya, cuma belum ada yang nyari gue balik aja.

  • My Captain Pilot   21

    Aku melangkahkan kakiku memasuki bridal store yang berada di daerah Kemang. Siang ini aku sudah membuat janji dengan Cik Mey, pemilik bridal store ini yang tidak lain tidak bukan adalah temanku sewaktu SMA untuk fitting gaun pengantin. Ya, Kak Celine dan Mas Pandu sudah meresmikan hubungan mereka dua bulan yang lalu. Dan aku bisa melihat kebahagiaan yang selama ini hilang di hati Kak Celine.“Selamat siang mbak, ada yang bisa saya bantu?” Sapa pelayan dengan ramah, di bahunya melingkar tali meteran berwarna hijau.“Mau ketemu sama Cik Mey mbak, nyobain gaun yang udah saya pesen.” Jawabku tak kalah ramah.“Oh baik, tunggu sebentar ya mbak.” Pelayan itu masuk ke sebuah ruangan yang aku yakin itu adalah ruangan Cik Mey.Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan bridal store ini. Dipenuhi oleh mannequin-mannequin yang dipasangi gaun pengantin yang sangat indah nan mewah.

  • My Captain Pilot   22

    Aku memejamkan mataku ketika perias memoleskaneye shadowdi mataku. Hatiku berdegup seperti genderang perang yang siap untuk memulai peperangan. Aku membuka mataku ketika perias itu sudah selesai.“Cantiknya Mbak Gadis...” ucap sang perias itu girang. Membuat hatiku tambah berbunga-bunga.“Makasih mbak, aku deg-deg an banget!” tanganku membuat gerakan sedang mengipasi mukaku sendiri.“Ya wajar to mbak kan mau nikah, sama mas pilot yang ganteng lagi...” aku terkekeh geli mendengarnya.“Dan gue merasa sangat beruntung dapetin dia.” Batinku bangga.“Udah mbak, sekarang ganti gaunnya.”Aku melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Pagi ini adalah acara akad nikah. Tempatnya pun sama untuk nanti malam, acara resepsi. Ini semua ide Kavaleri untuk memilih Ritz Carlton sebagai saksi pernikahan kami.Aku melangkah keluar setelah selesai memak

  • My Captain Pilot   23

    Aku menghapus riasan yang menghiasi wajahku. Ya, acara sudah berakhir dua jam yang lalu. Sekaramg pukul 12.30 dan aku serta Kavaleri sudah berada di dalam kamar. Kavaleri sedang mandi, dan aku hanya berniat untuk membersihkan wajahku saja.Pintu kamar mandi terbuka, menampakkan Kavaleri yanghalf nakeddengan rambut yang basah. Sejenak, aku menelan salivaku kesusahan melihat pantulan Kavaleri dari cermin. Kavaleri yang menyadarinya langsung menghampiriku. Entah mengapa, tanganku bergetar dan jantungku berpacu dengan cepat.“Sayang...” Kavaleri memeluk tubuhku dari belakang, menumpukan dagunya ke bahuku. Aromanya wangi, membuatku ingin melesakkan kepalaku di dada bidangnya.“Ap... Apa Kav?” Suaraku bergetar. Memalukan! Kavaleri yang menyadari langsung tersenyum jahil. Dia menyesap wangi tubuhku di bagian leher. “Nggak mandi tetep wangi ya...” suaranya berat, dan memunculkan kesan seksi.“Kav aku

Bab terbaru

  • My Captain Pilot   40

    GADISHari berganti hari, bulan terus berganti, tahun pun juga ikut berganti. Kehidupanku yang dahulu hanya sendiri, mulai menemukan cinta sejati walaupun perjalanannya harus menanjak dan berkelok. Ketika suatu hubungan diserang sana sini, aku tetap berdiri kokoh memperjuangkan sesuatu yang aku tau bahwa hal itu patut untuk diperjuangkan.Memiliki suami setampan Kavaleri Sadega bukanlah hal yang mudah dan selalu menyenangkan. Kadang, aku harus mendengar gosip-gosip yang beredar di kalangancabin crewseputar hubungan gelap Kava dengan pramugari atauwoman pilot.Awalnya memang aku marah, aku marah karena tega-teganya Kavaleri mengkhianatiku dan juga anak-anak kami. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tau bahwa hal itu hanyalah isapan jempol yang berusaha membuat rumah tanggaku berantakan.Kavaleri Avicenna Sadega, orang yang paling bertanggung jawab atas kehamilanku. Bapak dari Saga dan Aqilla. Lelaki tampan

  • My Captain Pilot   39

    Dua Tahun KemudianKesibukan wajib sebagai seorang ibu dan istri di pagi hari adalah menyiapkan sarapan dan bekal sekolah bagi anak dan suaminya. Tugas ini semakin berat jika aku harus meng-handle semuanya sendirian, alias Kavaleri sedang terbang. Untungnya minggu ini dia bisa membantu meringankan pekerjaan rumahku, dan setiap pagi dia juga merasakan bagaimana ribet dan riwehnya aku ketika harus mengurus Saga yang sudah mulai masuk sekolah dan Qilla yang sering rewel di pagi hari.“Yang, tas sekolah Saga udah dibawa turun?” tanyaku dengan nada setengah berteriak karena jarak dapur dengan ruang keluarga agak sedikit jauh. Tak ada jawaban.“Yangg…” panggilku dengan menaikkan nada suaraku. Belum juga ada jawaban. Aku berjalan mengambil tupperware dan menata makanan bekal sekolah Saga. Sayup-sayup aku mendengar suara Kavaleri dan suara cekikikan Saga dari arah kolam renang.“Saga, ayo pak

  • My Captain Pilot   38

    Dengan sepenuh hati aku menggendong Aqilla yang baru saja digendong oleh Uti-nya. Aku, Kava, Saga, dan Qilla sedang berada di bandara menjemput Ibu dan Bapak yang baru saja datang dari Bali.“Saga kangen nggak sama Akung sama Uti?” tanya Bapak sambil membawa Saga ke dalam gendongannya.“Kangen dong Akung, Akung sama Uti kan udah lama nggak ke rumahnya Saga…” jawab Saga sambil memeluk Bapak.Saga memang tipe anak yang gampang dekat dengan siapa saja, terlebih pada Akung-akungnya karena sedari Saga kecil Bapak dan Papa sangat sering membantuku dalam mengurus Saga.“Sini gantian Uti yang gendong jagoan ganteng Uti.” Saga diambil alih oleh Ibu karena segera ingin merasakan pipi gembulnya. Heran aku, semakin umur Saga bertambah, bukannya semakin kurus malah semakin menggemaskan! Mungkin karena aku juga terlalu sering menyuruhnya makan dan menyediakan berbagai camilan di rumah sehingga dia sendiri tidak bisa berhenti m

  • My Captain Pilot   37

    Mendekati Persalinan“Bu, Saga tadi jalan-jalan kemana sih?” Aku memasukkan sesuap sup matahari yang Ibu bawakan setibanya dari Bali.“Katanya sih mau kemall,pengen belihot wheels.”Aku hanya manggut-manggut. Saga semakin besar, dan semakin rewel minta mainan ini itu. Aku yang tengah hamil tua terkadang dibikin kewalahan jika Saga tak mau mengerti perkataanku.Tiba-tiba aku merasakan perutku kencang. Aku merasa ada sesuatu mendesak keluar dari lubangku di bawah sana. Ibu yang menyadari ekspresi kesakitanku segera menelepon ambulance dan membawaku ke rumah sakit.“Buuuu, tolong telfon Kavaleri ya...”KAVALERIAku menghembuskan nafas lega ketika berhasil mendaratkanBoeing 777-300ERdengan mulus. Mengantarkan parapassengerdengan selamat, dan bisa segera menghubungi istri dan anakku.&ld

  • My Captain Pilot   36

    “Kav!!!” panggilnya dengan nada setengah berteriak.Aku segera berlari mendengar teriakan Gadis dari dalam kamar mandi. Ia terduduk diclosetdengan air mata membanjiri pipinya yang selalu membuatku ketagihan menciumnya. Di tangannya, memegang dua buahtest packyang entah hasilnya positif atau negatif.Dengan langkah perlahan aku melangkahkan kakiku mendekatinya. Ia langsung menunjukkantest packke hadapanku, dan aku melihat ada dua garis tertera di sana.“Aku hamil Kav!!!”Rasa bahagia menyesaki rongga dadaku, aku juga tak bisa membendung air mata lagi. Kupeluk istriku erat-erat dan menggendongnya. Ia tertawa bahagia sambil kubawa keluar kamar mandi.“Aku hebat ya? Baru kemarin udah jadi aja...” dengan bangga aku menyombongkan diri perihal kehebatanku membuat anak.Ia memukul dadaku pelan. “Yang hebat tuh kita, bukan kamu aja tau! Lagian kam

  • My Captain Pilot   35

    Setelah kurang lebih empat puluh lima menit perjalan menggunakansubway,akhirnya kami sampai juga di pemberhentian Disneyland. Saga ada di kereta dorong yang dibawa Mama dan Papa. Aku dan Kavaleri sibuk membawa barang bawaan Saga seperti baju, susu, dan sereal.“Dis, inget nggak Celine pernah foto di depan gerbang Disneyland itu?” Ibu menunjuk tulisan Disneyland Japan yang menyambut kedatangan kami. Aku tersenyum kecut.“Ibu nggak sedih kok, Ibu juga nggak nangis. Ibu hanya keinget aja dulu anak Ibu pernah foto di sana.”Mendengar ucapan Ibu yang berusaha untuk tegar, membuat air mataku lolos dari peraduannya.“Ibu...” Aku merengkuh tubuh kecil Ibu. Mau tidak mau, semua memori tentang Kak Celine menari-nari di bola mataku. Senyumannya, teriakannya, tingkah lucunya yang selalu membuatku tertawa. Sudah tidak ada lagi memang fisiknya, tapi bayangan dan kenangan tentang sosok K

  • My Captain Pilot   34

    Narita Airport, JepangHawa dingin menyambut kedatangan kami. Saga tertidur pulas di stroller-nya, diselimuti neneknya dengan selimut tebal.“Kav dorong dulu ya, aku mau ngurus bagasi sama akomodasi.” Aku meminta tolong pada Kavaleri agar dia menjaga Saga untuk sebentar saja.“Saga mau di dorong Bapak kok Dis, aku suruh temenin kamu.”“Oh, yaudah kalo gitu ayo agak cepetan. Kasihan Saga kedinginan ntar.”Setelah urusan imigrasi dan segala macamnya selesai, kami segera bergegas menuju hotel. Kami semua sudah berada di dalam bus yang akan mengantarkan kami ke hotel.“Bapak Ibu suka?” Aku duduk di dekat mereka. Mereka terlihat kedinginan memang.“Suka sekali Dis, Bapak sangat suka.” Suaranya gemetar menahan dingin.“Ibu juga Dis, terakhir kali ke sini kita masih berempat. Belum ada keluarga lain.”Aku kembali teringat dengan li

  • My Captain Pilot   33

    Aku duduk di depan cermin besar yang ada di kamarku. Memoleskanblush-onke pipiku. Saga masih terlelap, maklum ini baru jam setengah lima. Kavaleri sedang mandi. Hari ini adalah hari keberangkatan keluarga kami ke Jepang. Tapi hatiku tidak sebahagia sebelumnya. Ya, sebelum kejadian Femi mencium Kavaleri terjadi.“Yang, masih marah ya?”Kavaleri berada di belakangku, mengancingkan kemejanya dengan gaya yang selalucoolbagiku. Aku hanya terdiam. Dia mulai mendekatiku.“Jangan marah lagi ya, aku sama Femi nggak ada perasaan atau bahkan hubungan apapun kecuali antara FA sama pilotnya. Jangan ngambek ya sayang.”Kavaleri mengecup bahuku lama. Hatiku yang awalnya keras perlahan mulai terbawa alur mesra yang Kavaleri berikan. Tiba-tiba kedua tangannya melingkar di perutku. Menuntunku untuk berdiri, aku pun menurutinya. Ia mencium bagian leherku. Aku hanya bisa mendesah diperlakukan seperti itu.

  • My Captain Pilot   32

    Aku memasukkan kakiku ke stiletto kesayangan yang dibelikan Kavaleri ketika ia ada jadwal terbang ke Dubai. Ya, aku hendak menjemput Kavaleri.“Papa yakin nggak ikut?” Aku menanyai beliau sekali lagi sambil menggendong Saga. Papa tersenyum sambil menggeleng pelan.“Papa di rumah aja Dis. Udah sana buruan berangkat, ntar telat lho.”Setelah berpamitan, aku menggendong Saga keluar dan mendudukkannya ke bangku mobil. Memasangseat-beltkhusus miliknya.“Anteng ya sayang, jangan banyak gerak.”Aku melajukan Civic-ku perlahan meninggalkan pekarangan rumah. Jam menunjukkan pukul sebelas siang. Itu artinya jalanan Jakarta pasti sudah macet. Sedangkan pesawat Kavaleri mungkin akanlandingsekitar jam setengah satu. Di tengah perjalanan Saga bergumam, oh tidak lebih tepatnya bernyanyi namun hanya gumaman.“Nyanyi apa sih dek?”Dia tidak menggubrisku,

DMCA.com Protection Status