Felicia sudah kembali. Ia segera mengenakan mini dress berwarna hitam pilihan ibunya. Lalu langkahnya berjalan menuju depan cermin, ia sedang menilai dirinya sendiri, apakah cocok memakai mini dress ini?
Panjang dress yang hanya di atas lutut, bagian lengan yang bergelembung seperti balon. Dan sedikit memperlihatkan area lehernya yang indah. Felicia mulai berdandan, dengan memakai bedak tabur. Ia oleskan ke seluruh wajahnya dengan rata. Lalu ia tarik ikat rambutnya, membiarkan rambut panjangnya terurai sempurna.
Setelah selesai, Felicia bergegas menghampiri Seren. Dirinya berlari kecil, karena sangat terburu-buru.“Mah, Felicia berangkat dulu ya. Ucapnya sambil berjalan menuju kamar Seren.
Teriakan dari ibunya itu samar-samar terdengar, Bu Elsie menyuruhnya agar hati-hati dalam perjalanan.
***
Sesampainya di depan kamar Seren, ternyata saudaranya ini masih dalam proses pencarian pakaian apa yang akan dia pakai. Ka
Akhirnya mereka sampai di sebuah lapangan milik kampus terkenal di kota mereka. Lapangan itu memang sengaja dibuka untuk umum.Dion dan Max, segera memasuki area lapangan. Kebetulan disana ada sekumpulan komunitas skateboard yang memang sedang bermain di lapangan itu. Komunitas itu juga sangat terbuka sekali, bagi yang bukan anggota untuk mencoba bermain skateboard bersama mereka.Karena nyali Dion yang lebih berani ketimbang Max, akhirnya ia yang mengajukan permintaannya untuk bergabung ke dalam komunitas tersebut.Dion berjalan dengan rasa percaya dirinya, dan Max membuntuti dari belakang.“Hai kak, gua lihat dari jauh komunitas ini sangat terbuka untuk umum. Boleh kita berdua ikut bergabung?” Tanya Dion kepada ketua komunitas.“Halo, iya betul sekali. Kalian berdua mau ikut juga? Masih ada nih yang belum dipakai, tinggal pilih aja yang mana. Nanti gua bantu kasih arah.”“Iya kak, kita ma
Kali ini Felicia tidak bersemangat, entah mengapa rasanya malas sekali untuk berlatih dance. Terlebih lagi untuk pembagian kelompok yang diarahkan Pak Johan, saudaranya Seren salah satu bagian dari kelompok Dion.Felicia hanya merasa sedikit cemburu kepada Seren. Tetapi dirinya salah satu bagian dari kelompok Velma. Dan sisanya Farren, ia memimpin anak-anak lainnya.Lalu, pertama-tama Dion menjelaskan langkah dasar untuk mendalami gerakan shuffle. Ia maju ke depan layaknya moderator.“Oke, jadi gua disini akan memberi penjelasan tentang teknik shuffle dance. Shuffle sendiri mempunyai 2 step, T-step dan Running Man. Gerakannya cukup mudah, kalian perhatikan.” Ucap Dion kepada anak-anak.Tetapi sebelum Dion memperagakan gerakan shuffle, ia meminta tolong kepada ayahnya agar anak-anak bisa berbaris dengan rapi.“Kalian bisa berdiri baris yang rapi kan? Sini om yang atur format barisannya.” Ucap Pak Johan s
-Felicia-Beberapa hari yang lalu, Felicia pulang lebih sore dari biasanya. Ketika ia pulang, ibunya selalu mengomel. Bahkan ia memarahinya agar tidak lagi mengikuti latihan dance shuffle itu, karena membuat anaknya harus pulang malam hari.Sempat terjadi perdebatan antara Felicia dan Bu Elsie. Tetapi keputusan akhir, Felicia tetap mengikuti latihan dance itu. Ia tak menghiraukan omelan dari ibunya. Sesungguhnya Felicia dan Bu Elsie sering sekali bertengkar, karena mereka tidak mempunyai satu pikiran. Pikiran mereka tidak sejalan. Bahkan dimana hari yang memperlihatkan mereka sedang baikan, justru semua orang terheran-heran dalam momen tersebut.***Hari ini adalah hari dimana pelaksanaan pesta kecil menyambut ketua RT baru dimulai. Jadwal acara berlangsung pada malam hari pukul 19.00 atau pukul 7. Tetapi untuk anak-anak bersiap-siap 30 menit sebelum acara dimulai. Karena persiapan yang banyak, belum lagi harus memasang sound system dan
Berhari-berhari Dion disuguhkan pemandangan 2 gadis kecil yang senang berlalu lalang di depan rumahnya. Tingkah mereka sangat lucu, membuat dirinya gemas. Tak jarang juga ia memergoki Seren dan Felicia sedang mengintip ke dalam rumahnya.Kala itu Dion sedang berbaring di sofa ruang tamunya, lalu ia tiba-tiba melihat bayangan seseorang dibalik jendela. Dirinya berusaha menyelidiki siapakah 2 orang ini? Gelagatnya seperti sedang mencari obyek yang mereka cari. Sampai terdengar bisikan suara yang tidak asing bagi Dion.Memejamkan mata sambil terus berpikir, seperkian detik kemudian ia menyadari kalo 2 orang yang sedang mengintip itu adalah Seren dan Felicia. Dion menahan tawanya, ia tak habis pikir dengan kedua gadis itu.***Hari ini, cuaca yang sedang tidak bersahabat. Awan mendung terus menyelimuti langit yang terasa sendu, seakan memberi sinyal sedang merintih kesakitan. Membuat suasana hati menjadi tidak terlalu bersemangat untuk menja
2 tahun berlalu, Felicia yang tak lagi menemani Seren untuk melihat sosok Dion setiap harinya. Dion yang juga hilang kabar. Bukan hanya Dion, teman-temannya pun sama. Sudah jarang terlihat, begitu pun Felicia, mengingat namanya saja ia tak bisa apalagi mengingat wajah Dion itu. ***Malam harinya, sahabatnya Maxim menghubungi pria keturunan Tiongkok ini. Ia meminta Dion untuk menemaninya pergi clubbing. Kebetulan Dion yang sudah lama tidak bersenang-senang, ia pun mengiyakan ajakan Max. Beberapa menit kemudian, Max sudah sampai di depan rumah Dion. Ia mengambil ponsel dalam saku jaketnya, dan mulai menelefon. -Berdering- "Bas! Buruan turun, gua udah di depan rumah lu.” Ucap Maxim kepada Dion. “Ya ampun sabar monyet! Gua lagi turun.” Jaringan teleponnya terputus. Beberapa detik kemudian, Dion sudah menyalakan mesin motornya. Tak menunggu lama, mereka segera menancap gas sampai melebihi kecepatan di atas
Pak Jarrel pamit pulang, Felicia menunggu ayahnya sampai benar-benar pergi baru ia akan memasuki rumahnya kembali.“Ayah pulang dulu, Cia.” Ucap Pak Jarrel sambil melajukan motornya.Felicia tersenyum dan melambaikan tangannya, sebagai tanda perpisahan. Ia kembali ke dalam rumahnya dengan senyum yang terus mengukir di sudut bibirnya. Kembali menuju dapur menghampiri Bu Elsie.“Kenapa ayah kamu kesini? Habis melakukan apa aja sama kamu?” Tanya Bu Elsie menyelidik.“Ya tujuannya ketemu aku, cerita-cerita biasa aja di depan tadi.”“T-tapi Cia diberi uang jajan kok.” Jawabnya.Bu Elsie tidak memberikan respons apapun dengan kata-kata Felicia yang terakhir ia ucap. Ia sibuk dengan masakannya yang belum matang.***Tak terasa sudah memasuki sore hari, angin yang panas bercampur pantulan sinar dari matahari. Dion sudah siap dari beberapa menit ya
“Koko, udah selesai kan acaranya? Bisa ga kita pergi ke alun-alun kota? Sambil makan jagung bakar.” Isi chat Farren.“Boleh, jam 8 malam ya,” Balas Dion.Setelah membalas pesan dari Farren, ia langsung memanfaatkan waktunya untuk tidur. Dirinya sudah memasang alarm untuk bangun pukul 7 lebih 30 menit.***Jauh dari rumah Dion, Felicia sedang berada di dalam kamar tidurnya. Bu Elsie baru saja pulang dari kantornya. Ibunya bekerja menjadi sebuah admin di salah satu perusahaan tepung. Dimana brand tepung ini, sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat.Semenjak bercerai, Bu Elsie harus banting tulang untuk membiayai sekolah Felicia. Ia mati-matian mencari pemasukan sana-sini agar dapat menyambung hidup. Felicia dan Bu Elsie tinggal sekamar, Felicia yang sedari tadi sedang melamun, tiba-tiba Bu Elsie memasuki kamarnya sambil bermain ponsel.Awalnya tidak ada percakapan, karena Felicia bingung akan mengajak i
“Sayang, aku udah di depan rumah nih. Buru keluar.” Isi pesan Dion kepada Farren.5 menit kemudian Farren keluar, ia langsung bergelayut manja. Tidak melepaskan tangan Dion ketika sedang berjalan, selalu saja menempel. Kali ini mereka hanya pergi berdua, tidak mengajak Iris dan Velma.Dalam perjalanan mereka menghentikan langkahnya untuk membeli jagung bakar.“Bang, 2 ya.” Ucap Farren.“Oke, pedas ga?”“Kamu pedas ga yang?” Tanya Farren sambil menoleh ke arah Dion.“Iya pedas.” Jawab Dion singkat, sambil melihat padatnya jalanan oleh kendaraan yang berlalu lalang.***Tak lama 2 jagung bakar telah selesai. Aroma wanginya yang menusuk hidung mereka, membuat ingin cepat-cepat menggigitnya. Mereka berdua melanjutkan perjalanannya, mencari tempat duduk di tengah-tengah rumput.“Dekat tiang aja gimana? Ram
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili